Dapus Omsk Type Maligna

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 40

Laporan Kasus

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK


TIPE BENIGNA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian / SMF THT FK Unsyiah BPK RSUDZA
Banda Aceh
Oleh:
Achmad Juanda
Muhammad Arief Lubis
Muhammad Ikbar
Fitra Habibullah Lubis
Chyntarra Wulanda

Pembimbing
dr.Elvia, Sp. THT-KL.

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT THT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Tipe Benigna”. Shalawat beserta salam
penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia ke
masa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Laporan kasus ini merupakan
salah satu tugas dalam menjalankan kepanitraan Senior pada Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD Dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Elvia, Sp. THT-KLyang
telah bersedia membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak terhadap
laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.

Banda Aceh, Desember2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................... ii
Daftar isi.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
2.1. Anatomi Telinga............................................................................................ 3
2.2. Fisiologi Pendengaran....................................................................................3
2.3. Definisi OMSK.............................................................................................. 9
2.4. Klasifikasi OMSK.......................................................................................... 10
2.5. Letak Perforasi............................................................................................... 11
2.6. Epidemiologi.................................................................................................. 12
2.7. Etiologi...........................................................................................................12
2.8. Patofisiologi................................................................................................... 13
2.9. Diagnosa........................................................................................................ 16
2.10. Terapi............................................................................................................. 17
2.11. Komplikasi.................................................................................................... 25
BAB III LAPORAN KASUS.................................................................................. 28
3.1. Identitas Pasien.............................................................................................. 28
3.2. Anamnesis...................................................................................................... 28
3.3. Pemeriksaan Fisik.......................................................................................... 29
3.4. Foto Klinis......................................................................................................31
3.5. Laboratorium.................................................................................................. 32
3.6. Tatalaksana.....................................................................................................33
3.7. Prognosis........................................................................................................ 33
3.8. Edukasi........................................................................................................... 33
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 38

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah infeksi kronis ditelinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar terus-menerus atau
hilang timbul. Sekret mungkin kental, bening, atau berupa nanah.1 Radang telinga
tengah menahun atau otitis media supuratif kronik (OMSK), yang biasa disebut
“congek” merupakan radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan
(sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau purulen.2 Penyakit ini biasanya diikuti
oleh penurunan pendengaran dalam beberapa tingkatan.3
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan
orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban
dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik
Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.4 Kehidupan sosial ekonomi
yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek
merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada
negara yang sedang berkembang.2
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam
hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban
dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di
antaranya (39–200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan.4 Secara
umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan
25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.2
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis
media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi
kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene
buruk.4Proses infeksi pada OMSK sering disebabkan oleh campuran
mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang

1
ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah
Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus
aureus25%.3
Penyakit ini sangat mengganggu dan sering menyulitkan baik dokter maupun
pasiennya sendiri. Perjalanan penyakit yang panjang, virulensi kuman yang tinggi
terputusnya terapi, terlambatnya pengobatan spesialis THT dan sosioekonomi yang
rendah membuat penatalaksanaan penyakit ini tetap menjadi problem di bidang
THT.

BAB II

2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Anatomi Telinga
2.1.1. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-
kira 2 ½-3cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang teling terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasi kelenjar keringat/ kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Kulit liang telinga langsung terletak diatas
tulang. Bahkan radang yang amat ringan terasa sangat nyeri karena tidak ada ruang
untuk ekspansi. Saraf fasialis meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalan
ke lateral menuju prosesus stiloideus posteroinferior liang telinga, dan kemudian
berjalan di bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis. Rawan liang
telinga merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan mencari saraf
fasialis; patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.5

Gambar 1. Telinga Luar

2.1.2. Telinga Tengah

3
Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus
mastoideus, dan tuba eustachius.

1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang
vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan
ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membran timpani tidak tegak lurus terhadap
liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke muka dalam dan
membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran timpani berbentuk
kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani yang
dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya (cone of
ligt). Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
a) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum.
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :
a) Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang
tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus
fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
b) Pars flaksida atau membran Shrapnell
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida
dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
1. Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
2. Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus
ini dan bagian ini disebut incisura timpanika (Rivini). Permukaan luar dari
membran timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus
mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani cabang
dari nervus glossofaringeal.

4
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan
dalam.Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan
cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi
oleh arteri timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh
stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau
vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani
mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior,
dan posterior.
 Atap kavum timpani
Dibentuk tegmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa
kranial dan lobus temporalis dari otak. Bagian ini juga dibentuk oleh pars
petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura
petroskuama.
 Lantai kavum timpani
Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani
dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari
kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.
1. Dinding medial.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini
juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam.
2. Dinding posterior
Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut
aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid
melalui epitimpanum. Dibelakang dinding posterior kavum timpani
adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid.

3. Dinding anterior

5
Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri
dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat
memasuki tulang tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior.6 Dinding
ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior yang
membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh
satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna.Dinding anterior
ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius.
Kavum timpani terdiri dari :
 Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus
(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
 Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot
stapedius (muskulus stapedius).
 Saraf korda timpani.
 Saraf pleksus timpanikus.
3. Processus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal.Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah
ini.Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.
4. Tuba eustachius.
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani
dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke
bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah
17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).5

6
Gambar 2.2 Telinga tengah

2.1.3 Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang
koklea tampak skala vestibuli disebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan
skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi
perilimfe, sedangkan skala media berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di
perilimfe berbeda dengan di endolimfe. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar
skala vestibuli disebut membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.5
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.5

7
Gambar 2.3 Telinga dalam yang terdiri dari koklea dan vestibulum

2.2. Fisiologi Pendengaran


Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga dan
mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.
Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga
menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui
membran Reissener yang mendorong endolimfe dan membran basal kearah bawah,
perilimfe dalam skala timpaniakan bergerak sehingga tingkap (foramen rotundum)
terdorong ke arah luar. Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimfe
dan mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan
menggerakkan perilimfe pada skala timpani.Pada waktu istirahat ujung sel rambut
berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi
lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion
Natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VIII, yang
kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak (area
39-40) melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis.3 Keseimbangan dan
orientasi tubuh seorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input
sensorik dari reseptor vestibuler labirin, organ visual dan proprioseptif. Gabungan

8
informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga
menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.2

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan
pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap
pelebarannnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari
tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang
berhubungan dengan utrikulus, yang disebut dengan ampula. Di dalamnya terdapat
krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya
tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan
cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan
silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan
masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan
merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan
meneruskan impuls sensorik melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan otak.
Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik
akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis
menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan
posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat
memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung. Sistem
vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh lain, sehingga kelainannya dapat
menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat
berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau
takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.5
2.3. Definisi OMSK
Otitis media supuratif kronis adalah infeksi kronis telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea)
tersebut lebih dari 2 bulan.Baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
encer atau kental, bening atau berupa nanah.5
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah radang kronik mukosa telinga
tengah dan kavum mastoid dengan perforasi membran timpani dan riwayat

9
keluarnya cairan dari liang telinga (otore) lebih dari dua bulan, baik terus menerus
atau hilang timbul.2
2.4. Klasifikasi OMSK
Jenis OMSK terbagi atas 2 jenis, yaitu tipe benigna dan tipe maligna.
1. OMSK tipe Benigna

Proses peradangannya terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak


mengenai tulang.Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe
benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe
benigna tidak terdapat kolesteatoma.

2. OMSK tipe Maligna

Merupakan OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Kolesteatoma


adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu kongenital dan didapat.OMSK
tipe maligna dikenal juga dengan OMSK tipe berbahaya atau OMSK tipe
tulang. Perforasi pada OMSK tipe maligna letaknya di atik, kadang-kadang
terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi yang berbahaya
atau fatal timbul pada OMSK tipe maligna.

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar terdiri dari OMSK aktif dan
OMSK tenang, yaitu antara lain:
a) OMSK aktif, merupakan OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif. Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli.
Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba
eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga
luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen

b) OMSK tenang, ialah OMSK yang keadaan kavum timpaninya terlihat


basah atau kering. Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang
kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai
berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo,
tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga3

10
2.5. Letak Perforasi
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/ jenis
OMSK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal
atau atik. Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di
seluruh tepi perforasi masih ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal
sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sakulus
timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang terletak di pars flaksida.Jenis-Jenis
Perforasi dapat dibagi menjadi :

 Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-


superior, kadang-kadang sub total.3

Gambar 2.4. Sentral Gambar 2.5. Sentral

 Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai
perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan
kolesteatom

11
Gambar 2.6. Marginal

 Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma.3

Gambar 2.7. Perforasi atik

2.6. Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik dianggap sebagai salah satu penyebab tuli yang
terbanyak, terutama dinegara-negara berkembang, dengan prevalensi antara 1-
46%. Di Indonesia antara 2,10-5,20%, Korea 3,33% dan Madras India 2,25%.
Prevalensi tertinggi didapat pada penduduk Aborigin di Australia dan bangsa Indian
di Amerika Utara.4
2.7. Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa.Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsillitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated
(seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi
telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lainlingkungan, genetik, otitis media sebelumnya,
infeksi saluran nafas atas, autoimun, alergi, dan gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK :
 Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.

12
 Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
 Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
 Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga
mencegah penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif
menjadi kronis majemuk, antara lain :

1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang


a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya
pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap laerasi telinga atau rongga mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh.3

2.8. Patofisiologi

Otitis media supuratif kronik merupakan episode lanjutan dari infeksi


akut.Patofisiologi OMSK dimulai dengan iritasi dan inflamasi lanjutan dari mukosa
telinga tengah.Respon inflamasi menyebabkan edema mukosa. Proses inflamasi
yang berkelanjutan mengarah kepada ulserasi mukosa dan menyebabkan hancurnya
lapisan epitel. Tubuh akan merespon infeksi atau inflamasi yang menyebabkan
terbentuknya jaringan granulasi, yang dapat berkembang menjadi polip di dalam
ruang telinga tengah. Proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan granulasi yang terjadi
terus menerus akan menyebabkan hancurnya tulang-tulang disekitarnya dan
menyebabkan berbagai komplikasi dari OMSK. 7

13
Tabel 2.1 Perbedaan Antara OMSK Tipe Benigna dan Maligna 1
Tipe Benigna Tipe Maligna
Discharge Banyak, mukoid, tidak Sedikit, purulent, bau
berbau busuk
Perforsi Sentral Atik atau marginal
Granulasi Jarang Sering
Polip Pucat Merah dan “fleshy”
Kolesteatoma Tidak ada ada
Komplikasi Jarang Sering
Audiogram Ringan ke sedang, tuli Tuli konduktif atau
konduktif campuran
1. Tipe Tubotympanic (Benigna)

Pada tipe tubotympanic, kelainan terdapat pada mukosa dan paling


banyak pada bagian anteroinferior dari membran timpani. Seperti infeksi
kronis lainnya, proses penyembuhan dan kerusakan terjadi beriringan. Tingkat
kerusakan ataupun penyembuhan tergantung dari virulensi mikroorganisme
penyebab dan juga respon dari pasien, sehingga gejalanya hilang timbul. Proses
patologi yang terjadi pada tipe OMSK ini adalah sebagai berikut :1

a. Perforasi membran timpani pars tensa. Perforasi yang terjadi merupakan


perforasi sentral dan ukuran bervariasi.

b. Edema mukosa telinga tengah (bisa saja normal pada fase tenang)

c. Polip, merupakan mukosa telinga tengah yang mengalami inflamasi, udem


dan permukaan licin, yang menonjol telinga melalui membran timpani
yang perforasi. Polip tersebut biasanya berwarna pucat sampai merah
muda. Polip yang “fleshy” biasanya ditemukan pada tipe atticoantral.

d. Ikatan ossikular biasanya intak dan tidak kaku, tetapi sudah terdapat proses
nekrosis, biasanya pada prosesus inkus.

e. Timpanosklerosis, merupakan proses hialinisasi dan kalsifikasi dari


subepithelial konektif tissue. Proses tersebut terjadi pada sisa-sisa
membran timpani atau dibawah mukosa telinga tengah, sehingga terbentuk

14
deposit seperti kapur berwarna putih pada promontory, tulang
pendengaran, sendi, tendon dan oval window. Massa timpanosklerosis
akan menggangu mobilitas dari tulang pendengaran dan akan
menyebabkan tuli konduktif.

f. Fibrosis dan adesi, merupakan akibat dari proses penyembuhan dan akan
menyebabkan gangguan pergerakan tulang pendengaran atau blok tuba
eustasius.(1)

Gambar 2.8. Jenis-jenis perforasi membran timpani 8

2. Tipe Atticoantral (Maligna)

Otitis media supuratif kronik tipe maligna adalah OMSK yang mengandung
kolesteatoma. Disebut tipe maligna karena sering menimbulkan komplikasi
berbahaya dan bersifat progresif.Kolesteatoma adalah epitel gepeng dan debris
Perforasi dari membran timpani

Pars Flaccida
Pars Tensa
Perforasi Attic

Perforasi Sentral
- Anterior : anterior ke tangan os malleus
- Posterior : posterior ke tangan os malleus
- Inferior : inferior ke tangan os malleus
- Subtotal : perforasi yangsangat besar dari pars
tensa, dimana bagian dari pars tensa dan atau
annulus MT masih utuh

Perforasi Marginal
Perforasi yang menghancurkan annulus MT dan
mencapai sulcus tympanicus.
- Posterosuperior (paling sering)
- Anterior
- Inferior
- Total

tumpukan pengelupasan keratin yang terjebak di dalam rongga timpanomastoid.

15
Nama kolesteatoma( cholesteatoma) sebenarnya salah kaprah karena bukan tumor
dan tidak mengandung kolesterol. Patofisiologinya bisa terjadi kongengital maupun
didapat. Bila terbentuk, kolesteatoma akan terus meluas, karena merupakan debris
keratin, akan lembab dan menyerap air sehingga mengundang infeksi.
Kolesteatoma yang semakin luas akan mendestruksi tulang yang dilaluinya. Infeksi
sekunder akan menyebabkan keadaan septik lokal dan menyebabkan nekrosis
septik di jaringan lunak ysng dilalui kolesteatoma dan di jaringan sekitarnya
sehingga juga menyebabkan destruksi jaringan lunak yang akan menyebakan
terjadinya komplikasi.10

2.9.Diagnosa

Diagnosa tepat memerlukan beberapa alat pemeriksaan antara lain lampu


kepala yang cukup aik, corong telinga, alat pembersih sekret telinga, alat penghisap
sekret, otoskop atau mikroskop/endoskop. Sekret telinga dibersihkan denganalat
pembersih sekret atau alat penghisap sekret. Selanjutnya digunakan otoskop untuk
melihat lebih jelas lokasi perforasi, kondisi sisa membran timpani dan kavum
timpani. Tidak jarang pula diagnosis yang tepat tentang tipe OMSK baru dapat
ditegakkan dengan bantuan mikroskop atau endoskop.10

Diagnosis OMSK ditegakkan bila ditemukan perforasi membran timpani


dengan riwayat otore menetap atau berulang lebih dari 2 bulan. Sebaiknya diagnosis
OMSK disertai dengan keterangan jenis dan derajat ketulian. OMSK yang terbatas
di telinga tengah hanya menyebabkan tuli konduktif. Bila terdapat tuli campuran
dapat menandakan komplikasi ke labirin, dapat juga akibat penggunaan obat topikal
yang ototoksik.10

Pemeriksaan pencitraan mastoid bukan pemeriksaan rutin tetapi perlu untuk


melihat perkembangan pneumatisasi mastoid dan perluasan penyakit. Pemeriksaan
sekret telinga penting untuk menentukan antibiotik yang tepat, tetapi antibiotik lini
pertama dapat langsung diberikan tanpa harus menunggu hasil pemeriksaan ini. Hal
lain yang perlu diperhatikan dalam diagnosis OMSK adalah tanda-tanda dini
komplikasi.10

16
Tanda OMSK tipe maligna harus dikenali, perforasi di atik atau marginal
atau total.Mukosa disekitar perforasi diganti oleh epitel berlapis gepeng.Debris
kolesteatoma dapat ditemukan di sekitar perforasi, terurama di daerah atik.Pada
OMSK dengan kolesteatoma terinfeksi, otore berbau khas, tetapi pada yang tidak
terinfeksi bisa kering.Sering terdapat jaingan granulasi yang biasanya menandakan
telah terpaparnya tulang.Fistel retro aurikuler hampir selalu terjadi akibat
kolesteatoma yang terinfeksi yang tidak mendapat terapi. Pemeriksaan pencitraan
dengan foto polos atas CT-scan menunjukkan adanya gambaran kolesteatoma.10

2.10. Terapi

a. Penatalaksanaan

Terapi konservatif untuk otitis media kronik pada dasarnya berupa nasihat
untuk menjaga telinga agar tetap kering, serta pembersihan telinga dengan
penghisap sacara berhati-hati di tempat praktek. Untuk membersihkan dapat
digunakan dihidrogen peroksida atau alkohol dengan menggunakan aplikator kawat
berujung kapas untuk mengangkat jaringan yang sakit dan supurasi yang tak
berhasil keluar. Kemudian dapat diberikan bubuk atau obat tetes yang biasanya
megandung antibiotik dan steroid. Perhatian harus diberikan pada infeksi regional
sistem pernapasan atas. Antibiotik dapat membantu dalam mengatasi penyakit ini,
sebab dari definisinya, otitis media kronik bearti telah ada perubahan patologi yang
membandel, dan antibiotika tidak terrbukti bermanfaat dalam penyembuhan
kelainan ini. Jika direncanakan tindakan bedah, maka pemberian antibiotik sistemik
beberapa minggu sebelum operasi dapat mengurangi atau menghentikan supurasi
aktif dan memperbaiki hasil pembedahan.9

Salah satu kelainan patologi yang dapat ditemukan pada otitis media dan
mastoiditis kronik adalah kolesteatoma, yaitu epitel skuamosa yang mengalamai
keratinisasi (kulit) yang terperangkap dalam rongga telinga tengah dan mastoid.
Kolestetoma biasanya terbentuk sekunder dari invasi sel-sel epitel liang telinga
melalui attic ke dalam mastoid. Adakalanya, timbul kongenital akibat
terperangkapnya sel-sel epitel di belakang suatu membrana timpani yang utuh.
Kolesteatoma dalam telinga tengah dapat disebut sebagai kista epidersmis, suatu

17
lesi yang terkadang ditemukan pula pada sudut serebelo-pontin. Epitel membesar
perlahan, seolah-olah terperangkap dalam suatu botol berleher sempit. Pelepasan
enzim dan produk degradasi, serta adanya tekanan menyebabkan erosi tulang
didekatnya. Suatu kolesteatoma dapat mencapai ukuran yang cukup besar sebelum
terinfeksi atau menimbulkan gangguan pendengaran, dengan akibat hilangnya
tulang mastoid, osikula, dan pembungkus tulang saraf fasialis. Perubahan patologi
lain yang tampak pada otitis mediakronik adalah jaringan granulasi, yang dapat pula
menyebabkan destruksi tulang dan perubahan-perubahan hebat dalam telinga
tengah dan mastoid. Jaringan granulasi dapat matur atau imatur (fibrosa). Sejenis
jaringan granulasi khusus adalah granuloma kolesterol, dima dijumpai celah-celah
kolesterin dalam suatu palung jaringan granulasi dengan sel-sel raksasa yang
tersebar. Klainan ini selalu diatasi dengan pembedahan dan memerlukan
mastoidektomi.9

b. Pembedahan

Pembedahan bertujuan membasmi infeksi dan mendapatkan telinga yang


kering, dan aman melalui berbagai prosedur timpanoplasti dan mastoidektomi.
Tujuan utama dari pembedahan adalah menghilangkan penyakit, dan hal ini
tercapai bila terjadi kesembuhan. Tujuan mastoidektomi adalah menghilangkan
jaringan infeksi, menciptakan telinga yang kering, dan aman; sedangkan tujuan
timpanoplasti adalah menyelamatkan dan memulihakan pendengaran, dengan
cangkok membrana timpani dan rekonstruksi telinga tengah. Tujuan sekunder
adalah mempertahankan atau memperbaiki pendenganran (timpanoplasit) bilamana
mungkin. Jika otitis media dan mastoiditis kronik bersifat serius, dan terutama bila
telah ada komplikasi atau ancaman komplikasi, maka dapat dipertimbangkan
pebedahan mastoid pada usia berapapun. Secara umum, timpanoplasti lebih jarang
dilakukan pada anak di bawah usia lima tahun. Hal ini karena tinggunya insidens
infeksi telinga pada kelompok umur yang belum lagi mencapai fungsi tuba
eustakius yang memadai ini. Terdapat berbagai teknik timpanoplasi yang berbeda
temasuk pencangkokan (kulit, fasia, membrana timpani homolog) dan rekonstruksi
(osikula homolog, kartilago dan materi aloplastik)9

18
Menurut Djaafar dkk. ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi
yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe aman atau
bahaya, antara lain (1) mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy), (2)
mastoidektomi radikal, (3) mastoidektomi radikal dengan modifikasi, (4)
miringoplasi, (5) timpanoplasti, (6) pendekatan ganda timpanoplasti (Combined
approach tympanoplasty).6

Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau
kolesteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator. Sesuai dengan
luasnya infeksi atau luas kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan
kombinasi dari jenis operasi itu atau modifikasinya.

1. Mastoidektomi sederhana

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan
ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan
telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.6

2. Mastoidektomi radikal

Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolestetoma
yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar
dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah
anatomi tersebut menjadi satu ruangan.6

Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak
diperbaiki.Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenangseumur
hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi
infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat
pendidikan atau karier pasien. Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang
tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatoplasti yang lebar, sehingga

19
rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang
telinga luar menjadi lebar.6

c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)

Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua
jaringan patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang
masih ada.6

d. Miringoplasi

Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran
timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah
pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada
OMSK tipe aman yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan
oleh perforasi membran timpani.6

e. Timpanoplasti

Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran.Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani
sering kali harus diakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan
bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah
timpanoplasti tipe II, III, IV dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu
dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk
membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula operasi ini terpaksa dilakukan
dua tahap dengan jarak waktu 6s/d 12 bulan.6

f. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach


Tympanoplasty)

20
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada
kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang
luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan
dinding posterior liang telinga).Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi
di kavum timpani, dikerjakan melalui dua jalan (combined appraoch) yaitu melalui
liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanottomi posterior.
Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh
karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.6

Gambar 2.9 Algoritma untuk otore kronis10

21
Gambar 2.10 Algoritme penatalaksanaan OMSK benigna10

Gambar 2.11 Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan kolesteatoma10

22
Gambar 2.12. Algoritma penatalaksanaan OMSK dengan komplikasi10

23
Pasien dengan otorea 2 minggu atau lebih Skenario penatalaksanaan 4 :
Pasien dengan otorea rekuren,
Ya telinga hebat, sakit kepala
Demam, nyeri telinga bengkak, atau nyeri, atau
sempoyongan/vertigo, bengkak disekitar demam
telinga  Rujuk untuk kemungkinan
mastoidektomi segera
 Mulai antibiotik dosis tinggi
 Pilih eradikasi infeksi bedah sampai
rekonstruksi telinga

Skenario penatalaksanaan 1 :
Pasien dengan otorea baru, belum
pernah diobati
 Periksa tanda (sign), tidak hanya gejala
 Anamnesis dengan teliti
 Periksa secara nyata keadaan membran timpani
 Waspada terhadap tanda bahaya
 Ajari pasien atau pengantarnya cara
membersihkan liang telinga pada kunjungan
pertama
 Bersihkan dan keringkan liang telinga, bila tidak
mungkin dilakukan, pasanglah tampon longgar
 Rujuk tiap pasien dengan kemungkinan OMSK
untuk otoskopi teliti
 Mulai antiseptik atau antibiotik topikal pada
kunjungan pertama
 Pastikan antimikroba topikal tersebut mencapai
telinga tengah

Perhatikan kemungkinan kekambuhan


 Bila otorea kambuh-skenario penatalaksanaan 2
Otorea hilang 
setelah 2 Bila otorea pengobatan
minggu kambuh dengan sakit kepala, demam,
Ya oyong dsb. – skenario penatalaksanaan 4
 Bila otorea tidak kambuh dalam waktu paling
k sedikit 1 tahun-skenario penatalaksanaan 5

Skenario penatalaksanaan 2 :
Pasien dengan otorea baru, telah
diobati tetapi belum sembuh
 Pertimbangkan kemungkinan resistensi
antimikroba
 Periksa kepatuhan pasien dalam cara
pemberian obat di rumah
 Rujuk untuk konfirmasi otoskopi
 Pertimbangkan pemberian antibiotik parentral
 Waspada terhadap tanda bahaya

24
Otorea Hilang
ak

Demam, nyeri telinga hebat, sakit


kepala sempoyongan/vertigo, bengkak
disekitar telinga

ak

Skenario petalaksanaan 3 :
Pasien dengan otorea berulang, dengan
atau tanpa riwayat pengobatan
sebelumnya
 Mulai pemberian antimikroba dan pembersihan
telinga
 Rujuk segera untuk otoskopi dan kemungkinan
operasi
 Pertimbangkan pelayaran mastoidektomi
 Pertimbangkan kemudahan pelayanan otologik

Skenario penatalaksanaan 5 :
Pasien tanpa otorea tetapi dengan kurang
Otorea Hilang
Ya pendengaran
 Tawarkan operasi rekonstruksi atau alat bantu
k dengar

 Rujuk untuk kemungkinan mastoidektomi


 Anjurkan eradikasi

Gambar 2.13. Algoritma Skenario Penatalaksanaan OMSK WHO (Untuk Dokter


Umum)10

2.11. Komplikasi

Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena


komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien
OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh
kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.

25
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari
OMSK berhubungan dengan kolesteatom. Adam dkk mengemukakan klasifikasi
sebagai berikut: 9

i. Komplikasi di telinga tengahyaitu perforasi persisten, erosi tulang


pendengaran dan paralisis nervus fasial.
ii. Komplikasi telinga dalamyaitu fistel labirin, labirinitis supuratif dan tuli
saraf (sensorineural).
iii. Komplikasi ekstraduralyaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis
dan petrositis.
iv. Komplikasi ke susunan saraf pusatyaitu meningitis, abses otak dan
hidrosefalus otitis.
Sauza dkk (1999) membagi komplikasi otitis media menjadi:6

i. Komplikasi Intratemporal

- Komplikasi di telinga tengah


a. paresis nervus fasialis
b. Kerusakan tulang pendengaran
c. Perforasi membran timpani

- Komplikasi ke rongga mastoid


a. Petrositis
b. Mastoiditis koalesen
- Komplikasi ke telinga dalam
a. Labirintis
b. Tuli saraf/sensorineural

ii. Komplikasi ekstratemporal


- Komplikasi intrakranial
a. Abses ekstradura
b. Abses subdura
c. Abses otak
d. Meningitis

26
e. Tromboflebitis sinus lateralis
f. Hidrosefalus otikus
- Komplikasi ekstrakaranial
a. Abses retroaurikular
b. Abses Bezold’s
c. Abses zigomatikus
Selain komplikasi-komplikasi tersebut, dapat juga terjadi komplikasi
padaperubahan tingkah laku.

Shambough (2003) membagi komplikasi otitis media sebagai berikut:6

i. Komplikasi intratemporal
a. Perforasi membran timpani
b. Mastoiditis akut
c. paresis n. Fasialis
d. Labirinitis
e. Petrositis
ii. Komplikasi ekstratemporal
a. Abses subperiosteal
iii. Komplikasi intrakranial
a. Abses otak
b. Tromboflebitis
c. Hidrosefalus otikus
d. Empiema subdura
e. Abses subdura/ektradura

27
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Nn. MS
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Banda Aceh
No. CM : 1-00-800-24
Tanggal Pemeriksaan : 4 Desember 2015
3.2. Anamnesis

Keluhan Utama
Nyeri telinga kanan
Keluhan Tambahan
Telinga berair

Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan nyeri telinga kanan sejak satu bulan yang lalu.Nyeri telinga kanan dirasakan
terutama saat membuka mulut.Pasien juga mengeluhkan sejak satu bulan yang lalu sifatnya
berulang.Cairan yang keluar dari telinga kental dan bewarna kekuningan dan tidak
berbau.keluhan ini muncul ketika pasien sedang mengalami batuk dan pilek.

Pasien juga mengaku mengalami penurunan fungsi pendengaran.Penurunan fungsi


pendengaran dirasakan sejak 7 tahun yang lalu dan semakin memberat.Riwayat suka mengorek
telinga dijumpai dan riwayat keluar darah dari telinga disangkal.Riwayat alergi dingin
dijumpai.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sudah mengalami hal ini sejak smp ( 7 tahun yang lalu ). Pasien mengalami alergi
dingin sejak kecil

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada

28
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 89 kali per menit
Pernafasan : 22 kali per menit
SuhuTubuh : afebris

Status Lokalisata
Preaurikuler : normal / normal

ADS
CAE : lapang / lapang
Serumen : tenang/ tenang
Sekret : mukopurulent / mukopurulent
MT : perforasi sentral total/ perforasi sentral subtotal

Refleks Cahaya : sulit dievaluasi / minimal dan arah jam 2


Retroaurikuler : abses tidak dijumpai / abses dijumpai
Lain-lain :

CN (Rhinoskopi Anterior)
Mukosa : licin / merah muda
Sekret : dijumpai / tidak dijumpai
Massa : tidak dijumpai / tidak dijumpai
Konka inferior : hipertropi
Polip nasi : tidak dijumpai / tidak dijumpai
Septum Deviasi : simetris kiri dan kanan

Orofaring
Tonsil : T2 / T2
Kripta : tidak dijumpai / tidak dijumpai
Detritus : tidak dijumpai / tidak dijumpai

29
Faring
Mukosa : -/-
Granul : tidak dijumpai / tidak dijumpai
Refleks muntah : dijumpai /dijumpai
Arkus faring : gerakan simetris kanan dan kiri
Palatum : Merah Muda

Gigi- geligi : Karies tidak dijumpai

Laring
Laringoskopi : Tidak dilakukan

Maksilofasial
simetris : frontalis simetris / frontalis simetris
facialis simetris / facialis simetris
mandibularis simetris / mandibularis simetris
parese N. kranialis : tidak dijumpai / tidak dijumpai
massa : tidak dijumpai / tidak dijumpai
hematom : tidak dijumpai / tidak dijumpai
Leher : Kelenjar tiroid tidak membesar
GB Colli
upper jugular : tidak dijumpai pembesaran / tidak dijumpai pembesaran
mid jugular : tidak dijumpai pembesaran / tidak dijumpai pembesaran
lower jugular : tidak dijumpai pembesaran / tidak dijumpai pembesaran
sub mandibula : tidak dijumpai pembesaran / tidak dijumpai pembesaran
sub mental : tidak dijumpai pembesaran / tidak dijumpai pembesaran
supra klavikula : tidak dijumpai pembesaran / tidak dijumpai pembesaran

30
3.4. Foto klinis

A B
Gambar 3.1 Gambaran Membran Timpani ADS

Gambar 3.2. Pemeriksaan Audiogram ADS ( AD = 53,75 dB, AS = 51,52 dB )


Kesimpulan: Tuli Konduktif sedang bilateral

31
Gambar 3.3 Gambaran Aurikula Dekstra Post Operasi

3.5. Laboratorium

Hb : 13,8
Ht : 42
Eritrosit : 4,8
Trombosit : 348
Leukosit : 9,2
MCV : 87
MCH : 29
LED : 13
Eosinofil :2
Basofil :0
Neutofil batang :0
limfosit : 43
Monosit :8
Glukosa Darah Puasa : 90
Gula Darah 2 jam PP : 100

32
3.6. Tatalaksana
1. IVFD RL 20 gtt/i
2. Cefotazim 1 gr/12 jam
3. Ketorolac 3% 1 amp/8 jam
4. Transamin 1 amp/12 jam
5. Ranitidin 1 amp/12 jam

3.7. Prognosis

Quo ad vitam : Dubia Ad Bonam


Quo ad functionam : Dubia Ad Bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia Ad Bonam

3.8. Edukasi

Menjaga kebersihan telinga


Mencuci tangan sebelum kontak dengan telinga
Telinga tidak boleh basah
Teratur minum obat

33
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari anamnesis, keluhan pasien


mengarah pada gejala-gejala yang khas ditemukan pada otitis media supuratif
kronik (OMSK).Sesuai dengan teori, otitis media supuratif kronik merupakan
infeksi kronis pada telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani
dan disertai dengan keluarnya sekret dari telinga tengah baik terus menerus maupun
hilang timbul dengan onset lebih dari 2 bulan (menurut WHO lebih dari 3
minggu).Gejala-gejala yang umum dijumpai pada OMSK yaitu keluarnya sekret
10
dari telinga (otorea), nyeri telinga dan berkurangnya pendengaran. Helmi
menjelaskan bahwa jumlah penderita OMSK dengan otorea diseluruh dunia
mencapai 65-330 juta orang, 60% diantaranya (39-200 juta orang) menderita
gangguan pendengaran yang signifikan. Sekret yang keluar dapat bersifat encer,
kental, bening atau berupa nanah sesuai dengan jenis OMSK. Menurut Dhingra8,
sekret yang keluar pada OMSK tipe aman bersifat mukoid dan tidak berbau,
sedangkan sekret pada OMSK tipe bahaya bersifat purulen dan berbau busuk.
Keluarnya sekret pada OMSK sebagian besar terjadi saat adanya infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA).7Pada pasien ini juga dijumpai adanya keluhan nyeri telinga.
Menurut Peter7, Keluhan nyeri telinga tidak terlalu khas pada OMSK, bahkan
sebagian pasien kadang-kadang menyangkal adanya nyeri atau ketidaknyamanan
pada telinga.
Riwayat adanya telinga berair 7 tahun yang lalu dapat diduga sebagai awal
berkembangnya OMSK pada pasien ini.Hal ini sesuai dengan teori bahwa OMSK
merupakan kelanjutan dari otitis media akut (OMA) stadium perforasi. OMA
berubah menjadi OMSK apabila perforasi menetap dalam 2 bulan dengan sekret
yang keluar terus menerus atau hilang timbul.6 Keluhan berkurangnya pendengaran
juga merupakan salah satu gejala yang umum dijumpai pada OMSK, hal ini sesuai
dengan teori bahwa perforasi kecil pada MT dapat menyebabkan pengurangan luas
dari MT sehingga mengurangi gerakan tulang pendengaran. Semakin besar
perforasi, maka semakin berkurang permukaan membran sebagai pengumpul
tenaga sehingga suara hanya ditampung di kuadran posterior tempat sisa MT atau
tempat osikel. Selain itu, akibat dari perforasi yang besar, energi suara akan

34
langsung mencapai koklea tanpa dihambat oleh membran timpani. Akibatnya
energi suara mencapai kedua jendela sehingga akan timbul air bone gap sebesar
maksimal 42 dB.9
Pada pemeriksaan liang telinga luar dijumpai adanya sekret yang bersifat
mukopurulen dan berwarna kekuningan pada liang telinga kanan. Berdasarkan
teori, adanya sekret pada liang telinga dapat disebabkan karena infeksi pada telinga
tengah, khususnya pada OMSK, keluarnya sekret biasanya berulang. Hal ini
disebabkan adanya perforasi membran timpani sehingga telinga tengah terpapar
langsung dengan lingkungan luar. Namun pada kasus lain, sekret dapat berasal dari
otitis eksterna yang menyertai OMSK, sehingga diagnosis OMSK sulit ditegakkan.
Dari pemeriksaan otoskopi didapatkan adanya perforasi sentral total pada membran
timpani (MT) kanan dan perforasi sentral pada MT kiri. Menurut teori, jenis OMSK
dapat ditentukan berdasarkan letak perforasi.Perforasi sentral umumnya dijumpai
pada OMSK tipe benigna, sedangkan perforasi marginal dan atik, khas dijumpai
pada OMSK tipe maligna.OMSK dibagi 2 jenis, tipe aman (benigna) dan tipe
bahaya (maligna). Proses peradangan pada OMSK tipe aman terjadi pada mukosa
saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Sedangkan OMSK tipe bahaya ditandai
dengan adanya kolesteatoma, perforasi letak marginal atau atik, adanya komplikasi
dan adanya pengeluaran sekret yang persisten.Kolesteatoma merupakan suatu kista
epithelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).OMSK tipe aman biasanya jarang
menimbulkan komplikasi sedangkan OMSK tipe bahaya biasanya menimbulkan
komplikasi yang berbahaya.6 Berdasarkan pengeluaran sekretnya, OMSK dibagi
atas OMSK aktif dan tenang.OMSK dikatakan aktif jika perforasi membran timpani
disertai inflamasi pada mukosa telinga tengah dan adanya pengeluaran sekret yang
bersifat mukoid atau mukopurulen. Sedangkan tipe inaktif merupakan OMSK tanpa
adanya pengeluaran sekret dan tidak adanya inflamasi pada telinga tengah,
walaupun telah terjadi perforasi pada membran timpani.8 Pada pasien ini OMSK
yang ditemukan adalah tipe aman aktif pada aurikula dextra dan tipe aman tenang
pada aurikula sinistra.
Pada pemeriksaan audiometri didapatkan ambang dengar aurikula dekstra
dan sinistra masing-masing 53,75 dB dan 51,25 dB. Gangguan hanya didapatkan
pada hantaran udara, sedangkan suara melalui hantaran tulang dapat didengar

35
dengan intensitas < 25 dB, sehingga gangguan pendengaran pada pasien ini
dikategorikan sebagai tuli konduktif derajat sedang bilateral.Hal ini sesuai dengan
teori bahwa tuli konduktif biasanya disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada
telinga luar dan telinga tengah.Adapun kelainan di telinga tengah yang dapat
menyebabkan tuli konduktif adalah oklusi tuba eustachius, otitis media,
otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran.
Pada pasien ini sudah terdapat rupture/perforasi membrane timpani pada kedua
telinga sehingga mengganggu hantaran suara ke telinga dalam (tuli konduktif)
secara bilateral.1
Terapi yang dilakukan pada pasien ini adalah terapi
pembedahan.Pembedahan bertujuan menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan yang lebih berat serta untuk memperbaiki pendengaran. Menurut
Peter7, indikasi dilakukan terapi pembedahan antara lain, perforasi yang telah lebih
dari 6 minggu, adanya otorea yang telah berlangsung selama 6 minggu yang tidak
respon dengan terapi antibiotik, adanya kolesteatoma, mastoiditis kronik, dan tuli
konduktif. Pada pasien ini sudah terdapat 2 dari 5 indikasi yang telah disebutkan
diatas, yaitu adanya perforasi yang telah lebih dari 6 minggu dan tuli konduktif.Pada
pasien ini pendekatan bedah yang dilakukan adalah timpanomastoidektomy.Tujuan
mastoidektomi adalah menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan telinga yang
kering dan aman.Sedangkan timpanoplasti berfungsi untuk menyelamatkan dan
memulihkan pendengaran.9
Prognosis pada pasien ini dari segi quo ad vitam, functionam dan
sanactionam adalah bonam. OMSK sendiri bukan merupakan penyakit yang
mematikan jika tidak terdapat komplikasi intrakranial baik pre maupun post
operasi, walaupun menurut Helmi10, terdapat angka mortalitas sebesar 28.000 orang
di seluruh dunia pada tahun 2004. Gangguan pendengaran pada OMSK umumnya
dijumpai dengan jumlah penderita mencapai 200 juta (60%) dari total penderita
OMSK, namun tuli konduktif akibat OMSK menurut teori dapat dikoreksi dengan
pembedahan, walaupun demikian, tuli sensorineural juga dapat terjadi terutama
akibat komplikasi operasi. Sedangkan adanya infeksi berulang telah dieradikasi
dengan dilakukannya pembedahan dan pemberian antibiotik.7,10

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetirto, Indro dkk. Gangguan pendengaran dan kelainan telinga: Soepardi


EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok
kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001.
2. Aboet A. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap : Radang Telinga
Tengah Menahun. Medan : Universitas Sumatera Utara; 2007.
3. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotika Topikal Pada Otitis Media
Supurativa Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132. 2001 :
diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14_PemakaianAntibiotikaTopikal.pd
f/14_PemakaianAntibiotikaTopikal.html.
4. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006.
Available from URL: http://www.pediatrics.org/
5. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Keseharan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2007.
6. Soetirto, I. et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi, E, et al,
Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai
Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006.
7. Roland PS, Isaacson B. Medscape. [Online].; 2015 [cited 2015 Desember
09. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/859501-
overview#a5.
8. Dhingra PL, Dhingra S. Disease of Ear, Nose, Throat, Head and Neck
Surgery. 6th edition. Elsevier. 2013: 67-72
9. Adams, George L., 1997. Boies : Buku Ajar Penyakit THT (Boies
fundamentals of otolaryngology) Edisi Keenam; Alih Bahasa, Caroline
Wijaya; Editor, Harjanto Effendi. Penerbit Buu Kedokteran EGC. Jakarta.
10. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Balai penerbit FK-UI. Jakarta.
2005:55-72.

37

You might also like