STEP 7 - Clamidiasis

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 7

STEP 7

1.
2. Clamidiasis
a. Definisi
Clamidiasis merupakan infeksi yang diakibatkan oleh bakteri
Clamidia trachomatis. Bakteri ini biasa menyerang sekitar organ
urogenitalia (Abida, et al., 2006).
b. Epidemiologi
Mikroorganisme ini menginfeksi 3-5% wanita muda yang secara
seksual aktif. Prevalensi kejadian pada pria tidak diketahui tetapi
diperkirakan rendah. Prevalensi secara keseluruhan diyakini
meningkat, dikarenakan terdapat banyak infeksi yang tidak diketahui
sehingga tidak mendapatkan terapi. Terhitung 89 juta infeksi terjadi di
dunia setiap tahunnya, dengan 4-5 juta penderita berada di USA.
Infeksi klamidial terjadi lebih banyak pada kelompok usia di bawah 25
tahun, dengan 1 atau lebih partner seksual, minim kontrasepsi,
pengguna pil kontrasepsi dan pelaku aborsi kehamilan (Cengiz, et al.,
2008).
Diperkirakan terjadi 4 juta kasus infeksi Chlamydia tiap tahunnya
dengan angka prevalensi > 10 %, atau 15-40% dari kasus uretritis non
spesifik atau dua kali prevalensi dari kasus Gonorrhea. Traktus
urogenital merupakan daerah yang paling sering terinfeksi oleh C.
trachomatis. Transmisi terjadi melalui rute oral, anal, atau melalui
hubungan seksual. Gejala terjadi dalam 1-3 minggu setelah infeksi.
Namun demikian, sering terjadi infeksi asimtomatik sebesar 80% pada
wanita dan 50 % pada pria. Co-infeksi dengan penyakit menular
seksual lainnya sering kali terjadi terutama gonorrhea (Schorge, et al.,
2005).
c. Etiologi
Species C. trachomatis mempunyai 515 serovar, dimana serovar
A,B dan C menyebabkan tarchoma, serovar D sampai K menyebabkan
infeksi genital, serovar L1 sampai L3 menyebabkan limfogranuloma
venereum (LGV). Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular,
hanya dapat berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan
membentuk semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan
Inklusi (BI). Chlamydia membelah secara benary fision dalam badan
intrasitoplasma. C. trachomatis berbeda dari kebanyakkan bakteri
karena berkembang mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang unik
dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu berupa Badan Inisial (Joyee, et
al., 2003).
d. Faktor Resiko
 Orang yang berganti-ganti pasangan seksual ataupun mempunyai
pasangan seksual baru
 Pekerja seksual
 Mengunakan kondom secara tidak konsisten
 Tidak menikah
 Ras kulit hitam
 Riwayat keguguran
 Riwayat infeksi saluran kemih,
 Memiliki riwayat infeksi menular seksual lainnya, sebelumnya
pernah terinfeksi chlamydia ataupun gonorrhea.

(Harahap, et al., 2008)


e. Patogenesis

(Joyee, et al., 2003)

f. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi dari infeksi klamidia adalah 7-12 hari, masa klinis
klamidia sampai muncul gejala adalah 1-3 minggu. Sekitar 25 % pada
pria dan sebagian besar pada wanita bersifat asimtomatis. Masa laten
timbul 2-14 hari setelah infeksi. Hampir sama dengan N gonorrhea
masa inkubasinya 0 - 2 minggu, sehingga menjadi diagnosis banding
dari klamidia untuk terjadinya konjungtivitis pada bayi baru lahir. Jika
sudah terinfeksi penderita dapat mengidap penyakit ini selama
berbulan-bulan bahkan bertahun- tahun tanpa mengetahuinya (Joyee,
et al., 2003).
Manifestasi klinik untuk infeksi klamidia pada perempuan dapat
berupa sindroma urethral akut (uretritis), bartolinitis, servisitis, infeksi
saluran genital bagian atas (endometritis, salfingo-oophoritis, atau
penyakit radang panggul), dan perihepatitis (sindroma Fitz-Hugh-
Curtis)atau peradangan pada kapsul hati. Kehamilan ektopik juga
dapat terjadi oleh karena infeksi klamidia, yang biasanya didahului
dengan penyakit radang panggul. Gejala tergantung dari lokasi
infeksinya. Infeksi dari urethra dan saluran genital bagian bawah dapat
menyebabkan disuria, duh vagina yang abnormal, atau perdarahan post
koital. Pada saluran genital bagian atas (endometritis, atau salphingitis,
kehamilan ektopik) dapat menimbulkan gejala seperti perdarahan
rahim yang tidak teratur dan abdominal atau pelvic discomfort (Joyee,
et al., 2003).
g. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesa, riwayat penyakit, dan
pemeriksaan fisik, infeksi klamidia sukar dibedakan dengan gonorrhea
karena gejala dari kedua penyakit ini sama dan penyakit ini dapat
timbul bersamaan meskipun jarang. Cara yang paling dipercaya untuk
mengetahui infeksi klamidia adalah melalui pemeriksaan laboratorium
(Mark & Leon, 2005).
Pada prinsipnya, penegakan diagnosis infeksi klamidia trakomatis
sama seperti infeksi mikroorganisme lainnya, tetapi karena gejala serta
gambaran klinis infeksi ini tidak khas, maka diperlukan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan tes yang sekarang tersedia termasuk kultur
sel, deteksi antigen, deteksi asam nukleat, pemeriksaan serologi (Mark
& Leon, 2005).
Baku emas untuk pemeriksaan infeksi klamidia trakomatis adalah
kultur dari swab yang didapat dari endoserviks pada wanita atau uretra
pada pria.Ini merupakan metode tradisional untuk diagnosis
laboratorium dan tetap sebagai metode pilihan untuk spesimen
medikolegal dimana sensitifitas diperkirakan 80- 90% dan
spesifitasnya 100%, dibiakkan pada sel-sel Mc.coy yaitu sel-sel
fibroblas tikus (L-cel). Tetapi hambatan dari metode pemeriksaan
kultur ini adalah waktu yang dibutuhkan lebih lama, dan
berkembangnya tes non cultured based. Namun tes non cultured -
based, termasuk tes deteksi antigen dan nonamplfied nucleic acid
hybridization seperti Direct Fluoresent Antibodi (DFA), dengan tehnik
ini Clamidia bebas ekstra seluler yang disebut badan elementer (BE)
dapat ditemukan. Cara ini tidak dapat membedakan antara organisme
mati atau hidup. Mempunyai kemampuan terbatas karena kegagalan
untuk mendeteksi beberapa bagian penting dari infeksi klamidia, tetapi
memiliki keuntungan tidak membutuhkan biakan sel jaringan dan
hasilnya dapat diketahui dalam 30 menit. Pemeriksaan yang lebih baru
dan mendeteksi DNA atau RNA spesifik terhadap klamidia trakomatis
(termasuk PCR, ligase chain reaction, dan RNA transcription -
mediated amplification) lebih sensitif daripada generasi pertama
tes non culture based (Mark & Leon, 2005).
Pada laboratorium dengan fasilitas terbatas , sebagai pedoman
infeksi klamidia trakomatis pada pria memberi gejala berupa sekret
uretra seropurulen atau mukopurulen serta ditemukan sel PMN > 5
perlapangan pandang dan tidak ditemukan diplokokus gram negatif
intra atau eksra seluler pada pemeriksaan hapusan sekret uretra.
Sedangkan pada wanita adanya sekret serviks seropurulen atau
mukopurulen dan sel PMN > 30 perlapangan pandang serta tidak
ditemukan kuman diplokokus gram negatif intra ataupun ekstra seluler
pada sediaan hapusan (Mark & Leon, 2005).
h. Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap infeksi klamidia diberikan ketika infeksi ini
telah terdiagnosis atau dicurigai. Pengobatan juga melibatkan partner
seksual pasien. Pengobatan yang efektif dan murah untuk infeksi
genital klamidia telah tersedia untuk setiap gejala klinis yang umum.
Pada suatu penelitian randomized controlledntrial (RCT), efikasi
pengobatan 7 hari dengan doksisiklin adalah sama dengan pengobatan
dengan azitromisin dosis tunggal. Keduanya memiliki angka
kesembuhan lebih dari 95% pada pria dan wanita yang tidak hamil
(Paavonen & Kruse, 2009).
a. Pada wanita yang tidak hamil
o Azitomisin 1 gram per oral dalam dosis tunggal (keamanan pada
masa hamil atau menyusui tidak dijamin), atau
o Doksisiklin 100 mg per oral 2 kali/hari selama 7 hari (di
kontraindikasikan
selama kehamilan)
b. Alternatif bagi wanita yang tidak hamil
o Eritromisin 500 mg per oral 4 kali/hari selama 7 hari, atau
o Ofloksasin 300 mg per oral 2 kali/hari selama 7 hari (kontra
indikasi selama hamil dan menyusui), atau
o Levofloksasin 500 mg per oral setiap hari selama 7 hari
c. Untuk wanita hamil
o Eritromisin 500 mg per oral 4 kali/hari selama 7 hari, atau
o Amoksisilin 500 mg 3 kali/hari selama 7 hari.
(Paavonen & Kruse, 2009).
i. Komplikasi
Meskipun umumnya orang yang menderita klamidia tidak
menunjukkan gejala, manifestasi paling sering pada penyakit ini
adalah adanya suatu reaksi lokal peradangan pada mukosa yang
dihubungkan dengan keputihan, uretritis pada pria, vaginitis, servisitis
pada wanita. Pada wanita dengan infeksi klamidia yang tidak diobati
dapat menyebabkan penyakit radang panggul, dengan sequealae
termasuk infertilitas, kehamilan ektopik dan radang panggul kronik
(Paavonen & Kruse, 2009).
j. Prognosis
Infeksi ulangan dapat terjadi 13- 36%. Pengobatan dengan antibiotik
95% efektif pada pengobatan pertama kali, dan prognosa sangat baik
bila pengobatan diberikan lebih awal dan pemberian antibiotik dapat
selesai dilakukan (Cunningham, et al., 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, S.D., et al. 2008. Hubungan Infeksi Chlamydia denganOklusi Tuba pada
Wanita Infertil. Indonesian Journal of Obstetric and Gynecology Volume
36.

Abida, Malik, et al. 2006. Chlamydia Trachomatis Infection & Female Infertility.
Indian J Med Res 123.

Cunningham, et al. 2010. Anatomy and Physiology. Williams Obsterics 23rd.


English : McGraw-Hills Companies.

Cengiz, L., et al. 2008. Chlamydia Trachomatis Antigens Inendocervical Samples


and Serum IgG Antibodies Insterile – Infertile Women Using ELISA.
Microbiyol Bull.

Schorge, et al. 2005. Gynecologic Infection. Williams Gynecology 2nd. English:


McGraw-Hills Companies.

Mark, A., Fritz & Leon, Speroff. 2005. Female Infertility. Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility 8th. Philadelphia: Lippincott
Williams&Wilkins.
Paavonen, J. & Kruse, W.E. 2009. “Chlamydia Trachomatis: Impact on Human
Reproduction”. Human Reproduction Update, Volume 5.

You might also like