M Kautsar Rizki NIM 1504101010053

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 13

Resume materi “DAYA DUKUNG TIANG LANJUTAN DAN

SCOURING PROBLEM”

Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Desain Pondasi II

Disusun Oleh :

M. Kautsar Rizki 1504101010053

Dosen Pembimbing :

Prof. Dr. Ir. Munirwansyah, M.Sc

NIP : 195905251985031003

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2018

A. RESUME DESAIN PONDASI II MATERI KE-1


Prosedur Desain Pondasi

Pondasi adalah sebuah elemen yang berinteraksi antara struktur atas dengan
tanah dasar atau batu. Beban yang didistribusikan oleh pondasi kepada tanah dasar
tidak boleh menyebabkan kegagalan geser merusak bentuk struktur atas bangunan.
Sangat penting secara sitematis untuk memikirkan tipe pondasi dan memilihnya
berdasarkan kebutuhan dan biaya struktur atas. Tipe fondasi dangkal terdiri dari
pondasi langsung dan pondasi rakit dengan atau tanpa penyempurnaan., adapaun
pondasi dalam terdiri dari pondasi tiang pancang dan bore pile.

Bab berikut adalah mengenai panduan desain pondasi dan konstruksi yang tersedia.
Panduan untuk masalah pondasi lainnya adalah sebagai berikut

1. Pendekatan Desain Pondasi

Berikut adalah cara pendekatan desain pondasi guna menentukan alternative


pondasi yang maksimal :

1. Menentukan beban pondasi yang didukung, layout struktur, beban maksimum,


penurunan, dan deformasi lateral, gaya lateral serta batas waktu tahanan konstruksi.

2. Evaluasi lapisan dasar dan test data dari laboratorium.

3. Siapkan profil tanah, tentukan lapisan tanah yang cocok untuk jenis pondasi yang
akan digunakan.

4. Mempertimbangkan dan Mempersiapkan alternatif desain pondasi.


5. Persiapkan hitungan biaya yang layak untuk desain pondasi termasuk semua biaya
yang terkait substruktur . Biaya pondasi yang dihitung harus menyertakan biaya yang
diperlukan oleh substruktur unutuk konstruksi pondasi seperti keperluan terpal atau
cofferdam, persyaratan dan ukuran cap, juga termasuk perkiraan pengaruh ke
lingkungan pemukiman sekitar akan pembangunan konstruksi sepeerti gangguan
kebisingan, jaring gelembung, dan lain-lain.
2. Mempertimbangkan Pondasi Langsung

Kelayakan menggunakan pondasi langsung harusnya selalu dipertimbangkan


disetiap proses seleksi jenis pondasi. Pondasi ini biasanya lebih ekonomis daripada
pondasi dalam,Pondasi dalam seharusnya tidak terdiskriminasi untuk semua kondisi
bangunan atas dan strukturnya, ada kondisi dimana menggunakan pondasi dalam
sangat sulit dan mahal untuk dikerjakana dan ada kalanya kondisi yang tidak
memerlukan pondasi dalam.

3. Menentukan Kebutuhan pada Pondasi Dalam

Kesulitan pertama yang dihadapi sang desainer ialah untuk menentukan apakah
kondisi lokasi memerlukan pondasi dalam atau tidak. Vesic (1997) merangkum
tipekal situasi diamana piles mungkin dibutuhkan. Tipekal situasi ini dapat dilihat
pada gambar 7.1. Hal paling penting yang perlu diingat adalah pondasi dalam
mengirim gaya melalui lapisan yang rentan ke lapisan yang kuat. Perencana pondasi
harus dapat menentukan di kedalaman keberapa lapisan sudah cukup kuat.
B. RESUME KULIAH DESAIN PONDASI II MATERI KE-2

DAYA DUKUNG TIANG LANJUTAN DAN


SCOURING PROBLEM

Pada dasarnya setiap elemen struktur memiliki beban tersendiri baik pada konstruksi
jembatan ,gedung maupun yang lainnya. Pada tiang pancang distribusi gaya –gayanya adalah
sebagai berikut:

Beban – beban pada gedung akan disalurkan melalui elemen struktur lainnya ,yang
pertama adalah beban atap yang kemudian disalurkan ke ring balk,selanjutnya gaya dari ring
balk maupun atap akan diteruskan kekolom,selanjutnya akumulasi gaya sebelumnya dan juga
gaya dari dinding akan didistribusikan ke sloof dan selanjutnya diterima pondasi.Pada
pondasi tiang pancang akan mentransferkan gaya-gaya atau beban-beban dari (super
struktur) kelapisan tanah yang letaknya sangat dalam.

Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang
berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang
cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang bekerja padanya (Sardjono HS, 1988).
Atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat
bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari
permukaan tanah kedalaman > 8 m (Bowles, 1991).
Fungsi dan kegunaan dari pondasi tiang pancang adalah untuk memindahkan atau
mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya (super struktur) ke lapisan tanah keras
yang letaknya sangat dalam.

Q allowable atau Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang ijin (Qa)
dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit (Qu)
dibagi dengan faktor keamanan (SF) yang sesuai. Variasi besarnya faktor aman yang telah
banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang pancang, sebagai berikut:

Qa = Qu/Sf
Biasanya digunakan SF=2,5

SCOURING PROBLEMA
Sungai merupakan suatu saluran terbuka atau saluran drainase yang terbentuk secara
alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang mengalir di dalam sungai akan
mengakibatkan proses penggerusan tanah dasarnya. Penggerusan yang terjadi secara terus
menerus akan mengakibatkan semakin dalamnya tanah dasar yang tergerus. Proses gerusan
dapat terjadi karena adanya pengaruh morfologi sungai yang berupa tikungan atau adanya
penyempitan saluran sungai. Morfologi sungai merupakan salah satu factor yang menentukan
dalam proses terjadinya gerusan, hal ini disebabkan aliran saluran terbuka mempunyai
permukaan bebas (free surface). Kondisi aliran saluran terbuka berdasarkan pada kedudukan
permukaan bebasnya cenderung berubah sesuai waktu dan ruang, disamping itu ada
hubungan ketergantungan antara kedalaman aliran, debit air, kemiringan dasar saluran dan
permukaan saluran bebas itu sendiri.

Pada pembuatan suatu ruas jalan untuk transportasi darat, melintasi suatu alur sungai
tentu tidak dapat dielakkan. Sehingga dibutuhkan konstruksi jembatan. Dalam
perancangannya telah diperhitungkan beberapa aspek seperti letak jembatan, aspek hidraulik
sungai serta bentuk pilar yang akan memberikan pola aliran di sekitarnya. Pilar
jembatan mempunyai berbagai macam bentuk seperti lenticular, bulat maupun ellips yang
dapat memberikan pengaruh terhadapap pola aliran.Aliran yang terjadi pada sungai biasanya
disertai proses penggerusan/erosi dan endapan sedimen/deposisi.

Gerusan lokal (local scouring) merupakan proses alamiah yang terjadi di sungai akibat
pengaruh morfologi sungai atau adanya bangunan air yang menghalangi aliran, misalnya
pangkal jembatan, pilar jembatan, abutmen, krib sungai dll. Adanya bangunan air tersebut
menyebabkan perubahan karakteristik aliran seperti kecepatan aliran dan turbulensi, sehingga
menimbulkan perubahan transpor sedimen dan terjadinya gerusan.

Pilar dengan bentuk lenticular adalah salah satu dari berbagai macam bentuk pilar yang
dipakai dalam perencanaan pembangunan jembatan. Pilar dengan bentuk lenticularini cukup
banyak ditemukan dalam perencanaan pembangunan jembatan yang melewati alur sungai.
Hal ini dikarenakan dari bentuk pilar lenticular itu sendiri yang cukup mudah dalam
pembuatannya. Sehingga dilapangan sangat sering ditemukan. Selain itu pilar lenticular
memiliki bentuk sisi depan berupa setengah lingkaran. Secara teori, gerusan yang terjadi pada
pilar tipe lenticular ini lebih kecil dibanding dengan tipe pilar yang memiliki sisi depan
berbentuk datar.

Sudut yang terbentuk pada pilar terhadap aliran merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi besarnya gerusan lokal yang terjadi di sekitar pilar jembatan. Besarnya sudut
ini akan sangat mempengaruhi waktu yang diperlukan bagi gerusan lokal. Semakin besar
sudutnya maka waktu yang diperlukan untuk melakukan gerusan akan berbeda, sehingga
besarnya gerusan yang diakibatkan adanya pengaruh sudut yang terbentuk pada pilar
terhadap aliran juga akan berbeda.

Banyak kasus-kasus tentang runtuhnya bangunan jembatan bukan hanya disebabkan


oleh faktor konstruksi, namun persoalan gerusan di sekitar pilar bisa menjadi penyebab lain,
hal ini ditunjukkan karena proses gerusan yang terjadi secara terus menerus sehingga terjadi
penurunan pada pangkal pilar.

Mengingat kompleks dan pentingnya permasalahan di atas, kajian tentang local


scouring di sekitar pilar jembatan lenticular akibat adanya pengaruh pilar yang membentuk
sudut terhadap aliran pada sungai perlu mendapat perhatian secara khusus, sehingga nantinya
dapat diketahui mengenai pola aliran, pola gerusan dan kedalaman gerusan yang terjadi dan
selanjutnya dapat pula dicari upaya pengendalian dan pencegahan gerusan pada pilar
jembatan.

Kapasitas daya dukung ultimit tiang pancang ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :

Qu = Qb + Qs = qbAb + f.As
dimana :
Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.
Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang.
Qs = Kapasitas tahanan kulit.
qb = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.
Ab = Luas di ujung tiang.
f = Satuan tahanan kulit persatuan luas.
As = Luas kulit tiang pancang.

Tahanan kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :

F = qc (side)αs/Fs
dimana :
qc (side) = Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan sepanjang tiang.
Fs = Faktor empirik tahanan kulit yang tergantung pada tipe tanah.
Fb = Faktor empirik tahanan ujung tiang yang tergantung pada tipe tanah.
Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel 2.1 dan nilai-nilai faktor empirik αs diberikan pada

Tabel 2.1. Besaran pengaruh nilai factor empik bahan


Tipe tiang pancang Fb Fs
Tiang Bor 3,5 7,0
Baja 1,75 3,5
Beton Pratekan 1,75 3,5

Sedangkan Q allowable atau Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas
tiang ijin (Qa) dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas
ultimit (Qu) dibagi dengan faktor aman (SF) yang sesuai. Variasi besarnya faktor aman yang
telah banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang pancang, sebagai berikut:

Qa = Qu/2,5 dan Qs= f.A

Dimana :
f = Satuan tahanan kulit persatuan luas.
As = Luas kulit tiang pancang.

Pada susunan tiang pancang memerlukan susunan tertentu dalam penyusunan


tiang.Maka bila terjadi suatu kondisi dimana dibutuhkan lebih dari satu tiang pancang
pada suatu tempat dibentuklah group atau kelompok tiang pancang. Dilapangan sering
terjadi hal dimana tiang pancang perlu ditancap atau dimasukkan kedalam tanah pada
kedalaman tertenu dimana kedalaman tersebut sangatlah dalam maka pekerjaan akan
menjadi repot maka dibentuklah susunan group tulangan pancang untuk mewakili
dalamnya tiang pancang yang harus dimasukkan kedala permukaan tanah.

Hal ini sering terjadi pada saat pembangunan gedung-gedung dengan tinggi atau
gedung-gedung dengan tingkat aktifitas manusia yang sangat tinggi. Dalam penyusunan tiang
pancang (group pile) tentu memiliki spasi antara tiang pancang satu dengan tiang pancang
lainnya yang mana spasi ini diisi oleh tanah-tanah atau material lainnya.Bila material tersebut
sudah menyatu dengan tiang pancang dalam artian memiliki kepadatan yang bagus dan
memiliki daya tahan dukung yang sama dengan pondasi.

Jumlah tiang pancang yang digunakan dalam perencanaan dapat dihitung


dengan rumus:

N = /Qa

Dimana :

N adalah jumlah pondasi tiang pancang dan


F merupakan gaya –gaya atau beban konstruksi(upper construction load)
Qa adalah daya dukung Ultimit

C. ANALISA DAN PEMAHAMAN


Kontruksi yang pertama kali dibangun dan dikerjakan dilapangan adalah pekerjaan
pondasi (struktur bawah) baru kemudian melaksanakan pekerjaan struktur atas. pondasi
didefenisikan sebagai baangunan bawah tanah yang meneruskan beban yang berasal dari
berat bangunan itu sendiri dan beban luar yang bekerja pada bangunan ke tanah yang ada
disekitarnya. Berdasarkan kedalaman tertanam di dalam tanah, maka pondasi dibedakan
menjadi pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), (Das
1995). Dikatakan pondasi dalam apabila perbandingan antara kedalaman pondasi (D) dengan
diameternya (B) adalah lebih besar sama dengan 10 (D/B ≥ 10). Sedangkan pondasi dangkal
apabila D/B ≤ 4. Pada pondasi dalam dibedakan atas 2, yaitu pondasi end bearing dan
pondasi floating.

Pondasi ujung tiang (end bearing) adalah sistem pondasi yang ujung tiang pancangnya
menyentuh tanah keras, sehingga beban aksial seluruhnya disalurkan pada tanah keras.
Sedangkan pondasi mengambang (floating) adalah sistem pondasi yang tidak menyentuh
tanah keras sehingga beban aksial yang diterima disalurkan pada tanah sekitar tiang pancang
akibat gesekan (friction) antara tiang pancang dan tanah sekitar tiang pancang.

LAMPIRAN
Setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang telah
ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang mungkin terjadi. Jenis pondasi yang
sesuai dengan tanah pendukung yang terletak pada kedalaman 10 meter di bawah permukaan
tanah adalah fondasi tiang. (Dr. Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kazuto Nakazawa, 1990).
Tanah selalu mempunyai peranan penting dalam suatu pekerjaan konstruksi. Tanah adalah
sebagai dasar pendukung suatu bangunan atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri.
Pada umumnya semua bangunan dibuat diatas dan dibawah permukaan tanah, maka
diperlukan suatu sistem fondasi yang akan menyalurkan beban dari bangunan ke tanah.
Untuk menentukan dan mengklasifikasi tanah diperlukan suatu pengamatan di lapangan.
Tetapi jika mengandalkan pengamatan di lapangan, maka kesalahan-kesalahan yang
disebabkan oleh perbedaan pengamatan perorangan akan menjadi sangat besar. Untuk
memperoleh hasil klasifikasi yang objektif, biasanya tanah itu secara sepintas dibagi dalam
tanah berbutir kasar dan berbutir halus berdasarkan suatu hasil analisa mekanis. Selanjutnya
tahap klasifikasi tanah berbutir halus diadakan berdasarkan percobaab konsistensi. (Dr. Ir.
Suyono osrodarsono dan Kazuto Nakazawa, 1990).

Karena tanah mempunyai pori yang besar, maka pembebanan biasa akan
mengakibatkan deformasi tanah yang sangat besar. Hal ini tentu akan mengakibatkan
penurunan fondasi yang akan merusak konstruksi. Berbeda dengan bahan-bahan konstruksi
yang lain, karakteristik tanah didominasi oleh karakteristik mekanisnya seperti permeabilitas
atau kekuatan geser yang berubah-ubah sesuai dengan pembebanan. Akibat dari beban yang
bekerja pada tanah, susunan butir – butir tanah berubah atau kerangka struktur butir-butir
tanah berubah ehingga angka perbandingan pori (valid ratio) menjadi kecil yang
mengakibatkan deformasi pemampatan. Deformasi pemampatan tanah yang terjadi
memperlihatkan gejala yang elastis, sehingga bila beban itu ditiadakan maka tanah akan
kembali pada bentuk semula. (Dr. Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kazuto Nakazawa, 1990).
Pondasi tiang digolongkan berdasarkan kualitas bahan material dan cara pelaksanaan.
Menurut kualitas bahan material yang digunakan, tiang pancang dibedakan menjadi empat
yaitu tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja dan tiang pancang
composite (kayu – beton dan baja – beton). Tiang pancang beton berdasarkan cara
pembuatannya dibedakan menjadi dua macam yaitu cast in place (tiang beton cor ditempat
atau pondasi tiang bor) dan precast pile (tiang beton dibuat ditempat lain atau dibuat
dipabrik). Pondasi tiang pancang dibuat ditempat lain (pabrik, dilokasi) dan baru dipancang
sesuai dengan umur beton setelah 28 hari. Karena tegangan tarik beton adalah kecil,
sedangkan berat sendiri beton adalah besar, maka tiang pancang beton ini haruslah diberi
tulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu
pengangkatan dan pemancangan. Pemakaian pondasi tiang pancang mempunyai keuntungan
dan kerugian antara adalah sebagai berikut ini.
Keuntungan nya yaitu :

1. Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kualitas ketat, hasilnya lebih dapat
diandalkan. Lebih-lebih karena pemeriksaan dapat dapat dilakukan setiap saat.

2. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah

3. Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang pancang sehingga


mempermudah pengawasan pekerjaan konstruksi.

4. Cara penumbukan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal.


Kerugian nya :

1. Karena dalam pelaksanaannya menimbulkan getaran dan kegaduhan maka pada


daerah yang berpenduduk padat di kota dan desa, akan menimbulkan masalah
disekitarnya.

2. Pemancangan sulit, bila dimeter tiang terlalu besar

3. Bila panjang tiang pancang kurang, maka untuk melakukan penyambungan nya sulit
dan memerlukan alat penyambung khusus.

4. Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih sulit dan
memerlukan waktu yang lama.

Metode pelaksanaan :
1. Penentuan lokasi titik dimana tiang akan dipancang.
2. Pengangkatan tiang.
3. Pemeriksaan kelurusan tiang.
4. Pemukulan tiang dengan palu (hammer) atau dengan cara hidrolik.

Dalam menentukan kapasitas dukung tiang diperlukan klasifikasi tiang dalam mendukung
beban yang bekerja. Menurut Terzaghi, klasifikasi tiang didasarkan pada fondasi tiang yaitu :
1. Tiang gesek (friction pile), bila tiang pancang pada tanah berbutir. Akibat
pemancangan tiang, tanah disekitar tiang menjadi padat. Porositas dan kompresibilitas
tanah akibat getaran pada waktu tiang dipancang menjadi berkurang dan angka gesekan
antara butir-butir tanah dan permukaan tiang pada arah lateral menjadi bertambah.
2. Tiang lekat (cohesion pile), bila tiang dipancang pada tanah lunak (permeabilitas
rendah) atau tanah mempunyai kohesi yang tinggi.
3. Tiang mendukung dibagian ujung tiang (point / end bearing pile), bila tiang
dipancang dengan ujung tiang mencapai tanah keras sehingga seluruh beban yang dipikul
oleh tiang diteruskan ke tanah keras melalui ujung tiang.
4. Tiang tekan, bila tiang telah menumpu pada tanah keras dan mendapatkan tekanan
vertikal dari beban mati maupun beban hidup.
5. Tiang tarik, bila tiang pancang pada tanah berbutir mendapat gaya yang bekerja dari
lendutan momen yang mengakibatkan tiang mengalami gaya tarik.

Pada kenyataannya di lapangan, tanah sangat heterogen dan pada umumnya merupakan
kombinasi dari kelima hal tersebut di atas. Berbagai metode dalam usaha menentukan
kapasitas dukung tiang ini, tapi umumnya dibedakan dalam dua kategori yaitu untuk tiang
tunggal dan kelompok tiang.

Sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/teknik-pondasi/pondasi-tiang

You might also like