Professional Documents
Culture Documents
Bab 2 Ok
Bab 2 Ok
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
7
4. DM tipe khusus, yang disebabkan oleh faktor lain, diantaranya;
- Defek genetik fungsi sel beta: Maturity onset diabetes of the young, Mutasi
mitokondria DNA 3243 dan lain-lain
- Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis, Pankreatektomy
- Endokrinopati : akromegali, cushing, hipertiroidisme
- Akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme
- Akibat virus: CMV, Rubella
- Imunologi: antibodi anti insulin
- Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter
Faktor risiko diabetes dapat dikelompokkan menjadi faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi adalah ras dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan DM,
riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram, dan riwayat
lahir dengan berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram). Sedangkan faktor
risiko yang dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang
sehat, yaitu berat badan lebih, obesitas sentral, kurang latihan fisik, hipertensi,
dislipidemia, die tidak sehat, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula
Darah Puasa Terganggu (GDPT), dan merokok.11
2.5.1 DM Tipe 1
8
disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsi).
2.5.2 DM Tipe 2
Resistensi insulin pada otot dan hepar, serta kegagalan sel beta pankreas
dalam memproduksi insulin telah dikenal sebagi patogenesis kerusakan sentral dari
DM tipe 2. Namsun belakangan telah diketahui bahwa terdapat delapan organ penting
yang berperan dalam patogenesis DM tipe 2 yang dikenal dengan The Ominous Octet,
yaitu sebagai berikut: 12
2. Hepar
9
Pada penderita DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat di sel hepar yang
akan memicu terjadinya glukoneogenesis, sehingga terjadi peningkatan produksi
glukosa dalam keadaan basal oleh hepar (HGP = hepatic glucose production).
3. Otot
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di
intramioselular akibat gangguan fosforilasi tirosin, sehingga timbul gangguan
transport glukosa ke dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa.
4. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid)
dalam plasma. Penigkatan asam lemak bebas akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. Asam lemak
bebas juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh
asam lemak bebas ini disebut sebagai lipotoxocity.
5. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibandingkan dengan
pemberian secara intravena. Efek ini dikenal dengan nama efek incretin, yang
diperankan oleh 2 hormon yaitu GLP-1(glucagon-like polypeptide-1) dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric
inhibitorypolypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan
resisten terhadap GIP, sehingga terjadi penurunan efek incretin. Selain itu, saluran
pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja
ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang
kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah
makan.
10
produksi glukosa di hepar dalam keadaan basal meningkat secara signifikan
dibandingkan individu yang normal.
7. Ginjal
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa setiap hari. Skitar 90% dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-
Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedangkan 10% sisanya
akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden,
sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi
peningkatan ekspresi gen SGLT-2, sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi gukosa.
8. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
mengalami obesitas baik dengan DM maupun non-DM, didapatkan
hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin.
Namun pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya
resistensi insulin yang juga terjadi di otak.
11
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal selama 8 jam.
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl dua jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan gejala klasik
hiperglikemia atau krisis hiperglikemia.
4. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5%, dengan menggunakan metode yang terstandarisasi
oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).
Tabel 2.1 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes 10
- Glukosa darah Puasa Terganggu (GDPT), yaitu apabila hasil GDP 100-125 dan
hasil GD2PP normal.
- Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yaitu apabila hasil GD2PP 140-199 dan
hasil GDP normal.
- Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.
- Hasil pemeriksaan HbA1c 5,7-6,4%.
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m2)
yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang.
12
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau
mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi).
f. HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.
13
berkaitan dengan penyakitdiabetes yang dilakukan secara terus menerus. Sedangkan
terapi farmakologis meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin.13
2.7.1 Edukasi
14
2.7.2 Diabetes Self Management Education
Diabetes Self Management Education (DSME) adalah suatu proses
berkelanjutan yang dilakukan untuk memfasilitasi pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan pasien DM untuk melakukan perawatan mandiri. Diabetes Self
Management Education merupakan suatu proses pemberian edukasi kepada pasien
mengenai aplikasi strategi perawatan diri secara mandiri untuk mengoptimalkan
kontrol metabolik, mencegah komplikasi, dan memperbaiki kualitas hidup pasien
DM.14
Tujuan DSME adalah mengoptimalkan kontrol metabolik dan kualitas hidup
pasien dalam upaya mencegah komplikasi akut dan kronis,sekaligus mengurangi
penggunaan biaya perawatan klinis. Tujuan umum DSME adalah mendukung
pengambilan keputusan, perawatan diri, pemecahan masalah, dan kolaborasi aktif
dengan tim kesehatan untuk meningkatkan hasil klinis, status kesehatan, dan kualitas
hidup.14
kesehatan untuk menjadi educator bagi penderita DM. Cakupan DSME terdiri dari
15
Individual and group visit. Fasilitas kesehatan primer merupakan tempat
yang ideal untuk bekerja secara individual dengan penderita DM yang ingin merubah
dapat dilakukan melalui kegiatan seperti mengadakan kelas DM yang terdiri dari
beberapa orang penderita DM dan di fasilitasi oleh satu orang anggota tim DSME.
Namun kegiatan ini sulit terealisasi karna fasilitas kesehatan primer tidak memiliki
Penjadwalan dapat dilakukan di buku janji pertemuan, tetapi sebagian besar kantor
elektronik. 15
Record keeping. Pencatatan rekam medis pasien pada DSME sangat penting
untuk pencatatan riwayat peyakit pasien dan follow up pada penyakit pasien. Akses
catatan medis dan penyimpanan catatan merupakan faktor penting untuk ditangani
tentang kebijakan kantor untuk memetakan dan mengakses catatan. Tiap fasilitas
Dokumentasi dapat dilakukan dengan tulisan tangan di atas selembar kertas kosong,
pada dokumen khusus, melalui dikte, atau dalam rekam medis elektronik.15
Ada beberapa keuntungan untuk menyediakan DSME di kantor medis.
16
anggota tim pendidikan lainnya melalui pesan tertulis, catatan elektronik, dan
panggilan telepon. Catatan klinis sudah tersedia untuk setiap anggota tim.15
Hasil yang diharapkan dari DSME ini pada penderita DM adalah adanya
aktivitas fisik yang teratur, pola makan sesuai kebutuhan kalori, kepatuhan konsumsi
obat hiperglikemi oral / insulin, pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara rutin,
1. Struktur
b. Standar 2 (external input): kesatuan DSME harus menunjuk suatu tim untuk
mempromosikan kualitas DSME. Tim tersebut harus terdiri dari tenaga kesehatan,
pasienDM, komunitas, dan pembuat kebijakan
17
2. Proses
a. Standar 5 (Instructional Staff): DSME dapat dilakukan oleh satu atau lebih tenaga
kesehatan. Edukator DSME harus memilikikemampuan akademik dan pengalaman
dalam memberikan edukasi dan manajemen DM atau harus memiliki sertifikat
sebagai edukator. Edukator DSME mempersiapkan materi yang akan disampaikan
secara berkelanjutan.
3. Hasil
18
b. Standar 10 (quality improvement): kesatuan DSME akan mengukur efektivitas
proses edukasi dan mengidentifikasi peluang untuk perbaikan DSME dengan
menggunakan perencanaan perbaikan kualitas DSME secara berkelanjutan yang
menggambarkan peningkatan kualitas berdasarkan kriteria hasil yang dicapai.
Edukasi perawatan kaki diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus
maupun neuropati perifer atau peripheralarterial disease (PAD): 8
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air.
2. Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas,
kemerahan, atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim
pelembab pada kulit kaki yang kering.
5. Potong kuku secara teratur.
6. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar mandi.
7. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung-
ujung jari kaki.
8. Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur.
9. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus.
10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi.
11. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk menghangatkan
kaki.
19
a. Karbohidrat
b. Lemak
c. Protein
Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi. Pada pasien dengan
nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari
atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik
tinggi. Kecuali pada penderita DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan
protein menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.
d. Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat yaitu
<2300 mg perhari. Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu
dilakukan pengurangan natrium secara individual.
e. Serat
Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai
sumber bahan makanan.
f. Pemanis Alternatif
20
Perhitungan Kebutuhan Kalori: 8
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi: Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1
kg
- BB Normal: BB ideal +- 10 %
- BB Kurang <18,5
- BB Normal 18,5-22,9
- BB Lebih ≥23,0
- Obes I 25,0-29,9
- Obes II ≥30
21
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain: 8
a. Jenis Kelamin
b. Umur
- Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk setiap dekade
antara 40 dan 59 tahun.
d. Stress metabolik
e. Berat Badan
22
dihitung tersebut kemudian dibagi dalam 3 porsi: makan pagi 20%, siang 30%, dan
sore 25%, serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) diantaranya.8
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT tipe 2
apabila tidak disertaiadanya nefropati. Latihan jasmani bertujuan untuk menjaga
kebugaran, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
glukosa darah dapat dikendalikan.8
Latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu
selama sekitar 30 -45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan
tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung
maksimal)seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut
jantung maksimal = 220 - usia pasien.8
Penurunan
Golongan Cara kerja utama ESO
HbA1c
A Insulin
Secretagogue
BB naik
Meningkatkan sekresi Insulin
1. Sulfonilurea hipoglikemia 1,0-2,0%
2. Glinid BB naik
hipoglikemia
(Repaglinid, Meningkatkan sekresi insulin
0,5-1,5%
23
nateglinid)
B Peningkatan
Sensitivitas
terhadap insulin Menekan glukoneogenesis, Dispepsia, diare, 1,0-2,0%
1. Metformin
meningkatkan sensitivitas asidosis laktat
terhadap insulin 0,5-1,4%
Edema
Meningkatkan sensitivitas
2. Tiazolidindion insulin
(TZD).
C Penghambat Alfa Menghambat absorbsi Flatulen, tinja 0,5-0,8%
Glukosidase glukosa lembek
(Acarbose)
D Penghambat Meningkatkan sekresi Muntah 0,5-0,8%
DPP-IV insulin, menghambatsekresi
(Dipeptidyl glukagon
Peptidase-
IV)
E Penghambat Menghambatpenyerapan Dehidrasi, ISK 0,8-1,0%
SGLT-2 kembali glukosa di tubuli
(Sodium Glucose distalginjal
Cotransporter
2)
24
Tabel 2.3 Dosis Obat Anti Hiperglikemia oral
25
26
27
2.7.5.2 Obat Anti Hiperglikemia Suntik 8
a. Insulin
28
29
Pada pasien DM, defisiensi insulin dapat berupa defisiensi insulin
basal, insulin prandial, atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan
terjadinya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan apabila terjadi
defisiensi insulin prandial maka dapat menimbulkan hiperglikemia setelah
makan.
30
b. Agonis GLP-1/ Incretin Mimetic
Agonis GLP-1 bekerja pada sel beta pankreas, dengan efek peningkatan
pelepasan insulin, menurunkan berat badan, menghambat pelepasan glukagon,
dan menghambat nafsu makan. Obat yang termasuk golongan ini adalah
Liraglutide.
31
antihiperglikemia oral dengan insulin, dimulai dengan pemberian insulin basal (kerja
menengah dan panjang). Pada keadaan kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali walaupun sudah menggunakan insulin basal, maka perlu diberikan
kombinasi insulin basal dan prandial, dan pemberian obat oral dihentikan dengan
hati-hati.
32
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai tanda
dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-
320 mOs/ml) dan terjadi peningkatan anion gap.
2. Hipoglikemia
1. Makroangiopati
2. Mikroangiopati
33
- Retinopati diabetik
- Nefropati diabetik
- Neuropati
Pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal merupakan faktor penting
yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki yang meningkatkan risiko
amputasi. Gejala yang sering dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan terasa lebih sakit di malam hari
34