CRS 2 Ulkus Kornea FIX

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 37

Case Report Session

ULKUS KORNEA OD EC SUSPEK JAMUR

Oleh :

Zacky Aulia Mursi 1740312243


Shafrina Irza 1310312071

Preseptor :
dr. Julita, Sp.M

Bagian Ilmu Kesehatan Mata


RSUP Dr. M. Djamil Padang
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Ulkus
Kornea OD ec Suspek Jamur”. Shalawat beriring salam semoga disampaikan
kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan umat beliau.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Julita, Sp.M selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, Desember 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2
1.5 Manfaat Penulisan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea 3
2.2 Definisi 6
2.3 Epidemiologi 6
2.4 Klasifikasi 7
2.5 Etiologi dan Faktor Risiko 8
2.6 Patogenesis dan Patofisiologi 10
2.7 Manifestasi Klinis 12
2.8 Diagnosis 13
2.9 Diagnosis Diferensial 16
2.10 Tatalaksana 16
2.11 Komplikasi 23
2.12 Prognosis 23

BAB III LAPORAN KASUS 25

BAB IV DISKUSI

DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Mata 3


Gambar 2.2 Corneal Cross Section 5
Gambar 2.3 Zona-zona Kornea 5
Gambar 2.4 Stadium Patogensis Ulkus Kornea 12
Gambar 2.5 Ulkus Kornea Jamur; Fusarium solani 13
Gambar 2.6 Abrasi Kornea 21
Gambar 2.7 Ulkus Kornea 21
Gambar 2.8 Early and Late Bacterial Ulcer 22
Gambar 2.9 Early and Late Fungal Ulcer 22

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai adanya infiltrat

supuratif, defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea yang dapat

terjadi dari epitel sampai stroma. Insiden ulkus kornea di Indonesia tahun 1993

tercatat 5,3 per 100.000 penduduk, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea

antara lain infeksi, trauma, pemakaian lensa kontak dan kadang idiopatik.1,2

Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk

mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel,

perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan

menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan salah satu penyebab kebutaan.

Pembentukan parut akibat ulserasi kornea merupakan salah satu penyebab

kebutaan di seluruh dunia.3 Hasil survei di Jawa Barat tahun 2005 menunjukkan

prevalensi kebutaan sebesar 3,6% dengan kornea merupakan penyebab kebutaan

ketiga (5,5%).4 Gangguan penglihatan dan kebutaan tersebut dapat dicegah,

namun hanya bila diagnosis dan etiologi ditetapkan sejak dini dan diobati secara

tepat dan memadai.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang anatomi dan fisiologi kornea, definisi,

epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, klasifikasi, patogenesis dan patofisiologi,

manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis diferensial, tatalaksana, komplikasi dan

prognosis ulkus kornea.

1
1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

mengenai ulkus kornea.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

merujuk dari berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

informasi dan pengetahuan tentang ulkus kornea.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal

sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung

melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata

mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, ±0,65 di tepi dan diameter sekitar 11,5 mm

dari anterior ke posterior. Kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda:

lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbar), membran

Bowman, stroma, membran Descemet dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan

kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan

kekuatan refraksi sebesar +43 dioptri. Ketika kornea mengalami udem, maka

kornea juga bertindak sebagai prisma yang menguraikan sinar sehingga penderita

akan melihat halo.5,6

Gambar 2.1 Anatomi Mata

3
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:2,7

1. Lapisan epitel

 Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling

tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke

depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel

basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya

melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,

elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.

 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila

terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.

 Epitel berasal dari ektoderm permukaan

2. Membran Bowman

 Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

3. Jaringan Stroma

 Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu

dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di

bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen

memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan

sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak diantara serat kolagen

stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam

perkembangan embrio atau sesudah trauma

4
4. Membran Descemet

 Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma

kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.

 Sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 µm.

5. Endotel

 Berasal dari mesotelium, satu lapis, heksagonal, tebal 20-40 m. Endotel

melekat pada membran descemet melalui hemidosom dan zonula okluden.

 Befungsi sebagai jalur penyerapan nutrisi kornea dan pembuangan sisa

metabolisme serta mengatur hidrasi dan mempertahankan transparansi kornea.

Gambar 2.2 Corneal Cross Section

Secara klinis kornea dibagi dalam beberapa zona seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.3 Zona-zona Kornea

5
Kornea berfungsi sebagai pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya

menuju retina. Sifat tembus cahaya pada kornea disebabkan oleh struktur yang

uniform, avaskular dan deturgesens. Deturgesens atau keadaan dehidrasi relatif

kornea ini dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan fungsi

sawar epitel dan endotel. Endotel memegang peran lebih penting dalam

mekanisme dehidrasi sehingga cedera fisik atau kimiawi pada endotel lebih berat.

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh darah limbus, aquous humour, dan

air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfer.

Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularits dan

deturgensinya.8

2.2 Definisi Ulkus Kornea

Ulkus kornea adalah keadaan patologik hilangnya sebagian permukaan

kornea akibat kematian jaringan kornea.1 Ulkus kornea ditandai dengan infiltrat

supuratif yang disertai defek kornea bergaung dan diskontinuitas jaringan kornea

yang dapat terjadi pada epitel sampai stroma yang memiliki batas, dinding dan

dasar. Ulkus kornea merupakan salah satu keadaan yang berpotensi menyebabkan

kebutaan sehingga membutuhkan penatalaksanaan yang cepat dan tepat.2

2.3 Epidemiologi Ulkus Kornea

Penyakit kornea seperti kekeruhan kornea dan pembentukan parut merupakan

penyebab kebutaan keempat di seluruh dunia pada tahun 2002.3 Berdasarkan data

National Programme for Control of Blindness (NPCB) di India, insiden kebutaan

kornea sebesar 120.000 penduduk dengan estimasi kenaikan 25.000-30.000 kasus

per tahun.9 Hasil survei di Jawa Barat tahun 2005 menunjukkan prevalensi

kebutaan sebesar 3,6% dengan kornea merupakan penyebab kebutaan ketiga

6
(5,5%) setelah lensa (80,6%) dan retina (5,5%).4 Insiden ulkus kornea di

Indonesia tahun 1993 tercatat 5,3 per 100.000 penduduk, sedangkan predisposisi

terjadinya ulkus kornea antara lain trauma, pemakaian lensa kontak dan kadang

idiopatik.1

Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok usia dengan prevalensi

tinggi merupakan kelompok usia dibawah 30 tahun (risiko pemakaian lensa

kontak dan trauma okular) dan diatas 50 tahun (risiko menjalani operasi mata).

Studi di Inggris menunjukkan risiko ulkus kornea meningkat pada pria dengan

riwayat pemakaian lensa kontak.10

2.4 Klasifikasi Ulkus Kornea7

Ulkus kornea dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

A. Morfologi

a. Lokasi, yaitu ulkus kornea sentral dan perifer

b. Purulensi, yaitu ulkus kornea purulen dan non-purulen

c. Hipopion, yaitu ulkus kornea sederhana dan hipopion

d. Kedalaman ulkus, yaitu ulkus kornea superfisial, profunda, impending

perforation dan perforasi

e. Pembentukan slough, yaitu ulkus kornea non-sloughing dan sloughing

B. Etiologi

a. Infeksi, yaitu disebabkan bakterial, viral, fungal, chlamydial, potozoal

dan spirochaetal

b. Non-infeksi, termasuk alergi, tropik, terkait penyakit kulit dan membran

mukosa, terkait kelainan sistemik kolagen vaskular, traumatik dan

idiopatik.

7
2.5 Etiologi dan Faktor Risiko Ulkus Kornea

A. Infeksi

a. Ulkus Kornea Bakterialis5,6,7

Pembentukan ulkus kornea dipengaruhi oleh dua hal, yaitu adanya

kerusakan epitel kornea (abrasi, kering, nekrosis dan deskuamasi) dan infeksi

bakteri patogen pada area kornea yang mengalami kerusakan. Faktor predisposisi

ulkus kornea bakterialis berupa pemakaian lensa kontak, trauma, obat mata yang

terkontaminasi, dan lainnya. Studi epidemiologi di Amerika Serikat menunjukan

19-42% kasus keratitis bakterial disebabkan riwayat pemakaian lensa kontak.

Bakteri yang sering menimbulkan ulkus kornea seperti Staphylococcus aureus,

Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas

aeruginosa, Enterobacteriaceae, Neisseria spp dan Corynebacterium spp.

b. Ulkus Kornea Viral7,11

Insiden ulkus kornea viral meningkat dipengaruhi oleh meluasnya

penggunaan antibiotik untuk eliminasi bakteri patogen. Virus yang sering

menimbulkan ulkus kornea yaitu Herpes Simplex Virus, Varicella Zoster Virus

dan Adenovirus.

c. Ulkus Kornea Protozoal6,7

Acanthamoeba, salah satu protozoa yang sering menyebabkan ulkus

kornea, merupakan protozoa yang hidup bebas dan terdapat dalam air tercemar

yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi Acanthamoeba biasanya

dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak lunak yang dipakai semalaman.

Selain itu, infeksi Acanthamoeba juga dapat ditemukan pada individu yang bukan

pemakai lensa kontak setelah terpapar air atau tanah yang tercemar.

8
d. Ulkus Kornea Fungal5,6,7,10

Ulkus kornea fungal secara epidemiologi lebih jarang daripada ulkus

kornea bakterial, sekitar 5-10% dari kasus infeksi kornea di Amerika

Serikat. Aspergillus, Fusarium dan Candida merupakan jamur yang sering

menyebabkan ulkus kornea. Infeksi pada ulkus kornea dapat disebabkan oleh

trauma material vegetatif (daun, ranting dan jerami), sekunder akibat kondisi

imunodefisiensi dan penggunaan antibiotik dan steroid yang berlebihan. Faktor

risiko lainnya berupa pemakaian lensa kontak, operasi kornea dan keratitis kronik.

B. Non-infeksi6,7

a. Autoimun

Kornea bagian perifer mendapat nutrisi dari kapiler limbus. Pada jalinan

kapiler limbus terdapat endapan kompleks imun yang dapat menimbulkan

penyakit imunologik sehingga kornea perifer sering terlibat penyakit autoimun.

b. Keratokunjungtivitis fliktenular

Keratokonjungtivitis fliktenular merupakan reaksi hipersensitivitas

lambat terhadap S. aureus atau bakteri lain yang berproliferasi di tepi palpebra

pada blefaritis.

c. Defisiensi vitamin A

Ulserasi terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau

gangguan absorpsi di saluran cerna dan gangguan pemanfaatan oleh tubuh.

d. Keratitis neurotropik

Disfungsi nervus trigeminus karena trauma, tindakan bedah, tumor atau

peradangan dapat menimbulkan anestesi kornea disertai hilangnya refleks kedip

(salah satu mekanisme pertahanan kornea) serta hilangnya faktor-faktor tropik

9
yang penting untuk fungsi epitel. Pada tahap awal keratitis neurotropik, terdapat

edema epitel bebercak difus. Kemudian terdapat daerah-daerah tanpa epitel (ulkus

neurotropik) yang dapat meluas mencakup sebagian besar kornea.

e. Pajanan (exposure)

Keratitis pajanan dapat timbul pada keadaan kornea yang tidak cukup

dibasahi dan dilindungi oleh palpebra. Kornea yang terbuka mudah mengering

selama waktu tidur. Keadaan ini dapat terjadi pada eksoftalmus, ektropion,

hilangnya sebagian palpebra akibat trauma dan pada kedaan dimana palpebra

tidak dapat menutup dengan baik. Faktor penyebab terjadinya keratitis ini adalah

karena kekeeringan kornea dan pajanan terhadap trauma minor. Ulkus yang

timbul umumnya terjadi setelah trauma minor.

2.6 Patogenesis dan Patofisiologi Ulkus Kornea7

Ulkus kornea terlokalisir secara patogenesis terbagi menjadi 4 stadium, yaitu:

1. Infiltrasi Progresif

Stadium ini ditandai dengan infiltrasi polimorfonuklear dan/atau limfosit

ke epitel dari sirkulasi perifer. Nekrosis jaringan dapat terjadi tergantung

virulensi agen dan daya tahan tubuh seseorang.

2. Ulserasi Aktif

Ulserasi aktif merupakan hasil dari nekrosis dan pelepasan epitel,

membran Bowman dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak

pada lamela dengan mengimbibisi cairan dan sel leukosit yang terdapat

diantara membran Bowman dan stroma. Zona infiltrasi tersebut

memberikan jarak antara tepi ulkus dengan jaringan sekitar. Pada stadium

ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan dan pengelupasan.

10
Lalu timbul hiperemia pada pembuluh darah jaringan circumcorneal yang

menimbulkan eksudat purulen pada kornea. Eksudasi akan menuju COA

melalui pembuluh darah iris dan korpus siliar dan menimbulkan hipopion.

3. Regresi

Regresi dipicu oleh produksi antibodi dan imunitas seluler serta respon

terapi yang baik. Di sekeliling ulkus terdapat garis demarkasi yang terdiri

dari leukosit dan fagosit yang menghambat perkembangan organisme dan

debris sel nekrotik. Proses tersebut didukung oleh vaskularisasi superfisial

yang meningkatkan imunitas humoral dan seluler. Ulkus mulai membaik

dan epitel mulai tumbuh pada sekeliling ulkus.

4. Sikatrik

Proses penyembuhan pada stadium ini mulai berlanjut dengan membentuk

epitelisasi lapisan terluar secara permanen. Jaringan fibrous juga

membentuk fibroblas pada kornea dan sel endotel membentuk pembuluh

darah baru. Stroma akan menebal dan mengisi lapisan bawah epitel dan

mendorong epitel ke anterior. Bila ulkus hanya mengenai epitel saja, maka

ulkus tersebut akan sembuh tanpa ada kekaburan pada kornea. Apabila

ulkus mencapai membran Bowman dan sebagian lamela stroma, maka

jaringan parut akan terbentuk yang disebut dengan nebula. Jika ulkus

mengenai lebih dari 1/3 stroma, maka terbentuk makula dan leukoma.

11
Gambar 2.4 Stadium Patogensis Ulkus Kornea

2.7 Manifestasi Klinis1,7,12

Gejala :

a. Merah pada kelopak mata dan konjungtiva disertai nyeri

b. Sekret mukopurulen

c. Merasa ada benda asing di mata

d. Pandangan kabur dan fotofobia

e. Mata berair

f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

Tanda :

a. Edema palpebra

b. Injeksi siliar dan konjungtiva

12
c. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

d. Hipopion

e. Edema stromal dan inflamasi sekitar infiltrat

f. Peningkatan tekanan intraokuler pada kasus berat

Pasien dengan keratitis jamur cenderung muncul dengan gejala inflamasi

yang ringan selama periode inisial dibandingkan dengan pasien keratitis bakteri.

Manifestasi dari ulkusnya berupa infiltrat kelabu dengan batas ireguler yang halus.

Terkadang juga ditemukan infiltrat multifokal atau satelit. Perluasan infeksi jamur

ke COA sering ditemukan pada kasus dengan inflamasi COA yang progresif.

Jamur juga dapat menginvasi iris dan COP sehingga dapat terjadi glaukoma sudut

tertutup akibat blok pupil.

Gambar 2.5 Ulkus Kornea Jamur; Fusarium solani


2.8 Diagnosis8,10,12

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan oftalmologi menggunakan slit lamp serta pemeriksaan laboratorium.

A. Anamnesis

a. Pemakaian lensa kontak, terutama ketika berenang, kontaminasi cairan lensa

kontak

13
b. Riwayat trauma, riwayat benda asing masuk mata, seperti kelilipan,

c. Penggunaan kortikosteroid mata dalam jangka panjang

d. Riwayat penyakit mata sebelumnya

e. Riwayat sakit cacar atau herpes zoster, terutama lesi yang terdapat di sekitar

mata

f. Riwayat penyakit sistemik seperti Diabetes Mellitus, AIDS, keganasan,

terapi imunosupresi khusus

g. Semua obat dan bahan pengawet juga dapat menimbulkan dermatitis kontak

atau toksisitas kornea

B. Pemeriksaan Oftalmologi

Pasien dengan gangguan kornea dan penurunan visus memerlukan

pemeriksaan khusus untuk menentukan apakah kehilangan pandangan berasal dari

astigmatisme iregular atau kerusakan stromal.

a. Pemeriksaan eksternal, dilakukan pemeriksaan luar pada adneksa okular

untuk melihat adanya lesi kulit, tanda-tanda inflamasi seperti edema, eritem,

dan panas. Selain itu juga dinilai posisi kelopak mata, siliar dan supersiliar.

b. Ketajaman penglihatan, pada ulkus kornea terjadi gangguan media refraksi

ditandai dengan penurunan ketajaman penglihatan.

c. Tes refraksi

d. Tes air mata, salah satu cara mengevaluasi produksi air mata yaitu basic

secretion test, dengan meletakkan strip thin filter-paper (lebar 5 mm,

panjang 30 mm) jika kurang dari 3 mm kertas yang basah setelah 5 menit

dengan anestesi tergolong Aqueous Tear Deficiency (ATD).

14
e. Pemeriksaan slitlamp, untuk memeriksa ulkus kornea diperlukan

pemeriksaan slitlamp dengan memperhatikan pantulan cahaya yang

bergerak ke arah kornea, jika terdapat kerusakan pada epitel, terlihat daerah

yang kasar.

f. Keratometri, pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius

kelengkungan kornea dan kekuatan sentral kornea. Terdapat 4 titik pada

daerah dari 2.8 – 4.0 mm. Perkiraan kekuatan sentral kornea berguna untuk

perhitungan tekanan intraocular lens.

g. Refleks pupil, pada ulkus kornea bisa terjadi iritis yang ditandai dengan

miosis pada pupil dan fotofobia.

h. Tes fluoresensi, dengan meneteskan fluoresensi topikal yang bersifat non-

toksik, water-soluble hydroxycxanthene yang pewarnaannya akan terdeteksi

cepat dengan filter cobalt-blue. Fluoresensi yang terkumpul pada defek

epitel akan berdifusi kedalam stroma kornea dan menyebabkan pewarnaan

hijau pada kamera okuli anterior. Tes fluoresensi dapat membuktikan

karakteristik ulkus dendritik pada infeksi HSV.

C. Pemeriksaan Laboratorium

a. Untuk pemeriksaan rutin pada ulkus kornea dilakukan pemeriksaan agar

darah, sabouraud’s dextrose agar tanpa cyclohexamide untuk fungi,

trigikolat untuk bakteri aerob atau anaerob, dan agar coklat untuk melihat

haemophilus species dan Neisseria gonorrhoeae.

b. Goresan ulkus untuk yang disebabkan jamur, dilakukan pemeriksaan

kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan

biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH.

15
c. Biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodik acid Schiff untuk

melihat acanthamoeba.

2.9 Diagnosis Diferensial6,8

Diagnosis diferensial ulkus kornea bisa di lihat di tabel 1:


Tabel 1 Diagnosis Diferensial Ulkus Kornea

Keratitis/ulkus Glaukoma
Penyakit Konjungtivitis Iritis akut
kornea akut
Sedang
Hebat dan
Sakit Kesat Sedang sampai
menyebar
hebat
Hanya refleks
Kotoran Sering purulen Ringan Tidak ada
epifora
Fotofobia Ringan Hebat Sedang
Kornea Jernih Fluoresen (+++) Presipitat Edema
Abu-abu
Iris Normal Muddy
kehijauan
Penglihatan N <N <N <N
Sekret (+) (-) (-) (-)
Tekanan N N <N >N
Injeksi Konjungtiva Siliaris Siliaris Episklera
Infeksi
Uji Bakteri Sensibilitas Tonometri
lokal

2.10 Tatalaksana1,8,10,13

Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes

mata yang mengandung antibiotik, antivirus, anti jamur, sikloplegik dan

mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam

perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan

perlunya obat sistemik. Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera

dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-

baiknya. Konjungtivitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal

pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.

16
Terapi Medikamentosa

a. Midriatik dan sikloplegik

Bertujuan melebarkan pupil dan melumpuhkan otot akomodasi.

- Sulfas atropine

o Sediaan : larutan 0,5 – 3 %; salep 0,5% dan 1 %

o Dosis : untuk refraksi anak, teteskan 1 tetes larutan 0,25 % - 0,5%

pada masing-masing mata dua kali sehari, 1-2 hari sebelum

pemeriksaan dan kemudian sejam sebelum pemeriksaan dan ekmudian

sejam sebelum pemeriksaan; salep, ¼ inci dua kali sehari, sejak 2 hari

sebelum pemeriksaan

o Mulai dan lama kerja : mulai kerja dalam 30 -40 menit. Efek

maksimum tercapai kira-kira dalam 2jam. Efek obat bertahan sampai

2 minggu pada mata normal, pada radang akut, obat harus diteteskan

dua atau tiga kali sehari untuk mempertahankan efeknya

o Toksisitas : tetesan atropine harus dipakai dengan hati-hati

untuk menghindari reaksi toksik akibat absorpsi sistemik. Gelisah dan

perilaku penuh gairah, kulit muka kering dan kemerahan, mulut

kering, demam, kurang berkeringat, dan takikardi adalah gejala-gejala

toksik, khususnya pada anak

o Catatan : atropine adalah sikloplegik yang efektif dan bekerja lama.

Selain sebagai sikloplegik pada anak, atropine dipakai secara topical

dua atau tiga kali sehari untuk mempertahankan pupil agar tetap lebar

setelah tindkaan operasi intraokular.

17
b. Anti jamur

- Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal

amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10

mg/ml, golongan imidazole

- Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin,

Imidazol

- Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

- Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis

antibiotik

c. Antibiotik topikal berdasarkan algoritma berikut :

- Low risk for visual loss : antibiotik spektrum luas seperti

fluoroquinolon eyedrops selama 2 sampai 6 jam, tobramycin atau

ciprofloxacin salap mata 4 kali sehari

- Borderline risk : ulkus medium (diameter 1-1,5 mm) infiltrat

perifer, atau semua infiltrate kecil yang berhubungan dengan defek

epitel, discharge sedang : fluoroquinolone eyedrops setiap jam,

tobramycin atau ciprofloxacin salap mata 4 kali sehari

- Vision threatening : ulkus besar (diameter > 1,5 mm ), infiltrat perifer,

infiltrat, discharge purulent, melibatkan visual axis : tobramycin atau

gentamicin fortified (15 mg/ml) setiap jam

Terapi Bedah

a. Flap Konjungtiva

Merupakan prosedur yang efektif untuk menangani inflamasi dan penyakit kornea

struktural ketika pengembalian penglihatan bukanlah suatu perhatian yang utama.

18
Saat ini telah jarang digunakan karena telah luasnya indikasi dari penetrating

keratoplasti, antibiotik yang lebih efektif, ketersediaan dari lensa kontak dan

kemajuan dari manajemen penyakit inflamasi kornea. Prosedur ini tidak

digunakan pada keratitis infeksi yang aktif atau perforasi kornea karena sisa

jaringan yang terinfeksi dapat berproliferasi di bawah flap. Penglihatan yang

berkurang dan terbentuknya barrier terhadap masuknya obat merupakan

kelemahan dari prosedur ini.

Indikasi :

- Ulserasi kronik dari epitel dan stromal yang steril seperti HSV keratitis,

keratokonjungtivitis sicca, dan lain-lain

- Luka kornea yang tertutup tetapi tidak stabil

- Bullous keratopathy pada pasien yang tidak bisa dilakukan PK

b. Keratektomi superfisial

Merupakan eksisi dari lapisan superfisial dari kornea (epitel, lapisan

Bowman, atau stroma superfisial)l tanpa penggantian jaringan.

Indikasi:

- Pembuangan dari jaringan yang hiperplastik atau nekrosis

- Eksisi dari material asing di kornea

- Eksisi jaringan kornea superfisial yang dysthropic

c. Transplantasi Kornea

Bedah penggantian dari kornea baik yang seluruhnya (Penetrating

Keratoplasty) ataupun bagian lamellar (Lamelar Keratoplasty). Penetrating

keratoplasty merupakan penggantian kornea seutuhnya sedangkan lamelar

keratoplasty merupakan penggantian sebagian ketebalan kornea untuk mengganti

19
kornea anterior dengan tebal stroma yang bervariasi. PK mempunyai indikasi

yang lebih luas daripada LK dikarenakan LK tidak menggunakan penggantian

endotel, hal inilah yang menyebabkan PK masih digunakan sampai sekarang.

Sementara itu LK mempunyai beberapa keuntungan seperti rehabilitasi

penglihatan yang lebih cepat, persyaratan yang minimal untuk pendonor,

mengurangi resiko penolakan graft serta mengurangi resiko masuk ke dalam

kamar anterior (mengurangi resiko terjadinya glaucoma, katarak, perdarahan,

endoftalmitis).

Manajemen Ulkus Kornea di Pelayanan Kesehatan Primer dan Sekunder13

A. Manajemen di Layanan Primer

a. Anamnesis dan pemeriksaaan dilakukan pada pasien untuk menilai:

 Apakah terdapat riwayat trauma kornea superfisial

 Apakah terdapat abrasi kornea pada pemeriksaan

b. Tatalaksana:

 Chloramphenicol eye ointment (0,5-1%) 3x/hari sekurang-kurangnya

dalam waktu tiga hari

 Jangan gunakan obat-obatan yang mengandung steroid

 Jangan gunakan obat-obatan tradisional

c. Rujuk pada dokter spesialis mata apabila:

 Mata merah dan terasa nyeri yang tidak hilang dalam waktu tiga hari

 Terdapat bercak putik pada kornea dan mata merah (ulkus kornea)

 Jangan pernah menunda untuk merujuk pasien ke dokter spesialis mata

apabila pasien didiagnosis mengalami ulkus kornea

20
Gambar 2.6 Abrasi Kornea

Gambar 2.7 Ulkus Kornea

B. Manajemen di Layanan Sekunder

a. Anamnesis dan pemeriksaan:

Menilai gambaran klinis yang spesifik pada ulkus kornea pasien

b. Pemeriksaan laboratorium:

Lakukan corneal smear untuk pemeriksaan jamur (fungal hyphae)

c. Anjuran rawat:

 Jika ada ancaman terhadap visus atau fungsi penglihatan

 Agar pengobatan adekuat

 Mempermudah follow up pasien

No Fungal Hyphae Seen on Smear Fungal Hyphae Seen on Smear


Cafazolin 5% and Natamycin 5% drops hourly
Gentamycin 1.4% drops hourly alone (no antibiotics)
Ciprofloxacin may be used instead of or Amphotericin 0.15% drops
gentamycin hourly
 If hourly drops is not possible, then a sub-
conjunctival injection can be considered.

21
Treatmet frequency, duration and follow up:

No Fungal Hyphae Seen on Smear Fungal Hyphae Seen on Smear


Daily examination until the ulcer starts Examination every 2 days until
improving the ulcer starts improving
Then gradually reduce the frequency of drops Then continue drops at least 3
and follow up over 2 weeks hourly for at least 2 weeks after
healing of the ulcer
d. Rujuk pasien apabila:

 Tidak ada perubahan setelah 3 hari pengobatan (pada ulkus yang tidak

ditemui hifa pada pemeriksaan smear).

 Tidak ada perubahan setelah 7 hari pengobatan (pada ulkus yang

ditemukan hifa pada pemeriksaan smear)

e. Terapi tambahan (adjunctive therapy):

 Sikloplegik, analgetik, obat-obat anti glaukoma jika dibutuhkan

 Jangan gunakan obat-obatan yang mengandung steroid

 Tanyakan apakah pasien menderita diabetes mellitus

Gambar 2.8 Early and Late Bacterial Ulcer

Gambar 2.9 Early and Late Fungal Ulcer

22
Algoritma manajemen di pusat pelayanan sekunder

Ulcer in an only eyes


The Patient is a child Yes Refer to tertiary
Impending or actual center immediately
perforation
Suspected
No fungal ulcer

Perform KOH smear and


other fungal stain

Fungal hyphae seen

No Yes

Cefazolin 5% and Natamycin 5% or


Gentamycin 1,4% drops hourly Amphotericin 0,15% drops hourly

Daily examination
until improvement Examination every 2 days
until improvement

No improvement No improvement

until 3 days Refer to tertiary until 7 days


ophthalmic center

23
2.11 Komplikasi10

Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat, kornea perforasi

dapat berlanjut menjadi endoftalmitis dan panoftalmitis, prolaps iris, sikatrik

kornea, katarak, glaukoma sekunder.

2.12 Prognosis8,10

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat

lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada

tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu

penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin

tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya

komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama

mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak

ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika, maka dapat

menimbulkan resistensi.

24
BAB III

ILUSTRASI KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Nn. YA

Umur : 23 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswi

Alamat : Padang Pariaman

Tanggal pemeriksaan : 8 Desember 2017

3.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama

Telah diperiksa di poli RSUP M Djamil Padang pada tanggal 8 Desember 2017

seorang pasien dengan keluhan utama yaitu bagian hitam mata kanan tampak

memutih sejak 5 hari yang lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

 Pasien mengeluhkan mata kanan yang sangat pedih dan disertai mata

kemerahan sejak 1 minggu yang lalu

 Pasien mulai merasakan penglihatan yang kabur dan telihat bercak putih

di mata kanan sejak 5 hari yang lalu. Pasien takut melihat cahaya dan

mata terasa nyeri

 Awalnya mata kanan merah sejak 1 minggu yang lalu, kemudian pasien

berobat ke puskesmas dan dirujuk ke RSUD Pariaman diberikan obat

25
tetes mata LFX, SA dan salep mata kloramfenikol, namun tidak ada

perbaikan. Kemudian pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil.

 Riwayat trauma (-)

 Riwayat memakai kontak lensa (-)

 Riwayat menetes air daun-daun (-)

c. Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama dengan keluhan yang

dialami sekarang.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti

yang dialami pasien.

e. Riwayat Pengobatan

 Pasien sudah dapat obat tetes mata levofloxacin, sulfas atropin dan salep

mata kloramfenikol

3.3 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : Baik

 Kesadaran : komposmentis kooperatif

 Tekanan darah : 120/80 mmHg

 Pernapasan : teratur, frekuensi 18x/ menit

 Nadi : 90x/ menit

 Suhu : afebris

 Kulit : tidak ditemukan kelainan

26
 KGB : tidak membesar

 Mata : sesuai status oftalmologi

 Thoraks : dalam batas normal

 Abdomen : dalam batas normal

 Ekstremitas : dalam batas normal

3.4 Status Oftalmikus

Status Opthalmikus OD OS

Visus tanpa koreksi 1/300 20/20

Refleks fundus (+)↓ (+)

Madarosis (-) Madarosis (-)

Silia/ supersilia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

Poliosis (-) Poliosis (-)

Palpebra superior Edema (+) Edema (-)

Palpebra inferior Edema (+) Edema (-)

Ektropion (-) Ektropion (-)


Margo palpebra
Entropion (-) Entropion (-)

Normal Normal
Aparatus lakrimalis
Epifora (-) Epifora (-)

Hiperemis (+) Hiperemis (-)


Konjungtiva tarsalis
Folikel (-) Folikel (-)

27
Papil (-) Papil (-)

Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Konjungtiva forniks Folikel (-) Folikel (-)

Papil (-) Papil (-)

Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Konjungtiva bulbi Folikel (-) Folikel (-)

Papil (-) Papil (-)

Sklera Putih Sulit dinilai

Ulkus (+) sentral dan

parasentral ukuran 4-5


Kornea Bening
mm, kedalaman1-3

stromal, lesi satelit (+)

Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam

Coklat Coklat
Iris
Rugae (+) Rugae (+)

Bulat Bulat

Pupil Refleks pupil +/+ Refleks pupil +/+

Diameter 3 mm Diameter 3 mm

Korpus vitreum Jernih Jernih

Funduskopi : Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Media - -

28
Papil optik - -

Pembuluh darah - -

Retina - -

Makula - -

Tekanan bulbus okuli Normal (palpasi) Normal (palpasi)

Posisi bulbus okuli Ortho Ortho

Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas

3.5 Pemeriksaan Penunjang :

Gram : Tidak ditemukan bakteri gram positif atau gram negatif

Giemsa : MN > PMN

KOH : Hifa (-)

3.6 Diagnosis Kerja : Ulkus kornea sentral parasentral OD EC susp jamur

3.7 Diagnosis Banding : Ulkus kornea sentral parasentral OD EC susp bakteri

3.8 Terapi :

 Fluconazole ed / jam OD

 Levofloxacin ed /jam OD

 Sulfas Atropin ed 3x1 OD

 Ciprofloxacin tab 2x500 mg

 Fluconazole tab 1x150 mg

 Timol 0,5% 3x1 OD

 EDTA ed 6x1 OD

29
 Doksisiklin 2x100 mg

3.9 Dokumentasi Kasus

30
31
BAB IV

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien perempuan berusia 23 tahun datang ke


poli mata RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 8 Desember 2017 dengan
diagnosis ulkus kornea ec susp jamur. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik pada mata serta dibantu dengan pemeriksaan
penunjang.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan mata yang sangat pedih
dan mata kemerahan sejak 1 minggu yang lalu. Mata kanan semakin kabur dan
disertai nyeri sejak 5 hari yang lalu. Muncul bercak putih pada kornea, takut
melihat cahaya, nyeri pada mata kanan. Pasien tidak mengeluhkan demam, mual
muntah, tidak ada penggunaan kacamata, dan tidak ada penyakit mata
sebelumnya. Karena belum ada perbaikan, pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Tidak ada riwayat DM, hipertensi, dan penggunaan obat kortikosteroid.
Dari pemeriksaan fisik mata kiri ditemukan visus tanpa koreksi 1/300,
terdapat udem palpebra, injeksi siliar dan konjungtiva positif, terdapat ulkus di
zona sentral parasentral kornea dengan diameter ± 4-5 mm, kedalaman 1/3
stromal, infiltrat (+), ulserasi (+), lesi satelit (+).
Berdasarkan literatur gejala dan tanda ulkus kornea antara lain nyeri pada
mata, fotofobia, mata berair, dan bersekret. Terdapat injeksi siliar dan
konjungtiva, terdapat lesi pada kornea, terdapat hipopion yang mencembung
disertai lesi satelit pada kornea menunjukkan ulkus kornea disebabkan oleh jamur.
Pada laporan kasus ini gejala dan tanda yang ditemukan pada pasien sesuai
dengan yang ada diliteratur.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2014. 159-167.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus Kornea. Dalam Ilmu
Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2.
Penerbit Sagung Seto. Jakarta. 2002.
3. WHO. Prevention of Blindness and Visual Impairment. 2017. Dari:
http://www.who.int/blindness/causes/en/. Diakses tanggal 10 Desember
2017.
4. Sirlan F, Agustian D, Rifada M. Survei kebutaan dan morbiditas mata di
Jawa Barat. 2015. Bandung. Dari:
http://www.dokumen.tips/documents/survei-kebutaan-dan-morbiditas-
mata. Diakses tanggal 18 Desember 2017.
5. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 2: Fundamentals and Principles of Ophthalmology. 2014-2015.
6. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 8: External Disease and Cornea. 2014-2015.
7. Khurana AK. Glaucoma in Ophthalmology. 4th ed. The Disease of Cornea.
New Age International Limited Publisher. New Delhi. 2007.
8. Biswell R. Ulserasi Kornea. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds.
Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 2011:
126-138.
9. Gupta N, Tandon R, Vashist P. Burden of corneal blindness in India. 2017.
New Delhi. Dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3831688/. Diakses tanggal
18 Desember 2017.
10. Borke J. Corneal ulcer and ulcerative keratitis in emergency medicine.
2017. Dari: http://www.emedicine.medscape.com/article/798100-
overview#a4. Diakses tanggal 17 Desember 2017.
11. Turbert D. Who is at risk for corneal ulcers? 2017. Dari:
http://www.aao.org/eye-health/diseases/corneal-ulcer-risk. Diakses tanggal
17 Desember 2017.
12. Getry S. 2011. Bahan Kuliah Kornea. FK Unand: Padang.
13. WHO. Guidelines for the Management of Corneal Ulcer at Primary,
Secondary, and Tertiary Care health facilities in the South-East Asian
Region. 2004.

33

You might also like