Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 28

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia. Hal ini terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya.8

2.2 Epidemiologi

Berdasarkan laporan International Diabetes Federation (IDF), diperkirakan


415 juta orang di dunia menderita diabetes melitus pada tahun 2015, dan diperkirakan
jumlahnya akan terus meningkat menjadi 642 juta orang pada tahun 2040.9

WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal


jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat.Menurut data
RISKESDAS 2013, proporsi penderita DM yang terdiagnosis di Indonesia untuk usia
di atas 15 tahun adalah 6,9 % (sekitar 12 juta jiwa). Proporsi DM di Indonesia terus
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan data RISKESDAS 2007 yaitu
sekitar 5,7 %. Di Sumatera Barat sendiri, terdapat 1,3% penduduk (44.561 jiwa)
terdiagnosis DM berdasarkan laporan RISKESDAS 2013.4

2.3 Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Melitus

Berdasarkan etiologinya, Diabetes melitus (DM) dapat dikelompokkan


menjadi empat: 8,10

1. DM tipe 1, disebabkan oleh destruksi sel beta pankreas, sehingga terjadi


defisiensi insulin secara absolut.
2. DM tipe 2, disebabkan oelh adanya gangguan sekresi insulin yang progresif
dengan latar belakang terjadinya resistensi insulin.
3. Diabetes Gestasional, yaitu diabetes yang didiagnosis pertama kali pada
kehamilan, yaitu pada trimester kedua atau ketiga kehamilan.

7
4. DM tipe khusus, yang disebabkan oleh faktor lain, diantaranya;
- Defek genetik fungsi sel beta: Maturity onset diabetes of the young, Mutasi
mitokondria DNA 3243 dan lain-lain
- Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis, Pankreatektomy
- Endokrinopati : akromegali, cushing, hipertiroidisme
- Akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme
- Akibat virus: CMV, Rubella
- Imunologi: antibodi anti insulin
- Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter

2.4 Faktor Risiko Diabetes Melitus

Faktor risiko diabetes dapat dikelompokkan menjadi faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi adalah ras dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan DM,
riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram, dan riwayat
lahir dengan berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram). Sedangkan faktor
risiko yang dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang
sehat, yaitu berat badan lebih, obesitas sentral, kurang latihan fisik, hipertensi,
dislipidemia, die tidak sehat, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula
Darah Puasa Terganggu (GDPT), dan merokok.11

2.5 Patogenesis Diabetes Melitus

2.5.1 DM Tipe 1

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel pankreas


telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini
akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini

8
disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsi).

2.5.2 DM Tipe 2

Resistensi insulin pada otot dan hepar, serta kegagalan sel beta pankreas
dalam memproduksi insulin telah dikenal sebagi patogenesis kerusakan sentral dari
DM tipe 2. Namsun belakangan telah diketahui bahwa terdapat delapan organ penting
yang berperan dalam patogenesis DM tipe 2 yang dikenal dengan The Ominous Octet,
yaitu sebagai berikut: 12

Gambar 2.1 The Ominous Octet 12

1. Kegagalan sel beta pankreas.


Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta pankreas sudah sangat
berkurang, sehingga terjadi penurunan sekresi hormon insulin.

2. Hepar

9
Pada penderita DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat di sel hepar yang
akan memicu terjadinya glukoneogenesis, sehingga terjadi peningkatan produksi
glukosa dalam keadaan basal oleh hepar (HGP = hepatic glucose production).

3. Otot
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di
intramioselular akibat gangguan fosforilasi tirosin, sehingga timbul gangguan
transport glukosa ke dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa.

4. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid)
dalam plasma. Penigkatan asam lemak bebas akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. Asam lemak
bebas juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh
asam lemak bebas ini disebut sebagai lipotoxocity.

5. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibandingkan dengan
pemberian secara intravena. Efek ini dikenal dengan nama efek incretin, yang
diperankan oleh 2 hormon yaitu GLP-1(glucagon-like polypeptide-1) dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric
inhibitorypolypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan
resisten terhadap GIP, sehingga terjadi penurunan efek incretin. Selain itu, saluran
pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja
ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang
kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah
makan.

6. Sel Alpha Pankreas


Sel alpha pankreas berfungsi dalam sintesis hormon glukagon yang dalam keadaan
puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan

10
produksi glukosa di hepar dalam keadaan basal meningkat secara signifikan
dibandingkan individu yang normal.

7. Ginjal
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa setiap hari. Skitar 90% dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-
Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedangkan 10% sisanya
akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden,
sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi
peningkatan ekspresi gen SGLT-2, sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi gukosa.

8. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
mengalami obesitas baik dengan DM maupun non-DM, didapatkan
hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin.
Namun pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya
resistensi insulin yang juga terjadi di otak.

2.6 Diagnosis Diabetes Melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita DM, diantaranya1

- Keluhan klasik DM : polifagia, polidipsia, poliuria, dan penurunan berat badan


yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
- Keluhan lain seperti, lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
pada pria, dan pruritus vulva pada wanita.

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena.

Berikut merupakan kriteria diagnosis DM: 8,10

11
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal selama 8 jam.
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl dua jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan gejala klasik
hiperglikemia atau krisis hiperglikemia.
4. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5%, dengan menggunakan metode yang terstandarisasi
oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Apabila hasil pemeriksaan glukosa darah tidak memenuhi kriteria normal


ataupun diabetes, maka digolongkan menjadi kelompok prediabetes.

Tabel 2.1 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes 10

HbA1c (%) GDP (mg/dl) GD2PP (mg/dl)


Normal ˂ 5,7 ˂100 ˂140
Prediabetes 5,7 – 6,4 100-125 140-199
Diabetes ≥ 6,5 ≥126 ≥200

Kelompok prediabetes meliputi1;

- Glukosa darah Puasa Terganggu (GDPT), yaitu apabila hasil GDP 100-125 dan
hasil GD2PP normal.
- Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yaitu apabila hasil GD2PP 140-199 dan
hasil GDP normal.
- Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.
- Hasil pemeriksaan HbA1c 5,7-6,4%.

Pemeriksaan Penyaring (skrining) dilakukan untuk menegakkan diagnosis


Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang
tidak menunjukkan gejala klasik DM yaitu: 8

1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m2)
yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang.

12
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau
mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi).
f. HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.

2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.

Apabila pada kelompok risiko tinggi didapatkan hasil pemeriksaan glukosa


plasma normal, maka sebaiknya pemeriksaan diulang setiap 3 tahun, kecuali pada
kelompok prediabetes pemeriksaan diulang setiap 1 tahun.

2.7 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkankualitas hidup


penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaanmeliputi: 8

1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM,memperbaiki kualitas hidup,


dan mengurangi risiko komplikasiakut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambatprogresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas danmortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukanpengendalian glukosa darah,


tekanan darah, berat badan, dan profillipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.

Modalitas penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari terapi non


farmakologis dan terapi farmakologis . Terapi non farmakologis meliputi perubahan
gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi
gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang

13
berkaitan dengan penyakitdiabetes yang dilakukan secara terus menerus. Sedangkan
terapi farmakologis meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin.13

2.7.1 Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perluselalu dilakukan sebagai


bagian dari upayapencegahan dan merupakan bagian yang sangatpenting dari
pengelolaan DM secara holistik.Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkatawal
dan materi edukasi tingkat lanjutan.8

Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakandi Pelayanan Kesehatan Primer


yang meliputi: 8

- Materi tentang perjalanan penyakit DM.


- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan.
- Penyulit DM dan risikonya.
- Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan.
- Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat antihiperglikemia oral
atau insulin serta obat-obatan lain.
- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
- Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
- Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
- Edukasi berhenti merokok.
- Pentingnya perawatan kaki.
- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan


Sekunder dan / atau Tersier, yang meliputi: 8

- Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.


- Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
- Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
- Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
- Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit).
- Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM.
- Pemeliharaan/perawatan kaki.

14
2.7.2 Diabetes Self Management Education
Diabetes Self Management Education (DSME) adalah suatu proses
berkelanjutan yang dilakukan untuk memfasilitasi pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan pasien DM untuk melakukan perawatan mandiri. Diabetes Self
Management Education merupakan suatu proses pemberian edukasi kepada pasien
mengenai aplikasi strategi perawatan diri secara mandiri untuk mengoptimalkan
kontrol metabolik, mencegah komplikasi, dan memperbaiki kualitas hidup pasien
DM.14
Tujuan DSME adalah mengoptimalkan kontrol metabolik dan kualitas hidup
pasien dalam upaya mencegah komplikasi akut dan kronis,sekaligus mengurangi
penggunaan biaya perawatan klinis. Tujuan umum DSME adalah mendukung
pengambilan keputusan, perawatan diri, pemecahan masalah, dan kolaborasi aktif
dengan tim kesehatan untuk meningkatkan hasil klinis, status kesehatan, dan kualitas
hidup.14

Prinsip utama DSME adalah pendidikan DM efektif dalam memperbaiki hasil


klinis dan kualitas hidup pasien meskipun dalam jangka pendek, DSME telah
berkembang dari model pengajaran primer menjadi lebih teoritis yang berdasarkan
pada model pemberdayaan pasien, tidak ada programe dukasi yang terbaik namun
program edukasi yang menggabungkan strategi perilaku dan psikososial terbukti
dapat memperbaiki hasil klinis, dukungan yang berkelanjutan merupakan aspek yang
sangat penting untuk mempertahankan kemajuan yang diperoleh pasien selama
program DSME, dan penetapan tujuan perilaku adalah strategi efektif mendukung
self care behaviour.14

Program DSME di layanan primer dimulai dari pelatihan terhadap tenaga

kesehatan untuk menjadi educator bagi penderita DM. Cakupan DSME terdiri dari

individual and group visit, scheduling, dan record keeping.15

15
Individual and group visit. Fasilitas kesehatan primer merupakan tempat

yang ideal untuk bekerja secara individual dengan penderita DM yang ingin merubah

perilaku dan pengetahuan tentang penyakit DM itu sendiri. Kunjungan kelompok

dapat dilakukan melalui kegiatan seperti mengadakan kelas DM yang terdiri dari

beberapa orang penderita DM dan di fasilitasi oleh satu orang anggota tim DSME.

Namun kegiatan ini sulit terealisasi karna fasilitas kesehatan primer tidak memiliki

ruang yang cukup untuk mengadakan kelas grup.15


Scheduling. Kepala fasilitas kesehatan primer adalah kontak awal untuk

mengatur penjadwalan ketika membuat program DSME dalam perawatan primer.

Penjadwalan dapat dilakukan di buku janji pertemuan, tetapi sebagian besar kantor

sekarang menggunakan program perangkat lunak sistem untuk penjadwalan

elektronik. 15
Record keeping. Pencatatan rekam medis pasien pada DSME sangat penting

untuk pencatatan riwayat peyakit pasien dan follow up pada penyakit pasien. Akses

catatan medis dan penyimpanan catatan merupakan faktor penting untuk ditangani

pada permulaan program DSME perawatan primer. Pertama-tama perlu belajar

tentang kebijakan kantor untuk memetakan dan mengakses catatan. Tiap fasilitas

kesehatan mungkin memiliki metode pembuatan dan pencatatan yang berbeda.

Dokumentasi dapat dilakukan dengan tulisan tangan di atas selembar kertas kosong,

pada dokumen khusus, melalui dikte, atau dalam rekam medis elektronik.15
Ada beberapa keuntungan untuk menyediakan DSME di kantor medis.

Sebagai contoh, grafik pendidikan diabetes pasien dapat disimpan di kantor

perawatan primer mereka. Masalah pendidikan pasien dapat dikomunikasikan kepada

16
anggota tim pendidikan lainnya melalui pesan tertulis, catatan elektronik, dan

panggilan telepon. Catatan klinis sudah tersedia untuk setiap anggota tim.15
Hasil yang diharapkan dari DSME ini pada penderita DM adalah adanya

aktivitas fisik yang teratur, pola makan sesuai kebutuhan kalori, kepatuhan konsumsi

obat hiperglikemi oral / insulin, pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara rutin,

pengobatan khususya untuk komplikasi DM, mengurangi resiko komplikasi DM dan

adaptasi psikososial terhadap gaya hidup sebagai penderita DM.16

Terdapat 10 standar DSME yang terbagi menjadi 3 domain yaitu: 14

1. Struktur

a. Standar 1 (internal structure): DSME merupakan struktur organisasi, misi, dan


tujuan yang menjadikan DSME sebagai bagian dari perawatan untuk pasien DM

b. Standar 2 (external input): kesatuan DSME harus menunjuk suatu tim untuk
mempromosikan kualitas DSME. Tim tersebut harus terdiri dari tenaga kesehatan,
pasienDM, komunitas, dan pembuat kebijakan

c. Standar 3 (access): kesatuan DSME akan mengidentifikasi kebutuhan pendidikan


kesehatan merupakan upaya untuk mendukung peningkatan kualitas hidup bagi
pasien DM. DSME mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan dari
populasi target dan mengidentifikasi sumber sumber yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.

d. Standar 4 (program coordination): Koordinator DSME akan ditunjuk untuk


mengawasi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi DSME. Koordinator yang
ditunjuk harus memiliki kemampuan akademik dan pengalaman dalam perawatan
penyakit kronis dan manajemen program edukasi.

17
2. Proses

a. Standar 5 (Instructional Staff): DSME dapat dilakukan oleh satu atau lebih tenaga
kesehatan. Edukator DSME harus memilikikemampuan akademik dan pengalaman
dalam memberikan edukasi dan manajemen DM atau harus memiliki sertifikat
sebagai edukator. Edukator DSME mempersiapkan materi yang akan disampaikan
secara berkelanjutan.

b. Standar 6 (curriculum): penyusunan kurikulum harus menggambarkan fakta DM,


petunjuk praktek, dengan kriteriauntuk hasil evaluasi dan akan digunakan sebagai
kerangka kerja DSME. Pengkajian kebutuhan pasien DM dan pre-DM akan
mengindentifikasi informasi-informasi yang harus diberikan kepada pasien.

c. Standar 7 (individualization): pengkajian individual dan perencanaan edukasi akan


dilakukan oleh kolaborasi antara pasien dan educator untuk menentukan
pendekatan pelaksanaan DSME dan strategi dalam mendukung manajemen pasien.
Strategi yang digunakan adalah mempertimbangkan aspek budaya dan etnis
pasien, usia, pengetahuan, keyakinan dan sikap, kemampuan belajar, keterbatasan
fisik, dukungan keluarga, dan status finansial pasien.Pengkajian, perencanaan
edukasi, dan intervensi akan didokumentasikan pada dokumen DSME.

d. Standar 8 (ongoing support): perencanaan follow-up pasien untuk mendukung


DSME akan dilakukan dengan kolaborasi antara pasien dan edukator. Hasil
follow-up tersebut akan diinformasikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam
DSME.

3. Hasil

a. Standar 9 (patient progress): kesatuan DSME akan mengukur keberhasilan pasien


dalam mencapai tujuan dan hasil klinis pasien dengan menggunakan teknik
pengukuran yang tepat untuk mengevaluasi efektivitas dari DSME.

18
b. Standar 10 (quality improvement): kesatuan DSME akan mengukur efektivitas
proses edukasi dan mengidentifikasi peluang untuk perbaikan DSME dengan
menggunakan perencanaan perbaikan kualitas DSME secara berkelanjutan yang
menggambarkan peningkatan kualitas berdasarkan kriteria hasil yang dicapai.

Edukasi perawatan kaki diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus
maupun neuropati perifer atau peripheralarterial disease (PAD): 8

1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air.
2. Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas,
kemerahan, atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim
pelembab pada kulit kaki yang kering.
5. Potong kuku secara teratur.
6. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar mandi.
7. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung-
ujung jari kaki.
8. Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur.
9. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus.
10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi.
11. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk menghangatkan
kaki.

2.7.3 Terapi Nutrisi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran


makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM perlu
diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan
jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang
meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: 8

19
a. Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama


karbohidrat yang berserat tinggi. Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga
penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
Namun, Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

b. Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dengan komposisi


terdiri dari; lemak jenuh < 7%, lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya
lemak tidak jenuh tunggal. Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.

c. Protein

Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi. Pada pasien dengan
nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari
atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik
tinggi. Kecuali pada penderita DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan
protein menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.

d. Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat yaitu
<2300 mg perhari. Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu
dilakukan pengurangan natrium secara individual.

e. Serat

Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai
sumber bahan makanan.

f. Pemanis Alternatif

Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman


(Accepted Daily Intake/ADI).

20
Perhitungan Kebutuhan Kalori: 8

a. Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang


dimodifikasi:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi: Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1
kg

- BB Normal: BB ideal +- 10 %

- Kurus: kurang dari BBI - 10 %


- Gemuk: lebih dari BBI + 10 %.

b. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).

IMT = BB(kg)/TB(m2), Klasifikasi IMT:

- BB Kurang <18,5

- BB Normal 18,5-22,9

- BB Lebih ≥23,0

- Dengan risiko 23,0-24,9

- Obes I 25,0-29,9

- Obes II ≥30

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan


penyandang DM, antaralain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi
bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan,
dan lain-lain.

21
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain: 8
a. Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan sebesar 25 kal/kgBB sedangkan


untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.

b. Umur

- Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk setiap dekade
antara 40 dan 59 tahun.

- Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.

- Pasien usia diatas usia 70 tahun, dikurangi 20%.

c. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

- Istirahat : ditambah 10%

- Aktivitas ringan : ditambah 20%

- Aktivitas sedang : ditambah 30%

- Aktivitas berat : ditambah 40%

- Aktivitas sangat berat : ditambah 50%

d. Stress metabolik

Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik (sepsis, operasi,


trauma).

e. Berat Badan

- Gemuk : dikurangi 20-30%

- Kurus : ditambah 20-30%

Jumlah kalori yang diberikan minimal 1000-2000 kalori/hari untuk wanita,


dan 1200-1600 kalori/hari untuk pria. Makanan dengan jumlah kalori yang sudah

22
dihitung tersebut kemudian dibagi dalam 3 porsi: makan pagi 20%, siang 30%, dan
sore 25%, serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) diantaranya.8

2.7.4 Latihan Jasmani

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT tipe 2
apabila tidak disertaiadanya nefropati. Latihan jasmani bertujuan untuk menjaga
kebugaran, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
glukosa darah dapat dikendalikan.8

Latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu
selama sekitar 30 -45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan
tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung
maksimal)seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut
jantung maksimal = 220 - usia pasien.8

2.7.5 Terapi Farmakologis pada DM Tipe 2

2.7.5.1. Obat Anti Hiperglikemia Oral1

Berdasarkan cara kerjanya, obat anti hiperglikemia oral dibagi menjadi 5


golongan:

Tabel 2.2 Klasifikasi Obat Anti Hiperglikemia Oral

Penurunan
Golongan Cara kerja utama ESO
HbA1c
A Insulin
Secretagogue
BB naik
Meningkatkan sekresi Insulin
1. Sulfonilurea hipoglikemia 1,0-2,0%
2. Glinid BB naik
hipoglikemia
(Repaglinid, Meningkatkan sekresi insulin
0,5-1,5%

23
nateglinid)
B Peningkatan
Sensitivitas
terhadap insulin Menekan glukoneogenesis, Dispepsia, diare, 1,0-2,0%
1. Metformin
meningkatkan sensitivitas asidosis laktat
terhadap insulin 0,5-1,4%
Edema
Meningkatkan sensitivitas
2. Tiazolidindion insulin
(TZD).
C Penghambat Alfa Menghambat absorbsi Flatulen, tinja 0,5-0,8%
Glukosidase glukosa lembek
(Acarbose)
D Penghambat Meningkatkan sekresi Muntah 0,5-0,8%
DPP-IV insulin, menghambatsekresi
(Dipeptidyl glukagon
Peptidase-
IV)
E Penghambat Menghambatpenyerapan Dehidrasi, ISK 0,8-1,0%
SGLT-2 kembali glukosa di tubuli
(Sodium Glucose distalginjal
Cotransporter
2)

24
Tabel 2.3 Dosis Obat Anti Hiperglikemia oral

25
26
27
2.7.5.2 Obat Anti Hiperglikemia Suntik 8

a. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik


- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Krisis Hiperglikemia
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
- Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

- Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :

1. Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)


2. Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
3. Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
4. Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
5. Insulin kerja ultra panjang (Ultra long acting insulin)

Tabel 2.4 Klasifikasi Obat Insulin

28
29
Pada pasien DM, defisiensi insulin dapat berupa defisiensi insulin
basal, insulin prandial, atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan
terjadinya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan apabila terjadi
defisiensi insulin prandial maka dapat menimbulkan hiperglikemia setelah
makan.

Sasaran pertama terapi adalah mengendalikan glukosa darah basal


dengan obat oral ataupun insulin kerja menengah atau panjang. Apabila
sasaran glukosa basal telah tercapai, namun HbA1c belum mencapai target,
maka dilakukan pengendalian glukosa prandial insulin kerja cepat yang
disuntikkan 5-10 menit sebelum makan atau insulin kerja pendek yang
disuntikkan 30 menit sebelum makan.

30
b. Agonis GLP-1/ Incretin Mimetic

Agonis GLP-1 bekerja pada sel beta pankreas, dengan efek peningkatan
pelepasan insulin, menurunkan berat badan, menghambat pelepasan glukagon,
dan menghambat nafsu makan. Obat yang termasuk golongan ini adalah
Liraglutide.

2.7.5.3 Terapi Kombinasi 8

Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral harus menggunakan dua macam


obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Sedangkan untuk kombinasi obat

31
antihiperglikemia oral dengan insulin, dimulai dengan pemberian insulin basal (kerja
menengah dan panjang). Pada keadaan kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali walaupun sudah menggunakan insulin basal, maka perlu diberikan
kombinasi insulin basal dan prandial, dan pemberian obat oral dihentikan dengan
hati-hati.

2.7.6 Monitoring Pengobatan DM Tipe 2

Hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan


melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
yang dapat dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan kadar glukosa darah (GDP,
GDS, GD2PP), pemeriksaan HbA1c (hemoglobin glikosilasi) yang dilakukan setiap 3
bulan, dan pemantauan glukosa darah mandiri dengan menggunakan darah kapiler.

Tabel 2.5 Sasaran pengendalian DM

2.8 Komplikasi Diabetes Melitus


2.8.1. Komplikasi Akut1
1. Krisis Hiperglikemia

32
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai tanda
dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-
320 mOs/ml) dan terjadi peningkatan anion gap.

Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) adalah suatu keadaan dimana terjadi


peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala
asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/ml), plasma keton
(+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.

2. Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah < 70 mg/dl.


Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya
gejala-gejala sistem otonom, seperti adanya whipple’s triad:

- terdapat gejala-gejala hipoglikemia


- Kadar glukosa darah yang rendah
- Gejala berkurang dengan pengobatan.

2.8.2. Komplikasi Kronis 8

1. Makroangiopati

- Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner

- Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yangsering terjadi pada


penyandang DM. Gejala tipikalyang biasa muncul pertama kali adalah nyeri
padasaat beraktivitas dan berkurang saat istirahat(claudicatio intermittent),
namun sering juga tanpadisertai gejala.

- Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau strokehemoragik

2. Mikroangiopati

33
- Retinopati diabetik

- Nefropati diabetik
- Neuropati
Pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal merupakan faktor penting
yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki yang meningkatkan risiko
amputasi. Gejala yang sering dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan terasa lebih sakit di malam hari

34

You might also like