Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 38

HEALTH EDUCATION

“IMUNISASI”

Nama :Maulidia Nikmatul Hikmah


No. Stambuk :N 111 17 038
Pembimbing :dr. I Kadek Rupawan

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan
anak terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya derajat kesehatan yang tinggi,
perlu upaya untuk mencegah terjadinya suatu penyakit melalui imunisasi dimana
pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan.1
Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikkan kebal pada bayi dan
anak dari berbagai penyakit, diharapkan anak atau bayi tetap tumbuh dalam
keadaan sehat. Pada dasarnya dalam tubuh sudah memiliki pertahanan secara
mandiri agar berbagai kuman yang masuk dapat dicegah. Angka kesakitan bayi di
Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun menunjukkan penurunan dalam
satu dekade terakhir.2
Program imunisasi bisa didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah
sakit saja, akan tetapi juga diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat
dengan dukungan oleh petugas kesehatan dan diberikan secara gratis kepada
masyarakat dengan maksud program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan
harapan. Program imunisasi di posyandu telah menargetkan sasaran yang ingin
dicapai yakni pemberian imunisasi pada bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan
lengkap apabila mendapat BCG 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1
kali, dan Polio 4 kali. Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dapat
mengalami berbagai penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio, dan
sebagainya. Oleh karena itu, imunisasi harus diberikan dengan lengkap sesuai
jadwal. Imunisasi secara lengkap dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit
tersebut.2
Pemerintah telah memberikan berbagai upaya dan kebijakan dalam bidang
kesehatan untuk menekan angka kesakitan, namun masyarakat belum bisa
memanfaatkannya secara optimal karena ada sebagian ibu yang memiliki persepsi
bahwa tanpa imunisasi anaknya juga dapat tumbuh dengan sehat.3
Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas
utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat
efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi
merupakan hal mutlak yang perlu diberikan pada bayi. Imunisasi adalah sarana
untuk mencegah penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada
bayi. Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang
lampau di negara-negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur
dengan cakupan yang luas.1
Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar
diperlukan pengetahuan dan keterampilan tentang vaksin (vaksinologi), ilmu
kekebalan (imunologi) dan cara atau prosedur pemberian vaksin yang benar.
Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan
perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya
karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi
penyebaran infeksi. Banyak penyakit menular yang bisa menyebabkan gangguan
serius pada perkembangan fisik dan mental anak. Imunisasi bisa melindungi anak-
anak dari penyakit melaui vaksinasi yang bisa berupa suntikan atau melalui
mulut.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen
yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang
berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan
memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga
untuk terhindar dari penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya.3
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, dimana imunisasi adalah
suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak-anak karena sistem
kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan
terhadap serangan penyakit infeksi yang berbahaya. Beberapa imunisasi
tidak cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara
bertahap dan lengkap untuk mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit
yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak, mengingat
Permenkes RI No 12 Tahun 2017 imunisasi merupakan program yang
diwajibkan 1
Imunisasi dapat melindungi anak dari penyakit yang dapat
menyebabkan kecacatan bahkan menghindarkan kematian, serta imunisasi
sebagai salah satu langkah tepat bagi orang tua untuk menjamin kesehatan
anaknya. Imunisasi tidak membutuhkan biaya besar, bahkan di Posyandu
anak-anak mendapatkan imunisasi secara gratis.
Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja
memberikan paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen
yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan
sakit namun memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel memori.
Cara ini menirukan infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun
cukup memberikan kekebalan. Tujuannya adalah memberikan “ infeksi
ringan “ yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun
sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya dikemudian hari
anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk antibodi
dan mematikan antigen / penyakit yang masuk tersebut.3
Vaksinasi mempunyai keuntungan:3
1. Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya.
2. Vaksinasi cost-effective karena murah dan efektif.
3. Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh
lebih jarang daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit
tersebut secara almiah.
Vaksin merupakan suatu suspensi mikroorgannisme hidup yang
dilemahkan atau matii atau bagian antigen, dimana agen ini yang diberikan
pada hospes potensial untuk mengiinduksi populasi imunitas dan
mencegaah penyakit. Dimana vaksinasi merupakan salah satu cara
mencegah penyakit yang paling murah dan efektif. Bila vaksin diberikan
kepada manusia maka akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif
terhadap penyakit tertentu.
Vaksinasi merupakan upaya pencegahan primer. Secara konvensional,
upaya pencegahan penyakit dan keadaan apa saja yang akan menghambat
tumbuh kembang anak dapat dilakukan dalam tiga tingkatan yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer adalah semua upaya untuk menghindari terjadinya
sakit atau kejadian yang dapat mengakibatkan seseorang sakit atau
menderita cedera dan cacat. Pencegahan sekunder adalah upaya kesehatan
agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan, yaitu meninggal atau
meninggalkan gejala sisa, cacat fisik maupun mental. Pencegahan tersier
adalah membatasi berlanjutnya gejala sisa tersebut dengan upaya pemulihan
seseorang penderita agar dapat hidup mandiri tanpa bantuan orang lain.
B. EPIDEMIOLOGI
Menurut penelitian, imunisasi diperkirakan mencegah 2 hingga 3 juta
kematian setiap tahun dari penyakit difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan),
dan campak. Pada tahun 2014, sekitar 86% (115 juta) dari bayi diseluruh
dunia menerima 3 dosis vaksin difteri-tetanus-pertusis (DPT), melindungi
mereka terhadap penyakit menular yang dapat menyebabkan penyakit serius
atau berakibat fatal. Pada tahun 2014 jumlah anak dibawah usia satu tahun
yang tidak menerima vaksin DPT diseluruh dunia ada 18,7 juta.
Pada profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 terdapat 84 kasus tetanus
neonatorum, 12.943 kasus campak, dan 396 kasus difteri. Untuk itu
diwajibkan memberikan imunisasi dasar lengkap untukk mencegah PD3I
tersebut, BCG mencegah penyakit TBC, imunisasi Hepatitis B Mencegah
penyakit hepatitis B, imunisasi DPT mencegah difteri, pertusis dan tetanus.
C. TUJUAN
Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.3
Sasaran dari pemberian imunisasi tidak hanya pada anak-anak, tetapi
juga mencakup wanita hamil (awal kehamilan – 8 bulan), wanita usia subur
(calon mempelai). Pada anak-anak, imunisasi diberikan dimulai sejak bayi
dibawah umur 1 tahun (0 – 11 bulan) sampai anak sekolah dasar (kelas 1 –
kelas 6).3
D. JENIS VAKSIN
Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:4
 Live attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan)
 Inactivate (bakteri, virus atau komponenmnya dibuat tidak aktif)
Vaksin hidup attenuated
Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus
atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan
masih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak (replikasi) dan
menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit.5
Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (wild) penyebab
penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan (attinuated) dilaboratorium,
biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang. Misalnya vaksin campak
yang dipakai sampai sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar campak
menjadi virus vaksin dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan
penanaman pada jaringan media pembiakan secara serial dari seorang anak
yang menderita penyakit campak pada tahun 1954.5,6
 Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated
harus berkembang biak (mengadakan replikasi) di dalam tubuh
resipien.6
 Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol (misalnya panas
atau cahaya) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam
tubuh (antibodi yang beredar) dapat menyebabkan vaksin tersebut
tidak efektif.6
 Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama
dengan yang diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak
membedakan antara suatu infeksi dengan virus vaksin yang
dilemahkan dan infeksi dengan virus liar.6
 Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi
bentuk patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin
polio hidup.6
 Antibodi dari sumber apapun (misalnya transplasental, transfusi) dapat
mempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan
menyebabkan tidak adanya respons (non response). Vaksin campak
merupakan mikroorganisme yang paling sensitif terhadap antibodi
yang beredar dalam tubuh. Virus vaksin polio dan rotavirus paling
sedikit terkena pengaruh.6
 Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan
bila kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan
penyimpanan dengan baik dan hati-hati.6
Vaksin hidup attenuated yang tersedia:5
 Berasal dari vrius hidup: Vaksin campak, gondongan (parotitis),
rubela, polio, rotavirus, demam kuning (yellow fever).
 Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral.
Vaksin Inactivated
 Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau
virus dalam media pembiakan (persemaian), kemudian dibuat tidak
aktif dengan penambahan bahan kimia (biasanya formalin).5,6
 Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh
dosis antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak
menyebabkan penyakit (walaupun pada orang dengan defisiensi imun)
dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen
inactivated tidak dipengaruhi oleh antibodi yang beredar. Vaksin
inactivated dapat diberikan saat antibodi berada di dalam sirkulasi
darah.5,6
 Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya
pada dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi
hanya memacu atau menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif
baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan
vaksin hidup, yang mempunyai respons imun yang mirip atau sama
dengan infeksi alami, respons imun terhadap vaksin inactivated
sebagian besar humoral, hanya sedikit atau tak menimbulkan imunitas
selular. Titer antibodi terhadap antigen inactivated menurun setelah
beberapa waktu.5,6
 Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap
penyakit masih memerlukan vaksin seluruh sel ( whole cell ), namun
vaksin bakterial seluruh sel bersifat paling reaktogenik dan
menyebabkan paling banyak reaksi ikutan atau efek samping. Ini
disebabkan respons terhadap komponen-komponen sel yang
sebenarnya tidak diperlukan untuk perlindungan (contoh antigen
pertusis dalam vaksin DPT).5,6
Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari:5
 Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies,
hepatitis A.
 Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.
 Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza,
pertusis a-seluler, tifoid Vi, lyme disease.
 Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum.
 Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan
haemophilus influenzae tipe b.
 Gabungan polisakarida (haemophillus influenzae tipe B dan
pneumokokus).
E. PEMBERIAN IMUNISASI
Tata cara pemberian imunisasi
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai
berikut:4
1. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko
apabila tidak divaksinasi.
2. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya
bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
3. Baca dengan teliti informasi tentang produk ( vaksin ) yang akan
diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua.
Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum
melakukan imunisasi.
4. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang
diberikan.
5. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila
diperlukan.
6. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan
dengan baik.
7. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda
perubahan. Periksa tanggal kadarluwarsa dan catat hal-hal istimewa,
misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya
kerusakan.
8. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan
ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal
(catch up vaccination) bila diperlukan.
9. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai
pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan
posisi bayi/anak penerima vaksin.
10. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut:
a. Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau
pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang
biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.
b. Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan
klinis.
c. Catatan imunisasi secar rinci harus disampaikan kepada Dinas
Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular.
d. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan
vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.

Penyimpanan
Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, Bahwa vaksin harus
didinginkan pada temperatur 2-8°C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin
(DPT, Hib, hepatitis B, dan hepatitis A) menjadi tidak aktif bila beku.4,6
Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 450-600 ke dalam otot
vastus lateralis atau otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum
diarahkan ke arah lutut sedangkan untuk suntikan pada deltoid jarum
diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi
apabila suntikan diarahkan pada sudut 900.5
Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk
vaksinasi pada bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus
disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian tengah yang
merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Regio deltoid adalah
alternatif untuk vaksinasi pada anak yang lebih besar (mereka yang telah
dapat berjalan) dan orang dewasa.5
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12
bulan adalah:4
1. Menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah
gluteal.
2. Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap
suntikan secara adekuat.
3. Imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan berkurang apabila
disuntikkan di daerah gluteal
4. Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat
suntikan yang menahun.
5. Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian
anterior.
Gambar 1. Lokasi Penyuntikan intramuscular
Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)

F. CARA PENYUNTIKAN VAKSIN


Subkutan
Perhatian:6
Penyuntikan subkutan diperuntukan imunisasi MMR, varisela, meningitis.
Perhatikan rekomendasi untuk umur anak

Tabel 1. Cara Penyuntikan Vaksin Secara Subkutan


Umur Tempat Ukuran jarum Insersi jarum
Bayi (lahir s/d12 Paha Jarum 5/8’’-3/4 Arah jarum 45o
bulan) anterolateral Spuit no 23-25 Terhadap kulit
1-3 tahun paha Jarum 5/8’’-3/4 Cubit tebal untuk
anterolateral/ Spuit no 23-25 suntikan subkutan
Lateral
lengan atas
Anak > 3 tahun Lateral Jarum 5/8’’-3/4 Aspirasi spuit
lengan atas Spuit no 23-25 sebelum
disuntikan
Untuk suntikan
multipel
diberikan pada
ekstremitas
berbeda

Intramuskular
Perhatian:6
Diperuntukan Imunisasi DPT, DT,TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza.
Perhatikan rekomendasi untuk umur anak

Tabel 2. Cara Penyuntikan Vaksin Secara Intramuskular


Umur Tempat Ukuran jarum Insersi jarum
Bayi (lahir Otot vastus Jarum 7/8’’-1’’ 1. Pakai jarum yang
s/d 12 bulan lateralis pada Spuit n0 22-25 cukup panjang untuk
paha daerah mencpai otot
anterolateral
1-3 tahun Otot vastus Jarum 5/8’’-1 2. Suntik dengan
lateralis pada ¼’’ (5/8 untuk arah jarum 80-90o.
paha daerah suntikan di lakukan dengan
anterolateral deltoid umur 12- cepat
sampai masa 15 bulan 1. Tekan kulit
otot deltoid Spuit no 22-25 sekitar tepat suntikan
cukup besar dengan ibu jari dan
(pada umumnya telunjuk saat jarum
umur 3 tahun ditusukan
Anak > 3 Otot deltoid, di Jarum 1’’-1 ¼’’ 2. Aspirasi spuit
tahun bawah akromion Spuit no 22-25 sblm vaksin
disuntikan, untuk
meyakinkan tidak
masuk ke dalam
vena.Apabilaterdapat
darah, buang dang
ulangi dengan suntik
yang baru.
3. Untuk suntikan
multipel diberikan
pada bagian
sekstremitas berbeda

G. VAKSINASI YANG DIANJURKAN


Tidak semua negara menerapkan kebijaksanaan vaksinasi yang sama
pada masyarakatnya. Namun, biasanya rekomendasi vaksinasi lebih
diprioritaskan bagi bayi dan anak-anak, karena kelompok usia ini dianggap
belum mempunyai sistem kekebalan tubuh sempurna. Diindonesia,
pemerintah mengambil kebijakan dalam pemberian vaksinasi menjadi dua,
yaitu vaksin wajib (sebagai program imunisasi nasional) serta vaksin yang
dianjurkan (bukan merupakan program imunisasi nasional).1
1. Vaksinasi Tuberkulosis
Vaksinasi tuberkulosis merupakan vaksin hidup yang dibuat dari
Mycobacterium bovis dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga di dapat
basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.Vaksin
BCG merupakan vaksin hidup yang memberi perlindungan terhadap
penyakit TB. Vaksin TB tidak mencegah infeksi TB, tetapi mencegah
infeksi TB berat (meningitis TB dan TB milier). Vaksin BCG
membutuhkan waktu 6-12 minggu untuk menghasilkan efek
(perlindungan) kekebalannya. Vaksinasi BCG memberikan proteksi yang
bervariasi antara 50-80% terhadap tuberkulosis. Pemberian vaksinasi BCG
sangat bermanfaat bagi anak.1,3,4
Di Indonesia, vaksin BCG merupakan vaksin yang diwajibkan
pemerintah. Vaksin ini diberikan pada bayi yang baru lahir dan sebaiknya
diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Vaksin BCG juga diberikan pada
anak usia 1-15 tahun yang belum divaksinasi (tidak ada catatan atau tidak
ada scar).1,3,4
Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah untuk 0,05 ml dan untuk
anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersio M. deltoideus
kanan. World Health Organisation (WHO) tetap menganjurkan pemberian
vaksin BCG di insersio M. deltoid kanan dan tidak di tempat lain (bokong,
paha), penyuntikan secara intradermal di daerah deltoid lebih mudah
dilakukan (tidak terdapat lemak subkutis yang tebal), ulkus yang terbentuk
tidak mengganggu struktur otot setempat (dibandingkan pemberian di
daerah gluteal lateral atau paha anterior) dan sebagai tanda baku untuk
keperluan diagnosis apabila diperlukan.1,3,4
Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada
pasien imunokompromais (leukemia, dalam pengobatan steroid jangka
panjang atau pada infeksi HIV).1,3,4
KIPI yang didapat setelah vaksinasi adalah papul merah yang kecil
timbul dalam waktu 1 – 3 minggu. Papul ini akan semakin lunak, hancur,
dan menimbulkan parut. Luka ini mungkin memakan waktu sampai 3
bulan untuk sembuh. Biarkan vaksinasi sembuh sendiri dan pastikan agar
tetap bersih dan kering.1,3,4

2. Vaksinasi Hepatitis B
Di Indonesia, vaksinasi hepatitis B merupakan vaksinasi wajib bagi
bayi dan anak karena pola penularannya bersifat vertikal. Ada berbagai
jenis pilihan vaksin yang diproduksi oleh beberapa perusahaan farmasi dan
dosis serta cara pemberiannya.1,3

Secara umum, vaksin diberikan 3 kali pemberian, disuntikan secara


dalam (sampai ke otot). Vaksinasi diberikan dengan jadwal 0, 1, 6 bulan
(kontak pertama, 1 bulan, dan 6 bulan kemudian). Khusus vaksinasi bayi
baru lahir diberikan dengan jadwal berikut: 1,3
1. Dosis pertama : sebelum umur 12 jam
2. Dosis kedua : umur 1-2 bulan
3. Dosis ketiga : umur 6 bulan
Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah meperoleh
imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan.Untuk ibu dengan
HbsAg positif, selain vaksin hepatitis B diberikan juga hepatitis B
immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml disisi tubuh yang berbeda dalam 12 jam
setelah lahir. Sebab, Hepatitis B imunoglobulin (HBIg) dalam waktu
singkat segera memberikan proteksi meskipun hanya jangka pendek (3-6
bulan).1,3
Reaksi KIPI yang sering terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang
ringan dan bersifat sementara, terkadang dapat menimbulkan demam
ringan untuk 1-2 hari. Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi absolut
pemberian vaksin Hepatitis B. Kehamilan dan laktasi bukan kontraindikasi
vaksin Hepatitis B.1,3
3. Vaksinasi DTP
Vaksinasi Difteri
Jenis vaksin difteri yang diberikan harus sesuai dengan usia saat
pemberian. Sebagai imunisasi dasar, vaksin difteri diberikan bersamaan
dengan imunisasi tetanus dan pertusis, dalam bentuk vaksin DPT. Pada
beberapa dekade terakhir, pemberian vaksin DPT telah menjadi imunisasi
yang diwajibkan oleh pemerintah. Vaksin DPT (DtaP atau DTwP)
diberikan untuk anak usia diatas 6 minggu sampai 7 tahun. Untuk anak
usia 7-18 tahun diberikan vaksin difteri dalam bentuk vaksin Td (Tetanus
dan Difteri) atau vaksin Tdap (tetanustoxoid, reduced diphteria toxoid, dan
acellular pertusis vaccine adsorbed). Vaksin Td diberikan juga pada anak
dengan kontraindikasi terhadap komponen pertusis dan dianjurkan pada
anak usia lebih dari 7 tahun untuk memperkecil kejadian ikutan pasca-
imunisasi karena toxoid difteri.1,3
Jadwal vaksinasi yang dianjurkan saat ini dimulai pada usia 2 bulan,
melalui suntikan intramuskular. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dengan
selang waktu 6-8 minggu (usia 2-4-6 bulan). Ulangan pertama dilakukan 1
tahun sesudahnya (usia 15-18 bulan) dan ulangan kedua diberikan 3 tahun
setelah ulangan yang pertama (4-6 tahun).1,3
Dari laporan yang ada, daya proteksi vaksin difteri sebesar 98,45%
setelah suntikan yang ketiga, namun kekebalan yang terbentuk setelah
imunisasi dasar hanya bertahan selama 10 tahun, sehingga perlu diberikan
booster setiap 10 tahun sekali. Pemberian booster cukup dengan vaksin Td
(tetanus dan difteri).1,3
Dianjurkan memberikan booster pada usia 11 sampai dengan 12 tahun
atau minimal 5 tahun setelah pemberian terakhir. Setelah itu
direkomendasikan untuk memberikan booster setiap 10 tahun.1,3
Jadwal vaksinasi untuk usia 7 - 18 tahun sebagai imunisasi primer
dengan menggunakan vaksin Td, yaitu 3 dosis dengan jarak 4 minggu
diantara dosis pertama dan kedua, dan 6 bulan diantara dosis kedua dan
ketiga. Ikuti dengan dosis booster 6 bulan setelah dosis ketiga.1,3

Vaksinasi Pertusis
Bayi baru lahir memiliki kekebalan terhadap pertusis yang didapat
dari ibu, namun kekebalan ini hanya bertahan sampai usia 4 bulan. Oleh
karena itu, sebaiknya anak usia kurang dari 1 tahun diberikan vaksin.
Vaksin pertusis diberikan dalam bentuk vaksin DPT (DTwP atau DtaP)
dimulai pada saat bayi berusia 2 bulan melalui suntikan ke dalam otot.
Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 6-8
minggu (usia 2-4-6 bulan). Ulangan pertama dilakukan 1 tahun sesudahnya
(usia 18 bulan) dan ulangan kedua diberikan 3 tahun setelah ulangan yang
pertama (usia 4-6 tahun).1,3
Pada awal pembuatan vaksin DPT, komponen pertusis yang
digunakan merupakan whole pertusis (DTwP), yaitu seluruh bakteri
Bordetella pertusis yang telah di non aktifkan. Namun, sejak tahun 1962
mulai beredear vaksin dengan menggunakan fraksi sel/aselular (DtaP)
yang mengandung satu atau lebih protein Bordetella pertusis. Dengan
penggunaan vaksin DtaP, ternyata efek samping, baik lokal maupun
sistemik yang ditimbulkan lebih rendah (75%) jika dibandingkan dengan
vaksin DTwP. Vaksin ini tidak dapat mencegah pertusis seluruhnya,
namun terbukti dapat meperingan durasi dan tingkat keparahan pertusis.1,3
Vaksin tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat alergi berat
dan ensefalopati pada pemberian vaksin sebelumnya. Keadaan lain yang
perlu mendapatkan perhatian khusus adalah bila pada pemberian pertama
dijumpai riwayat demam tinggi, respon dan gerak yang kurang (hipotonik-
hiporesponsif) dalam 48 jam, anak menangis terus menerus selama 2 jam,
dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DPT.1,3

Vaksinasi Tetanus
Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin
DPT. DPT diberikan satu seri yang terdiri atas 5 suntikan pada usia 2
bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15-18 bulan, dan terakhir saat sebelum masuk
sekolah (4-6 tahun). Pemberian vaksin DPT pada anak-anak harus ditunda
jika anak mengalami demam tinggi, memiliki kelainan saraf, atau
mengalami gangguan pertumbuhan.1,3
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap
Difteri, Tetanus dan Pertusis. Biasanya vaksin DPT atau DT diberikan
dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha
secara intramuskular atau subkutan sebanyak 0,5 ml.2
Imunisasi DPT diberikan 3 kali yaitu sejak umur 2 bulan (DPT I),
umur 3 bulan (DPT II) dan pada umur 4 bulan (DPT III) dengan selang
waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulangan (DPT IV)
diberikan 1 tahun setelah DPT III yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT V
diberikan pada saat usia prasekolah (5-6 tahun).2
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan
booster vaksin DT pada usia 14-16 tahun dan kemudian dilanjutkan setiap
10 tahun karena vaksin memberikan perlindungan selama 10 tahun dan
setelah 10 tahun diberikan booster. Hampir 85% anak yang mendapatkan
minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan
memberikan perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.2
Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka
sebaiknya diberikan DT, bukan DPT. Jika anak menderita penyakit yang
lebih serius dari flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat.
Jika ada riwayat kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal,
penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau
kejangnya bisa dikendalikan.2
Dosis vaksin DTP atau TT diberikan dengan dosis 0,5 ml secara
intramuskular baik pada imunisasi dasar maupun ulangan.2

4. Vaksinasi Polio
Pada saat ini ada dua jenis vaksin polio yaitu OPV (oral polio vaccine)
dan IPV (inactivated polio vaccine). OPV diberikan 2 tetes melalui mulut,
sedangkan IPV diberikan melalui suntikan dengan dosis 0,5 ml dengan
suntikan subkutan dalam 3 kali di lengan dengan jarak 2 bulan. Vaksin
polio oral diberikan pada bayi baru lahir kemudian dilanjutkan dengan
imunisasi dasar, diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan. Pada PIN (pekan
imunisasi nasional) semua balita harus mendapat imunisasi tanpa
memandang status imunisasi kecuali pada penyakit dengan daya tahan
tubuh menurun (imunokompromais). Bila pemberiannya terlambat, jangan
mengulang pemberiannya dari awal tetapi lanjutkan dan lengkapi
imunisasi sesuai dengan jadwal. Bagi ibu yang anaknya diberikan OPV,
diberikan 2 tetes dengan jadwal seperti imunisasi dasar. Pemberian air
susu ibu tidak berpengaruh terhadap respons pembentukan daya tahan
tubuh terhadap polio, jadi saat pemberian vaksin, anak tetap bisa minum
ASI.1,3
Imunisasi polio ulangan diberikan saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan
dosis berikutnya diberikan pada usia 15-19 tahun. Sejak tahun 2007,
semua calon jemaah haji dan umroh dibawah usia 15 tahun harus
mendapat 2 tetes OPV.

5. Imunisasi Campak
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-
anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan
gondongan dan campak jerman (vaksin MMR). Jika hanya mengandung
campak vaksin diberikan pada usia 9 bulan dalam 1 dosis 0,5 ml subkutan
dalam. Terdapat 2 jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari
virus campak hidup dan dilemahkan (tipe Edmonston-B) dan vaksin yang
berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada
dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium).1,3
Imunisasi ulangan juga dianjurkan dalam situasi tertentu :1
a. Mereka yang memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun dan
terbukti bahwa potensi vaksin yang digunakan kurang baik (tampak
peningkatan insidens kegagalan vaksinasi). Pada anak-anak yang
memperoleh imunisasi ketika berumur 12-14 bulan tidak disarankan
mengulangi imunisasinya tetapi hal ini bukan kontra indikasi
b. Apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak, maka
anak SD, SLTP dan SLTA dapat diberikan imunisasi ulang
c. Setiap orang yang pernah memperoleh imunoglobulin
d. Seseorang yang tidak dapat menunjukkan catatan imunisasinya
Kontraindikasi :
Bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, sedang
memperoleh pengobatan imunosupresif, hamil, memiliki riwayat
alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-
bahan berasal dari darah, alergi terhadap protein telur.1,3
KIPI1,3
- Demam lebih dari 39,50C yang terjadi pada 5%-15% kasus,
demam dijumpai pada hari ke-5 sampai ke-6 sesudah imunisasi
dan berlangsung selama 2 hari
- Kejang demam
- Ruam timbul pada hari ke-7 sampai ke-10 sesudah imunisasi
dan berlangsung selama 2-4 hari
- Reaksi KIPI yang berat dapat menyerang sistem saraf, yang
reaksinya diperkirakan muncul pada hari ke-30 sesudah
imunisasi.
6. Vaksinasi MMR
Vaksin MMR merupakan vaksin kering, mengandung virus
hidup. Bagi Balita, pada usia 12-15 bulan (jika tidak mendapatkan
imunisasi campak) dapat diberikan vaksinasi MMR untuk mencegah
risiko tinggi yang membahayakan bagi kesehatan.1,3
Imunisasi MMR adalah imunisasi kombinasi untuk mencegah
penyakit campak, gondongan, dan rubella. Pemberian vaksin biasanya
dilakukan pada usia anak 12-15 bulan. Dosis tunggal 0,5 ml diberikan
secara intramuskular atau subkutan dalam.1,3
Terdapat 2 jenis vaksin MMR yang beredar di Indonesia,
yaitu:1,3
Tabel 3 . Dua jenis vaksin MMR yang beredar di Indonesia1,3
Galur virus yang
dilemahkan
Campak Gondongan Rubella
Edmonston Jerryl lyn Wistar RA 27/3
Schwarz Urabe AM-9 Wistar RA 27/3

Daya lindung MMR sebesar 95%, namun kadar antibodi yang


dibentuk melalui vaksinasi lebih rendah dibandingkan dengan antibodi
yang diperoleh setelah menderita gondongan. Vaksinansi MMR tidak
dianjurkan diberikan pada: anak yang alergi terhadap telur/neomycin,
yang sedang dalam pengobatan imunosupresif, anak dengan alergi
berat, anak dengan demam akut, setelah pemberian imunoglobulin
atau transfusi darah.1,3
7. Vaksinasi Hib (Haemophilus influenza tipe b)
Vaksin Hib merupakan vaksin yang tidak aktif, dibuat dari kapsul
Haemophilus influenza Tipe B yang disebut polyribosribitol phospat
(PRP).1,3
Terdapat 2 jenis vaksin Hib di Indonesia yaitu PRP-T dan PRP-OMP.
Kedua vaksin ini termasuk vaksin konjugasi. Vaksin Hib PRP-T diberikan
pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Vaksin Hib PRP-OMP diberikan pada usia 2
dan 4 bulan. Dosis ketiga tidak diperlukan. Vaksin ulangan, baik PRP-T
maupun PRP-OMP diberikan pada usia 15 - 18 bulan. Apabila anak datang
pada usia 1-5 tahun, maka vaksin Hib hanya diberikan 1 kali. Vaksin ini
diberikan secara intramuskular sebanyak 0,5 ml didaerah paha atas.
Kekebalan tubuh akan mulai terbentuk setelah pemberian suntikan yang
pertama dengan vaksin jenis PRP-OMP dan setelah 2 kali suntikan dengan
vaksin jenis PRP-T.1,3
Anak-anak usia diatas 6 bulan yang belum mendapat vaksin diberikan
2 kali suntikan, sedangkan bagi anak diatas usia 1 tahun cukup mendapat 1
kali suntikan saja tanpa perlu pemberian ulangan. Dengan pemberian
vaksin ini diharapkan 95% anak-anak terlindungi dari infeksi Hib setelah
dosis kedua atau ketiga.1,3
Reaksi KIPI setelah pemberian vaksinasi Hib, 5%-30% anak
memperoleh vaksinasi bisa mengalami demam, bengkak kemerahan, dan
nyeri pada tempat suntikan selama 1-3 hari. Vaksin Hib tidak
direkomendasikan diberikan bila seseorang sedang demam, mengalami
infeksi akut, dan orang dengan riwayat alergi yang mengancam jiwa.1,3

8. Vaksinasi Pneumokokus
Saat ini telah tersedia 2 macam vaksin untuk mencegah penyakit yang
disebabkan bakteri pneumokokus, yaitu PPV23 dan PCV7. PPV23 adalah
vaksin pneumokokus yang berisi polisakarida murni dengan 23 serotipe,
vaksin jenis ini kurang bereaksi baik jika diberikan pada anak usia kurang
dari 2 tahun karena fungsi sel imun yang belum matang. Vaksin ini hanya
memberikan kekebalan dalam jangka pendek. Sedangkan PCV7 adalah
vaksin pneumokokus generasi kedua yang berisi polisakarida konjugasi.
Vaksin ini dapat diberikan pada anak usia kurang dari 2 tahun meskipun
sel imun mereka belum matur. Vaksin ini mencakup 7 serotipe yang
berbahaya yang banyak mengakibat kematian pada anak usia < 5 tahun.
Vaksin memberi perlindungan terhadap banyak jenis dan strain bakteria .
Perlindungan sesuatu vaksin bergantung kepada jenis strain yang
terkandung dalam vaksin tersebut. Vaksin pneumokokal akan membantu
merangsang badan menghasilkan antibodi terhadap Streptococcus
pneumoniae yang menyebabkan penyakit ini. Ini kerana vaksin
mengandungi sebahagian daripada bakteria yang dapat mencetuskan badan
untuk membina imuniti terhadap bakteria tersebut . Sekiranya sesorang
individu yang menerima vaksin tersebut dijangkiti dengan strain(serotaip)
Streptococcus pneumoniae tertentu , antibodi ini akan membantu
melindungi individu daripada penyakit.Dalam erti kata lain, vaksin
pneumokokal menyediakan vaksinasi terhadap penyakit pneumokokal
yang disebabkan oleh strain yan terdapat dalam vaksin tersebut. Vaksin
pneumokokal mengandungi strain yang biasanya menyebabkan penyakit
pneumokokal.1,3
Vaksin pneumokokus diberikan secara intramuskular atau subkutan di
daerah deltoid atau paha tengah lateral sebanyak 0,5 ml. Vaksin ini
diberikan sejak usia 2 bulan dengan interval 2 bulan sebanyak 3 kali.
Kemudian ulangan hanya dilakukan pada anak yang memiliki risiko tinggi
tertular pneumokokus pada usia 12-18 bulan. PCV7 sebaiknya diberikan
jika anak sudah berusia lebih dari 2 bulan, diberikan pada bayi umur 12-15
bulan. Interval antara 2 dosis minimal 4-8 minggu. Anak yang telah
mendapat imunisasi PCV7 lengkap sebelum umur 2 tahun, pada umur 2
tahun diberi PPV23 1 dosis, dengan selang waktu suntik > 2 bulan setelah
PCV7 terakhir.1,3
Reaksi KIPI pada 30-50% resipien yang mendapatkan vaksin ini akan
mengalami eritema atau nyeri pada tempat suntikan, biasanya berlangsung
kurang dari 48 jam. Reaksi lain berupa demam, gelisah, pusing, nafsu
makan menurun, mialgia (pada anak <1%). Demam ringan sering timbul.
Reaksi ikutan pasca imunisasi ini biasanya terjadi setelah pemberian dosis
kedua, namun berlangsung tidak lama dan menghilang dalam 3 hari.1,3
Ada beberapa kondisi dimana imunisasi pneumokokus ini tak dapat
diberikan, yaitu:1,3
a. Kontraindikasi absolut: bila timbul anafilaksis setelah pemberian
vaksin.
b. Kontraindikasi relatif:
1. Usia kurang dari 2 tahun, karena respon terhadap vaksin masih
kurang baik
2. Dalam pengobatan imunosupresif atau radiasi kelenjar limfe.
9. Vaksinasi Influenza1,3
Virus influenza mengandung virus yang tidak aktif (inactivated
influenza virus). Terdapat 2 macam vaksin, yaitu whole virus dan split-
virus vaccine.
Dosis bagi anak berumur < 3 tahun adalah 0,25 ml dan dosis bagi anak
berumur > 3 tahun adalah 0,5 ml disuntikan di otot paha. Bila anak telah
berusia > 9 tahun, vaksin cukup diberikan satu dosis dan diulang setiap
tahun.
KIPI dari penyuntikan vaksin yang mungkin terjadi adalah bengkak,
nyeri, kemerahan pada tempat suntikan, demam, dan pegal. Gejala-gejala
tersebut dapat terjadi setelah penyuntikan dan bertahan 1-2 hari.

10. Vaksinasi Tifoid1,3


Vaksin tifoid ada dua macam, yaitu: 10
a. Vaksin oral : berasal dari kuman Salmonella typhi yang dilemahkan.
Disimpan dalam suhu 2-8oC dan dikemas dalam bentuk kapsul.
Vaksin oral diberikan pada saat anak berusia 6 tahun atau lebih
sebanyak 4 kapsul dengan jarak setiap 1 hari (hari 1-3-5-7).
Pemberiannya dapat diulang tiap 5 tahun. Respon imun akan terbentuk
10-14 hari setelah dosis terakhir.
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian vaksin ini adalah tidak
boleh dilakukan saat sedang demam, tidak boleh dilakukan pada orang
dengan penurunan sistem kekebalan tubuh (HIV, keganasan, sedang
kemoterapi atau sedang terapi steroid) dan riwayat anafilaksis, tidak
boleh kepada orang yang alergi gelatin.
KIPI yang ditimbulkan oleh vaksin ini cukup ringan, yaitu muntah,
diare, demam, dan sakit kepala. Dengan efektivitas vaksin yang lebih
tinggi dan disertai efek samping yang lebih rendah daripada jenis
vaksin tifoid lainnya, maka vaksin tifoid oral ini merupakan pilihan
utama. Sayangnya, vaksin oral belum tersedia di Indonesia.
b. Vaksin parenteral: berasal dari polisakarida Vi dari kapsul
salmonella typhi, yang dimatikan. Susunan vaksin polisakarida setiap
0,5 ml mengandung kuman Salmonella typhi, polisakarida 0,025 mg,
fenol dan larutan bufer yang mengandung natrium klorida, disodium
fosfat, monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan. Disimpan
dalam suhu 2-8oC dan tidak boleh dibekukan. Diberikan pada anak
berusia 2 tahun atau lebih. Satu dosis dapat diberikan setiap 2-3 tahun.
Dilakukan secara intramuskular atau subkutan di deltoid atau paha
atas. Respon imunitas akan terbentuk dalam 15 hari sampai 3 minggu
setelah imunisasi.
Keadaan yang dihindarkan saat pemberian vaksin adalah jangan
diberikan sewaktu demam, riwayat alergi, dan keadaan penyakit akut.
KIPI yang timbul berupa demam, pusing, sakit kepala, nyeri sendi,
nyeri otot tempat suntikan.

11. Vaksinasi Hepatitis A1,3


Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa vaksinasi Hepatitis A dapat
memberikan perlindungan hampir 100% dan dapat bertahan sekitar 15 - 20
tahun. Vaksin Hepatitis A berisi virus Hepatitis A yang dilemahkan dan
tersedia dalam 2 kemasan dosis, yaitu untuk anak-anak 2-18 tahun dan
dewnasa usia > 18 tahun. Vaksin diberikan sebanyak 2 kali, suntikan
kedua diberikan 6-12 bulan dari suntikan pertama, dan selanjutnya tidak
diperlukan pengulangan. Untuk pemberian yang cepat dapat langsung
diberikan suntikan 2 dosis sekaligus dengan daya perlindungan > 90%
dalam 2 minggu. Dosisnya bervariasi bergantung pada produk dan usia,
disuntik secara intramuskular di deltoid.
Tabel 4. Vaksinasi Hepatitis A dan Pemberian Imunoglobulin (Craig &
William S 2012)
Volume Jadwal
Jenis Vaksin Usia Dosis
(ml) (bulan ke-)
Havrix (Glaxo 720 ELISA Dua dosis : 0
2 - 18 th 0,5
SmithKline) units dan 6-12
ELISA Dua dosis : 0
> 18 th 1
units dan 6-12
Dua dosis : 0
Vaqta (Merck) 2 - 18 th 25 U 0,5
dan 6-18
Dua dosis : 0
> 18 th 50 U 1
dan 6-12
Twinrix
720 ELISA Tiga dosis :
(GlaxoSmithKl > 17 tahun 1
units 0, 1, dan 6
ine)

Umumnya aman dan KIPI yang sering ditemukan adalah reaksi lokal
tetapi umumnya ringan, kadang-kadang juga ada sedikit demam. Efek
samping akibat pemberian vaksinasi terbanyak 10 %-15% berupa nyeri
dan bengkak di tempat injeksi. Vaksin tidak boleh diberikan pada individu
yang mengalami efek samping berat sesudah pemberian dosis pertama.

12. Vaksinasi Varisela1,3


Vaksin berisi virus hidup varicella-zoster yang dilemahkan yang
berasal dari galur OKA. Vaksin ini berasal dari virus varicella zooster liar
yang diisolasi dari seorang anak yang bernama belakang oka berusia 3
tahun. Vaksin ini dikembangkan pertama kali di Jepang oleh Takahashi
dan di Amerika mendapat lisensi untuk digunakan pada anaksejak tahun
1995.
Menurut rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak seluaruh Indonesia),
vaksin varisela dianjurkan pada anak dengan usia > 1 tahun, cukup 1 dosis.
Namun berdasarkan penelitian mengenai pencegahan dan penanganan
wabah varisela maka pada tahun 2006 The Advisory Commitee on
Immunization Practices (ACIP) dan America Academy of Pediatrics
(AAP) merekomendasikan 2 dosis untuk semua anak. Hal ini disebabkan
masih timbulnya wabah varisela terutama pada populasi yang sebagian
besar telah dievakuasi. Disimpan dalam suhu 2-8oC. Suntikan pertama
diberikan saat usia 12-15 bulan dan suntikan kedua pada usia 4-6 tahun
sebanyak 0,5 ml secara subkutan.11
Jarang terjadi, tetapi bila terjadi reaksi yang muncul bersifat lokal
(1%) yaitu bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan yang terjadi
beberapa jam sesudah suntikan. Kadang-kadang didapatkan demam (1%)
dan timbul bercak kemerahan dan lenting ringan.
Kontra indikasi
Vaksin varisela tidak dapat diberikan pada keadaan demam tinggi,
gangguan kekebalan karena pengobatan penyakit keganasan atai sesudah
diradioterapi, pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid tinggi dan
alergi neomisin.

13. Vaksinasi Rotavirus1,3


Pada tahun 1998, vaksin Rotashield telah digunakan untuk mencegah
diare rotavirus. Namun, karena efek samping yang ditimbulkan (berupa
gangguan usus), maka vaksin tersebut ditarik dari peredaran. Saat ini
terdapat 2 vaksin rotavirus, yaitu ;
a. Rotarix (GSK) yang merupakan vaksin monovalen karena hanya
mengandung strain manusia P(8)G1.
b. Rotateg yang merupakan vaksin prevalen karena mengandung strain
manusia-sapi P(8)G1-G4.

Keduanya diberikan melalui mulut (oral). Kedua vaksin tersebut


terbukti aman dari risiko gangguan usus. Efektivitas vaksin berkurang
apabila diberikan bersama vaksin polio oral. Kejadian ikutan pasca
pemberian vaksin dilaporkan adalah diare 7,5%; muntah 8,7%; dan demam
12,1%
Tabel 5 . Vaksinasi Rotavirus
Nama Vaksin Rotavirus
Sasaran
Bayi sedini usia 4 minggu
imunisasi
Macam vaksin Rotarix, Rotateg
Dosis Rotarix, 3 dosis; Rotareg, 2 dosis
Jadwal Rotarix : usia (4, 8) minggu; Rotateg : usia
Pemberian (4,8,12) minggu
Cara
Oral
Pemberian
Efektivitas Belum diketahui secara pasti
Sebaiknya tidak diberikan bersama-sama
Kontraindikasi dengan vaksin polio oral
Adanya infeksi bakteri patogen di Usus
KIPI Diare, muntah, demam

13. Vaksin Japanesse Encephalitis1


Pencegahan penyakit JE pada manusia bisa dilakukan dengan
pemberian vaksin JE. Vaksin diberikan secara serial dengan dosis 1 ml
secara subkutan pada hari ke-0, hari ke-7 dan hari ke-28. Untuk anak
berumur 1-3 tahun, dosis yang diberikan masing-masing 0,5 ml dengan
jadwal yang sama. Dosis penguat dapat diberikan 3 tahun kemudian bagi
mereka yang tinggal di daerah rawan terinfeksi virus JE.
KIPI pemberian vaksin JE bias berupa kemerahan dan bengkak di
tempat penyuntikan, demam, sakit kepala, menggigil, mual dan muntah. Di
Indonesia pemberian vaksin JE pada manusia belum disosialisasikan,
karena kebijakan penggunaan vaksin masih belum diatur.
Tabel 6. Vaksinasi Japannesse encephalitis
Nama Vaksin Vaksin Japannesse encephalitis
Indikasi Semua umur terutama yang tinggal di daerah rawan JE
atau yang akan mengadakan perjalanan ke dearah yang
rawan penyakit JE
Dosis dan 1 ml secara subkutan pada hari 0, 7, dan 28. Untuk
jadwal anak berumur sapai 1-3 tahun; dosis 0,5ml, dengan
jadwal yang sama
Efektivitas 90%
KIPI Kemerahan dan bengkak di temppat penyuntikan,
demam, sakit kepala, menggigil, mual dan muntah
Kontraindikasi Alergi

14. Vaksinasi Meningitis1


Pencegahan secara khusus dilakukan dengan pemberian vaksin.
Vaksin meningococcus pertama diperkenalkan pada tahun 1978. Awalnya,
vaksin ini hanya mampu melindungi dari 2 subtipe bakteri moningococcus
(A & C). Namun, vaksin ini telah mengalami banyak perkembangan,
sekarang dapat melindungi 4 subtipe dari bakteri meningococcus, yaitu
subtype A, C, Y,dan W-135.
Vaksin ini disebut vaksin tetravalent, yaitu MPSV4 (meningococcal
polysacarida vaccine A, C, Y, W-135) dan yang terbaru MCV4 (
Meningococcaal conjugated vaccine A,C, Y, W-135).
Pemberian vaksin diutaman bagi anggota militer yang tinggal di barak
perkemahan, pegawai laboratorium yang kontak serta dengan bakteri
Neisseria meningitidis, siswa yang tinggal di daerah pesantren, dan bagi
jemaah haji serta turis yang hendak masuk ke daerah endemik.

Vaksin Polisakarida Meningococcus A, C, Y, W-135 (MPSV4)


Vaksin ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 1981, diberikan pada
anak usia 2-10 tahun dan usia di atas 55 tahun. Pemberian vaksin tidak
dianjurkan bagi anak usia kurang dari 2 tahun dan anak sekolah di atas 11
tahun. Yang lebih dianjurkan untuk usia ini adalah vaksin jenis MCV4,
namun jika tidak tersedia vaksin jenis MCV4, maka vaksin ini (MPSV4)
juga dapat digunakan.
Vaksin MPSV4 diberikan dengan satu kali suntikan secara subkutan
(di bawah kulit). Perlindungan yang didapatkan sekitar 85%-100% dan
akan bertahan selama 3-5 tahun. Kekebalan yang terbentuk akan menurun
dalam 2-3 tahun, sehingga diperlukan imunisasi ulangan setiap 3-5 tahun.
KIPI yang timbul akibat vaksin ini relatif ringan, yakni hanya berupa
nyeri dan kemerahan pada tempat suntikan, dapat terjadi demam (5%).
Reaksi alergi jarang terjadi (kurang dari 0,1/100.000).

Vaksin Conjugasi Meningococcus (MCV 4)


MCV4 pertama kali dikeluarkan pada tahun 2005 dengan harapan
dapat lebh baik daripada vaksin sebelumnya dan dapat memberikan
perlindungan yang lebih lama. Vaksin ini diberikan bagi anak di atas usia
2 tahun, terutama pada usia 11-12 tahun. Pertimbangan pemberian vaksin
untuk anak usia di atas 11 tahun adalah karena respon kekebalan yang
terbentuk terhadap vaksin ini tidak optimal, sehingga daya perlindungan
yang didapatkan tidak maksimal.
Pemberian vaksin dilakukan 1 kali melalui suntikan di otot lengan dan
boleh diberikan bersamaan dengan vaksin lainnya, asalkan pada tempat
yang berbeda
Kekebalan mulai terbentuk dalam 10 - 14 hari setelah pemberian
vaksin dan dapat bertahan selama 10 tahun. Dengan demikian tidak perlu
pemberian ulangan, tetapi untuk yang menerima vaksin di bawah usia 4
tahun kekebalan tubuh yang terbentuk akan lebih cepat menurun dalam 3
tahun pertama. Pemberian ulangan diberikan jika ada risiko penularan
secara terus menerus.
Jadwal ulangan adalah 1 tahun untuk anak yang menerima vaksin
pada usia kurang dari 4 tahun. Bagi anak yang menerima vaksin pada usia
di atas 4 tahun, maka ulangan diberikan setelah satu tahun.
KIPI yang ditimbulkan oleh vaksin ini lebih sering terjadi
dibandingkan dengan vaksin jenis MPSV4. Namun, biasanya sangat
ringan, yakni berupa rasa sakit dan tibul kemerahan pada tempat suntikan
yang akan hilang dalam 1-2 hari. Efek lain yang dapat timbul adalah
kesemutan atau rasa seperti terbakar, tetapi angka kejadiannya sangat
jarang (kurang dari 1/10.000 orang). Guillain-Barre Syndrome atau terjadi
kelumpuhan merupakan efek samping yang ditakutkan, namun risiko
terjadinya efek ini sangat kecil. Vaksin ini tidak boleh diberikan pada
seseorang dengan riwayat alergi dengan bahan vaksin, alergi latex, dan
pada orang dengan infeksi akut, serta pada wanita hamil.

15. Vaksin Yellow Fever1


Orang (berumur > 1 tahun) yang hendak bepergian ke Amerika dan
Amerika Latin harus mendapatkan vaksinasi demam kuning. Aturannya
adalah 10 hari setelah mendapatkan vaksinasi, orang tersebut akan
memperoleh International Certificate of Vaccination yang berlaku sampai
10 tahun. Vaksin demam kuning berupa virus hidup yang dilemahkan, dari
galur 17 D. Vaksin disuntikkan di bawah kulit sebanyak 0,5 ml berlaku
untuk semua umur dan sangat efektif dalam memberikan proteksi dalam
kurun waktu 10 tahun. Vaksin tidak direkomendasikan pada anak < 9
bulan, ibu hamil, alergi telur, dan orang yang sedang mengalami
penurunan daya tahan tubuh.
KIPI pemberian vaksin demam kuning pada umumnya bersifat ringan.
Sekitar 2%-5% penerima vaksin ini merasa pusing, nyeri otot, dan demam
yang terjadi 5-10 hari setelah mendapatkan vaksinasi.

16. Vaksinasi HPV


Pengembangan vaksin pencegahan vaksin HPV menawarkan harapan
baru untuk mencegah kanker leher rahim. Uji klinis dari 2 generasi
pertama vaksin, satu untuk HPV tipe 16 dan 18, sedangkan yang lainnya
untuk tipe 6, 11, 16, 18 telah memperlihatkan proteksi yang cukup tinggi
melawan insiden dan infeksi persisten.
Vaksin diberikan 3 dosis (bulan ke-0, ke-1, dan ke-6) secara
intramuskular lengan atas. Vaksin tidak akan memberikan proteksi
maksimal jika tidak menyeleseikan ke-3 dosis tersebut. Sampai saat ini,
penelitian selama 5 tahun dan masih berjalan bahwa vaksin ini tidak
memerlukan booster, sehingga masih efektif setidaknya untuk 5 tahun.
Vaksin HPV aman dan efektif jika diberikan pada wanita usia 9-26
tahun. Namun panduan dari Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia
(HOGI) menyarankan vaksin diberikan pada wanita usia 10-55 tahun.
Vaksin pencegahan terhadap infeksi HPV akan bekerja secara efisien bila
vaksin ini diberikan sebelum individu terpapar infeksi HPV.
Vaksin HPV relatif aman, reaksi KIPI relatif ringan dapat berupa
nyeri pada lokasi penyuntikan, sakit kepala, demam, mual, dan demam.

H. JADWAL IMUNISASI
Jadwal Imunisasi IDAI 2017 secara garis besar sama dibandingkan
dengan jadwal 2004. Perbedaan terletak pada penambahan vaksin
pneumokokus konjugasi (PCV=pneumococcal conjugate vaccine), vaksin
influenza pada program imunisasi yang dianjurkan (non-PPI) serta jadwal
imunisasi varisela yang dianjurkan diberikan pada umur 5 tahun (jadwal
tahun 2007). Pada jadwal 2008 ditambahkan vaksin Rotavirus untuk diare
pada anak dan HPV (Human Papilloma Virus). Pada tahun 2010 ini
berdasarkan rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) tidak
adanya lagi perbedaan program imunisasi yang diwajibkan dan dianjurkan
serta ada perbedaan waktu pemberian awal imunisasi seperti varisela atau
imunisasi ulangan seperti hepatitis B.
Gambar 2. Jadwal imunisasi 20177
BAB III
KESIMPULAN

Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah


satunya adalah dengan meningkatkan kekebalan atau imunitas tubuh dalam
menghadapi ancaman penyakit yang dilakukan dengan pemberian imunisasi.
Imunisasi dasar pada anak usia dibawah 2 tahun sangat penting untuk dilakukan
oleh karena bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian yang seharusnya
dapat dicegah walaupun imunisasi tidak menjamin 100% bahwa seseorang tidak
akan terjangkit penyakit tersebut.
Pada tahun 2010 ini berdasarkan rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak
Indonesia) tidak adanya lagi perbedaan program imunisasi yang diwajibkan dan
dianjurkan serta ada perbedaan waktu pemberian awal imunisasi seperti varisela
atau imunisasi ulangan seperti hepatitis B.
Dalam hal ini maka harus terus digalakkan program imunisasi kepada
masyarakat luas sehingga masyarakat menyadari pentingnya imunisasi dan mau
membawa anaknya untuk melakukan imunisasi, khususnya imunisasi yang
diwajibkan. Jika imunitas pada masyarakat tinggi, maka risiko terjadinya
penularan dan wabah juga akan berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius : 2010
2. Sri, Rezeki S Hadinegoro. Prof. Dr. dr. SpA(K), dkk. Pedoman imunisasi di
Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta 2005
3. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, penyunting.
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Satgas Imunisasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
4. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB, penyunting.
Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Edisi kedua. Jakarta: UKK
Respiratologi PP IDAI; 2007.
5. Lawrence M Tierney Jr MD, Stephen J McPhee MD, Maxine A Papadakis
MD. Current Medical Diagnosis and Treatment 2002. Page 1313-1319.
6. Eric AF Simoes MD DCH and Jessie R Groothius MD. Immunization. Page
235-258.
7. Jadwal Imunisasi Anak - Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) 2008 [image on the Internet]. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2008 Available from : http://pediatricinfo.wordpress.com/2009/04/20/jadwal-
imunisasi-2008-idai/
DOKUMENTASI

You might also like