Makala Learning Orgnztion Team Learning

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 15

TUGAS MAKALAH KEPEMIMPINAN DAN

BERFIKIR SISTEM KESMAS


“TEAM LEARNING”

OLEH :

ANDI RIFDAH AMIR

K11116336

KESMAS C

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
”Team Learning dalam Organizaton Learning” tepat pada waktunya.

Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak,


karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalahini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah untuk masyarakat ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Makassar, 16 April 2018

Andi Rifdah Amir

2
DAFTAR ISI

Halaman Sampul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 7
C. Tujuan 7
Bab II Pembahasan
A. Definisi Learning Organization 8
B. Definisi Dari Team Learning. 8
C. Prinsip Dalam Team Learning 9
D. Pentingya Team Learning 9
E. Proses Dari Team Learning Dalam Organisasi. 10
F. Pandangan Peter M. Senge Mengenai Team Learning. 12
Bab III Penutup
Kesimpulan 1
Daftar Pustaka 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Learning organization semakin memainkan peran urgen, vital dan strategis
dalam meningkatkan kapasitas aparatur dan organisasi pemerintahana. Hubungan
ini diperjelas oleh Schwandt (Carrell et al., 2005), yang menyatakan bahwa,
learning organization sebagai : “system of action, actors, symbols, and processes
that enables an organization to transform information into valued knowledge,
which in turn increase its long-run adaptive capacity”. Hal tersebut selaras
dengan yang dikemukakan oleh Dale dan Kim, Daniel K (2003) bahwa, konsep
learning organization sebagai kemampuan suatu organisasi untuk terus menerus
melakukan proses pembelajaran (self leraning) sehingga organisasi tersebut
memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan
yang muncul.
Mengingat Learning organization fokus sentralnya adalah individu dan
organisasi, maka Senge (1990) mengemukakan lima hal inti dalam pembentukan
organisasi pembelajar, yang disebut disiplin learning organization, yaitu :
Pertama, Keahlian Pribadi (Personal Mastery), Kedua, Model Mental (Mental
Model), Ketiga, Visi Bersama (Shared Vision), Keempat, Pembelajaran Tim
(Team Learning) dan Kelima, Pemikiran Sistem (System Thinking). Organisasi‐
organisasi1 pada saat ini harus mengatasi tantangan dari lingkungan yang sarat
akan perubahan guna mencapai tujuannya yakni kemampuan untuk terus
bertahan dan memiliki keunggulan kompetitif di dunia industri (Boxall &
Purcell, 2003). Tantangan‐tantangan global dan perubahan ini menimbulkan
tekanan bagi organisasi sehingga mempengaruhi
Kemunculan tim‐tim di dalam organisasi sebagai perisai organisasi dalam
meng‐ hadapi tantangan dan kompetisi tersebut (Kozlowski & Bell, 2003).
Penggunaan tim‐ tim multifungsi dan multidispliner sebagai kunci dalam

4
pengelolaan organisasi me‐ ningkat secara signifikan. Sebagai contoh adalah tim
pengembangan produk, tim lintas fungsional dan tim manajemen (Van der Vegt
& Bunderson, 2005).
Asumsi yang mendasari penggunaan tim‐tim ini adalah ketika perwakilan
anggota tim yang berasal dari beraneka ragam keahlian yang relevan
digabungkan, maka keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh tim cenderung
berdasarkan perspektif yang lebih lengkap dan mempengaruhi pencapaian tujuan
tim. Tim multidisipliner merupakan contoh dimana setiap individu di dalam tim
memiliki perbedaan infor‐ masi, pengetahuan, dan keahlian sehingga dapat
mengatasi persoalan‐persoalan kom‐ pleks. Anggota‐anggota di dalam tim
dengan perbedaan keahlian, pengetahuan dan pengalaman merupakan sumber
bela‐ jar bagi individu dan tim. Interaksi dengan orang lain yang memiliki
keahlian yang berbeda akan menumbuhkan belajar dan inovasi karena individu
tersebut akan mendapatkan paradigma yang baru dan memungkinkan adanya
persilangan ide‐ide antara satu dengan yang lainnya. Aktivitas belajar anggota
tim, dimana setiap anggota saling memanfaatkan pengetahuan dari anggota tim
lainnya dengan mengungkap‐ kan suatu masalah dan memperoleh um‐ pan balik
disebut team learning.
Konsep team learning dipopulerkan oleh Senge (1990) yang menyebutkan
team learning sebagai salah satu elemen dari lima disiplin bagi organisasi yang
mengaplikasi‐ kan learning organization. Penelitian yang dilakukan oleh Pohan
(2003) melaporkan bahwa terdapat beberapa perusahaan di Indonesia
menerapkan konsep team learning yang dicirikan oleh tim melakukan cara‐cara
belajar yang sistematis dan terus menerus dengan alat bantu dan metode belajar,
seperti briefing, mentoring, meeting, job rotation, kerja sama tim, mengajukan
pertanyaan‐pertanyaan, mengajak berpikir, konsultasi, menyedia‐ kan buku,
mencontohkan/pengamatan, monitoring, studi banding, belajar dari organisasi

5
lain, belajar dari customer, belajar dari supplier, belajar dari pengalaman dan
training.
Secara spesifik London dan Sessa (2007) menyatakan bahwa team learning
dapat digolongkan ke dalam tiga tipe yakni belajar adaptif, belajar generatif, dan
belajar transformatif. Belajar adaptif lebih memfo‐ kuskan pada perilaku reaktif
dan coping dari suatu tim. Belajar generatif lebih mem‐ fokuskan bahwa tim
secara proaktif meng‐ gunakan pengetahuan dan ketrampilan baru namun tujuan
dan bentuk dari tim ini tetap sama. Belajar transformatif adalah membentuk
ulang atau merevisi tujuan atau prinsip atau struktur dari tim.
Penelitian menunjukkan bahwa munculnya team learning tergantung dari
faktor anggota tim, faktor tim, maupun faktor organisasi dimana tim berada.
Zellmer‐ Bruhn dan Gibson (2006) menyatakan bahwa studi tentang team
learning menghasil‐ kan beraneka ragam penelitian akan faktor penentu maupun
konsekuensi dari team learning, diantaranya berasal dari dinamika internal
anggota tim hingga variabel kon‐ tekstual seperti kepemimpinan dan peng‐
gunaaan teknologi. Adapun, proses dan keluaran dari sebuah tim tergantung dari
bagaimana tim terbentuk, termasuk di dalamnya mengenai komposisi dan kuali‐
tas dari anggota tim tersebut. Berdasarkan reviu secara meta‐analitik tentang
hubung‐ an antara struktur dari tim dan kinerja tim, Stewart (2006) melaporkan
bahwa kinerja tim akan meningkat ketika anggota tim memiliki kemampuan
kognitif tinggi, ciri‐ ciri kepribadian yang diinginkan, dan keahlian yang relevan.
Menurut Kozlowski dan Bell (2003) sebuah tim terdiri dari dua atau lebih
individu yang menunjukkan tugas‐tugas yang secara organisasi berkaitan dan
saling ketergantungan, berbagi satu atau lebih tujuan yang sama, dan melakukan
interaksi sosial. Tim‐tim tertentu terikat pada proses team learning dimana
terdapat proses refleksi dan aksi secara terus‐menerus serta tim memperoleh,
berbagi, mengombinasi‐ kan dan menerapkan pengetahuan (Argote, Guenfeld, &
Naquin, 1999; Edmonson, 1999). Seiring dengan definisi tersebut, Edmonson

6
(1999) mendefinisikan karakte‐ ristik team learning adalah mengajukan
pertanyaan, mencari umpan balik, bereks‐ perimentasi, merefleksikan hasil, dan
men‐ diskusikan kesalahan atau hasil yang tidak diharapkan dari suatu tindakan
tertentu. Konsep team learning menunjuk pada suatu proses maupun hasil dimana
melalui kegiatan‐kegiatan sebuah tim menciptakan pengetahuan dan rutinitas
pekerjaan yang membawa kepada penyesuaian atau pengembangan di dalam
kawasan potensi perilaku tim (Kasl, Marsick and Dechant, 1997)
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Learning Organization?
2. Apa yang dimaksud dengan team learning?
3. Bagaimana prinsip dalam team learning?
4. Mengapa team learning penting?
5. Bagaimana proses dari team learning dalam organisasi?
6. Apa pandangan Peter M. Senge mengenai team learning?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Learning Organization.
2. Untuk mengetahui definisi dari team learning.
3. Untuk mengetahui prinsip dalam team learning.
4. Untuk mengetahui pentingya team learning.
5. Untuk mengetahui proses dari team learning dalam organisasi.
6. Untuk mengetahui pandangan Peter M. Senge mengenai team learning.

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Learning Organization


Organisasi Belajar (learning organization) menurut Peter Senge adalah
“...organizations where people continually expand their capacity to create the
results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are
nutured, where collective aspiration is set free, and where people are continually
learning to see the whole together.” organisasi belajar adalah organisasi dimana
orang-orang mengembangkan kemampuan mereka secara berkelanjutan untuk
menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana di tempatkan pola
berpikir yang baru dan meluas, bebas beraspirasi bersama, dan orang-orang
belajar bersama secara berkelanjutan untuk memahami segala sesuatu. Pendapat
Senge itu menunjukkan bahwa organisasi merupakan tempat orang secara terus
menerus memperluas kemampuan untuk mewujudkan apa yang sesungguhnya
mereka inginkan, tempat di mana pola-pola berpikir yang baru dan ekspansif
dikembangkan, tempat mencurahkan aspirasi secara bebas dan kolektif, serta
tempat orang secara terus menerus belajar melihat keseluruhan secara bersama-
sama.
B. Definisi Team Learning
Disiplin team learning (tim pembelajar), merupakan suatu keahlian para
anggota organisasi untuk melakukan proses berpikir kolektif dan sinergis,
sehingga organisasi mampu mengembangkan kecerdasan dan mampu
membangun kapasitas real yang jauh lebih besar daripada sekedar jumlah dari
kemampuan individual para anggotanya. (Peter senge 2002).

8
C. Prinsip dalam Team Learning
Pembelajaran tim melibatkan beberapa prinsip penting: Tim harus belajar
untuk "berpikir luas tentang isu-isu kompleks," menggunakan kemampuan
banyak pikiran yang bekerja bersama untuk mengatasi pikiran tunggal. Tim-tim
perlu bekerja sama untuk menghasilkan "aksi yang inovatif dan terkoordinasi",
banyak cara tim olahraga mencapai kebesaran ketika para pemain bergabung
menjadi satu. Anggota tim harus terlibat dalam dialog, serta diskusi. Dalam
dialog, anggota kelompok melihat isu-isu kompleks dari berbagai sudut pandang,
sedangkan dalam diskusi, anggota individu mencoba untuk hadir dan
mendapatkan dukungan untuk posisi mereka sendiri. Setiap tim harus memupuk
kemampuan anggotanya untuk bekerja sama dengan kelompok lain, sehingga
organisasi pembelajaran memiliki berbagai tim yang belajar dan bekerja
bersama.
Bertentangan dengan kepercayaan populer, "tim-tim hebat tidak dicirikan oleh
tidak adanya konflik." Bahkan, pertentangan gagasan adalah tanda bahwa
anggota tim sedang belajar bersama. Sebuah tim yang anggotanya nyaman
mengekspresikan pandangan yang berbeda berada di jalan yang benar menuju
pemikiran kreatif. Konflik itu sendiri membuktikan bahwa kelompok tersebut
muncul dengan ide-ide baru yang tidak mungkin dihasilkan oleh individu.
D. Pentingnya Team Learning
Pentingnya pembelajaran tim adalah bahwa sangat penting untuk memiliki
dinamika tim yang baik, karena kecerdasan suatu tim dapat melebihi jumlah
anggotanya. Sebaliknya, ketika organisasi memiliki tim disfungsional, IQ
kolektif dapat lebih rendah daripada individu. Pembelajaran tim adalah disiplin
dimana penguasaan pribadi dan visi bersama disatukan. Disiplin belajar tim
dimulai dengan dialog. Menetapkan komunikasi yang sebenarnya dalam
kelompok mengharuskan anggota mendefinisikan satu sama lain sebagai rekan,
bukan musuh, dan bahwa setiap orang berani menjadi rentan dan mengakui
ketidaktahuan, jika tidak, tidak ada pembelajaran yang dapat dilakukan.

9
E. Proses Team Learning dalam Organisasi
Pembelajaran tim dibangun berdasarkan disiplin penguasaan pribadi. Ini
adalah proses yang mencakup menyelaraskan dan mengembangkan kapasitas tim
untuk mencapai tujuan yang benar-benar diinginkan anggotanya. Sementara
pembelajaran individu pada satu tingkat adalah penting, itu tidak relevan di
tingkat lain. Individu dapat belajar tetapi organisasi secara keseluruhan tidak.
Tidak ada pembelajaran organisasi. Tim menjadi, oleh karena itu, unsur penting
untuk belajar, ‘mikrokosmos’ untuk belajar sebagaimana Senge menyebutnya.
Ada tiga komponen kunci dari pembelajaran tim.
1) Tim harus menggali dan mengeksplorasi isu-isu kompleks, menarik
bakat, pengetahuan, dan pengalaman satu sama lain.
2) Mereka harus bekerja dalam konser, mengoordinasikan upaya mereka
dan berkomunikasi secara terbuka dan dekat. Kepercayaan sangat
penting karena anggota harus dapat saling bergantung satu sama lain.
3) Tim harus berinteraksi satu sama lain sehingga mereka dapat berbagi
apa yang mereka pelajari. Senge menciptakan ekspresi Nested Teams
sebagai cara untuk mengekspresikan interaksi ini. Sama seperti harus
ada interdependensi dalam tim, demikian juga harus ada
interdependensi di antara tim dalam suatu organisasi.

Oleh karena itu, pembelajaran tim harus dilihat sebagai disiplin kolektif.
Untuk mengatakan bahwa ‘I’ sebagai individu yang menguasai pembelajaran tim
tidak relevan. Pembelajaran tim melibatkan menguasai dua cara utama yang tim
berkomunikasi: dialog dan diskusi. Dengan dialog, Senge berarti 'pendalaman
mendalam' dan eksplorasi ide-ide secara bebas. (Stephen Covey menggunakan
ekspresi mendengarkan empatik). Diskusi, di sisi lain, mengacu pada mencari
pandangan terbaik untuk mendukung keputusan setelah semua pandangan
semuanya telah disajikan.

10
Agar tim dapat tumbuh dan berkembang, dan menjadi efektif, konflik harus
ada. Gagasan ini mungkin tidak diragukan mengejutkan beberapa orang, tetapi
kecuali anggota tim tidak setuju pada waktunya, tim tidak akan belajar. Untuk
berpikir kreatif, pasti ada aliran bebas dari ide-ide yang saling bertentangan.
Tentu saja, tim harus tahu bagaimana menggunakan perselisihan secara
produktif.

Konflik menjadi bagian dari dialog berkelanjutan di antara anggota tim.


Seperti yang dijelaskan Senge: "... perbedaan antara tim-tim hebat dan tim-tim
yang biasa-biasa saja terletak pada bagaimana mereka menghadapi konflik dan
menghadapi pembelaan diri yang selalu mengelilingi konflik." Masalah kapan
dan bagaimana menggunakan konflik secara produktif adalah salah satu yang
lolos dari sebagian besar organisasi. Konsekuensinya adalah penggunaan rutin
pertahanan rutin.

Mengakui bahwa seseorang tidak tahu jawaban atas pertanyaan atau masalah
adalah mengungkapkan ketidakmampuan seseorang. Ini memiliki aplikasi khusus
untuk manajer karena mereka diharapkan mengetahui semua hal yang terjadi di
organisasi. Ini menjadi bagian dari model mental manajer. Senge menyatakan:
"Mereka yang mencapai posisi senior adalah tuan di muncul untuk mengetahui
apa yang sedang terjadi, dan mereka yang berniat mencapai posisi seperti belajar
sejak dini untuk mengembangkan udara pengetahuan percaya diri."

Ketika manajer menginternalkan model mental ini, mereka menciptakan dua


masalah. Pertama, untuk mempertahankan keyakinan bahwa mereka memiliki
jawaban mereka harus menutup diri dari penyelidikan dari bawahan mereka.
Mereka menolak untuk mempertimbangkan pandangan alternatif, terutama jika
mereka tampil provokatif. Masalah kedua yang mereka ciptakan sendiri adalah
bahwa mereka mempertahankan ketidaktahuan mereka. Untuk menjaga fasad

11
mereka menjadi sangat terampil dalam bertahan. Bagaimanapun, mereka ingin
dilihat sebagai pengambil keputusan yang efektif.

Melalui karyanya, Chris Argyris telah menemukan bahwa perilaku defensif


semacam itu menjadi bagian dari budaya organisasi. Saat dia menyatakan: "...
Kami adalah pembawa rutinitas pertahanan, dan organisasi adalah tuan rumah.
Begitu organisasi telah terinfeksi, mereka juga menjadi pembawa. "
Pembelajaran organisasi jelas sangat terhambat dalam budaya semacam itu. Ini
digarisbawahi terutama ketika tim terlibat dalam rutinitas pertahanan, yang
menghalangi energi mereka dan mencegah mereka bekerja menuju visi bersama
mereka.

Semakin banyak rutinitas pertahanan berakar dalam tim, dan lebih luas lagi
organisasi, semakin mereka menyembunyikan masalah mendasar. Dan pada
gilirannya, semakin tidak efektif masalah-masalah ini ditangani, semakin buruk
masalahnya. Seperti Argyris katakan: "... rutinitas pertahanan adalah 'penyegelan
diri sendiri' - mereka mengaburkan eksistensi mereka sendiri."

Namun, semuanya tidak hilang. Sebuah tim yang berkomitmen pada


kebenaran akan menemukan cara untuk mengungkap dan mengatasi
pembelaannya. Hal yang sama berlaku untuk seorang manajer yang memiliki
keberanian untuk mengungkapkan diri dan memeriksa model mentalnya untuk
menentukan di mana pembelaan dapat disembunyikan. Ini pada gilirannya
menciptakan energi dan keinginan untuk mengeksplorasi ide-ide baru.
Keterbukaan dan dialog kemudian menjadi norma dalam organisasi.

F. Pandangan Peter M. Senge mengenai Team Learning


Pembelajaran semacam ini dipandang sebagai 'proses menyelaraskan dan
mengembangkan kapasitas tim untuk menciptakan hasil yang benar-benar
diinginkan anggota' (Senge 1990: 236). Ini dibangun di atas penguasaan pribadi
dan visi bersama - tetapi ini tidak cukup. Orang harus bisa bertindak bersama.

12
Ketika tim belajar bersama, Peter Senge menyatakan, tidak hanya hasil yang baik
untuk organisasi, anggota akan tumbuh lebih cepat daripada yang bisa terjadi
sebaliknya.
Disiplin pembelajaran tim dimulai dengan 'dialog', kapasitas anggota tim
untuk menangguhkan asumsi dan masuk ke 'pemikiran bersama' sejati. Bagi
orang-orang Yunani dialog berarti aliran bebas jika artinya melalui suatu
kelompok, memungkinkan kelompok untuk menemukan wawasan yang tidak
dapat dicapai secara individu. Itu juga melibatkan belajar bagaimana mengenali
pola interaksi dalam tim yang merongrong pembelajaran. (Senge 1990: 10)
Gagasan dialog yang mengalir melalui Disiplin Kelima sangat berat
tergantung pada karya fisikawan, David Bohm (di mana kelompok ‘menjadi
terbuka untuk aliran kecerdasan yang lebih besar, dan pemikiran didekati sebagai
kolektif fenomena). Ketika dialog digabungkan dengan pemikiran sistem, Senge
berpendapat, ada kemungkinan menciptakan bahasa yang lebih cocok untuk
menangani kompleksitas, dan dari berfokus pada isu-isu struktural yang
mendalam dan kekuatan daripada dialihkan oleh pertanyaan tentang kepribadian
dan gaya kepemimpinan. Memang, seperti itulah penekanan pada dialog dalam
karyanya yang hampir bisa diletakkan di samping pemikiran sistem sebagai fitur
utama pendekatannya.

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Argumen Senge dalam The Fifth Discipline sangat berwawasan dan


revolusioner. Hal ini memungkinkan organisasi untuk selalu tanggap terhadap
dinamika lingkungan dan mencegah penggunaan metode manajemen trial and error
dalam organisasi, serta memungkinkan adanya penjabaran visi-misi yang lebih luas
terhadap pencapaian tujuan organisasi. Namun, kita dapat membuat beberapa
penilaian tentang kemungkinan teori dan praktek yang diusulkan dalam The Fifth
Discipline. Seperti yang muncul dalam kritik beberapa pakar teori organisasi
terhadapnya, antara lain; Ghoshal (1983), melihat organisasi pembelajar dengan
tawarannya yang menggiurkan terhadap manajemen perusahaan multinasional secara
umum belum tuntas dan mendarat pada situasi yang tepat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Senge, P,M. 1990. The Fifth Dicipline The Art and Practice The Learning
Organization. Newyork: Currency Doubleday.

http://journal.ui.ac.id/jbb/article/viewFile/601/586

https://media.neliti.com/media/publications/129088-ID-team-learning-ditinjau-dari-
team-diversi.pdf

http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/82073fe9084e44fb044ed348aeb687b5.pdf

http://jagakarsa.ac.id/download.php?file=img/files/Learning%20Organization%20Ko
nsep%20Dan%20Penerapan%20Di%20Universitas%20Tama%20Jagakarsa.pdf

http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62576/5/BAB%20II%20Tinjaua
n%20Pustaka.pdf

15

You might also like