Professional Documents
Culture Documents
Zatpadat Parno 121018213736 Phpapp01
Zatpadat Parno 121018213736 Phpapp01
Oleh
DRS. P A R N O, M.Si
JURUSAN FISIKA
Pebruari 2006
Ralat fisika zat padat 2006
hal ralat
10 Gambar 1.9 CsCl
13 c/a = (2/3) akar 6
18 Baris ke-8 dalam table: ………. berikutnya
25 Pers (1.30) fkr,hkl
27 KBR seharusnya adalah KBr
35 interaksi seharusnya Interaksi
41 Baris ke-2 dr bw: dobel +
42 03.b. primitip adalah; 06. ………
48 2.1 dan 2.3
57 Letak Pers 2.34
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa atas segala rahmat-Nya
sehingga penulisan buku FISIKA ZAT PADAT ini dapat diselesaikan.
Buku ini disusun atas dasar deskripsi matakuliah FIU 437 FISIKA ZAT
PADAT di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang dan dengan maksud
agar perkuliahan matakuliah tersebut dapat berlangsung lebih efektif dan efisien.
Disamping itu, buku ini diharapkan dapat melengkapi pilihan pustaka mahasiswa
dalam memahami konsep dan gejala mendasar dalam zat padat.
Isi buku ini dirancang untuk kuliah satu semester dengan tiga sampai empat
kredit pada semester kedua tahun ketiga. Dengan demikian mahasiswa diharapkan
sudah menempuh matakuliah prasyaratnya, yaitu FISIKA KUANTUM dan FISIKA
STATISTIK.
Dalam setiap bab buku ini disajikan urutan subbab sedemikian rupa sehingga
memahami subbab sebelumnya menjadi bekal yang cukup baik untuk memahami
subbab sesudahnya. Oleh karena itu dalam mempelajari setiap bab buku ini
mahasiswa diharapkan membaca dan memahaminya mulai dari awal sampai akhir
secara berturutan.
Diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
buku FISIKA ZAT PADAT ini dapat diselesaikan. Saran dan kritik membangun dari
para pembaca sangat diharapkan demi lebih sempurnanya buku ini.
i
DAFTAR ISI
halaman
B A B I STRUKTUR KRISTAL
1.1 SIMETRI DAN STRUKTUR KRISTAL 2
1.1.1 Pengertian Pokok 2
1.1.1.1.Zat padat Kristal 2
1.1.1.2 Kisi Kristal 3
1.1.1.3 Vektor Basis 4
1.1.1.4 Sel Satuan Primitip dan Non-Primitip 4
1.1.1.5 Tiga Dimensi 5
1.1.2 Macam Dasar Kisi kristal 6
1.1.3 Beberapa Kristal dengan Struktur Sederhana 9
1.1.3.1 Struktur NaCl 9
1.1.3.2 Struktur CsCl 10
1.1.3.3 Struktur Intan 11
1.1.3.4 Struktur ZnS 12
1.1.3.5 Struktur HCP 12
1.1.4 Geometri Kristal 13
1.1.4.1 Arah kristal 13
1.1.4.2 Bidang Kristal dan Indek Miller 14
1.1.4.3 Jarak antar Bidang Sejajar 16
1.1.4.4 Fraksi Kepadatan 18
1.2 DIFRAKSI KISI KRISTAL 18
1.2.1 Hamburan Sinar-X oleh Kisi Kristal 19
1.2.1.1 Hukum Bragg 19
1.2.1.2 Teori Hamburan 20
1.2.1.3 Kisi Resiprok 23
1.2.1.4 Difraksi Sinar-X 24
1.3 IKATAN ATOMIK DALAM KRISTAL 28
1.3.1 Gaya Antaratom 28
1.3.2 Jenis Ikatan Kristal 30
1.3.2.1 Ikatan Ionik 30
1.3.2.2 Ikatan Kovalen 32
1.3.2.3 Ikatan Logam 34
1.3.2.4 Ikatan Van Der Walls 35
1.3.2.5 Ikatan Hidrogen 37
RINGKASAN 38
LATIHAN SOAL BAB I 41
ii
B A B II DINAMIKA KISI KRISTAL
2.1. GETARAN DALAM ZAT PADAT 47
2.1.1 Getaran Elastik dan Rapat Moda Getar 47
2.1.2 Kuantisasi Energi Getaran dalam Zat Padat 52
2.1.2.1 Model Einstein tentang Cv Zat Padat 53
2.1.2.2 Model Debye tentang Cv Zat Padat 56
2.2 GETARAN DALAM KISI KRISTAL 58
2.2.1 Getaran dalam Kisi Linier 58
2.2.1.1 Kisi Monoatomik Satu Dimensi 58
2.2.1.2 Kisi Diatomik Satu Dimensi 63
2.2.1.3 Kisi Tiga Dimensi 66
RINGKASAN 66
LATIHAN SOAL BAB II 68
BAB III ELEKTRON DALAM LOGAM I
BAB V SEMIKONDUKTOR
5.1 KLASIFIKASI SEMIKONDUKTOR 140
5.2 SEMIKONDUKTOR INTRINSIK 140
5.3 SEMIKONDUKTOR EKTRINSIK 144
5.3.1 Ketidakmurnian Donor dan Akseptor 145
5.3.1.1 Donor 145
5.3.1.2 Aseptor 147
5.4 PENGUKURAN CELAH ENERGI
DENGAN METODE OPTIK 149
RINGKASAN 150
LATIHAN SOAL BAB V 152
iv
BAB VII BAHAN MAGNETIK
7.1 SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAHAN 183
7.2 GEJALA DIAMAGNETIK LANGEVIN 184
7.3 GEJALA PARAMAGNET 186
7.4 GEJALA MAGNETIK DALAM LOGAM 190
7.5 GEJALA FERROMAGNETIK 193
7.5.1 Gejala Ferromagnetik pada Isolator 193
7.5.1.1 Teori Medan Molekuler 193
7.5.1.2 Magnetisasi Spontan dan Hukum Curie-Weiss 194
7.5.2 Gejala Ferromagnetik pada Logam 197
7.6 GEJALA ANTIFERROMAGNETIK
DAN FERRIMAGNETIK 198
RINGKASAN 199
LATIHAN SOAL BAB VII 201
DAFTAR RUJUKAN
v
BAB I
STRUKTUR KRISTAL
Zat padat, yang terlihat sebagai benda tegar padat, secara mikro terdiri
dari atom. Atom-atom zat padat tidaklah diam, melainkan bervibrasi dengan
amplitudo kecil di sekitar titik kesetimbangannya. Karena posisinya yang relatif
tetap, maka atom-atom tersebut cenderung membentuk struktur tertentu. Hal ini
berbeda dengan cairan atau gas, yang mana atom-atomnya bergerak pada jarak
yang lebih besar sehingga strukturnya tidak tertentu.
Distribusi setimbang atom-atom mendefinisikan struktur padatan, yang
terdiri dari tiga bagian besar, yaitu kristalin, amorf, dan polikristal. Dalam zat
padat kristal, atom tersebut terdistribusi teratur relatif terhadap yang lain.
Terdapat beberapa jenis struktur kristal yang bergantung pada geometri susunan
atom. Pemahaman tentang struktur kristal bahan adalah hal penting dalam fisika
zat padat, karena, umumnya, struktur kristal mempengaruhi sifat zat padat. Zat
padat polikristal dibentuk oleh sejumlah besar kristal-kristal kecil, yang disebut
kristalin. Atom-atom membentuk pola dalam suatu kristal, tetapi orientasinya
akan lenyap pada batas kristalin. Sedangkan dalam zat padat amorf, terjadi
distribusi atom secara acak. Bahan-bahan zat padat dapat berbentuk kristalin, polikristal
atau amorf, bergantung pada bagaimana bahan tersebut dipreparasi. Selanjutnya, dalam
diktat ini hanya dibahas zat padat kristal saja.
I STRUKTUR KRISTAL 2
G
b
R
G
a
dengan (n1, n2) adalah pasangan bilangan bulat; dan a dan b adalah vektor basis.
Bahan kristal memiliki simetri translasi, artinya seluruh kristal itu digeser
sejauh vektor R di atas (yang menghubungkan dua buah atomnya), maka
keadaannya tetap sama. Dengan kata lain kristal bersifat invarian terhadap
translasi semacam itu.
b R
a
G
Gambar 1.3 Vektor a dan b membentuk sel satuan
Sel satuan merupakan dasar pola elementer karena berulang secara periodik dan
membentuk struktur kisi suatu kristal. Bila sel satuan tersebut dilakukan translasi
oleh vektor kisi R di atas, maka seluruh kisi kristal tercakup olehnya. Luas daerah
G
× γ γ
paralelogram dengan sisi a dan b adalah a b =ab sin , dimana adalah sudut
antara a dan b .
Perhatikanlah bahwa sel satuan itu (a) tidak unik, (b) setiap sel satuan
mempunyai luasan yang sama, dan (c) dalam contoh di atas sel satuan
mengandung satu titik kisi.
Yang dibicarakan di atas adalah sel primitip, yakni sel satuan yang hanya
mengandung satu titik kisi perselnya. Sedangkan sel non-primitip memiliki lebih
dari satu titik kisi perselnya. Vektor basis yang membentuk sel satuan primitip
disebut vektor basis primitip; dan sel satuan non-primitip disebut vektor basis
non-primitip. Gambar 1.4 berikut memperjelas perbedaan keduanya.
3 5
4
(c)antarvektor basis satu sama lain membentuk sudut α, β dan γ seperti terlihat
pada Gambar 1.5 berikut.
a a
a a
b b b
a a a
NaCl dapat pula dipandang sebagai struktur non-Bravais, yang terdiri dari
dua subkisi FCC, masing-masing untuk Na dan Cl, yang saling menembus. Kedua
subkisi tersebut terpisah sejauh ½a satu sama lain.
Beberapa kristal yang memiliki struktur NaCl adalah LiH, MgO, MnO,
AgBr, PbS, KCl, dan KBr dengan konstanta kisi masing-masing 4,08; 4,20;
4,43; 5,77; 5,92; 6,29; dan 6,59 Å.
Gambar 1.11 Proyeksi posisi atom dalam struktur intan sel kubik pada salah satu sisi
kubik. Bilangan pecahan menunjukkan ketinggian di atas bidang dasar
Dalam setiap sel satuan terdapat 8 atom C dan bilangan koordinasinya adalah 4.
Keempat atom terdekat membentuk suatu tetrahedral, dengan pusat atom yang
bersangkutan. Konfigurasi semacam itu sering dijumpai pada semikonduktor,
dan dinamakan ikatan tetrahedral. Struktur intan merupakan contoh ikatan
kovalen dalam unsur-unsur kolom IV tabel periodik.
Struktur intan dapat pula dipandang sebagai gabungan dari dua subkisi
FCC yang saling menembus dengan titik asal, masing-masing 000 dan ¼ ¼ ¼.
Beberapa kristal yang memiliki struktur intan adalah Ge, Si, C, timah
putih dengan konstanta kisi masing-masing 5,65; 5,43; 3,56; dan 6,46 Å.
sejajar memiliki indek yang sama. Perhatikanlah beberapa arah dalam kristal
ortorombik seperti Gambar 1.13 berikut.
c D
C
B
b
a A
seringkali ada arah nonparalel yang karena kesimetriannya merupakan arah yang
ekivalen. Arah [n1 n2 n3] yang ekivalen menggunakan notasi <n 1 n2 n3>. Misalnya,
pada suatu kubik sumbu X, Y dan Z masing-masing memiliki arah [100], [010] dan
[001] yang ekivalen, dinotasikan dengan <100>. Secara sepenuhnya <100>
mencakup arah [100], [010], [001], [ 1 00], [0 1 0] dan [00 1 ] dimana makna dari 1
adalah –1; dan <111> menunjukkan semua diagonal ruang suatu kubik.
Satu arah dengan indeks Miller besar, misalnya [157], memiliki jumlah
atom persatuan panjang yang lebih sedikit daripada indeks yang kecil, misalnya
[111].
kebalikannya, yaitu a b c
. Indek Miller didapatkan dengan menyatakan
xyz
perangkat tiga bilangan terakhir sebagai perbandingan bilangan bulat terkecil,
dan dinyatakan dengan notasi
a b c
(h k l) = m m m (1.3)
x y z
dengan m adalah bilangan bulat untuk mereduksi indek menjadi bilangan bulat
terkecil. Dengan demikian, kumpulan bidang paralel mempunyai representasi
indek Miller yang sama. Pada Gambar 1.14 di atas x=3a, y=2b dan z=2c,
sehingga jika dianggap a=b=c=1, maka bidang yang dimaksud memiliki indek
Miller (hkl)=(233). Pada kasus lain, misalnya x=2a, y=(3/2)b, dan z=c memiliki
indeks Miller (hkl)=(346).
Dalam satuan sel yang memiliki simetri rotasi, beberapa bidang
nonparalel (hkl) adalah ekivalen karena kesimetriannya, dan dinotasikan dengan
{hkl}. Misalnya dalam sistem kubik indek {100} menunjukkan enam bidang,
yaitu (100), (010), (001), ( 1 00), (0 1 0) dan (00 1 ).
z Garis normal
γ
β y Y
α
x
X
Jarak dari titik O ke titik potong P dinayatakan dengan d hkl. Jika x, y dan z
merupakan titik potong bidang (hkl) dengan sumbu a, b dan c maka d hkl=x cos
α=y cos β=z cos γ. Secara geometri, pada gambar di atas didapatkan hubungan
2 2 2
cos α+ cos β+ cos γ=1 sehingga didapatkan
d = 1 a
hkl 1/ 2
1 1 1
+ +
2 2 2
x y z
Harga x, y dan z berkaitan dengan bilangan h, k dan l melalui ungkapan
h=ma ; k=m b ; l=m c
x y z
sehingga jarak antarbidang (1.4) menjadi
d = m
hkl 2 2 2 1/ 2
h
k l
2
+ 2 + 2
b c
(1.4)
(1.5)
(1.6)
Misalnya, pada sistem kubik dengan sisi a didapatkan d 111=(1/3)√3a; d110=½√2a
dan d020=½a. Pada umumnya bidang yang indek Millernya rendah memiliki
jarak antarbidang lebih besar, tetapi memiliki kerapatan atom persatuan luas
yang lebih besar.
Struktur kristal dapat dipelajari melalui difraksi foton, netron dan elektron.
Panjang gelombang optik, misalnya 5000 Å, menghasilkan gelombang terhambur
elastis dengan atom-atom kristal sehingga terjadi refraksi optik biasa. Tetapi,
jika panjang gelombang radiasi sebanding atau lebih kecil daripada konstanta
kisi (orde angstrom), maka didapatkan berkas difraksi yang arahnya sangat
berbeda dengan arah berkas datang.
(a) (b)
Gambar 1.17 (a) Refleksi sinar-X dari suatu kristal. Sinar hampir paralel
karena posisi detektor jauh dari kristal.
(b) Intensitas refleksi kristal KBr. Pada gambar ditunjukkan
bidang-bidang refleksi yang menghasilkan difraksi
Beda lintasan untuk kedua sinar refleksi adalah =AB + BC – AC’ = 2 AB – AC’
karena AB=BC. Mengingat jarak antarbidang d, maka
AB = d/sinθ dan AC’ = AC cos θ = (2d/tg θ) cos θ
dimana θ adalah sudut pantul antara berkas datang dan bidang refleksi, sehingga
= 2 d sin θ. Interferensi maksimum (konstruktif) terjadi hanya jika
=nλ (1.8)
Harga λ ditentukan secara bebas dan sin θ diukur secara langsung dari refleksi
eksperimen, sehingga jarak antarbidang dhkl dapat dihitung. Hal lain adalah
difraksi hanya mungkin terjadi jika λ<2d. Oleh karena itu dalam hal ini tidak
dapat digunakan cahaya tampak.
Model yang dikemukakan di atas terlalu sederhana. Fakta menunjukkan
bahwa hamburan berkas sinar-X disebabkan oleh atom diskrit kristal yang
bersangkutan. Oleh karena itu bahasan berikut menelaah hukum Bragg melalui
proses hamburan.
k s
2θ
ko
Gambar 1.19 Hamburan oleh dua elektron. Gambar 1.20 Vektor hamburan s .
r adalah vektor posisi elektron-1 terhadap Sudut 2θ adalah sudut hamburan
elektron-2
δ = λ 2π = k = r • s (1.14)
Superposisi dari dua gelombang terhambur dalam fungsi ruang (1.15)
ψ A A
T = fe (e ikD + eik (D+δ ) )= fe eikD (1 + eis •r )
G G
D D
Secara umum, bila vektor posisi r1 untuk elektron-1 dan r2 untuk elektron-
2 relatif terhadap pusat tertentu, maka
G G G G
A
ψ T = fe e
ikD
(e is •r 1 +e
is •r
2 ) (1.16)
D
Bila yang ditinjau atom dengan l buah elektron, masing-masing dengan
G
vektor posisi rl , dengan l = 1, 2, 3, …, n, maka bentuk umum gelombang
untuk (1.16) dalam arah terhambur s tertentu
ψT =f A (1.17)
eikD
D
dengan
n G G
I∞ f 2
∑ eis •r l (1.19)
l =1
Ungkapan faktor hamburan kristal (1.20) di atas mengambil bentuk analogi dari
G
atom. Posisi atom dapat ditinjau dalam sel satuannya, yaitu Rl = Rlc' + δ j ,
dimana Rlc' adalah posisi sel satuan ke-l, dan δj adalah posisi atom dalam sel
satuan, sehingga faktor hamburan kristal (1.20) di atas dapat dinyatakan dalam
bentuk faktorisasi
fkr = F S (1.21)
G G
G
dengan F = ∑ f aj e is •δ dan S = ∑e
Gc
is •Rl '
j (1.22)
j l'
a • bxc b• c • axb
cxa
Hal ini berarti vektor basis resiprok
a. memiliki satuan m-1, yang sama dengan angka gelombang,
G G
∗
b. bahwa a tegak lurus terhadap bidang (b, c ), dan demikian pula permutasi
siklisnya, dan
G G G G G G merepresentasikan volume sel satuan dengan
c. bahwa a • bxc = b • cxa = c • axb
G G
rusuk vektor a, b dan c .
Vektor basis resiprok mendefinisikan vektor kisi resiprok
Gn G∗ + n2b ∗ G∗ (1.24)
= n1a + n3c
dengan n1, n2 dan n3 adalah bilangan bulat.
Kisi resiprok memiliki hubungan dengan kisi nyata sebagai berikut.
G ∗ G G
∗ G= b ∗ = 2π
a. a • a •b=c •c
∗
(2π )3 G GG ∗
G∗ G∗ G∗
b. Vo = Vo , dengan Vo = a • bxc dan Vo = a • b xc
c. Setiap vektor dari kisi resiprok G∗ + kb ∗ G∗ tegak lurus terhadap
Ghkl = ha + lc
bidang kisi (hkl) dalam ruang nyata.
d. Kisi nyata merupakan resiprok dari kisi resiprok.
e. Jarak antarbidang dhkl dan Ghkl direlasikan oleh
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
I STRUKTUR KRISTAL 24
d G = 2π (1.25)
hkl hkl
120
d100
010
G
110
*
d010 b
O 100
G
b a *
O a
b. setiap titik (hkl) dalam ruang resiprok terkait dengan perangkat bidang (hkl)
dalam ruang nyata, dan
c. simetri kelompok titik dalam ruang resiprok sama dengan simetri ruang nyata.
Dapat pula dibuktikan bahwa terdapat hubungan sebagai berikut.
a. Kisi resiprok kisi SC adalah kisi SC juga.
b. Kisi resiprok kisi BCC adalah kisi FCC; dan sebaliknya.
∑e iA•R c
l ' = N δ AG,GGn (1.26)
l =1
Hal ini berarti s harus tegak lurus terhadap bidang (hkl). Dengan menginat bahwa
k=2π/λ, maka substitusi persamaan (1.13) dan (1.25) ke dalam persamaan (1.27),
dalam teori hamburan ini, menghasilkan bentuk hukum Bragg
Saat kondisi Bragg (127) terpenuhi, maka faktor struktur kisi S ≠0, tetapi
bernilai S=N, seperti tampak pada (1.26), sehingga
Shkl = N (1.29)
δj =uja+vjb+wjc
dan kondisi Bragg terpenuhi
G G∗ + kb ∗ G∗
s = Ghkl = ha + lc
maka
(hu ) (1.32)
Fhkl = fa ∑e
2πi +kv +lw
j j j
Dengan demikian Fhkl≠0 hanya jika h+k=2n dengan n=0, ±1, ±2, …
c. Sel satuan “body centered” I. Atomnya terletak di 000 dan ½½½ sehingga
(1.32) menjadi
πi(h + k+ l)
Fhkl = fa (1 + e )
Dengan demikian Fhkl≠0 hanya jika h+k+l=2n dengan n=0, ±1, ±2, …
d. Sel satuan “face centered” F. Atomnya terletak di 000, ½½0, ½0½ dan 0½½
sehingga (1.32) menjadi
Berikut ini diberikan contoh kurva intensitas refleksi sinar-X dan sudut
hamburan (I vs 2θ) hasil eksperimen difraksi sinar-X dari bubukan KCl dan KBr.
Gambar 1.23 Perbandingan refleksi sinar-X antara bubukan KCl dan KBr
KCl dan KBr, keduanya, memiliki struktur FCC. Dalam KCl, jumlah elektron pada
+ -
K dan Cl sama banyak sehingga faktor hamburan atom f a keduanya hampir sama
sehingga ia “terlihat” oleh sinar-X sebagai kristal SC monoatomik dengan konstanta
kisi a/2. Adanya refleksi indek-indek yang genap bulat menunjukkan bahwa kristal
tersebut adalah SC dengan konstanta kisi a. Sedangkan dalam KBr,
menghasilkan =ko = =k − =G
Persamaan ini dapat dipandang sebagai kekekalan momentum, dan difraksinya
sebagai proses tumbukan antara foton sinar-X dan kristal. Momentum sebelum
tumbukan hanya momentum linier foton yang datang G
po = =ko , dan setelah
G dan momentum linier
tumbukan adalah momentum linier foton terhambur p = =k
kristal − =G . Dengan demikian perubahan momentum linier foton
G G G
p = p − po = =G
2
Energi kinetik seluruh kristal E k=(ħGhkl) /2M, dengan M adalah massa seluruh
kristal. Karena M sangat besar relatif terhadap massa atom, maka E k sangat kecil
dan diabaikan. Dengan demikian dalam proses hamburan foton sinar-X tidak
ada energi yang hilang
Eo = E → =c ko = =c k → ko = k
dengan energi yang diperlukan untuk memecah kristal tersebut menjadi atom
bebas bagiannya. Energi kohesi berkisar antara 0,02 eV peratom untuk ikatan
terlemah (ikatan Van der Walls) dan 10 eV peratom untuk ikatan terkuat (ikatan
kovalen). Ikatan logam terletak di antara dua harga ekstrim tersebut.
Molekul adalah sekelompok atom bermuatan listrik netral, terikat kuat
bersama dan berperilaku sebagai partikel tunggal. Suatu jenis molekul tertentu
memiliki komposisi dan struktur tertentu pula. Energi potensial yang
merepresentasikan interaksi antara dua atom dalam suatu molekul sebagai fungsi
jarak diperlihatkan pada Gambar 1.24 berikut.
Gambar 1.24 Energi potensial sebagai fungsi jarak dari ikatan dua atom
Posisi setimbang ditandai oleh energi terendah –V o, yang terjadi pada jarak R o
yang berordo beberapa angstrom. Pada R>Ro, potensial naik secara bertahap
sehingga mencapai nol pada R →∞ (dua atom bebas). Sedangkan pada R<R o,
potensial naik secara tajam menuju ∞.
Gaya antaratom dapat dirumuskan
F ( R) = −∇V ( R) (1.34)
Terlihat bahwa F(R)<0 untuk R>R o, sehingga terjadi tarik-menarik; dan F(R)>0
untuk R<Ro, sehingga terjadi tolak-menolak antara dua atom tesebut. Kedua
gaya ini saling meniadakan satu sama lain pada titik setimbang R o. Tetapi,
umumnya, energi tarikan mendominansi energi tolakan pada titik setimbang R o.
dimana penjumlahan dilakukan untuk semua ion kecuali j=i. Energi U ij berasal dari
potensial tolak-menolak medan sentral empirik λ eksp (-rij/ρ), dimana λ (tetapan)
dan ρ (panjang karakteristik) merupakan parameter empirik; dan tarik-menarik
Coulomb ±q2/4πεorij. Dengan demikian
U ij = λ e −rij / ρ q2
± (1.36)
4πε o rij
Potensial tolak-menolak terjadi karena penerapan prinsip eksklusi Pauli saat
jarak antarion berkurang (lebih kecil dari jarak kesetimbangan). Berkurangnya
jarak antarion menyebabkab orbit elektron tumpang-tindih. Hal ini melanggar
prinsip eksklusi Pauli karena sel terluar ion sudah komplit. Akibatnya elektron
harus menempati tingkat energi yang lebih tinggi sehingga energi potensial naik
secara tajam. Sedangkan potensial Coulomb terjadi antara ion sejenis (tanda +)
atau tidak sejenis (tanda -).
Energi kisi kristal total yang terdiri dari N buah molekul atau 2N buah
ion Utot = N Ui
Ungkapan ini menunjukkan bahwa setiap pasangan atau setiap ikatan hanya
dihitung sekali. Andaikanlah r kita tulis sebagai r ij=pijR, dengan R adalah jarak
terdekat antara dua atom terdekat dan interaksi tolak-menolak hanya terjadi
antartetangga terdekat saja, maka
q2
λ e −R / ρ − (te tan gga terdekat)
U 4πε o R
ij = (1.37)
1 q 2
± (bukan te tan gga terdekat)
p ij 4πε o R
4 -8
tolak menolak (2,4.10 )exp(-R/0,30) eV dimana R berorde 10 cm. Harga
konstanta Madelung α bergantung pada struktur kristal ionik, misalnya untuk
NaCl, CsCl dan ZnS, masing-masing berharga 1,747565 , 1,762675 dan 1,6381.
Ikatan ionik tergolong lebih kuat daripada ikatan lain, dengan energi rata-
rata 5 eV setiap pasangan atom. Oleh karena itu kristal ionik mempunyai titik
0
leleh yang tinggi. Misalnya titik leleh NaCl adalah 801 C, sedangkan untuk
0 0
logam Na dan K, masing-masing adalah 97,8 C dan 63 C.
1.3.2.2 Ikatan Kovalen
Andaikanlah ada dua atom hidrogen yang terpisah pada jarak yang cukup
jauh satu sala lainnya sehingga tidak ada interaksi di antara elektronnya, maka
masing-masing atom memiliki orbit 1s. Jika kedua atom saling mendekat dan
molekular ψgenap dan ψganjil secara grafik diperlihatkan pada Gambar 1.25 berikut.
Tampak bahwa ψgenap mengandung elektron terutama pada daerah antara dua
merupakan bukti bahwa semua atom adalah identik sehingga transfer elektron
dari satu atom ke yang lain tidak menimbulkan akibat apapun.
Keadaan fisis ikatan kovalen dalam kristal sama dengan dalam molekul.
Gaya tarikan terjadi antara elektron dan proton di sepanjang garis yang
menghubungkan inti berturutan. Sedangkan gaya tolaknya terjadi karena
interaksi prinsip eksklusi Pauli saat inti saling merapat. Gaya tarikan elektron-
proton lebih dari cukup untuk mengimbangi penolakan langsung elektron-
elektron ataupun proton-proton.
Ikatan kovalen juga kuat, seperti ditunjukkan oleh intan yang tingkat
0
kekerasannya tinggi dan titik leleh di atas 3000 C. Ikatan dua atom karbon
dalam struktur intan memiliki energi kohesi 7,3 eV peratom.
R12
A dan B adalah parameter empirik. Sehingga, biasanya, energi potensial total
dua atom berjarak R adalah
12
σ σ6
U ( R) = 4ε − (1.45)
R R
6 12
dimana ε dan σ adalah parameter baru, dengan 4εσ =A dan 4εσ =B. Potensial
(1.45) di atas dikenal dengan nama potensial Lennard-Jones.
Gaya antara dua atom ditentukan melalui –dU/dR. gaya ini sangat cepat
berubah dengan jarak R sehingga atom dalam kristal cenderung untuk serapat
mungkin. Biasanya, struktur yang dimiliki oleh gas mulia adalah FCC (“cubic
close-packed”).
Energi kinetik atom gas mulia dapat diabaikan. Oleh karena itu energi
kohesi kristal gas mulia didapatkan dengan menjumlahkan potensial Lennard-
Jones (1.45) di atas terhadap semua pasangan atom dalam kristal. Jika terdapat
N buah atom dalam kristal, maka energi tersebut
1 12 6
σ σ
=
N (4ε ) ∑ −∑
U
tot 2
p p (1.46)
R R
j ij ij
dimana pijR adalah jarak antara atom ke-i dan j. Faktor ½ muncul karena
hitungan dilakukan dua kali pada setiap pasangan atom.
Untuk struktur FCC, dimana terdapat 12 tetangga terdekat, perhitungan
menghasilkan
Pada posisi setimbang Ro, energi total sistem berharga minimum sehingga
dU
tot
= 0 = −2Nε (12)(12,13)
σ 12 − (6)(14,45)
σ6 (1.48)
13 7
dR R=Ro R R
dan menghasilkan harga
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
I STRUKTUR KRISTAL 37
Nilai Ro/σ hasil pengamatan menunjukkan untuk Ne, Ar, Kr dan Xe adalah 1,14; 1,11; 1,1
dan 1,09 yang tidak berbeda jauh dengan (1.49). Dengan demikian energi kohesi kristal gas
mulia pada suhu nol mutlak dan tekanan nol diperoleh dengan mensubstitusikan (1.47) dan
(1.49) ke dalam (1.46). Hasilnya diperoleh
12 6
σ σ
U tot ( R) = 2Nε (12,13) − (14,45) (1.50)
R R
Gambar 1.28 (a) Molekul air; dan (b) Susunan molekul air
sebagai akibat adanya ikatan hidrogen
Tetapi, gaya antarmolekul ini jauh lebih lemah daripada gaya internal yang
mengikat molekul itu sehingga molekul tetap dapat mempertahankan
identitasnya salam kristal. Ikatan hidrogen mempunyai orde 0,1 eV.
RINGKASAN
1. Suatu benda padat berbentuk kristal, apabila atom, ion, atau molekulnya teratur
dan periodik dalam rentang yang panjang dalam ruang. Bahan kristal memiliki
simetri translasi, artinya bila seluruh kristal itu digeser sejauh vektor
G + n2 b , maka keadaannya tetap sama.
translasi kisi R = n1 a
02. Pola geometrik dari kedudukan setimbang tiap atom sebagai suatu titik
dinamakan kisi kristal. Terdapat dua kelas kisi, yaitu Bravais dan non-Bravais.
Kisi non-Bravais seringkali disebut sebagai kisi dengan suatu basis dan dapat
dipandang sebagai kombinasi dari dua atau lebih kisi Bravais yang
saling menembus dengan orientasi tertentu.
3. Luas daerah jajaran genjang yang sisinya dibatasi oleh vektor basis disebut sel
satuan. Terdapat dua jenis sel satuan, yaitu sel primitip (satu titik kisi perselnya)
dan sel non-primitip (lebih dari satu titik kisi perselnya). Hubungan antara
keduanya adalah (a) sel non-primitip menunjukkan simetri lebih besar, dan (b)
luas sel non-primitip merupakan kelipatan bulat dari luas sel primitip.
4. Dalam dua dimensi, kisi kristal Bravais yang mungkin sebanyak lima
jenis, yaitu Genjang, Persegi, Heksagonal, Empat persegi panjang P, dan
Empat persegi panjang I. Sedangkan untuk tiga dimensi ternyata ada 14
buah kisi Bravais yang terlingkupi dalam 7 buah sistem kristal, yaitu
Triklinik (P), Monoklinik (P, C), Ortorombik (P, C, I, F), Tetragonal (P, I),
Trigonal (R), Heksagonal (P), dan Kubik (P, I, F).
5. Beberapa kristal dengan struktur sederhana, di antaranya NaCl, CsCl,
intan, ZnS dan HCP
G G
06. Arah kristal, yakni vektor + n2
R=n a 1 b + n c , dinyatakan dengan [n1 n2
3
bidang kristal dinyatakan sebagai indek Miller (hkl). Jarak antarbidang Miller,
khusus untuk sumbu ortogonal dengan a≠b≠c dinyatakan oleh persamaan
d = 1
hkl
1 1 1 1/ 2
+ +
2 2 2
x z y
7. Fraksi kepadatan, didefinisikan sebagai proporsi maksimum dari volume
yang ada yang dapat diisi oleh bola atom dalam sebuah sel satuan,
diungkapkan dalam bentuk rumusan
F = N (4 / 3 )π r 3
V
8. Menurut Bragg kristal direpresentasikan oleh kumpulan bidang paralel yang
bersesuaian dengan bidang atom, yang berperan sebagai cermin. Interferensi
maksimum (konstruktif) yang terjadi memenuhi hukum Bragg
n λ = 2 dhkl sin θ
Dengan menggunakan hukum Bragg, secara eksperimen, jarak antarbidang
dhkl dapat dihitung.
9. Fakta menunjukkan bahwa hamburan berkas sinar-X disebabkan oleh atom
diskrit kristal yang bersangkutan. Oleh karena itu bahasan berikut menelaah
hukum Bragg melalui proses hamburan elastik (hamburan Thomson) sinar-X
oleh elektron dalam setiap atom dalam kristal. Dalam teori ini ditemukan
bahwa intensitas parsial gelombang terhambur sebanding dengan kuadrat
faktor hamburan kristal, yaitu F kr = F S, dimana S dan F, masing-masing
adalah faktor struktur geometri dan kisi.
10. Faktor struktur kisi S berharga tidak nol, yakni S=N, hanya untuk G = Ghkl ,
s
yakni vektor hamburan sama dengan vektor kisi resiprok (syarat Bragg). Dari
hubungan ini dapatlah diturunkan hukum Bragg 2dhklsin θ = λ.
11. Jika syarat Bragg terpenuhi dan semua atom identik, maka untuk kedudukan
G G , didapatkan faktor struktur
atom ke-j dalam sel satuan δ j = u j a + v j b + w j c
( )
kisi Fhkl = fa ∑e
2πi hu +kv +lw
j j j .
j
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
I STRUKTUR KRISTAL 40
12. Dalam suatu kristal letak atom relatif jauh satu sama lain sehingga gaya inti
tidak berperan. Dengan demikian formasi kristal terjadi karena gaya antaratom
(bersifat listrik). Pada titik setimbang, energi potensial terendah dan didominansi
oleh energi tarik-menarik, serta resultan gaya nol. Pada jarak lebih kecil dari titik
setimbang, potensial naik secara tajam menuju tak berhingga dan terjadi gaya
tolak-menolak; sedangkan pada jarak yang lebih besar, potensial naik secara
bertahap sehingga mencapai nol pada jarak tak berhingga dan terjadi gaya tarik-
menarik.
13. Ikatan ion terjadi antara ion positip dan negatip karena terjadi perpindahan
elektron sehingga menyerupai kofigurasi gas mulia. Energi ikatan berasal dari
potensial tolak-menolak medan sentral empirik dan tarik-menarik Coulomb. Di
2
Nαq ρ
titik setimbang energi tersebut adalah U tot =− −
R
R=Ro 1
4πε o Ro o
14. Ikatan yang terjadi karena pemakaian bersama sepasang elektron oleh atom
untuk mencapai konfigurasi gas mulia dalam suatu molekul disebut ikatan
kovalen. Sepasang elektron tersebut lebih banyak terdistribusi di antara inti-inti.
Gaya tarikan terjadi antara elektron dan proton di sepanjang garis yang
menghubungkan inti berturutan. Sedangkan gaya tolaknya terjadi karena
interaksi prinsip eksklusi Pauli saat inti saling merapat. Gaya tarikan elektron-
proton lebih dari cukup untuk mengimbangi penolakan langsung elektron-
elektron ataupun proton-proton.
15. Model ikatan logam menggambarkan adanya suatu susunan ion teratur dan
suatu lautan elektron valensi ( elektron konduksi) ion tersebut yang dapat
bergerak bebas di antara susunan ion. Ikatan logam terjadi bila tarikan antara
ion positip dan gas elektron melebihi penolakan antarelektron dalam gas
tersebut. Gaya tolak Coulomb antarion positip menjadi tidak efektif karena
gas elektron melingkupi ion secara kuat sehingga menjadi ion noninteraksi
yang netral.
16. Terdapat energi ikat yang lemah pada gas mulia. Meskipun secara rata-rata
semua momen multipol listriknya sama dengan nol, tetapi di setiap suatu waktu
momen dipol listrik terjadi secara fluktuatif sebagai akibat adanya kelebihan
elektron di bagian tertentu. Momen dipol listrik sesaat ini dapat menginduksi
atom atau molekul tetangganya sehingga terjadi interaksi antara keduanya.
Interaksi antara momen dipol listrik sesaat inilah yang memberikan ikatan antara
atom gas mulia. Energi ikatan Van der Walls ini adalah
1 12 6
σ σ
−∑
=
N (4ε ) ∑
U
tot 2
p R p R
j ij ij
17. Contoh ikatan hidrogen adalah kristal air. Sifat listrik sebuah molekul air
terisolasi adalah netral. Tetapi, dalam kristal es distribusi muatan internal
sedemikian rupa sehingga menghasilkan interaksi antarmolekul. Elektron
lebih ditarik ke arah atom oksigen sehingga bermuatan negatip; dan dalam
waktu bersamaan atom hidrogen menjadi bermuatan positip. Keadaan ini
menghasilkan dipol listrik dalam molekul air. Gaya tarik-menarik antardipol
listrik inilah yang menghasilkan ikatan hidrogen sehingga terbentuk kristal.
d. Sama dengan (c), tetapi untuk 6 titik pada pusat muka, yaitu ( ½)a( i + k ),
ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ), dan
(½)a( j + ), (½)a( i + j ), (½)a( i + 2 j + k ), (½)a( 2i + j + k
k
ˆ ˆ ˆ ) ! (Nyatalah bahwa, berdasarkan (c) dan (d) semua posisi
(½)a( i + j + 2k
atom dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor kisi primitip
dengan koefisien bilangan bulat)
03.a. Sama dengan soal 02), tetapi untuk vektor basis primitip
G ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ G ˆ ˆ ˆ !
a = (a / 2)(i + j − k), b = (a / 2)( j + k − i ) dan c = (a / 2)(k + i − j)
ˆ ˆ ˆ
b. Buktikan bahwa ungkapan vektor satuan i , j dan k sebagai kombinasi linier
G
ˆ G G ˆ G ˆ !
dari vektor basis primitip adalah ai = a + c , aj = a + b dan ak = b + c
04. Sama dengan soal (1), tetapi untuk vektor basis primitip 1 ˆ ˆ 1 ˆ
2
a(i + j) − 2 ck ,
1
ˆ ˆ 1
ˆ, dan 1 ˆ ˆ 1
ˆ
2 2
a(−i + j) + 2 ck a(i − j) + 2 ck dimana a adalah sisi bujursangkar dan
c adalah sisi yang tegak lurus terhadap bujursangkar tersebut !
5. Kisi kristal dapat dipetakan ke dalam dirinya sendiri oleh simetri translasi
kisi, pencerminan dan rotasi di sekitar suatu sumbu. Kisi kristal memiliki
simetri rotasi derajat-1, 2, 3, 4 dan 6 atau 2 π; 2π/2; 2π/3; 2π/4; dan 2π/6.
Tetapi, misalnya, kisi kristal tidak memiliki simetri rotasi 2 π/5 karena tidak
memungkinkan untuk mengisi seluruh ruang secara periodik dengan bentuk
bangun pentagon. Tunjukkan bahwa kisi dua dimensi tidak mempunyai
simetri putar 2π/5 !
06. Buktikan bahwa struktur HCP memiliki rasio sumbu c/a= 23 6 =1,633 !
7. Pada suhu 1190 K besi memiliki struktur FCC dengan parameter kisi a=3,647
Å; dan pada suhu 1670 K berstruktur BCC dengan a=2,932 Å. Jika berat
atom besi adalah 55,85 sma, maka tentukan kerapatan massa pada masing-
masing suhu tersebut!
8. Diketahui padatan Al berstruktur FCC dengan a=4,04 Å dan berat atom 26,98
sma. Hitunglah massa jenisnya!
9. Gambarlah bidang dan arah berikut dalam sel satuan kubik: (122), [122], (1 1
2) dan [1 1 2]!
18.a. Buktikan bahwa vektor kisi resiprok G ha1 ka2 la3 tegak lurus terhadap
bidang (hkl) dalam kisi kristal!
b. Buktikan bahwa jarak antara dua bidang paralel berturutan dalam kisi
adalah dhkl=2π/ G !
0 0
19. Suatu sel satuan berukuran a=4 Å, b=6 Å, c=8 Å dan α=β=90 , γ=120 .
Tentukan
a. vektor basis a*, b* dan c* untuk kisi resiprok!
b. jarak antar bidang (210)!
c. sudut Bragg untuk bidang (210), jika diketahui panjang gelombang sinar-X
yang dipakai 1,54 Å!
20. Buktikan bahwa
a. kisi resiprok suatu kisi SC adalah kisi SC juga!
b. kisi resiprok suatu kisi FCC adalah kisi BCC, dan sebaliknya!
21. Diketahui bahwa vektor basis primitip kisi ruang heksagonal adalah
G 1
3)xˆ + ( 1 a) yˆ G 1
3)xˆ + ( 1 a) yˆ G = czˆ
a =( a ,a 2 = −( a ,a 3
1 2 2 2 2
1/2 2
a. Tunjukkan bahwa volume sel primitipnya adalah (3 /2)a c!
b. Tunjukkan bahwa vektor basis primitip kisi resiproknya adalah
G 2π 2π G 2π 2π G 2π
b1 = xˆ + yˆ , b2 = − xˆ + yˆ , b3 = zˆ , sehingga kisi
a 3 a a 3 a c
o
merupakan resiprok dirinya sendiri, tetapi dengan merotasikan 30 sumbu-
sumbunya terhadap sumbu a3!
22. Buktikan persamaan (1.26)!
23.a. Pada bidang yang mana dalam kisi BCC berikut yang tidak menimbulkan
refleksi Bragg: (100), (110), (111), (200), (210) dan (211)!
b. Sama dengan soal a), tetapi dalam kisi FCC!
24. Hitunglah faktor struktur geometri F100 untuk kristal CsCl yang berstruktur
BCC, jika diasumsikan bahwa fCs=3fCl!
25. Teori ikatan kristal ionik model Born-Meyer menyebutkan bahwa energi
potensial total suatu sistem kristal ionik adalah E = N A − N α q2 , dengan
4π ε 0 R
Rn
N adalah jumlah pasangan ion positip-negatip. Suku pertama
merepresentasikan potensial tolak-menolak, dengan A dan n adalah konstanta
yang ditentukan melalui eksperimen. Suku kedua merepresentasikan potensial
tarik-menarik Coulomb, dengan α adalah konstanta Madelung yang hanya
bergantung pada struktur kristal.
a. Tunjukkan bahwa jarak kesetimbangan antarion adalah R0n−1 = 4π ε 0 A n !
αq2
b. Tunjukkan bahwa energi ikatan pada titik kesetimbangan adalah
E0 α Nq 2 1
=− 1 − !
4π ε 0 R 0 n
c. Jika kristal NaCl mempunyai konstanta kisi 5,63 Å, energi ikat terukur 7,95
eV/molekul dan konstanta Madelung 1,75, maka tentukan konstanta n!
32. Sama dengan soal 26), tetapi untuk struktur HCP dan FCC! Diketahui bahwa
untuk kisi HCP harga ∑ pij−12 = 12,13229 ; ∑ pij−6 = 14,45489 .
j j
o 6 o 12
a a
33. Energi total untuk 2 atom argon adalah E = −C +B relatif
R R
3
terhadap keadaan keduanya pada jarak tak terhingga. Harga B= 2,35.10 eV,
8
C= 1,69.10 eV dan ao adalah radius Bohr. Suku pertama merepresentasikan
energi tarik menarik antara elektron-elektron terluar; dan kedua adalah energi
tolak menolak antara ion-ion teras. Hitunglah
a. posisi setimbang !
b. Buktikan bahwa di posisi setimbang energinya didominansi oleh energi
tarik menarik! (harga mutlak energi tarik menarik lebih besar daripada
energi tolak menolak, dan energi totalnya berharga negatip)
Bahasan struktur kristal pada bab lalu menganggap bahwa atom bersifat
statik pada masing-masing titik kisinya. Sebenarnya, atom tidaklah statik,
melainkan berosilasi di sekitar titik setimbangnya sebagai akibat energi termal.
Bab ini membahas vibrasi kisi secara agak rinci.
Bab ini mula-mula membahas vibrasi kristal dalam batasan panjang
gelombang elastik, yang mana kristal dapat dianggap medium kontinu.
Kapasitas panas bahan dikemukakan dalam beberapa model, dan yang sesuai
dengan eksperimen adalah hanya yang menggunakan konsep fisika kuantum.
Akhirnya, bab ini ditutup oleh bahasan vibrasi kisi kristal, yang dikaitkan
dengan sifat diskrit kisi.
∂t 2
dimana u adalah simpangan terhadap titik setimbang dan S adalah tekanan.
(2.2)
∂ 2u − ρ ∂ 2u = 0 (2.3)
∂x2 Y ∂t 2
yang dikenal sebagai persamaan gelombang satu dimensi.
Diambil solusi berbentuk propagasi gelombang bidang, yaitu
(2.4)
u = Ao ei(kx - ωt)
Dimana Ao, k dan ω adalah amplitudo, bilangan gelombang dan frekuensi radial
gelombang. Substitusi solusi (2.4) ke dalam persamaan gelombang (2.3)
menghasilkan
ω = vs k (2.5)
dengan
1/2 (2.6)
vs = (Y/ρ)
adalah kecepatan fasa gelombang. Hubungan (2.5) antara frekuensi dan bilangan
gelombang disebut relasi dispersi. Dalam hal ini hubungan tersebut adalah linier,
dengan kemiringan kecepatan fasa, seperti disajikan pada Gambar 2.1 berikut.
ω=vsk
0 k
Setiap nilai n di atas memberikan satu harga k sebagai representasi sebuah moda
getar.
Jika L besar sekali, maka kn hampir kontinu (pandangan makro). Dalam
domain k, jarak antartitik adalah (2π/L), sehingga jumlah moda getar antara k
dan (k+dk) sebesar
dN = (L/2π) dk (2.11) Dalam domain frekuensi, dN di atas terletak
antara ω dan (ω+dω). Rapat keadaan g(ω) didefinisikan sedemikian sehingga
bentuk g(ω)dω memberikan jumlah moda getar yang mempunyai frekuensi
antara ω dan (ω+dω) seperti di atas. Oleh karena itu didapatkan
L 1
g(ω) =
2π dω / dk
Ungkapan ini hanya berlaku untuk gerakan dalam satu arah positip saja. Dengan
demikian g(ω) yang mencakup gelombang ke kiri dan ke kanan adalah
g(ω) = L 1 (2.12)
π dω / dk
Terlihat bahwa rapat keadaan g(ω) bergantung pada relasi dispersi. Untuk
hubungan linier (2.5), dimana dω/dk=vs, maka didapatkan
g(ω) = L 1 (2.13)
π vs
yang konstan tidak bergantung pada ω.
kx
dω
k
Gambar 2.2 Nilai diskrit k untuk gelombang yang merambat tiga dimensi
Semua moda getar dengan k tertentu direpresentasikan oleh satu titik yang
terletak pada permukaan bola dalam ruang k, dengan jari-jari k dan berpusat di
(kx , ky , kz) = (0,0,0).
Semua moda getar dengan vektor gelombang antara k dan (k+dk) terletak
dalam elemen volume 4πk2dk yang dibataskan oleh bola berjari-jari k dan (k+dk). Dengan
demikian, jumlah moda getar dalam selang vektor gelombang di atas
4πk 2 dk k2
dN = = dk (2.15)
(2π / L)3 2π 2
V
3
dimana V=L adalah volume sampel. Rapat keadaan g(ω) diperoleh dengan
menggunakan hubungan dispersi ω(k).
Apabila digunakan hubungan dispersi linier (2.5), maka didapatkan
g(ω) = V ω 2 (2.16)
2 3
2π vs
yang dilukiskan dalam Gambar 2.3 berikut.
berbeda, yaitu satu moda longitudinal dan dua moda transversal. Hubungan
dispersinya juga berbeda. Dengan demikian rapat keadaan (2.16) menjadi
ω 2 1 1
g(ω) = V 2π 2 v3 + v3 (2.17)
L T
energi kinetik rata-rata sama dengan energi potensial rata-rata, sehingga energi
total sistem atom dalam kristal menurut hukum ekipartisi
3 3
U=N k T+ k T = 3RT (2.21)
A 2 o 2 o
Ungkapan ini menunjukkan bahwa kapasitas panas kristal pada volume konstan
adalah
CV = (∂U/∂T)V = 3R (2.22)
∑ε n f (ε n )
ε = n=0
∞
∑ f (ε n )
n=0
klasik
kuantum
O T
Gambar 2.4 Energi kuantum rata-rata dan energi klasik rata-rata kristal
Tampak bahwa pada suhu tinggi, sehingga koT>>ћω, osilator berada dalam
keadaan kuantum tereksitasi tinggi. Pada keadaan demikian sifat kuantum
spektrum dapat diabaikan, sehingga dihasilkan energi klasik rata-rata ε = koT .
Pada suhu rendah, koT<<ћω, dan energi koT tidak cukup untuk mengeksitasikan
osilator ke tingkat eksitasi pertama. Dalam hal ini energi osilator jauh lebih kecil
daripada koT. Oleh karena itu, pada suhu rendah ini, sifat kuantum gerakan
lebih dominan.
Bila zat padat sebanyak 1 kmol dan setiap atom mempunyai 3 derajat
kebebasan, maka energi totalnya
=ω E
E = 3N ε = 3N (2.26)
A A e=ω E / koT −1
dimana ωE adalah frekuensi Einstein (frekuensi bersama osilator). Kapasitas
panas pada volume konstan
θE 2 θ /T
CV ∂E e E
= = 3R (2.27)
∂T V
T (e θ
E / T −1)
2
C V ≅ 3R e E ≅ B(T ) e E (2.28)
T
dimana B(T) adalah fungsi yang relatif tidak peka terhadap suhu. Karena
bentuk eksponensial eθ E
/ T
, maka kapasitas panas ini terus berkurang
sehingga mendekati nol dengan cepat sekali. Jadi C V →0 saat T→0. Hal ini
sesuai dengan eksperimen.
dalam rentang frekuensi tersebut haruslah sama dengan jumlah derajat kebebasan untuk
keseluruhan padatan. Jadi
ω
D
∫ g(ω) dω = 3N A (2.30)
0
dimana frekuensi atas ωD disebut frekuensi Debye. Hasil integrasi di atas, setelah
mensubstitusikan (2.18) memberikan nilai
2 1/3 (2.31)
ωD = vs (6π n)
= = 2 3 2 ∫ ω 2 dω (2.33)
2 π v ko T 0 = / k T
∂T V s e −1) ( o
C
= 9R
− 2 dx
∫ x
(2.34)
(e 1 )
V
θ 0
D
Suhu Debye θD dapat diperoleh dengan mencocokkan kurva eksperimen dari data
(CV,T) suatu kristal dengan kurva universal teoritis CV terhadap T/θD. Untuk suatu
zat tertentu, sudu Debye θD adalah suhu yang dipilih sedemikian rupa sehingga
kurva eksperimen akan berimpit dengan kurva universal teoritis. Bahan berikut ini
Li, Na, K, Cu, Ag, Au, Al, Ga, Pb, Ge, Si, C, NaCl, KCl, CaF 2, LiF dan SiO22 pada
suhu kamar 300 K, masing-masing memiliki suhu Debye 335; 156; 91,1; 343; 226;
162; 428; 325; 102; 378; 647; 1860; 280; 230; 470; 680; dan 255 K.
Ungkapan CV di atas menunjukkan hal-hal sebagai berikut.
a. Pada suhu tinggi, T>>θD, didapatkan
CV ≅ 3 R
CV = R (2.35)
5 θD
3
Kebergantungan CV terhadap T ini sesuai dengan hasil pengamatan. Dalam
keadaan demikian, hanya sedikit moda tereksitasi, yakni moda yang memiliki
energi kuantum ћω, yang lebih kecil daripada kT.
daripada jarak antar atom, yaitu k→0, maka dihasilkan relasi linier ω=vsk. Tetapi,
saat panjang gelombang menurun dan k membesar, maka kediskritan kisi menjadi
berperan karena atom-atom mulai menghamburkan gelombang. Akibatnya
kecepatan menurun, dan dalam hal ini menyebabkan kurva relasi dispersi tidak lagi
linier melainkan mengalami penurunan kemiringan.
A A A+1
Posisi setimbang atom dinyatakan pada koordinat kisi …, xA-1, xA, xA+1, …
Solusi (2.37) menunjukkan bahwa semua atom bergetar dengan frekuensi dan
amplitudo sama. Getaran yang demikian disebut getaran modus normal.
Substitusi (2.37) ke dalam (2.36) dan penghilangan besaran-besaran yang sama,
iy -iy
yaitu A, eiω t
dan eikla , serta pemakaian rumus Euler e +e =2 cos y
menghasilkan bentuk
ω = ωo sin ka (2.38)
2
1/2
dimana ωo=(4α/m) dan hanya diambil harga ω positip (yang memiliki arti fisis).
Ungkapan ini tidak lain adalah hubungan dispersi ω(k), yang berbentuk sinusoida
-π/a
-2π/a 0 π π
/a 2 /a
Gambar 2.7 Kurva dispersi ω(k) kisi satu dimensi dengan interaksi tetangga terdekat
Interpretasi fisis yang dapat dikemukakan dari model ini adalah sebagai berikut.
a. Nilai k kecil menyebabkan (2.38) menjadi hubungan dispersi linier, yaitu
ω a
ω≅
o
k (2.39)
2
Dalam batas ini, kisi berkelakuan sebagai medium kontinu elastik (pegas
kontinu). Harga k kecil, berarti k<<(π/a) atau λ>>2a. Dengan kata lain,
panjang gelombang jauh lebih besar daripada jarak antaratom (sistem makro).
Atom bergerak dalam fasa yang sama satu sama lain. Hal ini menyebabkan
gaya pulih setiap atom menjadi kecil, sehingga ω kecil juga. Kecepatan fasa
dan αa dapat diinterpretasikan sebagai tegangan dalam rantai kisi, maka hal
ini sama dengan bahasan kecepatan rambat gelombang transversal dalam
kawat Melde. Dari (2.40) dan (2.6) dapat dicari hubungan tetapan gaya α dan
modulus Young Y, yaitu
α =aY (2.41)
-8
yang dapat digunakan untuk memprediksi harga α. Untuk nilai a= 5.10 cm
11 2 3
dan Y= 10 gr/cm s didapatkan nilai α= 5.10 dyne/cm. Kasus dengan
k<<π/a, atau λ>>a dinamakan batas gelombang panjang.
b. Saat k membesar terjadi deviasi secara signifikan terhadap bentuk linier. Pada
k=±π/a terdapat nilai frekuensi maksimum. Nilai k=±π/a, berarti λ=2a,
menyebabkan atom yang bertetangga bergetar dengan fasa berlawanan,
sehingga gaya pulih dan frekuensi menjadi maksimum. Karena adanya fasa
berlawanan pada dua atom berdekatan, maka terjadi gelombang pantulan.
Akibatnya terjadi superposisi antara gelombang datang dan pantul oleh semua
atom dalam kristal, dan menghasilkan gelombang berdiri. Dalam kasus ini
Lihat kembali kurva dispersi (Gambar 2.7) di atas. Tampak bahwa kurva
tersebut periodik dalam ruang k, dan simetri terhadap pencerminan di sekitar
titik asal k=0. Oleh karena itu daerah yang penting adalah 0<k<π/a. Hanya
frekuensi dalam rentang 0<ω<ωo yang ditransmisikan dalam kisi. Frekuensi di
atas ωo mengalami atenuasi tajam. Dalam hal ini, kisi berperan sebagai filter
mekanik lolos rendah.
Periodisitas ω(k) dalam ruang k mempunyai perioda 2π/a. Oleh karena itu
x2A-3 x
A
-1 x 2A
x2
2A-2
2α − M =0 (2.46)
− 2α cos(ka) ω 2A
2 2
Solusi nontrivial persamaan homogen (2.46) ada hanya jika harga determinan
matrik sama dengan nol. Oleh karena itu persamaan sekularnya
2α − M ω 2 − 2α cos(ka)
1
(2.47)
− 2α cos(ka) 2α − M 2ω
2 =0
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
II DINAMIKA KISI KRISTAL 64
2
yang merupakan persamaan kuadrat dalam ω , dan memberikan solusi untuk
2
ω , yakni
2
1 1 1 1 4sin 2 1/ 2
2 (ka)
ω
1,2 =α + ±α + − (2.48)
M M
M1 M 2 M1 M 2 1 2
Kurva bawah, bersesuaian dengan tanda minus, dinamakan cabang akustik. Kurva
ini memiliki ciri sama dengan kisi monoatomik. Sedangkan kurva atas dinamakan
cabang optik karena dihasilkan frekuensi optik dalam spektrum elektromagnet.
Variasi cabang ini tidak begitu besar, sehingga sering dianggap tetap.
Pada gambar di atas terdapat daerah tanpa getaran, yaitu daerah frekuensi
1/2 1/2 3 -
antara (2α/M2) sampai (2α/M1) . Untuk harga α= 5.10 dyne/cm dan M=10
23 1/2 13
gr didapatkan frekuensi ω=(2α/M) = 3.10 /s dalam daerah inframerah.
Daerah terlarang ini, dimana kisi tidak dapat mentransmisikan gelombang,
disebut celah frekuensi. Oleh karena itu, kisi diatomik berperan sebagai filter
mekanik lolos pita.
Hal ini berarti dua atom dalam sel, atau molekul, mempunyai amplitudo dan fasa
yang sama. Keseluruhan kisi bergetar seperti benda tegar, dengan pusat massa
bergerak bolak-balik, seperti Gambar 2.11 berikut.
1 2
M
(2.46) di atas menghasilkan ungkapan
M1 A1 + M2 A2 = 0 (2.50) Hal ini berarti cabang optik berosilasi dengan
pusat massa atom tidak berubah. Dua atom dalam sel bergetar dalam fasa
berlawanan, seperti pada Gambar 2.12 berikut.
zona ini, jumlah nilai k yang diperkenankan sebanyak jumlah atom total N.
Karena terdapat dua cabang, maka jumlah moda getar totalnya adalah 2N.
RINGKASAN
1. Padatan terdiri dari atom diskrit yang berosilasi di sekitar titik setimbangnya
sebagai akibat adanya energi termal. Jika gelombang yang merambat
mempunyai panjang gelombang yang jauh lebih besar daripada jarak
antaratom, maka sifat atomik dapat diabaikan dan padatan dapat dianggap
sebagai medium kontinu (lingkup makro). Gelombang yang demikian disebut
gelombang elastik. Bahasan ini menghasilkan hubungan dispersi linier ω = vs
1/2
k, dimana vs = (Y/ρ) adalah kecepatan fasa gelombang. Bila dikenai syarat
Disamping itu, terdapat indikasi yang sangat kuat bahwa pada suhu yang
3
sangat rendah mendekati nol mutlak C V ∼ T .
3. Model Einstein tentang CV zat padat mengandaikan bahwa atom kristal
merupakan osilator independen, yang masing-masing memiliki frekuensi sama
dan energi diskrit εn=n ћ ω , n = 0, 1, 2, …, dan sebaran energi osilator pada
harga energi yang diperbolehkan mengikuti distribusi Boltzmann
−ε / k T
Berdasarkan andaian ini diperoleh kapasitas panas
f (ε n ) = e n o .
E 2
θ e
θ /T
E
mendekati 0 K
4. Model Debye tentang CV zat padat mengandaikan bahwa atom kristal
merupakan osilator yang berkait erat satu sama lain, dengan daerah frekuensi
ω=0 sampai suatu frekuensi maksimum ωD yang ditentukan oleh jumlah moda
getar yang diperkenankan. Dari andaian ini diperoleh kapasitas panas
T 3θ /T
D
CV = 9R ∫ x4ex
0
θ
D ( ) dx , yang sesuai dengan hasil eksperimen.
e −1 2
x
1
terdapat daerah tanpa getaran, yang disebut celah frekuensi. Oleh karena itu,
kisi diatomik berperan sebagai filter mekanik lolos pita. Pada nilai k=0, untuk
cabang akustik didapatkan bahwa A1=A2, yang artinya dua atom dalam sel,
atau molekul, mempunyai amplitudo dan fasa yang sama. Keseluruhan kisi
bergetar seperti benda tegar, dengan pusat massa bergerak bolak-balik.
Sedangkan untuk cabang optik menghasilkan M1 A1 + M2 A2 = 0, yang
artinya bahwa cabang optik berosilasi dengan pusat massa atom tidak
berubah. Dua atom dalam sel bergetar dalam fasa berlawanan.
2 π1 2 π1
dari − Na 2 N hingga + Na 2 N . Misalnya terdapat vibrasi gelombang
yang merambat dalam kristal monoatomik satu dimensi dengan jarak setimbang
8
antaratom a=5 Å. Jika kristal mengandung 6,00.10 atom, maka tentukan
rentang angka gelombang k yang diperbolehkan!
12. Tunjukkan bahwa untuk harga ka kecil, maka dari persamaan (2.48) dapat
diperoleh
2 2 2
1 1 2α
a. dua harga frekuensi ω = 2α + dan ω = (ka)
M1 M 2
M1 + M 2
v= 2α a 2
b. kecepatan fasa bunyi (Tampak bahwa dengan (M1+M2)/a
M1 + M 2
adalah kerapatan massa satu dimensi, maka hal ini sama dengan bahan
pegas/kawat kontinu dengan tegangan 2αa)
13. Tunjukkan bahwa untuk harga k=π/2a, maka dari persamaan (2.48) diperoleh
monoatomik. Ambillah uA,m pergeseran yang normal terhadap bidang kisi dari
atom dalam kolom ke-A dan baris ke-m. Setiap atom bermassa m dan konstanta
dengan NA adalah bilangan Avogadro dan M adalah berat atom. Logam memiliki
konsentrasi elektron yang besar, yakni n = 1029/m3. Misalnya, logam Na, K, Cu, Ag
dan Au adalah monovalen; dan logam Be, Mg, Zn dan Cd adalah divalen.
Bagian awal bab ini membahas perkembangan model elektron bebas. Bahasan
kapasitas panas dan suseptibilitas magnetik dari sumbangan elektron menunjukkan
bahwa yang sesuai dengan eksperimen adalah hanya jika elektron mengikuti prinsip
eksklusi Pauli. Kemudian, dikenalkan konsep tingkatan Fermi dan permukaan Fermi,
yang dapat digunakan untuk memperjelas deskripsi konduktivitas listrik dalam logam.
Dalam bab ini juga dibahas pengaruh medan magnet terhadap gerakan
elektron bebas, yakni efek Hall dan resonansi siklotron. Bahasan kedua hal ini
menghasilkan informasi yang mendasar tentang logam.
Dalam model elektron bebas ini elektron mengalami tumbukan dengan fonon
dan ketidakmurnian. Hal ini menghasilkan ungkapan hukum Matthiessen. Selain itu,
elektron dapat melepaskan diri dari permukaan logam sehingga terjadi emisi
thermionik. Akhirnya, bab ini ditutup dengan dikemukakannya beberapa kegagalan
model elektron bebas dalam membahas sifat logam.
kecepatan random vo karena energi termal dan berubah arah geraknya setelah
bertumbukan dengan ion logam. Karena massanya yang jauh lebih besar, maka ion
logam tidak terpengaruh dalam tumbukan ini.
Kehadiran medan listrik ε dalam logam hanya mempengaruhi gerak
keseluruhan electron karena ion-ion tertata berjajar dan bervibrasi di sekitar titik kisi
sehingga tidak memiliki neto gerak translasi. Misalnya, terdapat medan listrik ε
dalam arah sumbu-X. Percepatan elektron yang timbul
m*
dengan e dan m*, masing-masing adalah muatan dan massa efektif elektron. Jika
waktu rata-rata antara dua tumbukan elektron dan ion adalah τ, maka kecepatan
hanyut dalam selang waktu tersebut
v = v − eε τ (3.3)
hanyut o
m*
Oleh karena itu rapat arus yang terjadi
eε
J x = ∑ − e vo − τ (3.4)
m*
dimana penjumlahan dilakukan terhadap semua elektron bebas setiap satuan volume.
Elektron bergerak secara acak, sehingga ∑vo=0. Oleh sebab itu ungkapan (3.4)
menjadi
J x = e2 nτ ε (3.5)
m*
Karena hubungan Jx=σε, maka menurut (3.5) konduktivitas listrik memiliki ungkapan
σ = e2 nτ (3.6)
m*
7 -1
Pengukuran menunjukkan bahwa nilai rata-rata σ logam sekitar 5.10 (Ωm) . Dengan
-31
menganggap masa efektif m* sama dengan massa bebas m o=9,1.10 kg, maka
-14
didapatkan nilai τ berorde 10 s.
Contoh analisa lain adalah konduktivitas termal. Misalnya, sepanjang sumbu-
X terdapat gradien suhu ∂T/∂x, maka akan terjadi aliran energi persatuan luas
perdetik (arus kalor) Qe. Berdasarkan eksperimen arus kalor Qe tersebut sebanding
dengan gradien suhu ∂T/∂x
Qe = -K ∂T/∂x (3.7) dengan K adalah konduktivitas termal. Dalam isolator,
panas dialirkan sepenuhnya oleh fonon. Sedangkan dalam logam dialirkan oleh fonon
dan elektron. Tetapi karena konsentrasi elektron dalam logam sangat besar, maka
konduktivitas termal fonon jauh
-2
lebih kecil daripada elektron, yakni Kfonon≅10 Kelektron, sehingga konduktivitas fonon
diabaikan.
Dari pendekatan teori kinetik gas diperoleh ungkapan konduktivitas termal
K = (1/3) CV v A (3.8)
volume, kecepatan partikel rata-rata dan lintas bebas rata-rata partikel. Karena
2
CV=(3/2)nk, (1/2)mv =(3/2)kT dan A=vτ, maka konduktivitas (3.8) menjadi
K = 3 nk 2Tτ (3.9)
2 mo
Perbandingan konduktivitas termal (3.9) dan listrik (3.6) adalah
K 3k 2
= T (3.10)
σ 2e
Hal ini sesuai dengan penemuan empirik oleh Wiedemann-Frans (1853). Kadang-
kadang perbandingan (3.10) di atas dinyatakan sebagai bilangan Lorentz
L= K (3.11)
σT
Ternyata, hukum Wiedemann-Frans sesuai dengan pengamatan untuk suhu tinggi
(termasuk suhu kamar) dan suhu sangat rendah (beberapa K). Tetapi, untuk suhu
“intermediate”, K/σT bergantung pada suhu.
Dalam teori drude, lintas bebas rata-rata elektron bebas, A=τvo, tidak
1/2
bergantung suhu. Namun, karena vo∼T , maka keadaan mengharuskan
τ ∼ T-1/2
Hal ini didukung fakta eksperimen bahwa σ∼T-1, sehingga dari ungkapan
konduktivitas listrik didapatkan
n τ ∼ T-1 atau n ∼ T-1/2
Ungkapan terakhir ini menunjukkan bahwa bila T naik, maka n menurun. Hal ini
tidak sesuai dengan fakta, dan menyebabkan teori Drude tidak memadai.
Jadi, setidaknya kapasitas panas logam harus 50% lebih tinggi daripada isolator.
Tetapi, eksperimen menunjukkan bahwa untuk semua bahan padatan (logam dan
isolator) nilai CV mendekati 3R pada suhu tinggi. Pengukuran yang akurat
menunjukkan bahwa sumbangan elektron bebas terhadap kapasitas panas total adalah
reduksi harga klasik (3/2)R oleh factor 10-2. Oleh karena itu model elektron bebas
klasik tidak memberikan hasil ramalan CV yang memadai.
Suseptibilitas magnetik χ mengkaitkan momen magnetik M dan kuat medan
magnetik H melalui ungkapan
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
3 MODEL ELEKTRON BEBAS 77
M=χH (3.15)
Dalam hal ini hanya dibahas untuk bahan isotropik, sehingga χ skalar. Pengaruh
medan magnet luar H terhadap elektron bebas menyebabkan setiap momen dipol μ ,
yang acak arahnya, memperoleh energi magnetik
G (3.16)
E = −μ • H
Jika distribusi momen dipol elektron bebas memenuhi statistik Maxwell-Boltzmann,
-E/kT
yakni f(E)=e , maka momen dipol rata-rata dalam arah medan memenuhi
μ = π∫ μ cosθ e−E / kT 2π sinθ dθ (3.17)
0
π
∫e− E / kT 2π sinθ dθ
0
dimana θ adalah sudut antara μ dan H. Hasil dari persamaan (3.17) adalah
μ = μ L(x) (3.18)
dengan L(x)=coth x – (1/x) = fungsi Langevin
x = (μH/kT)
Dengan menggunakan deret
coth x = 1 + x − x3 + 2x5 + ... , untuk 0 < x <
x 3 45 945 π
maka untuk medan H tidak kuat, yakni μH<<kT momen dipol rata-rata tersebut
berharga
μ =μ1μH (3.19)
3 kT
Jika jumlah momen dipol magnet adalah N, maka magnetisasinya
M = N μ = Nμ 2 H (3.20)
3kT
Dengan membandingkan (3.20) dan (3.15) diperoleh suseptibilitas magnetik
χ = Nμ 2 (3.21)
3kT
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
3 MODEL ELEKTRON BEBAS 78
ψ (r ) = Ao e G G
G
ik •r (3.23)
Sedangkan semua keadaan elektron yang berenergi antara E dan E+dE terletak dalam
kulit bola dengan jari-jari antara k dan k+dk dan volume 4πk 2dk. Dengan demikian, jumlah
keadaan elektron
4π k 2 dk L3 k 2
= d
2π 2
(2π L) 3
k
Apabila diperhitungkan dua spin elektron, maka jumlah tersebut menjadi
L3 k 2 dk
π2
Mengingat ungkapan E=ћ2k2/2mo, maka jumlah keadaan elektron persatuan volume yang
berenergi antara E dan E+dE adalah
k2 1 2m o 3/2
Prinsip Pauli menyatakan bahwa dalam satu sistem fisis tidak boleh terdapat
dua elektron atau lebih yang mempunyai perangkat bilangan kuantum yang tepat
sama. Prinsip larangan ini dipenuhi oleh elektron yang mengikuti fungsi distribusi
Fermi-Dirac
f (E) = 1 (3.27)
1 +e
( E −EF )/ kT
Pada suhu T=0 K, energi Fermi diungkapkan dalam bentuk EF(0); dan fungsi
distribusi Fermi-Dirac
untuk E < EF(0) → f (E) = 1 =1
1+ e −∞
Dengan kata lain, pada suhu T=0 K semua tingkat energi E<EF(0) terisi penuh
elektron dan E>EF(0) kosong. Sedangkan pada suhu T>0 K berlaku
untuk E < EF → f(E) < 1
untuk E = EF → f(E) = 1/2
untuk E > EF → f(E) > 0
Hal ini berarti pada T>0 K tingkat energi di atas E F sudah terisi sebagian dan di
bawah EF menjadi kosong sebagian.
Model elektron bebas terkuantisasi mengambil andaian sebagai berikut. a. Kristal
logam digambarkan sebagai superposisi dari jajaran gugus ion positip (yang
membentuk kisi kristal) dan elektron bebas yang bergerak dalam volume kristal.
b. Elektron bebas tersebut memenuhi kaidah fisika kuantum, yaitu mempunyai energi
terkuantisasi dan mematuhi larangan Pauli, yang secara menyatu dirangkum dalam
ungkapan rapat elektron
dn = n(E) dE = f(E) g(E) dE (3.28) Dengan mensubstitusikan (3.27) dan (3.26) diperoleh
ungkapan rapat elektron sebagai fungsi dari energi elektron dan suhu sistem
o 3/2
dn = 1 2m dE (3.29)
E1/ 2
2
2π =2 1+ ( E −EF )/ kT
e
c. Pengaruh medan ion positip dapat diabaikan karena energi kinetik elektron bebas
sangat besar.
d. Pada permukaan batas antara logam dan vakum yang mengelilinginya terdapat
suatu potensial penghalang φ yang harus diloncati oleh elektron bebas paling
energetik pada suhu T=0 K (energi EF) untuk dapat meninggalkan permukaan
batas logam.
∞ ∞ E Fo 1 2m 3 / 2 1/ 2 1 2m 3 / 2
o o
(0) (3.31)
5/2
U o = ∫ Edn = ∫ Ef (E)g(E)dE = ∫ E E dE = EF
0 0 0 2π 2 = 2 5π 2 = 2
3 (3.32)
U o = 5 nEF (0)
( E −EF )/ kT 2 2
0 0
1+ 2π = (3.32)
e
1 2m 3/2∞ E3/2
∫
o
= d
2 2 ( E −EF )/ kT E
2π 1+ =
o
e
Untuk menyelesaikan integral dalam (3.32) digunakan bentuk integral
∞
yj
Fj ( yo ) = ∫ d
( y− y )
1+e o
y
o
yang mempunyai bentuk asymtotik untuk yo besar dan berharga positip (3.33)
j +1
y
π 2 j( j + 1)
F j ( yo ) 1
+ + ...
o
2
≅ j+1
6 yo (3.34)
Diketahui bahwa ungkapan energi Fermi sebagai fungsi suhu adalah
2
(π kT )
EF = EF (0) 1 − 2
(0)
12EF
Karena bentuk [(π kT )2 / EF2 (0)] sangat kecil dibandingkan dengan satu, maka E F
selalu dapat diganti dengan EF(0). Dengan memakai bentuk (3.33), (3.34) dan deret
binomial (1+x)p, serta memperhatikan ungkapan (3.31) dan (3.30), maka rapat energi (3.32) di atas
dapat dihitung dan hasilnya adalah
U≅Uo nπ 2 k 2T 2
(3.35)
+
4EF
sehingga kapasitas panas elektron bebas
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
3 MODEL ELEKTRON BEBAS 82
(C ) = ∂U / ∂T = nπ 2 k 2T (3.36)
V el
2EF
Apabila kapasitas panas elektron bebas model klasik (CV )el' (persamaan (3.13)),
maka ungkapan (3.36) untuk satu mol zat menjadi
(C ) el = π 2 kT (C )' (3.37)
V V el
3EF
Tampak bahwa sumbangan elektron bebas pada harga CV untuk kristal diperkecil
2
dengan faktor [π kT/3EF] dari harga klasiknya. Untuk harga E F=5 eV dan T=300 K,
maka hal ini sesuai dengan hasil pengukuran bahwa faktor pengecil tersebut kira-kira
-2
berorde 10 .
Dapatlah disimpulkan bahwa sumbangan elektron bebas pada harga C V suatu
logam sangatlah kecil, terutama pada suhu yang sangat tinggi. Tetapi sumbangan
tersebut akan dominan pada suhu yang cukup rendah.
Pada suhu jauh di bawah suhu Debye θD dan suhu Fermi TF, kapasitas panas
suatu logam dapat ditulis sebagai jumlah sumbangan elektron bebas dan fonon, yakni
CV = γ T + A T3 (3.38) dimana γ dan A merupakan konstanta karakteristik
bahan. Secara eksperimen dapat dibuat grafik CV/T terhadap T2 sehingga γ dan A bisa
ditentukan.
3.2.2 Paramagnetik Pauli
Apabila terdapat suatu medan magnet luar H, maka spin elektron bebas akan
menyesuaikan diri terhadap H. Energi total elektron bebas karena pengaruh medan
Etot = Ekin ± μB μo H (3.39) Tanda positip untuk spin antiparalel dan negatip
untuk spin paralel terhadap medan. Pengaruh medan terhadap rapat keadaan g(E)
digambarkan di bawah ini. Rapat keadaan g(E) dibagi menjadi dua bagian, yaitu spin
ke atas dan ke bawah. Tanpa medan magnet luar H, keduanya simetris terhadap
sumbu E.
Bila terdapat medan magnet luar H, maka secara total lebih banyak elektron
yang antiparalel terhadap H. Magnetisasi yang terjadi adalah
Ekin
Ekin+mag
Gambar 3.1 Variasi tingkat energi karena aplikasi medan magnet luar H
∞ ∞
M = μB ∫ dn =μB ∫ f (E){
1 1
g(E + μB μo H ) − 2 g(E − μB μo H )}dE (3.40)
2
0 0
Bila diambil kasus untuk T=0 K, maka diperoleh
M = μ o μ 23 H
n B
(3.41)
2EFo
Perhitungan di atas menggunakan relasi g(E±μoμBH)=g(E)±μoμBH(dg/dE) berdasarkan
ekspansi Taylor; dan g(EF)=3n/2 EF yang diperoleh dengan menggabungkan persamaan (3.26)
dan (3.30). Dengan demikian suseptibilitas magnetiknya
μ o μ 23
B
n
χ= (3.42)
2EFo
Terlihat bahwa suseptibilitas di atas tidak bergantung secara kuat terhadap suhu.
Dengan harga EFo=2 eV didapatkan χ=5.10-6 yang sesuai dengan hasil eksperimen.
Meskipun perhitungan di atas diambil pada suhu nol mutlak, tetapi hasilnya valid
dalam rentang suhu yang cukup besar.
terjadi di daerah E∼EF. Elektron yang demikian akan mengalir bila dikenai medan
listrik. Hubungan rapat arus J dan medan listrik ε dinyatakan oleh hukum Ohm
laju Fermi vF), serta permukaannya disebut permukaan Fermi. Kecepatan elektron
bersifat acak, dan berkaitan dengan energi melalui ungkapan
E = ½ m v2
direpresentasikan oleh semua titik dalam bola. Arus total nol karena setiap elektron
yang berkecepatan v selalu berpasangan dengan yang berkecepatan –v. Kecepatan
elektron sangat besar di permukaan Fermi. Permukaan Fermi tidak begitu dipengaruhi
oleh suhu. Bila suhu naik, hanya sedikit elektron yang melintasinya.
Perlu diketahui bahwa pengukuran eksperimen menunjukkan bahwa
permukaan Fermi berbentuk bola terdistorsi, sebagai akibat dilibatkannya interaksi
elektron dan kisi. Hal ini akan dijelaskan dalam bab selanjutnya.
Bila terdapat medan listrik, misalnya, εX searah sumbu-X, maka distribusi
elektron berubah menjadi n(v) . Perubahan ini mempunyai komponen posisi dan
waktu. Dalam hal ini bola Fermi bergeser ke arah (-X), seperti ditunjukkan oleh
Gambar 3.2 berikut.
dengan τ adalah waktu relaksasi. Ungkapan ini sering disebut persamaan transport
Boltzmann. Dalam keadaan mapan ( ∂n(v) / ∂t = 0 ) persamaan (3.44) menjadi
G G τeG G
n(v) = no (v) − m ε • ∇V n(v) (3.45)
o
G
ˆ
Dalam kasus di atas diambil ε = ε X i sehingga persamaan (3.45) menjadi
G G τ eε X ∂n(v)
n(v) = no (v) − mo ∂vX (3.46)
Rapat arus listrik yang terjadi
G
JX = ∫evX n(v)dvX dvy dvz G (3.47)
∞
G τeεX ∂n(v)
=
∫ ∫ ∫evX n
o (v) − dvX dvy dvz
−∞ mo ∂v
X
Integral suku pertama persamaan (3.47) menghasilkan nol karena kecepatan rata-rata
vX = 0 dalam no (v) . Dengan demikian rapat arus (3.47) menjadi
e 2ε ∞
G
X v ∂n(v)
JX =− ∫∫∫ X dvX dvy dvz (3.48)
mo −∞
∂vX
Mengingat bahwa
a. τ=A/v, dimana A adalah lintas bebas rata-rata antara dua tumbukan,
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
3 MODEL ELEKTRON BEBAS 86
16πe2 m o ∞
∂f (E)
JX = ε X ∫AE − dE (3.51)
3h 0 ∂E
Untuk suhu T=0 K, harga (-∂f(E)/∂E) berupa fungsi delta Dirac δ sehingga integral dalam
(3.52)
∞
∂f (E)
∫AE − dE = A EF EF
0 ∂E
dimana τF adalah waktu relaksasi sebuah elektron pada bola Fermi. Ungkapan
konduktivitas listrik di atas, ternyata, bentuknya sama dengan hasil teori Drude yang
lalu.
ρ(T ) = ρ f (T ) + ρi = 1 + 1 (3.56)
m * m *
2
ne τ f ne2 τ i
Ungkapan ini disebut hukum Matthiessen. Tampak bahwa ρ terdiri dari dua bentuk,
yaitu
a. resistivitas ideal ρf(T) karena hamburan elektron oleh fonon, sehingga bergantung
saling tegak lurus, yaitu medan listrik εX dan medan magnet BZ.
Arus IX mengalir searah εX. akibat pengaruh medan BZ, lintasan elektron
membelok ke bawah, sehingga terkumpul banyak elektron di bagian bawah logam.
Dalam waktu bersamaan, terjadi muatan positip di bagian atas karena kekurangan
elektron. Dengan demikian terjadilah medan listrik Hall εY. apabila keadaan sudah
Y εx
Z + + + + + + +
εy
X - - - - - - - vx=kec elektron
Bz
sinyal
elektromagnet
ω
ωc
elektron
eφ
EF
Pada T=0 K semua tingkatan terisi sampai tingkat energi Fermi EF. Di atas tingkat EF
terdapat tingkat energi penghalang eφ sampai permukaan, yang dikenal sebagai
fungsi kerja logam. Dengan demikian untuk dapat meninggalkan logam, misalkan
dalam arah-X, elektron harus memiliki energi
p 2X
≥E + eφ (3.61)
2mo F
Pancaran thermionik hanya mungkin terjadi pada energi yang sangat tinggi, sehingga
angka satu dalam penyebut persamaan (3.62) di atas dapat diabaikan. Oleh karena itu
distribusi rapat elektron (3.62) menjadi
−m
o (v X
o 3
n(vX , vY , vZ ) dvX dvY dvZ m E / kT
2
+vY +vZ
2 2
) dvX dvY dvZ
=2 e F e kT (3.63)
h
Rapat elektron dalam arah-X yang berkecepatan antara vX dan (vX+dvX)
∞
JX = h 3 (1 − r)e F
∫evX e 2kT dvX (3.66)
vX
=
A(1 − r)T 2 e−eφ / kT
2 3 6 2 2
dengan A=(4πmok e)/(h )=1,2.10 Amp/m K . Ungkapan ini dikenal sebagai
persamaan Richardson-Dushman untuk pancaran thermionik. Jika persamaan di atas
ditulis dalam bentuk logaritma-natural
2
ln (JX/T ) = ln A + ln (1-r) - eφ/kT
2
maka dengan membuat grafik ln(JX/T ) terhadap 1/T akan diperoleh harga φ dan (1-
r). Harga fungsi kerja beberapa logam yang diperoleh dari pengukuran emisi
termionik adalah 4,5; 4,2; 4,6; 4,8; 1,8; dan 5,3 eV, masing-masing untuk W, Ta, Ni,
Ag, Cs dan Pt.
Secara eksperimental pancaran thermionik ini dilakukan dalam tabung hampa,
dimana terdapat anoda yang mengumpulkan elektron yang dipancarkan oleh katoda.
bebas rata-rata) yang panjang dibandingkan dengan jarak rata-rata antarion dalam
kristal logam. Hal inilah yang, barangkali, menyebabkan bahasan “aliran” elektron
dalam logam kurang bisa memprediksi kenyataan.
RINGKASAN
1. Logam mengandung elektron bebas (konduksi), dengan konsentrasi besar, yang
dapat bergerak dalam keseluruhan volume kristal. Jika ρm dan ZV, masing-masing
adalah kerapatan bahan dan valensi atom, maka konsentrasi elektron bebas
ρm N A
tersebut adalah n = ZV
M
2. Teori Drude (1900) tentang elektron dalam logam adalah bahwa dalam logam
terdapat elektron bebas, yang membentuk sistem gas elektron klasik, yang
bergerak acak dalam kristal dengan kecepatan random vo karena energi termal dan
berubah arah geraknya setelah bertumbukan dengan ion logam. Karena massanya
yang jauh lebih besar, maka ion logam tidak terpengaruh dalam tumbukan ini.
e2 nτ
Teori Drude menghasilkan ungkapan konduktivitas listrik σ= dan termal
mo
K = 3 nk 2Tτ . Hal lain yang didapat adalah bahwa konsentrasi elektron
2 mo
berbanding terbalik dengan akar suhu mutlak n ∼ T-1/2. Ungkapan terakhir ini tidak
sesuai dengan fakta, dan menyebabkan teori Drude tidak memadai.
3. Model elektron bebasa klasik tentang logam mengambil andaian bahwa elektron
bebas diperlakukan sebagai gas, yang masing-masing bergerak secara acak dengan
kecepatan termal, pengaruh medan potensial ion diabaikan, karena energi kinetik
elektron bebas sangat besar, dan lektron hanya bergerak dalam kristal karena
adanya penghalang potensial di permukaan batas. Teori ini gagal menerangkan
kapasitas panas sumbangan elektron bebas pada suhu tinggi dan Suseptibilitas
magnetik.
4. Model elektron bebas yang terkuantisasi menggunakan prinsip kuantisasi energi
elektron dan prinsip eksklusi Pauli, pengaruh medan ion positip dapat diabaikan
karena energi kinetik elektron bebas sangat besar dan pada permukaan batas antara
logam dan vakum yang mengelilinginya terdapat suatu potensial penghalang φ
yang harus diloncati oleh elektron bebas paling energetik pada suhu T=0 K (energi
EF) untuk dapat meninggalkan permukaan batas logam.
05. Menurut model elektron bebas yang terkuantisasi, ungkapan kapasitas panas
elektron bebas adalah (C ) = nπ 2 k 2T yang sesuai dengan hasil eksperimen.
V el
2EF
μ o μ 23
B
n
Sedangkan untuk suseptibilitas magnetik diperoleh χ = yang cocok juga
2EFo
dengan hasil eksperimen. Model ini juga menghasilkan ungkapan konduktivitas
listrik yang sama dengan yang diperoleh teori Drude.
6. Hukum Matthiessen membahas resistivitas elektron dalam logam dikarenakan dua
hal, yaitu hamburan elektron oleh fonon (bergantung pada suhu) dan oleh
ketakmurnian (tidak bergantung pada suhu). Pada suhu sangat rendah, hamburan
oleh fonon dapat diabaikan. Sedangkan pada suhu yang cukup besar, hamburan
oleh fonon menjadi dominan.
7. Efek Hall dapat dipergunakan untuk menentukan macam rapat pembawa muatan
(positip atau negatip), dan rapat elektron konduksi yang berperan dalam proses
g. persentase elektron yang mengalami eksitasi di atas tingkat Fermi pada suhu
kamar!
-5
3. Natrium memiliki koefisien ekspansi volume 15.10 /K. Hitunglah persentase
perubahan energi Fermi EF jika suhu dinaikkan dari 0 K sampai 300 K!
4. Tembaga mempunyai suhu Einstein θE=240 K. Dengan menggunakan harga energi
Fermi soal 02), hitunglah perbandingan kapasitas panas elektron terhadap kisi
pada suhu T=0,3 K, T=4 K, T=20 K, T=77 K dan T=300 K!
5. Anggaplah bahwa energi Fermi EF=5 eV dan tidak bergantung suhu. Berapakah
harga energi untuk fungsi Fermi-Dirac f(E)=0,5 , f(E)=0,7 , f(E)=0,9 dan
f(E)=0,95 pada suhu kamar!
06.a. Buktikan bahwa kapasitas panas kisi dan elektronik berharga sama pada suhu
TC = 5θ D3
!
2
24π TF
b. Hitunglah suhu soal a) untuk logam Ag yang mempunyai suhu Debye θD=225
4
K dan suhu Fermi TF=6,4.10 K!
c. Tunjukkan bahwa pada suhu T<TC kapasitas panas elektronik lebih besar
daripada kapasitas panas kisi; dan sebaliknya pada T>TC!
7. Jika padatan natrium mempunyai energi Fermi EF=3,12 eV, maka berapakah
suseptibilitas paramagnet Paulinya?
-10 3
8. Tembaga mempunyai konstanta Hall RH=-0,55.10 Vm /A. Hitunglah
konsentrasi elektronnya!
9. Dalam suatu sampel tembaga didapati kecepatan hanyut elektron 2,16 m/s dalam
medan listrik 500 V/m. Hitunglah
a. mobilitas elektron!
b. waktu relaksasi (anggaplah m*=mo)!
10. Resistivitas listrik suatu sampel tembaga adalah 1,77.10-8 Ωm. Tembaga
berstruktur FCC dengan sisi kubus 3,61 Å dan masing-masing atom
menyumbangkan satu elektron bebas. Tentukanlah
a. waktu relaksasi!
b. kecepatan rata-rata elektron dalam medan 100 V/m!
11.Logam emas mempunyai kerapatan massa 19,3.103 kg/m3. Jika masing-masing
atomnya menyumbangkan satu elektron untuk menghasilkan arus, maka hitunglah
koefisien Hall dalam logam tersebut!
12. Pengamatan resonansi siklotron dalam tembaga terjadi pada frekuensi 24 GHz.
Jika untuk tembaga m*=mo, maka hitunglah medan magnet yang digunakan!
13. Sesium mempunyai fungsi kerja 1,8 eV. Hitunglah rapat arus emisi thermionik
pada suhu 500 K, 1000 K, 1500 K dan 2000 K! (anggaplah tidak ada elektron yang
terpantul di permukaan)
14.a. Buktikan bahwa emisi thermionik mencapai maksimum bila suhu T=eφ/2k! b.
Berapakah suhu soal a) untuk logam Cs dengan fungsi kerja 1,8 eV?
Gambar 4.1 Potensial sebagai fungsi jarak sepanjang garis inti atom
Elektron yang dapat bergerak bebas di antara ion adalah elektron yang berada di atas
potensial penghalang.
Teori pita energi zat padat mengajukan model tentang elektron dalam kristal
dengan asumsi sebagai berikut.
a. Terdapat energi potensial V (r ) yang tidak sama dengan nol di dalam kristal
dengan keberkalaan kisi kristal.
b. Fungsi gelombang ψ (r ) dibuat berdasarkan kisi sempurna dan dimana dianggap
bahwa kisi tidak bervibrasi secara termal.
c. Teori pita energi dikembangkan dari bahasan perilaku elektron tunggal di bawah
pengaruh suatu potensial periodik V (r ) yang merepresentasikan semua interaksi,
baik dengan ion kristal maupun dengan sesama elektron lain.
d. Bahasan elektron tunggal dapat menggunakan persamaan Schrodinger untuk satu elektron
=2 2
G G G G
− 2mo ∇ ψ (r ) + V (r )ψ (r ) = Eψ (r ) (4.1)
dengan uk (r ) merupakan suatu fungsi yang juga mempunyai simetri translasi kisi
G G G (4.4)
( )
uk r + R = uk (r )
Fungsi Bloch merupakan gelombang bidang berjalan yang dimodulasi oleh medan
potensial periodic, dan ungkapan teorema Bloch, yaitu
“Fungsi eigen dari persamaan gelombang untuk suatu potensial periodik
G
•
adalah hasilkali antara suatu gelombang bidang berjalan eksp (ik r ) dan
suatu fungsi modulasi uk (r ) dengan periodisitas kisi kristal”
Fungsi Bloch ψ (r ) merupakan orbital kristal, yakni bersifat delokalisasi di seluruh volume kristal.
Kemampuan elektron bergerak dalam keseluruhan kristal ditandai
G
oleh adanya bentuk gelombang bidang berjalan eksp (ik • r ) dalam fungsi Bloch
sehingga seperti partikel bebas. Sedangkan gerakan elektron di sekitar inti
dideskripsikan oleh fungsi periodic. Distribusi probabilitas elektron G 2
bersifat
ψ (r )
periodik dalam kristal.
Misalnya, kisi kristal satu dimensi dalam arah-X dengan perioda a, maka
dapatlah dikemukakan beberapa hal sebagai berikut.
a. Mengingat V(x+a)=V(x), maka disamping ψ(x), juga ψ (x+a) merupakan solusi
persamaan Schrodinger dengan energi E. Apabila tidak ada degenerasi, maka terdapat hubungan
2π
ika k=
ψ(x+a) = e ψ(x) dimana Na n , n = 0,1,2,3,... (4.5)
N = titik kisi identik
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
4 TEORI PITA ENERGI 101
b. Mengingat V(x) riil, maka V*(x)=V(x). Karenanya setiap E senantiasa ada dua
*
fungsi gelombang yang memenuhi persamaan Schrodinger, yaitu ψ (x) dan ψ(x);
dan E(k)=E(-k).
c. Mengingat hubungan antara vektor kisi resiprok G dan periodisitas kisi a adalah
G a = m 2π ; m = 0, ±1, ±2, …
maka suatu keadaan elektron dengan vektor gelombang G memenuhi
Hal ini berarti ψ k ' (x) memenuhi teorema Bloch seolah-olah dengan vektor
V(x) ion
Vo
x
-b 0 a a+b 2a+b 2a+2b
=2
β 2 = 2mo (Vo − E) (4.11)
2
=
maka solusi persamaan di atas adalah
untuk 0<x<a, (4.12)
ψ = Aeiαx + Be−iαx
untuk –b<x<0, ψ = Ceβx + De− βx (4.13)
Solusi sempurna, yakni yang memenuhi fungsi Bloch (4.3), didapatkan dengan
merelasikan solusi untuk a<x<(a+b) dan –b<x<0 dengan teorema Bloch
ik(a+b) (4.14)
ψ(a<x<(a+b)) = ψ(-b<x<0) e
Tetapan A, B, C dan D dipilih sedemikian sehingga ψ dan dψ/dt kontinu di
x=0 dan x=a. Syarat batas di x=0 menghasilkan
A+B=C+D (4.15)
i α (A – B) = β (C – D) (4.16)
dan syarat batas di x=a menghasilkan
(4.17)
A eiαa + B e-iαa = (C e-βb + D eβb) eik(a+b)
(4.18)
iα (A eiαa - B e-iαa = β (C e-βb - D eβb) eik(a+b)
Perangkat empat persamaan (4.15) sampai (4.18) di atas memberikan solusi hanya
jika determinan dari koefisien A, B, C dan D sama dengan nol. Hal ini menghasilkan
2αβ
Hasil di atas menjadi lebih sederhana apabila potensial periodik merupakan fungsi
delta Dirac, yakni Vo→∞ dan b→0, tetapi Vob→berhingga. Dalam kasus ini β>>α
dan βb<<1 sehingga persamaan (4.19a) di atas menjadi
mV b
o o
sin(α a) + cos(α a) = cos ka (4.19b)
= 2α
m Vb
Apabila dibataskan P= o o
, maka persamaan (4.19b) menjadi
=2
P
α a sin(α a) + cos(α a) = cos ka (4.19c)
Secara grafik, untuk P=3π/2 persamaan ini dapat digambarkan dalam sketsa berikut.
P
Gambar 4.3 Sketsa fungsi α a sin(α a) + cos(α a) = cos ka untuk P=3π/2
= daerah αa yang meberikan solusi persamaan
Schrodinger
a. Spektrum energi elektron terdiri dari beberapa pita energi (daerah energi) yang
diperkenankan dan beberapa yang terlarang.
b. Lebar pita energi yang diperkenankan bertambah lebar dengan meningkatnya
harga αa, atau dengan energi elektron yang meningkat.
c. Lebar pita energi tertentu yang diperkenankan mengecil apabila P bertambah,
artinya mengecil bila “energi ikatan” makin naik.
V(x) E(k)
0 x 0 k
b. 0<P<∞ (elektron dalam potensial berkala)
V(x) E(k)
Vo
x k
-3π/a -2π/a -π/a 0 π/a 2π/a 3π/a
V(x) ∞
∞∞ ∞ ∞ E3
E2
E1
x
setiap atom bersifat diskrit, dan sesungguhnya atom dalam keseluruhannya bukanlah
merupakan suatu sistem fisis. Tingkat energi atom yang diskrit tersebut dinamakan
tingkat 1s, 2s, 2p dan seterusnya. Setiap atom merupakan sistem tersendiri, tanpa
interaksi dengan atom lain. Atom yang terisolasi ini, masing-masing memiliki banyak
keadaan elektron yang sama energinya.
Apabila kemudian jarak antaratom berkurang, maka mulai terjadi interaksi
antaratom dan fungsi gelombang elektron mulai saling bertindihan. Interaksi tersebut
menyebabkan harga energinya berubah. Secara keseluruhan atom tersusun menjadi
satu sistem fisis dan harus mengikuti kaidah yang menyangkut sistem fisis. Misalnya,
prinsip Pauli yang melarang dua elektron atau lebih mempunyai harga energi yang
tepat sama. Oleh karena itu terjadi pelebaran dari harga diskrit energi elektron (atom
terisolasi) menjadi harga pita energi elektron.
Berdasarkan prinsip larangan, tiap tingkat energi tersedia bagi dua elektron
dengan spin berlawanan. Oleh karena itu pita energi suatu zat padat yang terdiri dari
N atom akan tersedia N tingkat energi atau paling banyak boleh berisikan 2N
elektron. Karena N besar sekali, yakni 1023, maka tingkat-tingkat energi tersebut
saling merapat satu sama lain membentuk pita energi. Pita energi terdiri dari
kumpulan tingkat energi yang memiliki jarak antartingkat berdekatan sangat kecil
sehingga distribusinya kontinu. Misalnya, lebar pita energi 5 eV memiliki jarak
antartingkat berdekatan 5.10-23 eV. Jadi pada suatu kristal terdapat banyak pita energi
yang masing-masing sesuai dengan tingkat energi atom penyusun kisi tersebut.
Misalnya, tingkat energi 1s, 2s, dan 2p masing-masing menimbulkan pita 1s, 2s, dan
2p.
Perhatikanlah contoh kristal Lithium dalam gambar berikut. Setiap atom Li
mengandung tiga elektron, yaitu 2 elektron mengisi sel 2s dan 1 elektron dalam sel 2s
(tidak penuh). Pita 2s dan 2p masing-masing mempunyai kapasitas 2N dan 6N
elektron. Terlihat bahwa lebar pita bertambah saat konstanta kisi mengecil. Juga,
untuk a<6ao (dimana ao adalah radius Bohr seharga 0,53 Å) pelebaran pita 2s dan 2p
mulai overlap, dan celah antara keduanya melenyap sehingga terbentuk pita tunggal
dengan kapasitas 8N. Tetapi pita tunggal ini hanya berisikan N elektron yang berasal
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
4 TEORI PITA ENERGI 107
dari pita 2s saja, atau hanya seperdelapan dari kapasitasnya. Karena pita valensinya
hanya terisi sebagian, maka kristal Li termasuk kelompok logam.
Gambar 4.5 Pelebaran tingkat energi 2s dan 2p menjadi pita energi dalam kristal
Pita-pita energi memang berkecenderungan overlap satu sama lain. Selain pita
2s dan 2p seperti di atas, pita yang berkecenderungan overlap adalah 3s dan 3p yang
berkapasitas 8N; 4s, 3d dan 4p yang berkapasitas 18N; 5s, 4d dan 5p yang
berkapasitas 18N; 6s, 4f, 5d dan 6p yang berkapasitas 32N; serta 7s, 5f, 6d dan7p
yang berkapasitas 32N. Sebagai contoh berikut disajikan unsur wolfram (W).
Dalam sistem periodik unsur W termasuk golongan VIA dan memiliki nomor
atom 74 dengan konfigurasi elektron [Xe]4f145d46s2. Hal ini berarti semua elektron
sudah memiliki spin yang sudah berpasang-pasangan sehingga tidak ada yang
menjadi elektron bebas. Tetapi, faktanya tidak demikian. Wolfram termasuk
konduktor yang baik. Ternyata, antara satu pita energi dengan yang lain
dimungkinkan terjadi tumpang-tindih. Untuk konduktor W tersebut, tumpang tindih
terluar terjadi pada pita energi 6s, 4f, 5d dan 6p yang secara total memerlukan 32
elektron. Sedangkan, di luar sel [Xe], wolfram hanya memiliki 20 elektron. Hal ini
berarti masih terdapat 12 tempat kosong elektron, yang bisa berperan sebagai hole.
Meskipun pada dasarnya bentuk solusi fungsi gelombang menuruti teorema
Bloch, namun dalam memecahkan persamaan Schrodinger, dengan pendekatan
tentang model potensial berkala, memberikan berbagai metode, antara lain sebagai
berikut.
a. Metode LCAO (linear combination of atomic orbitals), dimana spektrum energi
elektron dalam zat padat diperoleh dengan mengandaikan adanya sedikit
tumpang-tindih dari potensial atom yang terpisah. Potensial atom yang begitu kuat
menyebabkan elektron hanya bergerak di sekitar atom yang bersangkutan. Model
ini merupakan pendekatan kasar terhadap pita sebelah dalam, yaitu pita 3d logam
transisi.
b. Model elektron hampir bebas, dimana diandaikan bahwa potensial berkala agak
rendah; atau dimana tumpang-tindih dari potensial atom sangat besar. Karena
potensial begitu lemah, maka elektron berperilaku seperti elektron bebas dan
model ini dibahas dengan metode perturbasi. Model ini merupakan pendekatan
kasar terhadap pita valensi logam sederhana, seperti Na, K, Al dan lain-lain.
c. Metode sel (cellular method) yang dikembangkan oleh Wigner-Seitz.
Dalam buku ini hanya akan disajikan metode LCAO saja.
pada batas zona (k=±π/2a) besar kecepatan kelompok vg=0, baik pada cabang
akustik maupun optik, sehingga pada titik ini terjadi gelombang tegak. Kondisi ini
menimbulkan refleksi Bragg.
Gerakan elektron dalam potensial berkala model Kronig-Penney
menunjukkan bahwa celah energi terjadi pada harga k=nπ/a, dimana n=±1, ±2, …
Pada harga batas inipun, fungsi Bloch merupakan gelombang tegak. Gerakan
elektron dalam kisi dapat dianalogikan dengan propagasi gelombang elektromagnet
G
dalam kristal. Jika k dan k ' , masing-masing adalah merupakan vektor gelombang
G
asal dan terhambur, dan G adalah vektor kisi resiprok, maka syarat difraksi Bragg
harus memenuhi (1.37), yaitu
G G G
k '= Ghkl + k
Dari Gambar 4.1 dan 4.2 terlihat bahwa energi potensial elektron di dekat inti atom
lebih rendah daripada di dalam ruang antara inti atom. Oleh karena itu energi yang
daripada untuk elektron yang direpresentasikan oleh ψganjil(x). Beda energi elektron
antara keduanya pada batas k==±π/a ini merupakan celah energi.
Penjumlahan dilakukan terhadap semua elektron dalam pita yang ditinjau. Rapat arus elektron yang
terjadi
J = −no e v = − e v (4.26)
∑ i
V i
Misalnya, pita yang ditinjau seperti Gambar 4.6 berikut.
E(k)
-π/a k
0 π/a
E==ω (4.27)
Pada gambar di atas, vg sama dengan kemiringan fungsi E=E(k). Sedangkan fungsi
E=E(k) simetri terhadap sumbu k=0. Pada harga k=-k, kecepatan elektron sama
besar, tetapi berlawanan tanda, sehingga ∑vi=0. Dengan demikian, jelaslah bahwa
rapat arus sama dengan nol untuk suatu pita energi yang kosong (elektron) atau pita
energi yang penuh.
Hanya pita energi yang terisi sebagian (atau yang kosong sebagian) dapat
memberikan sumbangan pada arus listrik. Misalnya, sebuah elektron A berada dalam
suatu pita energi yang kosong, seperti Gambar 4.7 berikut.
E(k)
A’ A”
-π/a 0 k
π/a
Posisi setimbang elektron berada pada kedudukan paling rendah. Medan listrik ε
menyebabkan gaya sebesar -eε bekerja pada elektron, dan menggerakkannya secara
terus-menerus ke arah keadaan elektron dengan momentum linier (negatip) yang
makin besar sampai akhirnya mencapai titik A’ pada posisi k=-π/a. Pada titik ini
terjadi refleksi Bragg, dan elektron muncul di titik A” pada posisi k=+π/a; dan
kemudian menempuh lagi siklus yang sama. Proses pengulangan ini disebut osilasi
Zener. Adanya ketidaksempurnaan kisi menyebabkan hamburan terjadi sebelum
osilasi Zener sempat muncul.
Misalnya, dalam pita yang ditinjau terdapat keadaan elektron total sebanyak
A, yang terisi elektron sebanyak i, dan yang kosong sebanyak s. Jika masing-masing
karena ∑vA =0 , yakni semua keadaan elektron dianggap terisi penuh eleh elektron,
A
maka rapat arus elektron dapat dinyatakan seperti halnya persamaan (4.26), yakni
e
J=− ∑v (4.30)
V i i
E(k)
-π/a 0 k
π/a
Gambar 4.8 Pita energi yang diperkenankan dengan sedikit elektron di dalamnya
Ungkapan rapat arus (4.31) menunjukkan bahwa pembawa muatannya mempunyai
muatan +e (sering disebut hole) dan “menempati” keadaan elektron yang kosong.
Umumnya, ungkapan ini digunakan bila pita energinya hampir penuh elektron. Hole
menempati pita energi bagian atas, seperti Gambar 4.9 berikut.
E(k)
-π/a 0 k
π/a
Gambar 4.9 Pita energi yang diperkenankan dengan hole pada bagian atasnya
Berdasarkan uraian tentang pengisian keadaan elektron dalam pita energi
yang diperkenankan seperti di atas, dapatlah dibedakan antara konduktor, isolator,
semikonduktor dan semilogam.
Isolator. Semua energi terisi penuh oleh elektron atau sama sekali kosong, sehingga
tidak dapat terjadi konduksi listrik. Pita energi tertinggi yang terisi penuh elektron
disebut pita valensi. Celah energi E cukup besar, sehingga elektron dari pita energi
EF E
yang penuh tidak dapat melompat (karena energi termal) ke pita energi yang kosong.
Tingkat energi Fermi EF melalui daerah energi yang kosong. Contoh isolator adalah
intan (karbon) yang memiliki celah energi 6 eV. Hal ini dijelaskan oleh Gambar 4.10
di atas.
Konduktor. Tingkat energi Fermi EF melewati pita energi yang diperkenankan,
sehingga pita tersebut setengahnya (atau sebagiannya) terisi oleh elektron. Pita energi
tertinggi yang terisi elektron sebagian disebut pita konduksi. Ada sebagian elektron
di atas EF (apabila T>0 K), tetapi masih berada dalam daerah pita energi yang sama,
EF
EF E
Semilogam. Celah energi lenyap seluruhnya, atau bahkan kedua pita energi terjadi
overlap tipis. Contoh semilogam adalag Bi, As, Sb dan Sn putih.
Penjumlahan dilakukan atas semua posisi atom rn dalam kristal. Bila potensial
dengan demikian Ho adalah Hamiltonian untuk sebuah atom terisolasi di r=r n, dan H’
untuk semua atom lainnya. Harga ekspektasi energi diperoleh dari
G
1 G ∫ *
E = N
ψ k (r )Eψ k (r )dτ (4.35)
G
1∫ * G 1 ∫ * G G
= ψ k (r )H oψ k (r )dτ +
N N
ψ k (r )H 'ψ k (r )dτ
Integral pertama dalam (4.35) adalah energi sebuah atom terisolasi E o. Untuk
menghitung integral kedua, permasalahannya disederhanakan, yakni hanya
meperhitungkan interaksi antartetangga terdekat atom saja. Oleh karena itu integral
kedua dapat dipecah menjadi dua bagian, yakni yang hanya meliputi n=m saja dan
yang hanya meliputi interaksi antartetangga terdekat saja dengan indek j.
* G
1 ∫ G
N
ψ k (r )H 'ψ k (r )dτ
= 1 ∑∑e ik •(rG −rG ) ∫ψ o (r − rm )H 'ψ o (r − rn )dτ
G
n m * G G G G
N n m
G
* G G *
1 G G G G ik •(r −r ) n j
G G G G
ψ ψ
= ∑∫ o (r − rn )H 'ψ o (r − rn )dτ + ∑e ∫ o (r − rj )H 'ψ o (r − rn )dτ
N n G j
* G G *
G G G G ik •(rn −rj ) G G G G
≅ ψ ψ
∫ o (r − rn )H 'ψ o (r − rn )dτ + ∑e ∫ o (r − rj )H 'ψ o (r − rn )dτ
G j
G G
≅ −α − β ∑e ik •(rn −rj )
j
Dengan demikian energi elektron (4.35) dalam kristal di atas dapat ditulis
G G G
Gambar 4.14 Kontur energi kisi kubik sederhana dalam model ikatan kuat
G 1 G
vg = = ∇k E(k ) (4.41b)
Simak kembali elektron yang hanya bergerak dalam arah sumbu-X dalam kisi
kubik sederhana, sehingga energi (3.39) dapat dinyatakan
E(kx) = Eo’ – 2 β cos kxa (4.42)
= =
∂kx
Sketsa E(kx) dan (vg)x dalam (4.42) dan (4.43) di atas disajikan pada Gambar 4.15
berikut.
kontur energi mengalami distorsi (dari permukaan bola) sehingga vg tidak radial.
Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 4.16 berikut.
Gambar 4.16 Kecepatan elektron dan perubahan bentuk permukaan Fermi saat
konsentrasi elektron valensi atau konduksi meningkat
Bentuk permukaan Fermi ditentukan oleh geometri kontur energi dalam pita
energi karena sesungguhnya permukaan Fermi itu sendiri adalah sebuah kontur
energi dengan E(k)=EF pada T=0 K. Gambar 4.16 di atas juga menunjukkan
perubahan bentuk permukaan Fermi saat konsentrasi elektron valensi n meningkat.
Populasi n kecil hanya mengisi daerah dekat dasar pita pada pusat zona sehingga
volumenya berbentuk bola yang dibatasi oleh permukaan bola Fermi. Saat n naik,
“volume Fermi” mengembang, dan kontur energi mulai terdistorsi. Distorsi menjadi
besar saat permukaan Fermi memotong garis batas zona.
Perubahan kecepatan kelompok terhadap waktu t adalah
dvg 1d G
= ∇k E(k ) (4.44a)
dt = dt
Untuk suatu vektor A tertentu berlaku
dA G dk
= (∇k A) •
dt dt
Oleh karena itu
G 1 dk
dvg = ∇k (∇k E) • (4.44b)
dt = dt
Gaya luar F pada elektron menyebabkan perubahan momentum
G d
F = =k (4.45)
d
t
Substitusi G dari (4.45) ke dalam (4.44b) menghasilkan ungkapan percepatan
dk / dt
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
4 TEORI PITA ENERGI 123
G 1 G
dvg
a = dt = (4.46a)
= 2 ∇k (∇k E) • F
Dalam koordinat Kartesis, ungkapan percepatan (4.46a) ini berbentuk
ai = ∑ 1 ∂ 2 E Fj dengan i, j = x, y, z (4.46b)
= 2 ∂ki ∂k j
Hubungan ini analogi dengan hukum II Newton, sehingga massa efektif m*
didefinisikan sebagai
1 = 1 ∇ (∇ E)
(4.47a)
m* = 2 k k
m * ij
m* ji
Massa efektif elektron m* tidak perlu sama dengan massa sesungguhnya mo. Hal ini
disebabkan oleh adanya dua gaya yang bekerja sekaligus pada elektron, yakni gaya
medan kristal (dalam penetapan E(k)) dan gaya luar F.
Elektron bebas dalam ruang mempunyai energi kinetik sama seperti persamaan (3.24) , yang
dapat dituliskan
G = 2 (kx2 + k y2 + kz2 )
E(k ) = (4.49)
2mo
Menurut teori di atas diperoleh
1 = 1 ∂2E = 1 1 1 ∂2E
dan = =0
xy=yz=zx=yx=xz=zy, sehingga
1 1/ mo 0 0
1/ mo 0 (4.50)
= 0
m * xx 0 0 1/ mo
Dengan cara yang sama hasilnya terlihat bahwa tensor (1/m*) tidak nol hanya untuk
elemen diagonalnya, yakni masing-masing besarnya
2β a 2
=2
Oleh karena itu massa efektifnya isotropik, dan dapat direpresentasikan dengan skalar
m* = = 2 1 (4.53)
2a 2 β
Terlihat bahwa dalam daerah ini elektron berperilaku seperti elektron bebas dengan
massa efektif yang berbanding terbalik dengan integral overlap β. Makin besar
overlap, makin mudah elektron menerobos dari satu atom ke atom yang lain sehingga
(massa) inersia elektron lebih kecil, dan sebaliknya. Dalam model ikatan kuat ini
overlap kecil sehingga massa efektif besar.
Di dekat puncak pita elektron memperlihatkan perilaku yang lain. Misalnya,
elektron dalam kisi kubik sederhana satu dimensi dalam arah-X. Jika didefinisikan
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
4 TEORI PITA ENERGI 125
kx’=(π/a)-kx dan energi kinetik E(kx) persamaan (4.42) dideretkan dekat titik
maksimum, maka didapatkan
2 2 (4.54)
E(kx’) = Ex,max – a β(k’)
Jadi elektron berperilaku seperti partikel bebas yang mempunyai massa efektif negatip
m* = − 1 (4.55)
=2
2a 2 β
Gambar 4.17 berikut menyajikan struktur pita dan massa efektif dalam kisi kubik
sederhana satu dimensi arah-X
Gambar 4.17 a. Struktur pita, dan b. Masa efektif elektron sebagai fungsi k x
dalam kisi kubik sederhana
Massa efektip negatip di daerah yang lebih besar dari titik perubahan kc, menandakan
adanya percepatan negatip elektron karena menurunnya kecepatan. Di daerah ini kisi
mengenakan gaya pemerlambat yang sangat besar pada elektron.
= = F (4.56)
dt
Hal ini berarti vektor gelombang k terus meningkat terhadap naiknya waktu t,
t
0
-π/a
Gambar 4.18 Vektor gelombang elektron Bloch sebagai fungsi waktu saat dikenai gaya
luar F (satu dimensi)
Terlihat bahwa karena pengaruh Fx, momen kristal kx senantiasa meningkat sampai
mencapai batas Zona Brillouin Pertama. Pada saat itu terjadi UMKLAPP dan gerak
elektron mulai lagi dari batas baru zona.
Misalnya, medan luar εx menyebabkan gaya Fx=-eεx bekerja pada elektron,
0
xo
Gambar 4.20 Gerak elektron dalam ruang nyata-X sebagai fungsi waktu
Terlihat bahwa gerak elektron hanya bolak-balik antara x=0 sampi x=x o. Setiap kali
elektron berada di x=xo, energinya berada di puncak pita konduksi dimana kemudian
terjadi refleksi Bragg. Gerakan osilasi periodik elektron Bloch ini sangat berbeda
dengan perilaku elektron bebas.
Apabila εx cukup besar, maka dapat terjadi loncatan elektron ke pita di
atasnya, seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.21 berikut. Apabila elektron di A dan
memperoleh energi sebesar celah energi E, maka elektron tidak dipantulkan kembali,
tetapi mampu melompat ke pita energi di atasnya(titik A”). Misalnya, jarak kedua
titik AA” adalah d, maka haruslah
d≤ E (4.57)
eε x
E(k)
A”
E
A
k
0 π/a 2π/a
Gambar 4.21 Gerakan elektron karena medan listrik yang melintasi celah energi
Hal ini dinamakan “tunneling”, dengan syarat bahwa d jauh lebih kecil dari panjang
gelombang de Broglie dan juga kecil terhadap konstanta kisi.
Bila dikenakan medan listrik εx, terjadi perpindahan δkx selama interval waktu
δt, yang memenuhi persamaan
δ kx = − e ε x δ t (4.58a)
=
Karena elektron bertahan dalam interval waktu tumbukan τ, maka
δ kx = − e ε x τ (4.58b)
=
Akibatnya permukaan Fermi berpindah sejauh δkx, seperti ditunjukkan oleh Gambar
4.22 berikut.
x
F ,x
dengan v = kecepatan Fermi rata-rata dalam arah-X
g(EF)δE = konsentrasi elektron yang tidak berpasangan
Mengingat ∂E/∂kx==vF,x dan harga δkx dalam (4.58b) di atas, maka didapatkan
2
J x = e2 v ,xτ F g(EF )ε x
F
(4.60)
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
4 TEORI PITA ENERGI 130
Ungkapan (4.61) adalah bentuk umum konduktivitas listrik untuk suatu permukaan
Fermi tertentu. Tampak bahwa σ bergantung pada kecepatan Fermi vF dan waktu
tumbukan τF, serta pada rapat keadaan pada permukaan Fermi g(E F). Tingkat EF
suatu logam berada di tengah pita energi, dimana g(EF) besar, sehingga konduktivitas
besar. Sedangkan tingkat EF pada isolator berada pada puncak pita, dimana g(EF)=0,
sehingga konduktivitas nol, meskipun kecepatan Fermi sangat besar.
Permukaan Fermi sferik menyebabkan vF2,x = 13 vF2 sehingga ungkapan (4.61)
3/2
1 2m * =2
/2 1 2 2 3/2
E =
g(E) = 2 2 EF EF = 2 m * vF (3π n)
2π = 2m *
F
(4.63)
( σ e + σ h )2
dimana Re = konstanta Hall untuk elektron
Rh = konstanta Hall untuk hole
Medan magnet
Radiasi elektromagnetik ini hanya mampu menembus sedalam “skin depth” δ pada
permukaan logam. Elektron menyerap energi sinyal elektromagnetik. Resonansi
terjadi antara gerak putar elektron karena B dan energi gelombang radio yang
diserapnya, serta elektron berada dalam daerah “skin depth”. Apabila frekuensi
gelombang radio ωo, maka
ωo = n ωc (4.68)
dengan n adalah bilangan bulat.
Apabila energi elektron mempunyai bentuk E=(=2k2/2m*), maka orbit
ini menyebabkan waktu tumbukan τ cukup panjang, dan frekuensi siklotron ωc cukup
tinggi (daerah gelombang mikro), sehingga ωcτ>>1 terpenuhi dan “skin depth” cukup
dalam.
RINGKASAN
1. Apabila deretan ion tersusun teratur dan membentuk kisi kristal, maka energi
potensial kristalnya berubah secara periodik sesuai dengan periodisitas kisi
tersebut. Teori pita energi zat padat mengajukan model tentang elektron dalam
kristal dengan asumsi sebagai berikut. (a). Terdapat energi potensial V (r ) yang
tidak sama dengan nol di dalam kristal dengan keberkalaan kisi kristal, (b). Fungsi
gelombang ψ (r ) dibuat berdasarkan kisi sempurna dan dimana dianggap bahwa
kisi tidak bervibrasi secara termal, (c). Teori pita energi dikembangkan dari
bahasan perilaku elektron tunggal di bawah pengaruh suatu potensial periodik V (r
) yang merepresentasikan semua interaksi, baik dengan ion kristal maupun dengan
sesama elektron lain, (d). Bahasan elektron tunggal dapat menggunakan
persamaan Schrodinger untuk satu elektron, dan dengan ketentuan bahwa
pengisian keadaan elektron yang diperoleh menganut distribusi Fermi-Dirac.
2. Elektron dalam potensial periodik logam memenuhi teorema Bloch, yaitu “Fungsi
eigen (fungsi Bloch) dari persamaan gelombang untuk suatu potensial
• G
periodik adalah hasilkali antara suatu gelombang bidang berjalan eksp (ik r ) dan
memiliki karakter (a). Spektrum energi elektron terdiri dari beberapa pita energi
(daerah energi) yang diperkenankan dan beberapa yang terlarang, (b). Lebar pita
energi yang diperkenankan bertambah lebar dengan meningkatnya energi
elektron, (c). Lebar pita energi tertentu yang diperkenankan mengecil apabila “energi
ikatan” makin naik, (d). Celah energi terjadi pada harga k= nπ/a, dengan n
= ±1, ±2, ±3, …
4. Pada titik k= nπ/a terjadi gelombang tegak dan memenuhi kondisi refleksi Bragg.
Pada titik ini, elektron dapat direpresentasikan sebagai fungsi gelombang yang
selama sebagian besar dari waktunya berada (a) di dekat inti atom (x=ma), atau
(b) dalam ruang di antara inti atom (jauh dari inti atom). Energi di kidua tempat
ini berbeda dan beda energi elektron antara keduanya pada batas k==±π/a ini
merupakan celah energi.
5. Ada dua hal, dimana medan listrik luar tidak menghasilkan arus elektron dalam
kristal, yaitu (a). pita energi yang diperkenankan sama sekali tidak dihuni
elektron, dan (b). pita energi yang diperkenankan terisi penuh oleh elektron, atau
semua keadaan elektron terisi penuh oleh elektron. Berarti, hanya pita energi
yang terisi sebagian (atau yang kosong sebagian) dapat memberikan sumbangan
pada arus listrik. Hal ini menghasilkan dua jenis pembawa muatan, yaitu elektron
(negatip) dan hole (positip).
06. Ciri isolator adalah semua energi terisi penuh oleh elektron atau sama sekali kosong,
sehingga tidak dapat terjadi konduksi listrik. Celah energi E cukup besar, sehingga
elektron dari pita energi yang penuh tidak dapat melompat (karena energi termal) ke
pita energi yang kosong. Tingkat energi Fermi E F melalui daerah energi yang kosong.
Ciri konduktor adalah tingkat energi Fermi EF melewati pita energi yang
diperkenankan, sehingga pita tersebut setengahnya (atau sebagiannya) terisi oleh
elektron. Ciri semikonduktor adalah tingkat energi Fermi E F melewati daerah harga
energi terlarang, sehingga pada T=0 K hanya ada pita yang sama sekali penuh, dan di
atasnya pita energi yang kosong sama sekali. Celah energi E tidak tinggi, sehingga
pada T>0 K sebagian elektron dapat melompatinya, dan berpindah ke pita konduksi
yang masih kosong. Sementara tempat yang ditinggalkan elektron menjadi hole dalam
pita valensi. Dengan demikian, pembawa muatannya adalah elektron dan hole.
Sedangkan ciri semilogam adalah
celah energi lenyap seluruhnya, atau bahkan kedua pita energi terjadi overlap
tipis.
7. Metode LCAO menganggap bahwa elektron terikat kuat pada atom. Fungsi
gelombang elektron didasarkan pada fungsi gelombang elektron dalam atom
yang terisolasi, dan disusun dari fungsi gelombang elektron termaksud. Hasil
G
G G
R = Rσ 2 + Rσ 2 maka Rh dan σh
e e h h
. Jika pembawa muatan hanya elektron,
(σ e + σ h )2
berharga nol, sehingga R=Re. Hal ini didapat pada model elektron bebas.
12. Teori pita energi menghasilkan ungkapan umum frekuensi siklotron untuk
2π eB
elektron Bloch ini adalah ω c
= = . Bila didekati dengan bentuk
∫ δ Gk
v(k )
E=(=2k2/2m*), maka ungkapan frekuensi yang sama dengan yang diperoleh oleh
b. Sama dengan soal a), tetapi untuk kristal FCC! Diketahui bahwa kristal FCC memiliki 12 tetangga
terdekat dengan posisi
2 a(y k ) 2 a( y k) 2 a( y k ) 2 a(y k )
1 ˆ 1
− ˆ 1 ˆ 1 ˆ
ˆ− ˆ− −ˆ+ ˆ+
1 1 1 1
2
a( xˆ + yˆ) 2
a( xˆ − yˆ) 2
a(− xˆ − yˆ) 2
a(− xˆ + yˆ)
2 a(x k ) 2 a(x k ) 2 a( x k ) 2 a( x k)
1 1 1 1
ˆ ˆ ˆ ˆ −ˆ
ˆ− + −ˆ+ −ˆ
Buktikan bahwa ungkapan energi untuk kristal FCC adalah E(k)
= Eo - α - 4β [cos ½ kya cos ½ kza + cos ½ kza cos ½ kxa
+ cos ½ kxa cos ½ kya]
03.a. Dengan menggunakan model ikatan kuat, hitunglah massa efektif elektron
dalam kisi dimensi satu! Gambarkan massa m* terhadap k, dan tunjukkan
bahwa massa tersebut tidak bergantung pada k hanya di dekat pusat dan di
dekat ujung zona!
b. Hitunglah massa efektif pada pusat zona dalam suatu kisi SC!
c. Sama dengan soal b), tetapi pada ujung zona sepanjang arah [111]!
4. Dengan menggunakan model ikatan kuat, hitunglah massa efektif elektron pada
kristal SC! Isotropkah massa tersebut?
05.a. Hitunglah kecepatan elektron untuk kristal satu dimensi dalam model ikatan
kuat dan buktikan bahwa kecepatan tersebut nol pada batas zona!
b. Sama dengan soal a), tetapi untuk kisi bujursangkar! Tunjukkan bahwa
kecepatan pada batas zona adalah paralel terhadap batas tersebut! Jelaskan hasil
ini dengan menggunakan refleksi Bragg!
c. Sama dengan soal a), tetapi untuk kisi SC tiga dimensi, dan tunjukkan bahwa
kecepatan elektron pada permukaan zona adalah paralel terhadap permukaan
tersebut! Jelaskan hal ini dengan menggunakan refleksi Bragg! Kemukakan
pernyataan umum tentang arah kecepatan pada permukaan zona tersebut!
06. Semikonduktor Si dan Ge mempunyai relasi dispersi berkontur ellips
E(k ) = α1kx2 + α 2 k y2 + α3kz2
b. Apa yang akan terjadi jika αi dalam ungkapan relasi dispersi di atas berharga
negatip?
7. Elektron Bloch berosilasi periodik dalam pengaruh medan listrik.
a. Tuliskan ungkapan perioda gerakan dalam “reduced-zone scheme”!
-5 -
b. Jika perioda tersebut berorde 10 s dan waktu tumbukan elektron berorde 10
14
s, maka hitunglah jumlah tumbukan yang dialami elektron selama satu
putaran geraknya! Apakah konsekuensi dari jumlah tumbukan tersebut?
8. Medan listrik statik dikenakan pada sebuah elektron pada waktu t=0 saat elektron
berada di dasar pita energi.
a. Tunjukkan bahwa dalam satu dimensi posisi elektron dalam ruang sebenarnya
1 F
pada saat t adalah X=Xo+ Ek= t , dengan Xo adalah posisi awal dan
F =
F=-eε adalah gaya listrik!
b. Apakah gerakan dalam soal a) periodik? Jelaskan!
09.a. Tentukan harga k yang mana kecepatan elektron mencapai maksimum pada kisi
kristal satu dimensi!
b. Bagaimana ungkapan m* pada harga k soal a)?
10. Turunkan ungkapan konstanta Hall (4.63) untuk sistem elektron-hole!
G = 2
k2 = 2 k2
11. Suatu kristal mempunyai kontur energi E(k ) = + * . Jika medan
2m* x 2m y
1 2
magnet tegak lurus terhadap bidang kontur, maka buktikan bahwa frkuensi
siklotron adalah ωC = B!
e2
m *m *
1 2
ketidakmurnian. Bab ini juga membahas pengaruh ketakmurnian pada rapat elektron
dan hole. Disamping itu, juga dibahas konduktivitas listrik dalam semikonduktor.
Akhirnya, bab ini ditutup oleh bahasan metode optik yang dapat digunakan untuk
mengukur celah energi.
Pada T=0 K, pita valensi semikonduktor terisi penuh elektron, sedangkan pita
konduksi kosong. Kedua pita tersebut dipisahkan oleh celah energi kecil, yakni dalam
rentang (0,18 – 3,7) eV. Pada suhu kamar, Si dan Ge masing-masing memiliki celah
energi 1,11 eV dan 0,66 eV. Pita konduksi dan pita valensi semikonduktor, masing-
masing sebagai pita antibonding dan bonding dari keadaan elektron valensi atom
yang bersangkutan.
Bila mendapat cukup energi, elektron dapat melepaskan diri dari ikatan
kovalen dan tereksitasi menyeberangi celah energi. Elektron ini bebas bergerak di
antara atom. Sedangkan tempat kekosongan elektron disebut hole, segera terisi
elektron ikatan kovalen lainnya. Holepun berpindah, begitu seterusnya. Dengan
demikian dasar pita konduksi dihuni oleh elektron, dan puncak pita valensi dihuni
hole. Sekarang, kedua pita terisi sebagian, dan dapat menimbulkan arus netto bila
dikenakan medan listrik.
Elektron dan hole, masing-masing sebagai pembawa muatan bebas negatip
dan positip dalam semikonduktor, mengikuti distribusi Fermi-Dirac. Dalam
semikonduktor murni, elektron dan hole mempunyai konsentrasi sama.
Semikonduktor yang demikian disebut semikonduktor intrinsik.
Distribusi elektron dalam pita konduksi mengikuti distribusi Fermi-Dirac
sama seperti persamaan (3.27), yaitu
fe (E) = 1 (5.1a)
1+ E −EF
kT
e
Dengan mengandaikan bahwa (E-EF)>>kT, maka distribusi (5.1a) di atas menjadi
EF −E
fe (E) ≅ e kT (5.1b)
Tampak bahwa probabilitas orbital elektron konduksi untuk terisi elektron sangat
kecil fe(E)<<1. Energi elektron dalam pita konduksi adalah
E(k) = Ec + = 2 k 2 (5.2)
2me
dengan Ec = tingkat energi dasar pita konduksi
me = massa efektif elektron
Oleh karena itu rapat keadaan elektron, dengan mengacu pada persamaan (3.26),
adalah
e 3/2 1/ 2
1 2m
ge (E) = ( E − Ec ) (5.3)
2π 2 = 2
dengan tingkat energi referensi diambil pada dasar pita konduksi Ec. Dengan
mengggunakan (5.1b) dan (5.3) diperoleh rapat elektron di pita konduksi
∞
1 2m 3/2∞
EF −E
1/ 2
n =
∫ fe (E) ge (E) dE = ∫ ( E − Ec ) e kT dE (5.4)
e
e 2 2
Ec
2π = Ec
∫ x1/ 2 e− x dx =
2
0
maka konsentrasi elektron (5.4) dapat direduksi menjadi
3/2 E −E
2π me kT − c F
ne =2
e kT
(5.5)
h2
3/2
2π me kT
Faktor 2 menyatakan rapat keadaan efektif dalam pita konduksi.
h2
Dalam hubungan (5.5) di atas, energi Fermi EF belum diketahui.
Distribusi hole dalam pita valensi dapat dituliskan
1 E −EF
h
f (E) = 1 − f (E) = e (5.6)
1 + EFkT−E ≅ e kT
e
apabila dianggap bahwa (EF-E)>>kT. Energi hole dalam pita valensi
=2k2
E(k) = E + (5.7)
v 2mh
dengan Ev = tingkat energi puncak pita
valensi mh = massa efektif hole
Oleh karena itu rapat keadaan hole
1 2m h 3 / 2 1/ 2
gh (E) = (E v − E ) (5.8)
2π 2 =2
dengan mengambil tingkat referensi puncak pita valensi Ev. Dengan menggunakan
(5.6) dan (5.8) diperoleh rapat hole di pita valensi
Ev
nh = ∫ f h (E) g h (E) dE
−∞
1/ 2
1 2m 3 / 2 Ev E −EF
= ∫ (E v − E ) e dE (5.9)
h
kT
2 2= 2 −∞
π
3 / 2 − EF −Ev
2π mh kT
= 2
e kT
h2
ne nh = 4 (m e m h ) e kT (5.10)
h2
karena celah energi Eg=Ec-Ev. Hubungan ini disebut hukum Aksi-Massa.
Ungkapannya tidak bergantung pada EF, dan jenis bahan murni atau didoping. Pada
suhu tertentu T, perkalian nenh berharga konstan dan rapat pembawa muatan yang
satu dapat dihitung bila rapat pembawa muatan lainnya diketahui.
Semikonduktor intrinsik harus memenuhi hubungan
ne = nh (5.11) Substitusi ne dari (5.5) dan nh dari (5.9) ke dalam (5.11)
menghasilkan ungkapan energi Fermi EF relatif terhadap energi puncak pita valensi
Ev
e
Ec − EF = Eg + 3 kT ln m (5.12)
2 4 mh
Karena kT<<Eg, maka suku kedua dapat diabaikan, sehingga EF tepat di tengah-
tengah antara Ev dan Ec. Karena persamaan (5.11), maka dari persamaan (5.10) dapat
diperoleh rapat elektron atau hole dalam semikonduktor intrinsik
3/2 3/4 − E
2π kT g
ne = nh = 2 (m e m h ) e 2kT (5.13)
h2
Tampak bahwa n naik secara tajam (secara eksponensial) terhadap suhu T. Pada
Gambar 5.1 berikut disajikan sketsa pita konduksi dan valensi, fungsi distribusi dan
rapat keadaan elektron dan hole.
= 2e 2
(m e m h ) e 2kT
(μ e + μ h ) (5.14)
h
E
− g
2kT
= f (T ) e
dengan f(T) adalah fungsi yang bergantung lemah terhadap suhu. Dengan membuat
grafik ln σ sebagai fungsi 1/T, dari data eksperimen, maka didapatkan kemiringan
kurva –Eg/2k. Dengan demikian celah energi Eg dapat ditentukan. Pada awal
perkembangan semikonduktor, cara ini merupakan prosedur standard dalam
menentukan celah energi Eg.
5.3.1.1 Donor
Misalnya, Si didoping dengan As. Atom As menempati titik kisi yang
sebelumnya ditempati tuan rumah Si secara acak. As adalah pentavalen, sedangkan Si
tetravalen. Kelebihan sebuah elektron dari setiap atom As, yang tidak turut dalam
ikatan tetrahedral Si, bebas bergerak dalam kristal sebagai elektron konduksi dalam
pita konduksi. Oleh karena itu, ketidakmurnian menjadi ion positip As+. Hal ini
berarti ketidakmurnian As menyumbangkan elektron ke dalam pita konduksi, dan
disebut donor.
Orbit elektron bebas di sekitar donor tersebut ternyata menyerupai atom
hidrogen model Bohr. Dengan demikian, interaksi yang terjadi adalah interaksi
Coulomb. Dengan memakai model Bohr, maka jari-jari elektron donor
mo
rd (5.15)
m
=ε a
r o
untuk Si kira-kira 60 kali lebih besar daripada a o. Karena itu orbit elektron donor
melingkupi banyak atom “tuan rumah” Si, seperti ditunjukkan oleh Gambar 5.2
berikut.
dengan Eo adalah energi dasar atom hidrogen (-13,6 eV). Hal ini berarti, untuk Si,
harga Ed kira-kira 700 kali lebih kecil daripada Eo. Dengan demikian, tingkatan
energi donor dalam semikonduktor berada dalam celah energi sedikit di bawah dasar
pita konduksi, seperti ditunjukkan oleh Gambar 5.3 berikut.
Pada suhu kamar (kT=0,025 eV), sebagian besar donor terionisasi dan elektronnya
tereksitasi ke dalam pita konduksi. Jika semua donor terionisasi, maka konsentrasi
elektron dalam pita konduksi hampir sama dengan jumlah donor.
5.3.1.2 Aseptor
Misalnya, kristal Si didoping dengan atom Ga. Karena atom Ga trivalen, maka
pada salah satu ikatan elektronnya terjadi hole. Hole segera terisi oleh elektron dari
ikatan yang lain sehingga terjadi hole pada ikatan yang lain tadi. Pada akhirnya, hole
tersebut secara bebas bergerak ke seluruh bagian kristal. Karena cenderung menerima
elektron untuk melengkapi ikatan tetrahedralnya, ketidakmurnian Ga menjadi ion
negatip dan disebut aseptor.
Orbit hole di sekitar aseptor juga menyerupai atom hidrogen model Bohr.
Energi ikat hole pada aseptor juga sangat kecil harga numeriknya, dan terletak dalam
celah energi, sedikit di atas pita valensi, seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.4
berikut.
Saat aseptor terionisasi (karena hole terisi elektron yang tereksitasi dari puncak pita
valensi), hole jatuh ke puncak pita valensi, dan menjadi pembawa muatan bebas.
Tingkat energi donor dan aseptor dalam celah energi (pita energi terlarang)
merupakan konsekuensi dari ketidaksempurnaan kristal. Kedua tingkatan ini
terlokalisasi dan tidak bisa menghantarkan listrik.
secara induksi termal, sehingga diperoleh pendekatan ne=nh (persamaan (5.11)) dan
konsentrasi elektron atau hole sama seperti persamaan (5.13), yaitu
3/2 3/4 − E
2π kT g
ne = nh = ni =2 (m e m h ) e 2kT (5.17)
h2
Pada suhu yang cukup tinggi, semua semikonduktor berada dalam keadaan intrinsik,
yaitu ni naik secata tajam (secara eksponensial) terhadap suhu T (kecuali konsentrasi
ketidakmurnian tinggi sekali).
Semikonduktor ekstrinsik diperoleh bila doping ketidakmurnian cukup besar,
sehingga konsentrasi intrinsik sudah jauh lebih kecil pada suhu kamar. Daerah
ekstrinsik terbagi menjadi dua kelompok berikut.
ne = Nd (5.18)
ne nh = ni2 (5.19)
nh = Na (5.21)
Konsentrasi elektron kecil, yang diungkapkan oleh
n2
n = i (5.22)
e Na
Semikonduktor yang demikian disebut semikonduktor jenis-p.
pita
konsuksi
Eg Eg
pita pita
valensi valensi
a b
harga maksimum pada panjang gelombang ambang foton λ0. Dengan demikian celah
energi dapat ditentukan melalui hubungan
Eg =h (5.23)
c
λ0
Karena Efonon(=0,05 eV) sangat kecil bila dibandingkan dengan Efoton(=1 eV), maka
E =E =h (5.25)
g foton c
λ0
sehingga dalam hal ini sama dengan kasus transisi langsung pada semikonduktor
celah-langsung.
RINGKASAN
1. Dilihat dari unsur pembentuknya, semikonduktor diklasifikasikan menjadi
beberapa kelompok berikut: (a). elemental kelompok IV, yang berstruktur kristal
intan dan ikatan kovalen homopolar, (b). kelompok III-V, yang berstruktur seng
sulfida dan ikatannya berbentuk kovalen heteropolar, (c). kelompok II-VI, yang
berstruktur seng sulfida dan berikatan kovalen heteropolar, dan (d). kelompok IV-
VI.
2. Pada T=0 K, pita valensi semikonduktor terisi penuh elektron, sedangkan pita
konduksi kosong. Kedua pita tersebut dipisahkan oleh celah energi kecil, yakni
dalam rentang (0,18 – 3,7) eV. Dasar pita konduksi dihuni oleh elektron, dan
puncak pita valensi dihuni hole. Sekarang, kedua pita terisi sebagian, dan dapat
menimbulkan arus netto bila dikenakan medan listrik. Keduanya mengikuti
distribusi Fermi-Dirac. Dalam semikonduktor murni, elektron dan hole
semikonduktor intrinsik.
3/2 E −E
2π me kT − c F
09. Pengukuran celah energi dengan menggunakan metode optik memenuhi rumus
hc
hubungan Eg =
λ0
Bab ini membahas sifat dielektrik bahan, yang disertai dengan sifat optik dan
perubahan fasa bahan. Sifat tersebut meliputi rentang frekuensi yang sangat lebar,
yakni mulai dari daerah statik sampai ultraviolet, dan memberikan informasi penting
yang berkaitan dengan struktur bahan.
Bab ini diawali oleh bahasan rumusan dasar sifat dielektrik bahan.
Selanjutnya, dibahas konstanta dielektrik bahan sebagai besaran makroskopis, dan
merelasikannya dengan polarisabilitas molekul sebagai besaran mikroskopis. Sumber
polarisasi molekul adalah polarisabilitas polar, ionik dan elektronik. Akhirnya, bab ini
ditutup oleh bahasan gejala piezoelektrik dan ferroelektrik, dimana keduanya
berkaitan dengan polarisabilitas ionik
Dua muatan listrik berlawanan, tetapi besarnya sama, yakni –q dan +q,
membentuk dipol listrik yang momennya
G (6.1)
p = qd
G
dengan d adalah vektor posisi dari muatan negatip ke positip, seperti ditunjukkan oleh
Gambar 6.1 berikut.
G 2G
G GG −
1 3 ( p • r )r p
r
ε r = 4π ∈ r5 (6.2)
o
dengan r adalah vektor jarak yang menghubungkan dipol dengan titik medan yang
ditinjau. Ungkapan medan (6.2) di atas mengasumsikan bahwa r>>d.
Menempatkan suatu dipol dalam medan listrik eksternal ε o , menyebabkan
timbulnya torsi pada dipol, yaitu
τ=p×εo (6.3)
Gambar 6.2 Torsi pada suatu dipol yang ditimbulkan oleh medan listrik luar
Torsi berusaha membawa dipol menjadi searah medan. Disamping itu, interaksi
antara dipol dan medan menimbulkan energi potensial
V = − p • ε o = − pε o cosθ (6.4)
Tampak bahwa dipol memiliki energi potensial minimum bila orientasinya paralel
medan. Hal ini sesuai dengan kecenderungan torsi pada dipol seperti di atas.
Dalam bahan dielektrik, kumpulan momen dipol membentuk polarisasi P ,
yakni jumlah momen dipol persatuan volume. Untuk suatu kristal, polarisasi
merupakan jumlah momen dipol dalam suatu sel satuan dibagi dengan volume sel.
Jika bahan mengandung jumlah molekul persatuan volume sebanyak N, dan masing-
masing memiliki momen p , serta momen tersebut searah, maka polarisasinya
G (6.5)
P=Np
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
6 BAHAN DIELEKTRIK 156
G G (6.6)
D =∈o ε o
dengan ∈o adalah permitivitas vakum. Disamping itu, bahan menjadi terpolarisasi,
sehingga sifat elektromekaniknya berubah melalui ungkapan
D =∈o Gε + P
(6.7)
G
dengan ε adalah medan listrik dalam bahan. Gabungan kedua persamaan (6.6) dan
(6.7) di atas menghasilkan
G G
1 G
ε=εo− P (6.8)
∈o
Tampak bahwa polarisasi bahan menyebabkan terjadinya induksi medan. Hal ini
dijelaskan dalam Gambar 6.3 berikut.
εo
+ ε ε' -
+ - + - + - + - + -
+ - + - + - + - + -
+ - + - + - + - + -
+ - + - + - + - + -
+ - + - + - + - + -
G
melawan medan luar ε o . Resultan medan internal adalah ε
Gambar 6.3 Medan ε '
Polarisasi menyebabkan terjadinya muatan polarisasi pada permukaan bahan, yakni
muatan positip di sebelah kanan dan negatip di kiri. Muatan ini menimbulkan medan
G
listrik ε ' yang arahnya ke kiri melawan medan luar ε o . Akibatnya medan internal
G
resultan, yakni ε lebih kecil daripada ε o .
G G (6.9)
P =∈o χ ε
Hubungan (6.9) berlaku untuk bahan dielektrik linier isotropik, misalnya bahan kubik dan amorf.
Substitusi polarisasi (6.9) ke dalam perpindahan listrik (6.7) di atas menghasilkan
G G G G G G (6.10)
D =∈o ε + ∈o χ ε =∈o (1 + χ )ε =∈o ∈r ε =∈ ε
dengan ∈ = permitivitas listrik (mutlak)
∈r = permitivitas listrik relatif (terhadap ∈o ) = konstanta dielektrik
Konstanta dielektrik ∈r dan suseptibilitas listrik χ merupakan besaran karakteristik
makroskopis bahan.
p=αεl (6.11)
ε o = medan eksternal
G = medan yang terjadi karena muatan polarisasi pada permukaan eksternal bahan
ε1
G = medan yang terjadi karena muatan polarisasi pada permukaan bola Lorentz
ε2
ε 3 = medan yang terjadi karena semua dipol dalam bola Lorentz
Bagian antara bola dan permukaan eksternal menghasilkan muatan total nol karena muatan
polarisasinya saling menetralkan satu sama lain. Pada ungkapan (6.12) di
G merupakan medan makroskopis. Hal di atas ditunjukkan oleh
atas, ε o dan ε1
Gambar 6.4 berikut.
+ - + + -
+ + -
- +
+ - + θ + + -
+ -
- εl + +
+ - + + -
+ + + -
- +
+ -
Gambar 6.4 Prosedur menghitung ε l pada dipol yang terletak pada pusat bola Lorentz
G
Medan ε1 . Medan ini dikenal sebagai medan depolarisasi karena arahnya melawan
medan eksternal ε o . Untuk bahan berbentuk keping tak berhingga, dengan
menggunakan hukum Gauss, nilai medan ini
G 1 G
ε1 = − P (6.13)
∈
o
G
Medan ε 2 . Karena bola cukup besar, maka muatan polarisasi pada permukaan
rongga Lorentz dapat dianggap memiliki distribusi kontinu dengan kerapatan
nˆ • P = P cosθ
dengan nˆ adalah normal (arah keluar) permukaan bola. Elemen luas permukaan bola
2
dS = R sin θ dθ dφ. Medan yang ditimbulkan oleh muatan ini adalah
π 2π 2
G 1 P cosθ
ε 2 =
4π ∈ ∫ ∫ R2
cosθ R sinθ dθ dφ (6.14)
o θ =0 φ =0
Faktor cos θ muncul karena integrasi hanya mengambil medan sepanjang arah P
(komponen lain lenyap karena simetri). Hasil integrasi di atas
G 1 G
ε =
2 3∈ P (6.15)
o
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
6 BAHAN DIELEKTRIK 159
G G 2 G
ε l = ε o − 3∈ P (6.17)
o
G
Bila ditulis dalam bentuk medan makroskopis bahan dielektrik ε , dengan
menggunakan persamaan (6.8), maka ungkapan medan lokal (6.17) di atas menjadi
G G 1 G
+ (6.18)
ε l = ε 3∈ P
o
G
Tampak bahwa medan lokal ε1 lebih besar dari medan rata-rata ε . Ungkapan (6.18)
sering dinamakan hubungan Lorentz.
G
Medan Maxwell, ε , merupakan besaran makroskopis dan medan konstan
G
rata-rata dari seluruh jumlah molekul. Sedangkan medan Lorentz, ε1 , merupakan
besaran mikroskopis yang nilainya berfluktuasi, yaitu sangat besar pada tempat di
sekitar molekul. Oleh sebab itu, molekul akan lebih efektif terpolarisasi dalam ε1
G
daripada dalam ε . Hal ini dilukiskan dalam Gambar 6.5 berikut.
G
Gambar 6.5 Perbedaan antara medan Maxwell ε dan medan Lorentz ε1 .
Bulatan padat adalah molekul
Substitusi medan lokal (6.18) ke dalam persamaan (6.5) melalui persamaan (6.11)
menghasilkan polarisasi bahan dielektrik
G Nα
P= (6.19)
Nα
1−
3 ∈o
Sedangkan substitusi polarisasi (6.19) ke dalam perpindahan listrik (6.7)
menghasilkan ungkapan konstanta dielektrik
1 + 2 Nα
3∈
o
∈r = 1 − Nα (6.20)
3∈
o
∈r −1 = Nα
(6.21)
∈r +2 3 ∈o
dan disebut sebagai hubungan Clausius-Mosotti. Bentuk (6.21) di atas dapat juga
ditulis menjadi
W ∈r −1 N Aα
ρ ∈ +2 =3∈ (6.22)
r o
Hal ini menunjukkan bahwa polarisabilitas α dapat ditentukan asalkan besaran berat
molekul W, rapat massa ρ, dan konstanta dielektrik ∈r diketahui. Ungkapan ruas
kanan (dan ruas kiri) dalam (6.22) di atas dinamakan polarisabilitas molar.
Persamaan Clausius-Mosotti cukup valid untuk bahan muatan dan cairan.
Untuk gas, dimana N kecil, penyebut (6.20) menunjukkan N Aα << 1 sehingga dapat
3∈
o
dideretkan. Bila dari deret tersebut diambil orde pertama, maka diperoleh ungkapan
konstanta dielektrik
∈ = 1 + Nα (6.23)
r
∈
o
Hal ini berarti, untuk gas, medan lokal ε1 lebih kurang berharga sama dengan medan
G
rata-rata ε bahan.
Berdasarkan jenis molekul/atom di atas dan perilakunya saat dikenakan medan, maka
polarisabilitas bahan dapat terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut.
a. Polarisabilitas polar/orientasional (αp)
Momen dipol permanen bahan terdistribusi secara acak sehingga polarisasi sama
dengan nol. Saat dikenakan medan momen dipol cenderung mensejajarkan diri
terhadap arah medan sehingga polarisasi tidak sama dengan nol.
b. Polarisabilitas ionik (αi)
Medan menyebabkan ion positip bergerak searah medan dan ion negatip bergerak
berlawanan arah medan, sehingga panjang ikatan antarion menjadi longgar.
Perpindahan relatif ion bermuatan ini menghasilkan momen dipol dalam satuan
sel, yang sebelumnya tidak ada.
c. Polarisabilitas elektronik (αe)
Masing-masing ion atau atom dalam molekul terdiri dari inti (nukleus) dan
elektron. Bila dikenakan medan, maka ion atau atom individual tersebut menjadi
terpolarisasi karena elektron mengalami perpindahan relatif terhadap inti ke arah
yang berlawanan dengan arah medan. Hal yang sama terjadi juga pada atom netral.
Dari uraian di atas, umumnya, polarisabilitas total suatu bahan dapat ditulis
Bentuk αe terjadi pada semua jenis bahan. Sedangkan bentuk αi hanya terjadi pada
bahan ionik. Pada bahan polar dapat terjadi proses ketiga polarisasi di atas.
Terdapat ciri khusus yang membedakan satu sama lain dari ketiga polarisasi di
atas, yakni sebagai berikut.
a. Polarisasi polar menunjukkan kebergantungan yang kuat terhadap suhu, sedangkan
dua yang lain tidak. Konstanta dielektrik bahan polar mengalami penurunan
dengan naiknya suhu.
b. Perilaku polarisabilitas bolak-balik, yakni saat pada bahan dikenakan medan listrik
bolak-balik, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.6 berikut.
Gambar 6.6 Sketsa polarisabilitas total α terhadap frekuensi ω dalam bahan polar
sangat cepat. Dengan demikian konstanta dielektrik bahan polar menurun dengan
kenaikan frekuensi dari daerah statik sampai ke optik.
6.3.2.1 Polarisabilitas Polar
6.3.2.1.1 Polarisabilitas Polar Statik
Semula, momen dipol mempunyai orientasi acak sehingga resultan polarisasi
rata-rata bahan sama dengan nol. Bila pada bahan dikenakan medan listrik, misalnya
ε, maka energi potensial dipol sama seperti persamaan (6.4), yakni
V = − p • ε = − pε cosθ (6.25)
dengan θ adalah sudut antara arah dipol dan medan. Medan menyebabkan adanya
torsi dan distribusi dipol tidak lagi acak, melainkan cenderung mensejajarkan diri
dalam arah medan. Probabilitas untuk mendapatkan dipol dalam arah θ memenuhi
fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann
(6.26)
−V / k T pε cosθ / k T
f (θ ) = e o =e o
o
Terlihat bahwa dipol lebih menyukai arah θ=0 , yakni searah medan.
Harga rata-rata dipol dalam arah-X
p = ∫ p f (θ )dΩ (6.27)
x
x
∫ f (θ )dΩ
dimana integrasi dilakukan atas semua arah dipol dalam sudut ruang Ω. Dalam hal ini
px = p cos θ θ = (0 s/d π) dΩ = sin θ dθ dφ dan φ = (0 s/d 2π)
Hasil integrasi di atas adalah
p x = p L(u) (6.28)
dengan L(u) = coth u – 1/u dan u = pε/koT. Fungsi Langevin L(u) mempunyai bentuk
L(u)
u (= pε )
koT
3
Pada suhu kamar dan medan yang sedang, u<<1 dan fungsi naik secara linier dan
dengan mengekspansikan coth (u) dapat diperoleh L(u)≅(1/3)u. Sedangkan untuk
suhu tinggi dan medan yang sangat besar, u>>1 fungsi mempunyai harga saturasi,
yakni L(u)=1, sehingga semua dipol berdistribusi searah medan.
Untuk kebanyakan eksperimen, diambil pendekatan medan yang sedang, sehingga
2
p = p ε (6.29)
x
3koT
Terlihat bahwa momen berbanding lurus dengan medan dan berbanding terbalik dengan suhu.
Dengan demikian polarisabilitas polarnya
α p = p2 (6.30)
3koT
Substitusi harga polarisabilitas polar (6.30) ke dalam persamaan Clausius-Mosotti (6.22) menghasilkan
W ∈r N p 2
A
−1 = (6.31)
ρ ∈ +2 3 α
∈ ei
+
3k T
r o o
dengan αei adalah kombinasi polarisabilitas elektronik dan ionik yang tidak
bergantung suhu. Dengan menggrafikkan polarisabilitas molar (ruas kiri) terhadap
kebalikan suhu 1/T, maka dapat ditentukan momen dipol permanen molekul polar p
dan polarisabilitas nonpolar αei suatu bahan. Untuk molekul nonpolar, grafik tersebut
berbentuk horisontal.
dimana αp adalah polarisabilitas polar statik dan po adalah momen dipol permanen
molekul. Oleh karena itu persamaan di atas menjadi
dpd (t) + pd (t) = po (6.33)
dt τ τ
yang mempunyai solusi
pd(t) = po (1 – e-t/τ) (6.34)
Jika medan listrik statik dikenakan cukup lama pada bahan sehingga dicapai nilai
setimbang po, dan tiba-tiba medan dihentikan pada t=0, maka p ds=0 dalam persamaan
(6.32) sehingga solusinya adalah
-t/τ (6.35)
pd(t) = po e
Untuk medan listrik bolak-balik
-iωt (6.36)
ε(t) = A e
keadaan setimbangnya dinyatakan oleh
pds(t) = αp(0) ε(t) (6.37)
dengan αp(0) adalah polarisabilitas polar statik; dan persamaan geraknya dinyatakan
oleh
dp d (t) + p d (t) = α p (0) ε (t) (6.38)
dt τ τ
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
6 BAHAN DIELEKTRIK 166
Diambil solusi berbentuk
dengan χe (ω) dan χ p (ω) , masing-masing adalah suseptibilitas elektronik dan polar.
Dalam dispersi polar, yakni daerah gelombang mikro, suseptibilitas elektronik relatif konstan, sehingga
kontribusi polar dapat ditulis
∈ (ω) = n2 + χ p (ω) (6.41)
r
n = indek bias
Kontribusi polar χ p (ω) tidak sepenuhnya mampu mengikuti osilasi medan sehingga
terjadi keterlambatan fasa. Karena χ p sebanding dengan αp, maka χ p (ω)
merupakan besaran komplek yang bentuknya sama dengan αp(ω) dalam (6.40)
sehingga konstanta dielektrik (6.40) dapat ditulis
∈ (ω) = n2 + χ p (0) (6.42)
r
1 − iω τ
p
dengan χ (0) =∈ (0) − n2 adalah suseptibilitas polar statik. Terlihat bahwa
r
konstanta dielektrik (6.42) di atas bergantung pada frekuensi. Hal ini berarti bahan
menunjukkan gejala dispersi. Dalam bentuk bagian riil dan imaginer, konstanta
dielektrik ∈r (ω) dapat ditulis
r
1+ ω 2τ 2
"
∈r (0)− n2
∈
r (ω ) = 2 2 ωτ (6.44b)
1+ωτ
Ungkapan (6.44) ini disebut persamaan Debye, yang secara grafik ditunjukkan oleh
Gambar 6.8 berikut.
' "
Gambar 6.8 Sketsa bagian riil ∈ r (ω) dan bagian imaginer ∈ r (ω)
terhadap ln ωτ untuk bahan polar
Terlihat bahwa grafik ∈'r (ω) − lnω τ merupakan kurva dispersi; dan ∈"r (ω) − lnω
τ kurva absorbsi. Bagian riil ∈'r (0) berharga konstan, yakni ∈r (0) pada daerah
2n 2n+1
+ - + -
M2 M1
Jika diasumsikan λ>>d (atau k→0), maka semua atom sejenis mempunyai
perpindahan yang sama. Dalam keadaan mapan, M1 dan M2 masing-masing
mempunyai perpindahan U+ dan U- yang berbentuk sama seperti medan gaya (6.47)
-iωt (6.48a)
U+ = Uo+ e
-iωt (6.48b)
U- = Uo- e
Dengan harga k=0. Substitusi (6.47) dan (6.48) ke dalam persamaan gerak (6.45) dan
(6.46) di atas menghasilkan perpindahan ionik
e*
U o+ = εx
M1 (ω t 2 −ω2)
(6.49)
e*
U −=−
)εx
(6.50)
o M 2 (ωt 2 − ω 2
transversal pada k=0. Perbedaan perpindahan kedua ion ini menyebabkan timbulnya
momen dipol listrik molekul. Dengan demikian polarisasi ionik Pi yang terjadi
Pi = N e* (Uo+ -Uo-) (6.51)
∈r (ω)
∈r (0)
n2
0 ω
ωt ωl
∈ = (n + i Χ)2 (6.54)
r
( n + 1) 2 + Χ2
α = 2Χk (6.56)
ab
Jika ∈r (ω) <0, maka menurut (6.54) haruslah n=0 dan Χ ≠ 0 , sehingga refleksivitas
(6.55) berharga R = 1. Hal ini berarti gelombang datang dengan frekuensi dalam
rentang ωt<ω<ωl mengalami refleksi total, dan tidak dapat merambat dalam kristal.
Daerah ini disebut celah terlarang.
Pada gambar di atas tampak pula bahwa ∈r (ω) menunjukkan dispersi yang
kuat (∈r (ω) →∞) di dekat frekuensi fonon optik ωt. Di daerah ini, disamping terjadi
absorbsi maksimum, juga terjadi kondisi resonansi, yakni dimana frekuensi sinyal
sama dengan frekuensi alami sistem ionik sehingga respon sistem menjadi tak
berhingga. Absorbsi dan refleksi optik secara kuat di atas terjadi dalam daerah
inframerah.
Jika terdapat Z elektron peratom dan N atom persatuan volume, maka suseptibilitas
listriknya
χ (ω) = NZe2 1
2 (6.61)
e ∈ mω −ω2
o o
n2 (ω)
n2 (0)
1
0 ω
ωo
2
Gambar 6.11 Sketsa kuadrat indek bias n (ω) terhadap ω
Tampak bahwa dispersi tajam terjadi pada frekuensi resonansi ωo (daerah ultraviolet).
Jika kita memulai ωo=0, maka elektron berperilaku sebagai partikel bebas. Pada
frekuensi tinggi, ωo<<ω, harga n2(ω)→1, seperti halnya untuk vakum. Pada
frekuensi ini elektron tidak mampu mengikuti osilasi medan yang kuat.
dengan C adalah konstanta Curie dan TC adalah suhu Curie. Hal ini ditunjukkan
dalam Gambar 6.14 berikut.
∈r
0 T
TC
Gambar 6.14 Sketsa konstanta dielektrik ∈r terhadap suhu T dalam bahan ferroelektrik
Hubungan di atas berlaku bila T>TC. Dalam daerah ini, bahan berada dalam fasa
paraelektrik, yang mana polarisasi hanya dapat terjadi jika pada bahan dikenakan
medan eksternal dan polarisasinya lenyap bila medan dihilangkan.
Dalam daerah T<TC, bahan menjadi terpolarisasi secara spontan. Dalam
daerah ini bahan berada dalam fasa ferroelektrik. Dengan demikian, suhu Curie TC
merupakan tempat transisi fasa. Polarisasi spontan PS semakin naik bila suhu turun,
seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.15 berikut.
PS
0 T
TC
Gambar 6.15 Sketsa polarisasi spontan PS terhadap suhu T dalam bahan ferroelektrik
Dalam fasa ferroelektrik, pusat muatan positip kristal tidak berimpit dengan pusat
muatan negatip. Gejala ferroelektrik hanya terjadi pada kelas nonsentrosimetri polar.
Arah polarisasi spontan ferroelektrik tidak sama dalam keseluruhan bagian
bahan. Oleh karena itu bahan terdiri dari sejumlah domain, yakni daerah dimana
=Ba2+
=O2-
4+
=Ti
Tetapi, di bawah suhu Curie strukturnya berubah menjadi tetragonal. Dalam fasa ini,
4+ 2- 2+
ion Ti dan O bergeser terhadap ion Ba , seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.18
berikut.
a=b=0,398 nm
4+
=Ti
c=0,403 nm =O2-
0,006 nm
0,006 nm
4+ 2- 2+
Gambar 6.18 Pergeseran Ti dan O terhadap Ba pada tetragonal BaTiO3
Akibatnya, terjadilah pemisahan pusat muatan positip dan negatip sejauh 0,012 nm,
sehingga terjadi polarisasi spontan.
RINGKASAN
1. Dua muatan listrik berlawanan, tetapi besarnya sama, yakni –q dan +q,
membentuk dipol listrik yang momennya p. Suatu dipol listrik menimbulkan
medan listrik di sekitarnya. Jika suatu dipol dalam medan listrik eksternal, maka
timbul torsi dan energi potensial pada dipol. Dalam bahan dielektrik, kumpulan
momen dipol membentuk polarisasi, yakni jumlah momen dipol persatuan
volume.
02. Bahan dielektrik yang ditempatkan dalam suatu medan listrik eksternal ε o
Clausius-Mosotti.
4. Sehubungan dengan proses polarisasi bahan, struktur molekul/atom yang
membangun suatu bahan dapat dikelompokkan menjadi molekul polar, nonpolar,
ionik, dan atom kristal kovalen bersifat nonpolar dan nonionik. Berdasarkan jenis
molekul/atom di atas dan perilakunya saat dikenakan medan, maka polarisabilitas
bahan dapat terdiri dari beberapa jenis, yaitu polarisabilitas polar/orientasional
(αp), ionik (αi), dan elektronik (αe). Oleh karena itu polarisabilitas total suatu
bahan dapat ditulis α = αe + αi + αp. Bentuk αe terjadi pada semua jenis bahan.
Sedangkan bentuk αi hanya terjadi pada bahan ionik. Pada bahan polar dapat
terjadi proses ketiga polarisasi di atas.
05. Polarisabilitas polar terdiri dari dua macam, yaitu statik dan bolak-balik. Jenis
yang pertama menghasilkan α p= p2 ; dan yang kedua menghasilkan
3koT
α p (ω) = α p (0) yang merupakan besaran komplek, artinya polarisasi tidak
1 − iω τ
sefasa dengan medan (terjadi absorbsi energi). Pada jenis yang kedua juga
didapatkan konstanta dielektrik ∈ (ω) = 1 + χ (ω) + χ (ω) = n2 + χ p (0) .
r e p
1 − iω τ
06. Pada frekuensi tinggi, yang hanya terdiri dari kontribusi elektronik, ungkapan
konstanta dielektrik dapat ditulis dalam bentuk ∈ (ω) = n2 + ∈ (0) − n2 . Suku
r
r 2
1−ω
ωt2
kedua ruas kanan merupakan polarisabilitas ionik bolak-balik.
7. Polarisabilitas elektronik terdiri dari dua macam, yaitu statik dan bolak-balik. Jenis
yang pertama menghasilkan polarisasi elektronik αe = 4π ∈o ra3 . Sedangkan
jenis yang kedua menghasilkan polarisabilitas elektronik αe (ω) = /m .
e2
ω2 −ω 2
o
8. Gejala piezoelektrik berkait dengan polarisasi ionik dan hanya terjadi pada bahan
nonsentrosimetri. Gejala piezoelektrik dapat digunakan untuk mengkonversikan
energi listrik menjadi energi mekanik (efek balik), atau sebaliknya (efek langsung),
seperti yang terjadi pada transduser.
09. Pada kelompok bahan ferroelektrik konstanta dielektrik berubah terhadap suhu
melalui hubungan hukum Curie-Weiss ∈r = C . Bila T>TC, polarisasi hanya
T − TC
dapat terjadi jika pada bahan dikenakan medan eksternal dan polarisasinya lenyap
bila medan dihilangkan (fasa paraelektrik); dan bila T<TC, bahan menjadi
χ= o
Nα
1−
2. Di antara kedua plat kapasitor diisikan selenium amorf dengan konstanta dielektrik
28 3
6,0 dan konsentrasi 3,67.10 atom/m .
a. Hitunglah polarisabilitas atomnya!
b. Hitunglah medan lokal pada atomnya, jika muatan plat menghasilkan medan
1500 V/m!
c. Hitunglah momen dipol atomnya dalam medan soal (b)!
d. Berapakah harga konstanta dielektriknya, jika medan lokal sama dengan medan
makroskopis?
3. Andaikanlah bahwa titik asal sistem koordinat bertempat pada pusat bola Lorentz
dan polarisasi dalam arah sumbu-Z, maka buktikan bahwa komponen medan ε2
(karena muatan polarisasi pada permukaan bola Lorentz) dalam arah sumbu-X dan
sumbu-Y berharga nol!
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
6 BAHAN DIELEKTRIK 180
04. Momen dipol untuk distribusi muatan secara umum didefinisikan sebagai
G G
, dengan qi dan ri , masing-masing adalah muatan dan vektor posisi
p = ∑qi ri
i
dari muatan ke-i, dan penjumlahan dilakukan atas semua muatan yang ada.
Pengambilan titik asal adalah sebarang.
a. Tunjukkan bahwa ungkapan di atas akan menjadi (6.1) bila hanya ada dua
muatan yang sama besar dan berlawanan tanda!
b. Buktikan bahwa jika muatan listrik sistem secara keseluruhan netral, maka
momen dipol tidak bergantung pada pengambilan titik asal!
05. Turunkanlah persamaan (6.13)!
6. Konstanta gaya untuk atom berdekatan dalam NaCl berharga 36 N/m. Jarak
setimbang kristal ini 2,82 Å.
a. Jika besar masing-masing muatan adalah e, maka hitunglah momen dipol pada
jarak setimbangnya!
b. Hitunglah perubahan jarak pisahnya karena medan listrik lokal 1500 V/m!
c. Hitunglah perubahan momen dipolnya!
d. Taksirlah polarisabilitas ionik statiknya!
7. Suatu kristal berstruktur kubik sederhana (dengan rusuk a) dan masing-masing
atomnya memiliki momen dipol sama, yaitu p .
a. Tunjukkan bahwa medan listrik pada suatu atom tertentu karena semua atom
yang berjarak a bernilai nol!
b. Ulangi soal (a) untuk medan dari semua atom yang berjarak a√2.
c. Ulangi soal (a) untuk medan dari semua atom yang berjarak a√3.
8. Suatu kristal berstruktur tetragonal sederhana (dengan sisi bujursangkar a dan
ketinggian c) dan masing-masing atomnya memiliki momen dipol p .
a. Tunjukkan bahwa medan listrik pada suatu atom tertentu karena semua atom
yang berjarak a adalah
G 1 p − ˆ
3 pZ z
p1 = 2π ∈ a3
o
11. Cahaya 500 nm diarahkan tegak lurus pada sampel dengan indek bias n=1,653
-2
dan koefosien pemadaman Χ =2,35.10 .
a. Hitunglah kecepatan gelombang dalam sampel!
b. Hitunglah panjang gelombang dalam sampel!
c. Hitunglah jarak dalam sampel sehingga intensitas gelombang tinggal
setengahnya, jika fraksi intensitas gelombang yang diteruskan
I = Io e−2kΧz
dengan k = vektor gelombang datang
z = jarak tempuh gelombang dalam
sampel d. Hitunglah refleksivitasnya!
e. Hitunglah bagian riil dan imaginer konstanta dielektriknya!
12. Medan ε 3 dalam persamaan (6.12) karena dipol dalam rongga bola bergantung
pada simetri kristal, dan umumnya berharga tidak nol dalam kristal nonkubik.
Anggaplah bahwa medan ini berharga
G G
b
ε = P
3 ∈o
tersebut!
13. a. Deretkanlah fungsi Langevin L(u) persamaan (6.28) dalam pangkat u, dan
tunjukkan bahwa
L(u) = u/3 – u3/45 + … , dimana u<<1
b. Hitunglah medan yang diperlukan untuk menghasilkan polarisasi dalam air
sebesar 10% polarisasi saturasi pada suhu kamar, jika diketahui polarisasi air
p=1,9.10-29 Cm!
-5 -5 3
14. Polarisabilitas molar air naik dari 4.10 menjadi 6,8.10 m jika suhu diturunkan
dari 500 K menjadi 300 K. Hitunglah momen permanen molekul air!
+ -
15. Ion Na dan Cl dalam NaCl, masing-masing mempunyai polarisabilitas
elektronik 0,20.10-40 dan 2,65.10-40 farad m2. NaCl berstruktur FCC.
a. Hitunglah jarak terdekat antara atom Na dan Cl!
b. Hitunglah konstanta kisi NaCl!
16. Hitunglah polarisabilitas statik untuk atom hidrogen, jika diasumsikan bahwa
muatan pada elektron terdistribusi seragam dalam keseluruhan bola dengan jari-
jari Bohr!
Pada bahan yang ditempatkan dalam medan magnet luar yang berintensitas H
, terjadi magnetisasi M , yakni momen dipol magnet persatuan volume. Untuk kristal,
magnetisasi merupakan momen dipol total dalam sel satuan tunggal dibagi
volume sel. Pada bahan, juga, terjadi induksi magnet B yang memenuhi hubungan
G G G
B = μo H + μo M (7.1)
Dengan demikian, induksi magnet dalam bahan terdiri dari dua bagian, yakni μo H
FL
inti
Fo
velektron
yang merupakan persamaan kuadrat dalam ω. Jika medan kecil, maka bentuk
solusinya
ω = ωo − eB (7.8)
2m
Tampak bahwa rotasi elektron lebih pelan. Reduksi frekuensi ini menimbulkan perubahan momen
magnetik, bertolak dari (7.6), yaitu
e 2r 2
μ=− B
(7.9)
4m
Tampak bahwa momen induksi berlawanan arah dengan medan. Dengan kata lain,
respon elektron terhadap kehadiran medan adalah diamagnetik.
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
7 BAHAN MAGNETIK 186
Dalam atom, orbit elektron berada dalam permukaan sferik. Tetapi, respon
diamagnetik efektif hanyalah pada penampang yang tegak lurus terhadap medan.
Dengan demikian, rata-rata r2 dalam ungkapan perubahan momen (7.9) di atas harus
χ=
M
=
NZ μ
=−
μo e2
(NZ r2
)
(7.11)
H B / μo 6m
adalah rata-rata kuadrat jari-jari elektron. Perata-rataan dilakukan atas
dengan r 2
semua orbital elektron dalam atom. Tampak bahwa suseptibilitas tidak bergantung
pada suhu. Respon diamagnetik ini terjadi pada padatan yang sel atomiknya terisi
penuh. Seringkali digunakan ungkapan suseptibilitas molar yang didefinisikan
χmolar=NAχ/N.
dilakukan terhadap semua elektron, dan berharga tidak nol hanya untuk suatu sel yang
tidak penuh.
Momentum angular L dan S berinteraksi, sehingga menimbulkan
momentum angular total
G G G (7.12)
J = L+ S
yang relatif konstan. Dengan demikian, L dan S berpresisi mengelilingi G
J , seperti
ditunjukkan dalam Gambar 7.2 berikut.
(3). jika sel kurang dari separoh maksimum, maka j=|l-s|, dan jika sel sama atau lebih
dari separoh maksimum, maka j=l+s.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa suatu atom yang selnya tidak penuh
mempunyai suatu momen magnetik permanen, yang terjadi dari kombinasi gerakan
orbital dan spin elektronnya.
Teori Klasik
Selanjutnya, untuk sederhananya, μrata−rata disingkat μ saja. Energi potensial
dipol magnet dalam suatu medan magnet
G
V = −μ • B (7.14) Dengan analisa yang sama dengan bahasan polarisasi listrik
polar (subbab 6.3.2.1.1), didapatkan momen dipol rata-rata dalam arah medan
(misalnya, sumbu-Z)
μ (7.15)
2
=μ B
Z 3koT
Magnetisasinya (7.16)
μ2B
M = N μZ = N
3koT
dan suseptibilitasnya (7.17)
χ
M μ μ2
= =N o
H3koT
Tampak bahwa χ berbanding terbalik terhadap T. Hubungan ini disebut hukum Curie
dan suseptibilitasnya disebut suseptibilitas paramagnet Langevin.
Teori Kuantum
Saat medan magnet (misalnya, dalam arah sumbu-Z) dikenakan pada atom,
terjadilah “Zeeman splitting”
G (7.18)
E = −μ • B = gμB B m j
dengan μB = e= =9,3.10-24 Jm2/N disebut magneton Bohr.
2m
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
7 BAHAN MAGNETIK 189
Misalnya, untuk j=1/2 dihasilkan tingkatan energi yang terpisah menjadi dua,
yang masing-masing bersesuaian dengan momen dipol paralel dan antiparalel dengan
arah medan, seperti ditunjukkan oleh Gambar 7.3 berikut.
mj=+1/2
E=gμBB
mj=-1/2
M
NgμB
Tampak bahwa M sebanding dengan x untuk medan lemah dan M mencapai saturasi
saat medan listrik besar. Bila diambil kasus medan lemah, x<<1 dan tanh (x) ≅ x,
maka substitusi ke dalam (7.21) didapatkan suseptibilitas
χ = μo N B
)2 (7.22)
(gμ
koT
Ungkapan ini sama dengan hasil teori klasik, tetapi dengan mengasumsikan momen
efektif atom μef=gμB√3.
Bentuk yang lebih umum, suatu atom dengan j tertentu akan mengalami
pembelahan tingkat energi sebanyak (2j+1) buah. Sedangkan suseptibilitasnya
μ
Nμ 2
χ
(7.23)
= 3okoTef
dengan
μef = p μB dan p=g (7.24)
1/2
(j[j+1])
Bilangan p disebut bilangan efektif magneton Bohr untuk suatu atom.
Eksperimen menunjukkan bahwa kristal ion tanah-jarang memenuhi hukum
Curie, dengan bilangan efektif magneton Bohr p seperti yang dijelaskan dalam teori
interaksi spin-orbit di atas. Dalam ion ini (La s/d Lu), sel 4f, yang menunjukkan
perilaku magnetik, terisi tidak penuh. Sel yang lebih luar, yaitu 5p terisi penuh, 5d
dan 6s berperan dalam pembentukan ion. Karena letaknya yang jauh lebih dalam,
maka elektron dalam sel 4f tidak dipengaruhi oleh ion lain dalam kristal. Perilaku
G
magnetiknya seperti ion bebas, sehingga momentum angular L dan S berkopel sangat
kuat.
Sedangkan untuk ion logam transisi, eksperimen menunjukkan bahwa j=s.
Dalam hal ini, sel terluar 3d terisi tidak penuh. Elektron dalam sel 3d ini berinteraksi
sangat kuat dengan ion tetangga, sehingga gerakan orbitalnya hanyut, dan tinggal
momen spin yang mengkontribusi terhadap proses magnetisasi. Gejala demikian
disebut “quenching”.
Paramagnetik Pauli
Apabila hanya memperhitungkan spin elektron saja, yakni j=s=1/2 dan g=2, maka
suseptibilitas bahan paramagnet (7.23) menjadi
2 (7.26)
χ = μo NμB
koT
Terlihat bahwa χ berbanding terbalik dengan T.
Tetapi, eksperimen menunjukkan bahwa suseptibilitas spin dalam logam, pada
pokoknya, tidak bergantung pada suhu. Disamping itu, nilai pengamatan
menunjukkan harga yang lebih kecil daripada ungkapan di atas. Perlu diketahui
bahwa elektron konduksi dalam logam bersifat delokalisasi dan mengikuti distribusi
Fermi-Dirac.
Sehubungan dengan paramagnetisme spin ini, perhatikanlah Gambar 7.5
berikut.
s=1/2
EFo
s=-1/2
B B
½g(E) ½g(E) 2μBB 2μBB
a b c
Ketika medan belum dikenakan, sebagian elektron berspin dalam arah-Z positip dan
sebagian lagi dalam arah-Z negatip sehingga resultan magnetisasi M=0. Tetapi, ketika
medan B dikenakan, tingkat energi spin yang paralel B mengalami penurunan sebesar
μBB; dan tingkat energi spin yang antiparalel B naik sebesar μ BB. Kondisi yang tidak
stabil ini menyebabkan beberapa elektron dengan spin antiparalel B di dekat tingkat
Fermi berpindah ke spin paralel B sehingga magnetisasinya M≠ 0. Banyaknya elektron
yang sanggup berpindah (T=0 K) tersebut
E +μ B
F B 1 1
n= o
∫ g(E)dE ≅ g(EFo )μB B
E
F
2 2
o
Karena masing-masing spin mengalami perubahan sebesar 2μB (dari -μB ke +μB),
maka magnetisasi yang terjadi
M ≅ n 2 μB = μB2 g(EFo ) B
sehingga suseptibilitasnya
χ spin = μo μB2 g(EF ) (7.27)
o
Tampak bahwa suseptibilitas bergantung pada rapat keadaan pada tingkat energi
Fermi; dan tidak bergantung pada suhu. Pengaruh suhu terhadap distribusi elektron
Fermi-Dirac memang kecil.
Mengingat bahwa harga g(EF ) =3 N (lihat persamaan (3.26) dan (3.30))
o 2 EF
o
2
untuk pita energi standard (E∼k ) dan EFo=koTF , maka suseptibilitas logam
χ ≅ 3χ T (7.28)
spin
2 T
F
dengan χ adalah suseptibilitas klasik (Boltzmann) (7.26). Karena harga suhu Fermi
TF=30.000 K, maka harga χspin lebih kecil daripada χ dengan faktor pengecil 10-2,
yang sesuai pula dengan hasil eksperimen.
Pada logam transisi, suseptibilitas paramagnet besar sekali. Hal ini terjadi
karena g(EF) besar sebagai akibat sempit dan tingginya pita 3d.
Diamagnetik
logam tanah-jarang, seperti Gd dan Dy; dan oksida logam transisi isolator CrO2.
Ferromagnetisme terjadi hanya di bawah suhu tertentu, yakni suhu Curie. Di
atas suhu Curie, momen berorientasi secara acak sehingga magnetisasinya nol dan
bahan menjadi paramagnet. Seperti halnya ferroelektrik, bahan ferromagnetik juga
menunjukkan adanya domain dan kurva histerisis.
dengan J’ adalah konstanta pertukaran. Agar terjadi gejala ferromagnet, maka spin s i
Dengan (gsμB) adalah momen dipol magnet. Dengan demikian, dapatlah dikatakan
bahwa interaksi pertukaran spin dipol dalam kristal terjadi karena adanya medan
molekuler; atau medan internal molekuler HW inilah yang menyebabkan terjadinya
magnetisasi spontan.
Weiss mengasumsikan bahwa medan internal sebanding dengan magnetisasi
HW = λ M (7.32)
dengan λ adalah konstanta Weiss. Nimal maksimum HW, yakni sama dengan
λM(0)=λNgsμB, terjadi pada T=0 K. Substitusi HW maksimum ke dalam (7.31)
menghasilkan
HW. Bila diambil kasus untuk j=1/2, dengan analisa yang sama dengan bahasan gejala
paramagnet secara kuantum, maka dari persamaan (7.21) diperoleh magnetisasi
M = N g μB tanh (7.34)
ko T
Solusi ungkapan ini dapat diselesaikan dengan metode grafik. Bila diambil
μo gμB λ M
tanh
= tanh (x)
koT
maka didapatkan dua ungkapan magnetisasi, yakni
koT x (7.35)
M =
μo gμB λ
M = N g μB tanh ( x ) (7.36)
T<TC
M∼tanh(x)
A
Suhu kritik (Curie) TC adalah suhu dimana garis lurus (grafik M∼x) merupakan
tangensial kurva hiperbolik pada titik asal. Tampak bahwa untuk T<TC, dua kurva
berpotongan di titik A, yang berarti bahwa magnetisasi spontan terjadi pada bahan
(karena adanya medan molekuler HW).
μo N ( gμB )2
29 -3 4
Bila harga TC=103 K dan N=10 m , maka didapatkan pendekatan harga λ 10 .
0 T/TC
1
Grafik di atas adalah kurva universal untuk semua bahan magnet dengan nilai j=1/2.
Dalam daerah paramagnet, T>TC, medan total
Htotal = H + HW
Dengan H adalah medan eksternal yang dipasang. Bila diambil kasus untuk j=1/2
dalam medan total kecil, dengan analisa yang sama dengan bahasan gejala
paramagnet secara kuantum, maka dari persamaan (7.21) diperoleh
M = M (0) μo gμB (H+λM) (7.39)
koT
Dengan mengingat ungkapan λ dalam (7.37), maka diperoleh magnetisasi
M= C H (7.40)
T−T
C
C= T μ o N (gμ B )2
dengan C
= disebut konstanta Curie. Dengan demikian
λ ko T
suseptibilitas dalam daerah paramagnet
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
7 BAHAN MAGNETIK 197
χ= C (7.41)
T − TC
Ungkapan suseptibilitas ini sering disebut hukum Curie-Weiss.
Bω=μoHω
a b
melainkan hanya elektron yang berada di dekat energi Fermi EF. Misalnya, E
merupakan rentang energi dalam subpita “up” yang hendak ditempati elektron yang
berpindah, maka jumlah elektron yang berpindah tersebut
n = 12 g(EFo ) E
dengan g(EFo) adalah rapat keadaan pada tingkat Fermi. Jika n=1, maka diperoleh
2
E=
g(EFo )
Untuk memenuhi syarat tersebut, maka konstanta pertukaran harus besar, yakni jika sel
atomik beradius kecil. Juga, g(EFo) harus besar, yang berarti menuntut pita sempit.
Sel beradius lebih kecil mempunyai kemungkinan overlap fungsi gelombang
lebih kecil dan karenanya pita menjadi lebih sempit. Hal ini dipenuhi oleh pita 3d
dalam Fe, Co dan Ni; dan pita 4f dalam Gd dan Dy. Nilai g(E Fo) besar menyebabkan
pita dapat menampung elektron lebih banyak dalam rentang energi kecil. Tetapi,
g(EFo) kecil menyebabkan pita melebar, seperti pita 4s, yang tidak menunjukkan
gejala ferromagnetik.
a b c
Ferromagnetik
Semua dipol disejajarkan dalam arah yang sama sehingga bahan berada dalam
keadaan termagnetisasi penuh.
Antiferromagnetik
Masing-masing dipol mempunyai momen yang sama. Tetapi dipol yang
berdekatan berlawanan arahnya. Dengan demikian, masing-masing dipol saling
meniadakan satu sama lain, sehingga magnetisasi netto sama dengan nol. Gejala ini
Ferrimagnetik
Dipol yang berdekatan berlawanan arah. Tetapi karena masing-masing momen
tidak sama, maka terdapat magnetisasi netto yang tidak sama dengan nol. Bahan
ferrimagnetik sering disebut ferrit, yakni kristal oksida ionik Xfe2O4, dimana X
adalah logam divalen. Contoh ferrit adalah magnetit (“lodestone”) Fe3O4.
RINGKASAN
1. Pada bahan yang ditempatkan dalam medan magnet luar yang berintensitas H ,
terjadi magnetisasi M , dan juga, terjadi induksi magnet B . M dan H
direlasikan oleh suseptibilitas magnetik χ; sedangkan B dan H direlasikan oleh
permeabilitas bahan μ. Berdasarkan tanda dan besar nilai suseptibilitas magnet
suatu bahan dikelompokkan menjadi (a). paramagnet, (b). diamagnet, dan (c).
ferromagnet.
2. Elektron yang beredar mengelilingi inti atom dalam medan magnet B mengalami
gejala diamagnetik Langevin, yakni momen induksi berlawanan arah dengan
medan. Respon diamagnetik ini terjadi pada padatan yang sel atomiknya terisi
penuh.
3. Momentum angular orbital dan spin total suatu atom, masing-masing adalah L dan
S berinteraksi membentuk momentum angular total J, sehingga L dan S
berpresisi mengelilingi J. L dan S berharga tidak nol hanya untuk suatu sel yang
tidak penuh. Demikian pula, momen dipol orbital μL dan spin μS berpresisi
terhadap J, tetapi momen dipol totalnya μ = μL + μS tidak segaris dengan J .
Karena itu dicari momen dipol total rata-rata sepanjang G
J , yaitu
G G e G j( j + 1) + s(s + 1) − l(l + 1)
μ
rata−rata = μ cosθ = g − J dengan g = 1 + adalah
2m 2 j( j + 1)
faktor Lande.
04. Hasil bahasan teori klasik adalah bahwa suseptibilitas paramagnet Langevin χ
berbanding terbalik terhadap T. Sedangkan teori kuantum memperoleh
μ o Nμ 2
suseptibilitas χ =
ef
orbitalnya hanyut, dan tinggal momen spin yang mengkontribusi terhadap proses
magnetisasi, maka disebut “quenching”.
5. Elektron konduksi dalam logam mempunyai dua kontribusi, yaitu sifat paramagnet
karena spinnya dan sifat diamagnetik karena gerakan orbital yang diinduksikan
oleh medan magnet. Oleh karaean itu gejala magnetik dalam logam meliputi dua
hal, yaitu Paramagnetik Pauli dan diamagnetik. Bahasan
Paramagnetik Pauli memperoleh suseptibilitas χ spin = μo μB2 g(EF ) , yang
o
bergantung pada rapat keadaan pada tingkat energi Fermi; dan tidak bergantung
pada suhu. Sedangkan bahasan diamagnetik, melalui pendekatan kuantum
orbital
menunjukkan bahwa kontribusi suseptibilitas diamagnetik χ = 1 χ spin
3
sehingga suseptibilitas elektronik netto merupakan respon paramagnet.
μ = − 2m L
28 3
2. Pada suhu 4 K padatan Argon mempunyai konsentrasi 2,66.10 atom/m . Jika
jarak kuadrat rata-rata sebuah elektron terhadap inti terdekat 0,62 Å, maka
a. hitunglah suseptibilitasnya!
momentum angular total ђ, faktor Lande g=2 dan medan magnet induksi 0,7 T
serta memenuhi distribusi Maxwell-Boltzmann, maka
a. hitunglah fraksi atom dengan JZ=+ђ, dengan JZ=0 dan dengan JZ=-ђ pada suhu
300 K!
b. hitunglah momen dipol atomik rata-rata!
9. Pada suhu kamar Oksigen merupakan gas paramagnetik dengan suseptibilitas
molar 4,33.10-8 m3/mol.
a. Hitunglah bilangan efektif magneton Bohr peratom!
b. Tunjukkan bahwa soal (a) sesuai dengan sel s dengan 2 elektron!
10. Dua bahan ferromagnetik mempunyai struktur kristal dan ukuran sel satuan yang
identik. Spin atomnya identik, tetapi koefisien pertukaran J’ yang satu berharga
dua kali yang lain. Bandingkan konstanta Weiss λ, konstanta Cuire C,
magnetisasi saturasi M(0) dan suhu Cuire TC antara keduanya!
11. Suseptibilitas diamagnetik karena ion teras (“cores”) dalam logam Tembaga
-6 3
adalah -0,2.10 . Jika diketahui bahwa kerapatan Cu adalah 8,93 gr/cm dan berat
atomnya 63,5 gr/mol, maka hitunglah jari-jari rata-rata ion tersebut!
3
12. Germanium mempunyai kerapatan 5,38 gr/cm dan berat atom 72,6 gr/mol.
a. Jika diketahui bahwa suseptibilitasnya -0,8.10-5 dan radius ion teras (“core”)
0,44 Å, maka hitunglah persentase dari kontribusi ikatan kovalen terhadap
suseptibilitasnya!
4
b. Jika dikenakan medan H=5.10 A/m, maka hitunglah magnetisasi dan induksi
magnetnya!
13. Suatu sistem dengan spin j=s=1/2 ditempatkan dalam suatu medan magnet
H=5.104 A/m,. Hitunglah
a. fraksi ion yang paralel terhadap medan pada suhu kamar!
b. komponen rata-rata momen dipol searah medan pada suhu kamar!
c. medan untuk uZ =0,5μB!
15. Buktikanlah bahwa momen dipol rata-rata auatu atom, yang mengandung efek
interaksi spin-orbit, mempunyai ungkapan
e
u
rata−rata = g− J
2m
dengan g adalah faktor Lande (7.13)!
16. a. Suseptibilitas spin elektron konduksi pada T=0 K diberikan oleh persamaan
(7.27). Nyatakalah hasil ini dalam bentuk konsentrasi elektron untuk pita energi
standard!
3
b. Hitunglah suseptibilitas spin logam K, bila diketahui kerapatan 0,87 gr/cm
dan berat atom 39,1 gr/mol!
c. Hitunglah suseptibilitas diamagnetik elektron konduksi logam K!
d. Hitung jari-jari rata-rata ion K dalam keadaan logam!
17. Data untuk Fe: magnetisasi saturasi M(0)=1,74.106 A/m, suhu Fermi TF=1043 K,
3
kerapatan ρm=7,92 gr/cm dan berat atom M=55,6 gr/mol.
a. Buktikanlah bahwa momen dipol sebuah atom Fe adalah 2,22 μB!
b. Hitunglah konstanta pertukaran Weiss λ dan medan molekuler HW!
c. hitunglah konstanta Curie!
d. Hitunglah energi pertukaran untuk suatu interaksi dipol antartetangga terdekat!
Alonso, M., Finn, EJ. 1972. Fundamental University Physics III: Quantum and
Statistical Physics. California: Addison Wesley Publishing Company
Ashcroft, NW,. Mermin, ND. 1976. Solid State Physics. Philadelphia: Sounders
College
Chrisman, FR. 1984. Fundamental of Solid State Physics. Singapura: John Wiley
& Sons, Inc
Kittel, C. 1991. Introduction to Solid State Physics. Singapura: John Wiley &
Sons, Inc
Omar, MA. 1975. Elementary Solid State Physics. Reading-Massachusetts:
Addison Wesley Publishing Company