Professional Documents
Culture Documents
HE Fix
HE Fix
“IMUNISASI”
Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan
anak terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya derajat kesehatan yang tinggi,
perlu upaya untuk mencegah terjadinya suatu penyakit melalui imunisasi dimana
pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan.1
Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikkan kebal pada bayi dan
anak dari berbagai penyakit, diharapkan anak atau bayi tetap tumbuh dalam
keadaan sehat. Pada dasarnya dalam tubuh sudah memiliki pertahanan secara
mandiri agar berbagai kuman yang masuk dapat dicegah. Angka kesakitan bayi di
Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun menunjukkan penurunan dalam
satu dekade terakhir.2
Program imunisasi bisa didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah
sakit saja, akan tetapi juga diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat
dengan dukungan oleh petugas kesehatan dan diberikan secara gratis kepada
masyarakat dengan maksud program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan
harapan. Program imunisasi di posyandu telah menargetkan sasaran yang ingin
dicapai yakni pemberian imunisasi pada bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan
lengkap apabila mendapat BCG 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1
kali, dan Polio 4 kali. Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dapat
mengalami berbagai penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio, dan
sebagainya. Oleh karena itu, imunisasi harus diberikan dengan lengkap sesuai
jadwal. Imunisasi secara lengkap dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit
tersebut.2
Pemerintah telah memberikan berbagai upaya dan kebijakan dalam bidang
kesehatan untuk menekan angka kesakitan, namun masyarakat belum bisa
memanfaatkannya secara optimal karena ada sebagian ibu yang memiliki persepsi
bahwa tanpa imunisasi anaknya juga dapat tumbuh dengan sehat.3
Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas
utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat
efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi
merupakan hal mutlak yang perlu diberikan pada bayi. Imunisasi adalah sarana
untuk mencegah penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada
bayi. Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang
lampau di negara-negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur
dengan cakupan yang luas.1
Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar
diperlukan pengetahuan dan keterampilan tentang vaksin (vaksinologi), ilmu
kekebalan (imunologi) dan cara atau prosedur pemberian vaksin yang benar.
Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan
perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya
karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi
penyebaran infeksi. Banyak penyakit menular yang bisa menyebabkan gangguan
serius pada perkembangan fisik dan mental anak. Imunisasi bisa melindungi anak-
anak dari penyakit melaui vaksinasi yang bisa berupa suntikan atau melalui
mulut.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen
yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang
berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan
memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga
untuk terhindar dari penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya.3
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, dimana imunisasi adalah
suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak-anak karena sistem
kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan
terhadap serangan penyakit infeksi yang berbahaya. Beberapa imunisasi
tidak cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara
bertahap dan lengkap untuk mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit
yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak, mengingat
Permenkes RI No 12 Tahun 2017 imunisasi merupakan program yang
diwajibkan 1
Imunisasi dapat melindungi anak dari penyakit yang dapat
menyebabkan kecacatan bahkan menghindarkan kematian, serta imunisasi
sebagai salah satu langkah tepat bagi orang tua untuk menjamin kesehatan
anaknya. Imunisasi tidak membutuhkan biaya besar, bahkan di Posyandu
anak-anak mendapatkan imunisasi secara gratis.
Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja
memberikan paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen
yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan
sakit namun memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel memori.
Cara ini menirukan infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun
cukup memberikan kekebalan. Tujuannya adalah memberikan “ infeksi
ringan “ yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun
sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya dikemudian hari
anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk antibodi
dan mematikan antigen / penyakit yang masuk tersebut.3
Vaksinasi mempunyai keuntungan:3
1. Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya.
2. Vaksinasi cost-effective karena murah dan efektif.
3. Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh
lebih jarang daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit
tersebut secara almiah.
Vaksin merupakan suatu suspensi mikroorgannisme hidup yang
dilemahkan atau matii atau bagian antigen, dimana agen ini yang diberikan
pada hospes potensial untuk mengiinduksi populasi imunitas dan
mencegaah penyakit. Dimana vaksinasi merupakan salah satu cara
mencegah penyakit yang paling murah dan efektif. Bila vaksin diberikan
kepada manusia maka akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif
terhadap penyakit tertentu.
Vaksinasi merupakan upaya pencegahan primer. Secara konvensional,
upaya pencegahan penyakit dan keadaan apa saja yang akan menghambat
tumbuh kembang anak dapat dilakukan dalam tiga tingkatan yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer adalah semua upaya untuk menghindari terjadinya
sakit atau kejadian yang dapat mengakibatkan seseorang sakit atau
menderita cedera dan cacat. Pencegahan sekunder adalah upaya kesehatan
agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan, yaitu meninggal atau
meninggalkan gejala sisa, cacat fisik maupun mental. Pencegahan tersier
adalah membatasi berlanjutnya gejala sisa tersebut dengan upaya pemulihan
seseorang penderita agar dapat hidup mandiri tanpa bantuan orang lain.
B. EPIDEMIOLOGI
Menurut penelitian, imunisasi diperkirakan mencegah 2 hingga 3 juta
kematian setiap tahun dari penyakit difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan),
dan campak. Pada tahun 2014, sekitar 86% (115 juta) dari bayi diseluruh
dunia menerima 3 dosis vaksin difteri-tetanus-pertusis (DPT), melindungi
mereka terhadap penyakit menular yang dapat menyebabkan penyakit serius
atau berakibat fatal. Pada tahun 2014 jumlah anak dibawah usia satu tahun
yang tidak menerima vaksin DPT diseluruh dunia ada 18,7 juta.
Pada profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 terdapat 84 kasus tetanus
neonatorum, 12.943 kasus campak, dan 396 kasus difteri. Untuk itu
diwajibkan memberikan imunisasi dasar lengkap untukk mencegah PD3I
tersebut, BCG mencegah penyakit TBC, imunisasi Hepatitis B Mencegah
penyakit hepatitis B, imunisasi DPT mencegah difteri, pertusis dan tetanus.
C. TUJUAN
Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.3
Sasaran dari pemberian imunisasi tidak hanya pada anak-anak, tetapi
juga mencakup wanita hamil (awal kehamilan – 8 bulan), wanita usia subur
(calon mempelai). Pada anak-anak, imunisasi diberikan dimulai sejak bayi
dibawah umur 1 tahun (0 – 11 bulan) sampai anak sekolah dasar (kelas 1 –
kelas 6).3
D. JENIS VAKSIN
Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:4
Live attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan)
Inactivate (bakteri, virus atau komponenmnya dibuat tidak aktif)
Vaksin hidup attenuated
Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus
atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan
masih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak (replikasi) dan
menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit.5
Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (wild) penyebab
penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan (attinuated) dilaboratorium,
biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang. Misalnya vaksin campak
yang dipakai sampai sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar campak
menjadi virus vaksin dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan
penanaman pada jaringan media pembiakan secara serial dari seorang anak
yang menderita penyakit campak pada tahun 1954.5,6
Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated
harus berkembang biak (mengadakan replikasi) di dalam tubuh
resipien.6
Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol (misalnya panas
atau cahaya) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam
tubuh (antibodi yang beredar) dapat menyebabkan vaksin tersebut
tidak efektif.6
Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama
dengan yang diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak
membedakan antara suatu infeksi dengan virus vaksin yang
dilemahkan dan infeksi dengan virus liar.6
Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi
bentuk patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin
polio hidup.6
Antibodi dari sumber apapun (misalnya transplasental, transfusi) dapat
mempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan
menyebabkan tidak adanya respons (non response). Vaksin campak
merupakan mikroorganisme yang paling sensitif terhadap antibodi
yang beredar dalam tubuh. Virus vaksin polio dan rotavirus paling
sedikit terkena pengaruh.6
Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan
bila kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan
penyimpanan dengan baik dan hati-hati.6
Vaksin hidup attenuated yang tersedia:5
Berasal dari vrius hidup: Vaksin campak, gondongan (parotitis),
rubela, polio, rotavirus, demam kuning (yellow fever).
Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral.
Vaksin Inactivated
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau
virus dalam media pembiakan (persemaian), kemudian dibuat tidak
aktif dengan penambahan bahan kimia (biasanya formalin).5,6
Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh
dosis antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak
menyebabkan penyakit (walaupun pada orang dengan defisiensi imun)
dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen
inactivated tidak dipengaruhi oleh antibodi yang beredar. Vaksin
inactivated dapat diberikan saat antibodi berada di dalam sirkulasi
darah.5,6
Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya
pada dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi
hanya memacu atau menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif
baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan
vaksin hidup, yang mempunyai respons imun yang mirip atau sama
dengan infeksi alami, respons imun terhadap vaksin inactivated
sebagian besar humoral, hanya sedikit atau tak menimbulkan imunitas
selular. Titer antibodi terhadap antigen inactivated menurun setelah
beberapa waktu.5,6
Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap
penyakit masih memerlukan vaksin seluruh sel ( whole cell ), namun
vaksin bakterial seluruh sel bersifat paling reaktogenik dan
menyebabkan paling banyak reaksi ikutan atau efek samping. Ini
disebabkan respons terhadap komponen-komponen sel yang
sebenarnya tidak diperlukan untuk perlindungan (contoh antigen
pertusis dalam vaksin DPT).5,6
Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari:5
Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies,
hepatitis A.
Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.
Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza,
pertusis a-seluler, tifoid Vi, lyme disease.
Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum.
Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan
haemophilus influenzae tipe b.
Gabungan polisakarida (haemophillus influenzae tipe B dan
pneumokokus).
E. PEMBERIAN IMUNISASI
Tata cara pemberian imunisasi
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai
berikut:4
1. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko
apabila tidak divaksinasi.
2. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya
bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
3. Baca dengan teliti informasi tentang produk ( vaksin ) yang akan
diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua.
Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum
melakukan imunisasi.
4. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang
diberikan.
5. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila
diperlukan.
6. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan
dengan baik.
7. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda
perubahan. Periksa tanggal kadarluwarsa dan catat hal-hal istimewa,
misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya
kerusakan.
8. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan
ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal
(catch up vaccination) bila diperlukan.
9. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai
pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan
posisi bayi/anak penerima vaksin.
10. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut:
a. Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau
pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang
biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.
b. Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan
klinis.
c. Catatan imunisasi secar rinci harus disampaikan kepada Dinas
Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular.
d. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan
vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.
Penyimpanan
Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, Bahwa vaksin harus
didinginkan pada temperatur 2-8°C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin
(DPT, Hib, hepatitis B, dan hepatitis A) menjadi tidak aktif bila beku.4,6
Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 450-600 ke dalam otot
vastus lateralis atau otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum
diarahkan ke arah lutut sedangkan untuk suntikan pada deltoid jarum
diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi
apabila suntikan diarahkan pada sudut 900.5
Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk
vaksinasi pada bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus
disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian tengah yang
merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Regio deltoid adalah
alternatif untuk vaksinasi pada anak yang lebih besar (mereka yang telah
dapat berjalan) dan orang dewasa.5
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12
bulan adalah:4
1. Menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah
gluteal.
2. Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap
suntikan secara adekuat.
3. Imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan berkurang apabila
disuntikkan di daerah gluteal
4. Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat
suntikan yang menahun.
5. Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian
anterior.
Gambar 1. Lokasi Penyuntikan intramuscular
Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)
Intramuskular
Perhatian:6
Diperuntukan Imunisasi DPT, DT,TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza.
Perhatikan rekomendasi untuk umur anak
2. Vaksinasi Hepatitis B
Di Indonesia, vaksinasi hepatitis B merupakan vaksinasi wajib bagi
bayi dan anak karena pola penularannya bersifat vertikal. Ada berbagai
jenis pilihan vaksin yang diproduksi oleh beberapa perusahaan farmasi dan
dosis serta cara pemberiannya.1,3
Vaksinasi Pertusis
Bayi baru lahir memiliki kekebalan terhadap pertusis yang didapat
dari ibu, namun kekebalan ini hanya bertahan sampai usia 4 bulan. Oleh
karena itu, sebaiknya anak usia kurang dari 1 tahun diberikan vaksin.
Vaksin pertusis diberikan dalam bentuk vaksin DPT (DTwP atau DtaP)
dimulai pada saat bayi berusia 2 bulan melalui suntikan ke dalam otot.
Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 6-8
minggu (usia 2-4-6 bulan). Ulangan pertama dilakukan 1 tahun sesudahnya
(usia 18 bulan) dan ulangan kedua diberikan 3 tahun setelah ulangan yang
pertama (usia 4-6 tahun).1,3
Pada awal pembuatan vaksin DPT, komponen pertusis yang
digunakan merupakan whole pertusis (DTwP), yaitu seluruh bakteri
Bordetella pertusis yang telah di non aktifkan. Namun, sejak tahun 1962
mulai beredear vaksin dengan menggunakan fraksi sel/aselular (DtaP)
yang mengandung satu atau lebih protein Bordetella pertusis. Dengan
penggunaan vaksin DtaP, ternyata efek samping, baik lokal maupun
sistemik yang ditimbulkan lebih rendah (75%) jika dibandingkan dengan
vaksin DTwP. Vaksin ini tidak dapat mencegah pertusis seluruhnya,
namun terbukti dapat meperingan durasi dan tingkat keparahan pertusis.1,3
Vaksin tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat alergi berat
dan ensefalopati pada pemberian vaksin sebelumnya. Keadaan lain yang
perlu mendapatkan perhatian khusus adalah bila pada pemberian pertama
dijumpai riwayat demam tinggi, respon dan gerak yang kurang (hipotonik-
hiporesponsif) dalam 48 jam, anak menangis terus menerus selama 2 jam,
dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DPT.1,3
Vaksinasi Tetanus
Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin
DPT. DPT diberikan satu seri yang terdiri atas 5 suntikan pada usia 2
bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15-18 bulan, dan terakhir saat sebelum masuk
sekolah (4-6 tahun). Pemberian vaksin DPT pada anak-anak harus ditunda
jika anak mengalami demam tinggi, memiliki kelainan saraf, atau
mengalami gangguan pertumbuhan.1,3
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap
Difteri, Tetanus dan Pertusis. Biasanya vaksin DPT atau DT diberikan
dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha
secara intramuskular atau subkutan sebanyak 0,5 ml.2
Imunisasi DPT diberikan 3 kali yaitu sejak umur 2 bulan (DPT I),
umur 3 bulan (DPT II) dan pada umur 4 bulan (DPT III) dengan selang
waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulangan (DPT IV)
diberikan 1 tahun setelah DPT III yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT V
diberikan pada saat usia prasekolah (5-6 tahun).2
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan
booster vaksin DT pada usia 14-16 tahun dan kemudian dilanjutkan setiap
10 tahun karena vaksin memberikan perlindungan selama 10 tahun dan
setelah 10 tahun diberikan booster. Hampir 85% anak yang mendapatkan
minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan
memberikan perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.2
Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka
sebaiknya diberikan DT, bukan DPT. Jika anak menderita penyakit yang
lebih serius dari flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat.
Jika ada riwayat kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal,
penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau
kejangnya bisa dikendalikan.2
Dosis vaksin DTP atau TT diberikan dengan dosis 0,5 ml secara
intramuskular baik pada imunisasi dasar maupun ulangan.2
4. Vaksinasi Polio
Pada saat ini ada dua jenis vaksin polio yaitu OPV (oral polio vaccine)
dan IPV (inactivated polio vaccine). OPV diberikan 2 tetes melalui mulut,
sedangkan IPV diberikan melalui suntikan dengan dosis 0,5 ml dengan
suntikan subkutan dalam 3 kali di lengan dengan jarak 2 bulan. Vaksin
polio oral diberikan pada bayi baru lahir kemudian dilanjutkan dengan
imunisasi dasar, diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan. Pada PIN (pekan
imunisasi nasional) semua balita harus mendapat imunisasi tanpa
memandang status imunisasi kecuali pada penyakit dengan daya tahan
tubuh menurun (imunokompromais). Bila pemberiannya terlambat, jangan
mengulang pemberiannya dari awal tetapi lanjutkan dan lengkapi
imunisasi sesuai dengan jadwal. Bagi ibu yang anaknya diberikan OPV,
diberikan 2 tetes dengan jadwal seperti imunisasi dasar. Pemberian air
susu ibu tidak berpengaruh terhadap respons pembentukan daya tahan
tubuh terhadap polio, jadi saat pemberian vaksin, anak tetap bisa minum
ASI.1,3
Imunisasi polio ulangan diberikan saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan
dosis berikutnya diberikan pada usia 15-19 tahun. Sejak tahun 2007,
semua calon jemaah haji dan umroh dibawah usia 15 tahun harus
mendapat 2 tetes OPV.
5. Imunisasi Campak
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-
anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan
gondongan dan campak jerman (vaksin MMR). Jika hanya mengandung
campak vaksin diberikan pada usia 9 bulan dalam 1 dosis 0,5 ml subkutan
dalam. Terdapat 2 jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari
virus campak hidup dan dilemahkan (tipe Edmonston-B) dan vaksin yang
berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada
dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium).1,3
Imunisasi ulangan juga dianjurkan dalam situasi tertentu :1
a. Mereka yang memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun dan
terbukti bahwa potensi vaksin yang digunakan kurang baik (tampak
peningkatan insidens kegagalan vaksinasi). Pada anak-anak yang
memperoleh imunisasi ketika berumur 12-14 bulan tidak disarankan
mengulangi imunisasinya tetapi hal ini bukan kontra indikasi
b. Apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak, maka
anak SD, SLTP dan SLTA dapat diberikan imunisasi ulang
c. Setiap orang yang pernah memperoleh imunoglobulin
d. Seseorang yang tidak dapat menunjukkan catatan imunisasinya
Kontraindikasi :
Bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, sedang
memperoleh pengobatan imunosupresif, hamil, memiliki riwayat
alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-
bahan berasal dari darah, alergi terhadap protein telur.1,3
KIPI1,3
- Demam lebih dari 39,50C yang terjadi pada 5%-15% kasus,
demam dijumpai pada hari ke-5 sampai ke-6 sesudah imunisasi
dan berlangsung selama 2 hari
- Kejang demam
- Ruam timbul pada hari ke-7 sampai ke-10 sesudah imunisasi
dan berlangsung selama 2-4 hari
- Reaksi KIPI yang berat dapat menyerang sistem saraf, yang
reaksinya diperkirakan muncul pada hari ke-30 sesudah
imunisasi.
6. Vaksinasi MMR
Vaksin MMR merupakan vaksin kering, mengandung virus
hidup. Bagi Balita, pada usia 12-15 bulan (jika tidak mendapatkan
imunisasi campak) dapat diberikan vaksinasi MMR untuk mencegah
risiko tinggi yang membahayakan bagi kesehatan.1,3
Imunisasi MMR adalah imunisasi kombinasi untuk mencegah
penyakit campak, gondongan, dan rubella. Pemberian vaksin biasanya
dilakukan pada usia anak 12-15 bulan. Dosis tunggal 0,5 ml diberikan
secara intramuskular atau subkutan dalam.1,3
Terdapat 2 jenis vaksin MMR yang beredar di Indonesia,
yaitu:1,3
Tabel 3 . Dua jenis vaksin MMR yang beredar di Indonesia1,3
Galur virus yang
dilemahkan
Campak Gondongan Rubella
Edmonston Jerryl lyn Wistar RA 27/3
Schwarz Urabe AM-9 Wistar RA 27/3
8. Vaksinasi Pneumokokus
Saat ini telah tersedia 2 macam vaksin untuk mencegah penyakit yang
disebabkan bakteri pneumokokus, yaitu PPV23 dan PCV7. PPV23 adalah
vaksin pneumokokus yang berisi polisakarida murni dengan 23 serotipe,
vaksin jenis ini kurang bereaksi baik jika diberikan pada anak usia kurang
dari 2 tahun karena fungsi sel imun yang belum matang. Vaksin ini hanya
memberikan kekebalan dalam jangka pendek. Sedangkan PCV7 adalah
vaksin pneumokokus generasi kedua yang berisi polisakarida konjugasi.
Vaksin ini dapat diberikan pada anak usia kurang dari 2 tahun meskipun
sel imun mereka belum matur. Vaksin ini mencakup 7 serotipe yang
berbahaya yang banyak mengakibat kematian pada anak usia < 5 tahun.
Vaksin memberi perlindungan terhadap banyak jenis dan strain bakteria .
Perlindungan sesuatu vaksin bergantung kepada jenis strain yang
terkandung dalam vaksin tersebut. Vaksin pneumokokal akan membantu
merangsang badan menghasilkan antibodi terhadap Streptococcus
pneumoniae yang menyebabkan penyakit ini. Ini kerana vaksin
mengandungi sebahagian daripada bakteria yang dapat mencetuskan badan
untuk membina imuniti terhadap bakteria tersebut . Sekiranya sesorang
individu yang menerima vaksin tersebut dijangkiti dengan strain(serotaip)
Streptococcus pneumoniae tertentu , antibodi ini akan membantu
melindungi individu daripada penyakit.Dalam erti kata lain, vaksin
pneumokokal menyediakan vaksinasi terhadap penyakit pneumokokal
yang disebabkan oleh strain yan terdapat dalam vaksin tersebut. Vaksin
pneumokokal mengandungi strain yang biasanya menyebabkan penyakit
pneumokokal.1,3
Vaksin pneumokokus diberikan secara intramuskular atau subkutan di
daerah deltoid atau paha tengah lateral sebanyak 0,5 ml. Vaksin ini
diberikan sejak usia 2 bulan dengan interval 2 bulan sebanyak 3 kali.
Kemudian ulangan hanya dilakukan pada anak yang memiliki risiko tinggi
tertular pneumokokus pada usia 12-18 bulan. PCV7 sebaiknya diberikan
jika anak sudah berusia lebih dari 2 bulan, diberikan pada bayi umur 12-15
bulan. Interval antara 2 dosis minimal 4-8 minggu. Anak yang telah
mendapat imunisasi PCV7 lengkap sebelum umur 2 tahun, pada umur 2
tahun diberi PPV23 1 dosis, dengan selang waktu suntik > 2 bulan setelah
PCV7 terakhir.1,3
Reaksi KIPI pada 30-50% resipien yang mendapatkan vaksin ini akan
mengalami eritema atau nyeri pada tempat suntikan, biasanya berlangsung
kurang dari 48 jam. Reaksi lain berupa demam, gelisah, pusing, nafsu
makan menurun, mialgia (pada anak <1%). Demam ringan sering timbul.
Reaksi ikutan pasca imunisasi ini biasanya terjadi setelah pemberian dosis
kedua, namun berlangsung tidak lama dan menghilang dalam 3 hari.1,3
Ada beberapa kondisi dimana imunisasi pneumokokus ini tak dapat
diberikan, yaitu:1,3
a. Kontraindikasi absolut: bila timbul anafilaksis setelah pemberian
vaksin.
b. Kontraindikasi relatif:
1. Usia kurang dari 2 tahun, karena respon terhadap vaksin masih
kurang baik
2. Dalam pengobatan imunosupresif atau radiasi kelenjar limfe.
9. Vaksinasi Influenza1,3
Virus influenza mengandung virus yang tidak aktif (inactivated
influenza virus). Terdapat 2 macam vaksin, yaitu whole virus dan split-
virus vaccine.
Dosis bagi anak berumur < 3 tahun adalah 0,25 ml dan dosis bagi anak
berumur > 3 tahun adalah 0,5 ml disuntikan di otot paha. Bila anak telah
berusia > 9 tahun, vaksin cukup diberikan satu dosis dan diulang setiap
tahun.
KIPI dari penyuntikan vaksin yang mungkin terjadi adalah bengkak,
nyeri, kemerahan pada tempat suntikan, demam, dan pegal. Gejala-gejala
tersebut dapat terjadi setelah penyuntikan dan bertahan 1-2 hari.
Umumnya aman dan KIPI yang sering ditemukan adalah reaksi lokal
tetapi umumnya ringan, kadang-kadang juga ada sedikit demam. Efek
samping akibat pemberian vaksinasi terbanyak 10 %-15% berupa nyeri
dan bengkak di tempat injeksi. Vaksin tidak boleh diberikan pada individu
yang mengalami efek samping berat sesudah pemberian dosis pertama.
H. JADWAL IMUNISASI
Jadwal Imunisasi IDAI 2017 secara garis besar sama dibandingkan
dengan jadwal 2004. Perbedaan terletak pada penambahan vaksin
pneumokokus konjugasi (PCV=pneumococcal conjugate vaccine), vaksin
influenza pada program imunisasi yang dianjurkan (non-PPI) serta jadwal
imunisasi varisela yang dianjurkan diberikan pada umur 5 tahun (jadwal
tahun 2007). Pada jadwal 2008 ditambahkan vaksin Rotavirus untuk diare
pada anak dan HPV (Human Papilloma Virus). Pada tahun 2010 ini
berdasarkan rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) tidak
adanya lagi perbedaan program imunisasi yang diwajibkan dan dianjurkan
serta ada perbedaan waktu pemberian awal imunisasi seperti varisela atau
imunisasi ulangan seperti hepatitis B.
Gambar 2. Jadwal imunisasi 20177
BAB III
KESIMPULAN
1. Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius : 2010
2. Sri, Rezeki S Hadinegoro. Prof. Dr. dr. SpA(K), dkk. Pedoman imunisasi di
Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta 2005
3. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, penyunting.
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Satgas Imunisasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
4. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB, penyunting.
Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Edisi kedua. Jakarta: UKK
Respiratologi PP IDAI; 2007.
5. Lawrence M Tierney Jr MD, Stephen J McPhee MD, Maxine A Papadakis
MD. Current Medical Diagnosis and Treatment 2002. Page 1313-1319.
6. Eric AF Simoes MD DCH and Jessie R Groothius MD. Immunization. Page
235-258.
7. Jadwal Imunisasi Anak - Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) 2008 [image on the Internet]. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2008 Available from : http://pediatricinfo.wordpress.com/2009/04/20/jadwal-
imunisasi-2008-idai/
DOKUMENTASI