Professional Documents
Culture Documents
CRS 2 Ulkus Kornea FIX
CRS 2 Ulkus Kornea FIX
CRS 2 Ulkus Kornea FIX
Oleh :
Preseptor :
dr. Julita, Sp.M
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Ulkus
Kornea OD ec Suspek Jamur”. Shalawat beriring salam semoga disampaikan
kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan umat beliau.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Julita, Sp.M selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2
1.5 Manfaat Penulisan 2
BAB IV DISKUSI
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai adanya infiltrat
terjadi dari epitel sampai stroma. Insiden ulkus kornea di Indonesia tahun 1993
tercatat 5,3 per 100.000 penduduk, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea
antara lain infeksi, trauma, pemakaian lensa kontak dan kadang idiopatik.1,2
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk
kebutaan di seluruh dunia.3 Hasil survei di Jawa Barat tahun 2005 menunjukkan
namun hanya bila diagnosis dan etiologi ditetapkan sejak dini dan diobati secara
1
1.3 Tujuan Penulisan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, ±0,65 di tepi dan diameter sekitar 11,5 mm
Bowman, stroma, membran Descemet dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan
kekuatan refraksi sebesar +43 dioptri. Ketika kornea mengalami udem, maka
kornea juga bertindak sebagai prisma yang menguraikan sinar sehingga penderita
3
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:2,7
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya
melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
2. Membran Bowman
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak diantara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
4
4. Membran Descemet
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, satu lapis, heksagonal, tebal 20-40 m. Endotel
Secara klinis kornea dibagi dalam beberapa zona seperti pada gambar berikut:
5
Kornea berfungsi sebagai pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahaya pada kornea disebabkan oleh struktur yang
kornea ini dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan fungsi
sawar epitel dan endotel. Endotel memegang peran lebih penting dalam
mekanisme dehidrasi sehingga cedera fisik atau kimiawi pada endotel lebih berat.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh darah limbus, aquous humour, dan
air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfer.
deturgensinya.8
kornea akibat kematian jaringan kornea.1 Ulkus kornea ditandai dengan infiltrat
supuratif yang disertai defek kornea bergaung dan diskontinuitas jaringan kornea
yang dapat terjadi pada epitel sampai stroma yang memiliki batas, dinding dan
dasar. Ulkus kornea merupakan salah satu keadaan yang berpotensi menyebabkan
penyebab kebutaan keempat di seluruh dunia pada tahun 2002.3 Berdasarkan data
per tahun.9 Hasil survei di Jawa Barat tahun 2005 menunjukkan prevalensi
6
(5,5%) setelah lensa (80,6%) dan retina (5,5%).4 Insiden ulkus kornea di
Indonesia tahun 1993 tercatat 5,3 per 100.000 penduduk, sedangkan predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain trauma, pemakaian lensa kontak dan kadang
idiopatik.1
Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok usia dengan prevalensi
kontak dan trauma okular) dan diatas 50 tahun (risiko menjalani operasi mata).
Studi di Inggris menunjukkan risiko ulkus kornea meningkat pada pria dengan
A. Morfologi
B. Etiologi
dan spirochaetal
idiopatik.
7
2.5 Etiologi dan Faktor Risiko Ulkus Kornea
A. Infeksi
kerusakan epitel kornea (abrasi, kering, nekrosis dan deskuamasi) dan infeksi
bakteri patogen pada area kornea yang mengalami kerusakan. Faktor predisposisi
ulkus kornea bakterialis berupa pemakaian lensa kontak, trauma, obat mata yang
menimbulkan ulkus kornea yaitu Herpes Simplex Virus, Varicella Zoster Virus
dan Adenovirus.
kornea, merupakan protozoa yang hidup bebas dan terdapat dalam air tercemar
Selain itu, infeksi Acanthamoeba juga dapat ditemukan pada individu yang bukan
pemakai lensa kontak setelah terpapar air atau tanah yang tercemar.
8
d. Ulkus Kornea Fungal5,6,7,10
menyebabkan ulkus kornea. Infeksi pada ulkus kornea dapat disebabkan oleh
trauma material vegetatif (daun, ranting dan jerami), sekunder akibat kondisi
risiko lainnya berupa pemakaian lensa kontak, operasi kornea dan keratitis kronik.
B. Non-infeksi6,7
a. Autoimun
Kornea bagian perifer mendapat nutrisi dari kapiler limbus. Pada jalinan
b. Keratokunjungtivitis fliktenular
lambat terhadap S. aureus atau bakteri lain yang berproliferasi di tepi palpebra
pada blefaritis.
c. Defisiensi vitamin A
d. Keratitis neurotropik
9
yang penting untuk fungsi epitel. Pada tahap awal keratitis neurotropik, terdapat
edema epitel bebercak difus. Kemudian terdapat daerah-daerah tanpa epitel (ulkus
e. Pajanan (exposure)
Keratitis pajanan dapat timbul pada keadaan kornea yang tidak cukup
dibasahi dan dilindungi oleh palpebra. Kornea yang terbuka mudah mengering
selama waktu tidur. Keadaan ini dapat terjadi pada eksoftalmus, ektropion,
hilangnya sebagian palpebra akibat trauma dan pada kedaan dimana palpebra
tidak dapat menutup dengan baik. Faktor penyebab terjadinya keratitis ini adalah
karena kekeeringan kornea dan pajanan terhadap trauma minor. Ulkus yang
1. Infiltrasi Progresif
2. Ulserasi Aktif
pada lamela dengan mengimbibisi cairan dan sel leukosit yang terdapat
memberikan jarak antara tepi ulkus dengan jaringan sekitar. Pada stadium
ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan dan pengelupasan.
10
Lalu timbul hiperemia pada pembuluh darah jaringan circumcorneal yang
melalui pembuluh darah iris dan korpus siliar dan menimbulkan hipopion.
3. Regresi
Regresi dipicu oleh produksi antibodi dan imunitas seluler serta respon
terapi yang baik. Di sekeliling ulkus terdapat garis demarkasi yang terdiri
4. Sikatrik
darah baru. Stroma akan menebal dan mengisi lapisan bawah epitel dan
mendorong epitel ke anterior. Bila ulkus hanya mengenai epitel saja, maka
ulkus tersebut akan sembuh tanpa ada kekaburan pada kornea. Apabila
jaringan parut akan terbentuk yang disebut dengan nebula. Jika ulkus
mengenai lebih dari 1/3 stroma, maka terbentuk makula dan leukoma.
11
Gambar 2.4 Stadium Patogensis Ulkus Kornea
Gejala :
b. Sekret mukopurulen
e. Mata berair
Tanda :
a. Edema palpebra
12
c. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
d. Hipopion
yang ringan selama periode inisial dibandingkan dengan pasien keratitis bakteri.
Manifestasi dari ulkusnya berupa infiltrat kelabu dengan batas ireguler yang halus.
Terkadang juga ditemukan infiltrat multifokal atau satelit. Perluasan infeksi jamur
ke COA sering ditemukan pada kasus dengan inflamasi COA yang progresif.
Jamur juga dapat menginvasi iris dan COP sehingga dapat terjadi glaukoma sudut
A. Anamnesis
kontak
13
b. Riwayat trauma, riwayat benda asing masuk mata, seperti kelilipan,
e. Riwayat sakit cacar atau herpes zoster, terutama lesi yang terdapat di sekitar
mata
g. Semua obat dan bahan pengawet juga dapat menimbulkan dermatitis kontak
B. Pemeriksaan Oftalmologi
untuk melihat adanya lesi kulit, tanda-tanda inflamasi seperti edema, eritem,
dan panas. Selain itu juga dinilai posisi kelopak mata, siliar dan supersiliar.
c. Tes refraksi
d. Tes air mata, salah satu cara mengevaluasi produksi air mata yaitu basic
panjang 30 mm) jika kurang dari 3 mm kertas yang basah setelah 5 menit
14
e. Pemeriksaan slitlamp, untuk memeriksa ulkus kornea diperlukan
bergerak ke arah kornea, jika terdapat kerusakan pada epitel, terlihat daerah
yang kasar.
daerah dari 2.8 – 4.0 mm. Perkiraan kekuatan sentral kornea berguna untuk
g. Refleks pupil, pada ulkus kornea bisa terjadi iritis yang ditandai dengan
C. Pemeriksaan Laboratorium
trigikolat untuk bakteri aerob atau anaerob, dan agar coklat untuk melihat
kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan
15
c. Biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodik acid Schiff untuk
melihat acanthamoeba.
Keratitis/ulkus Glaukoma
Penyakit Konjungtivitis Iritis akut
kornea akut
Sedang
Hebat dan
Sakit Kesat Sedang sampai
menyebar
hebat
Hanya refleks
Kotoran Sering purulen Ringan Tidak ada
epifora
Fotofobia Ringan Hebat Sedang
Kornea Jernih Fluoresen (+++) Presipitat Edema
Abu-abu
Iris Normal Muddy
kehijauan
Penglihatan N <N <N <N
Sekret (+) (-) (-) (-)
Tekanan N N <N >N
Injeksi Konjungtiva Siliaris Siliaris Episklera
Infeksi
Uji Bakteri Sensibilitas Tonometri
lokal
2.10 Tatalaksana1,8,10,13
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan
perlunya obat sistemik. Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera
dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-
pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
16
Terapi Medikamentosa
- Sulfas atropine
sejam sebelum pemeriksaan; salep, ¼ inci dua kali sehari, sejak 2 hari
sebelum pemeriksaan
o Mulai dan lama kerja : mulai kerja dalam 30 -40 menit. Efek
2 minggu pada mata normal, pada radang akut, obat harus diteteskan
dua atau tiga kali sehari untuk mempertahankan pupil agar tetap lebar
17
b. Anti jamur
Imidazol
antibiotik
Terapi Bedah
a. Flap Konjungtiva
Merupakan prosedur yang efektif untuk menangani inflamasi dan penyakit kornea
18
Saat ini telah jarang digunakan karena telah luasnya indikasi dari penetrating
keratoplasti, antibiotik yang lebih efektif, ketersediaan dari lensa kontak dan
digunakan pada keratitis infeksi yang aktif atau perforasi kornea karena sisa
Indikasi :
- Ulserasi kronik dari epitel dan stromal yang steril seperti HSV keratitis,
b. Keratektomi superfisial
Indikasi:
c. Transplantasi Kornea
19
kornea anterior dengan tebal stroma yang bervariasi. PK mempunyai indikasi
endoftalmitis).
b. Tatalaksana:
Mata merah dan terasa nyeri yang tidak hilang dalam waktu tiga hari
Terdapat bercak putik pada kornea dan mata merah (ulkus kornea)
20
Gambar 2.6 Abrasi Kornea
b. Pemeriksaan laboratorium:
c. Anjuran rawat:
21
Treatmet frequency, duration and follow up:
Tidak ada perubahan setelah 3 hari pengobatan (pada ulkus yang tidak
22
Algoritma manajemen di pusat pelayanan sekunder
No Yes
Daily examination
until improvement Examination every 2 days
until improvement
No improvement No improvement
23
2.11 Komplikasi10
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat, kornea perforasi
2.12 Prognosis8,10
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika, maka dapat
menimbulkan resistensi.
24
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Nama : Nn. YA
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Telah diperiksa di poli RSUP M Djamil Padang pada tanggal 8 Desember 2017
seorang pasien dengan keluhan utama yaitu bagian hitam mata kanan tampak
Pasien mengeluhkan mata kanan yang sangat pedih dan disertai mata
Pasien mulai merasakan penglihatan yang kabur dan telihat bercak putih
di mata kanan sejak 5 hari yang lalu. Pasien takut melihat cahaya dan
Awalnya mata kanan merah sejak 1 minggu yang lalu, kemudian pasien
25
tetes mata LFX, SA dan salep mata kloramfenikol, namun tidak ada
Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama dengan keluhan yang
dialami sekarang.
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti
e. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah dapat obat tetes mata levofloxacin, sulfas atropin dan salep
mata kloramfenikol
Suhu : afebris
26
KGB : tidak membesar
Status Opthalmikus OD OS
Normal Normal
Aparatus lakrimalis
Epifora (-) Epifora (-)
27
Papil (-) Papil (-)
Coklat Coklat
Iris
Rugae (+) Rugae (+)
Bulat Bulat
Diameter 3 mm Diameter 3 mm
Media - -
28
Papil optik - -
Pembuluh darah - -
Retina - -
Makula - -
3.8 Terapi :
Fluconazole ed / jam OD
Levofloxacin ed /jam OD
EDTA ed 6x1 OD
29
Doksisiklin 2x100 mg
30
31
BAB IV
DISKUSI
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2014. 159-167.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus Kornea. Dalam Ilmu
Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2.
Penerbit Sagung Seto. Jakarta. 2002.
3. WHO. Prevention of Blindness and Visual Impairment. 2017. Dari:
http://www.who.int/blindness/causes/en/. Diakses tanggal 10 Desember
2017.
4. Sirlan F, Agustian D, Rifada M. Survei kebutaan dan morbiditas mata di
Jawa Barat. 2015. Bandung. Dari:
http://www.dokumen.tips/documents/survei-kebutaan-dan-morbiditas-
mata. Diakses tanggal 18 Desember 2017.
5. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 2: Fundamentals and Principles of Ophthalmology. 2014-2015.
6. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 8: External Disease and Cornea. 2014-2015.
7. Khurana AK. Glaucoma in Ophthalmology. 4th ed. The Disease of Cornea.
New Age International Limited Publisher. New Delhi. 2007.
8. Biswell R. Ulserasi Kornea. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds.
Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 2011:
126-138.
9. Gupta N, Tandon R, Vashist P. Burden of corneal blindness in India. 2017.
New Delhi. Dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3831688/. Diakses tanggal
18 Desember 2017.
10. Borke J. Corneal ulcer and ulcerative keratitis in emergency medicine.
2017. Dari: http://www.emedicine.medscape.com/article/798100-
overview#a4. Diakses tanggal 17 Desember 2017.
11. Turbert D. Who is at risk for corneal ulcers? 2017. Dari:
http://www.aao.org/eye-health/diseases/corneal-ulcer-risk. Diakses tanggal
17 Desember 2017.
12. Getry S. 2011. Bahan Kuliah Kornea. FK Unand: Padang.
13. WHO. Guidelines for the Management of Corneal Ulcer at Primary,
Secondary, and Tertiary Care health facilities in the South-East Asian
Region. 2004.
33