Professional Documents
Culture Documents
Penda Hulu An
Penda Hulu An
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang bersifat progresif,
dikarakteristikan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memetabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein, yang mengarah kepada hiperglikemia (kadar gula darah yang
tinggi) (Black, 2009). Menurut Sherwood (2012), diabetes secara harfiah artinya
“mengalirkan”, yang menunjukkan pengeluaran urin dalam jumlah besar. Mellitus
artinya “manis”. Urin pasien DM terasa manis kerena banyaknya glukosa dalam
urin. Diabetes mellitus sejauh ini adalah penyakit endokrin yang paling sering
ditemukan. Diabetes miletus merupakan penyakit yang banyak diderita pada
kalangan masyarakat, terutama pada kalangan masyarakat urban. Diabetes miletus
adalah penyakit diakibatkan karena produksi insulin yang sedikit atau
ketidakefektifan insulin walaupun produksinya dalam jumlah yang normal.
2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut Blac (2009), diabetes melitus diklasifikasikan menjadi empat
derajat klinis berbeda yang terdiri atas tipe 1, tipe 2, gestasional, dan jenis spesifik
lain dari diabetes melitus.
1. Diabetes melitus tipe 1 adalah hasil dari autoimunitas kerusakan sel beta, yang
mengarah kepada defisiensi hormon insulin.
2. Diabetes melitus tipe 2 adalah hasil dari kerusakan pengeluaran insulin secara
pogresif yang disertai dengan resistensi insulin, biasanya berkaitan dengan
obesitas.
3. Diabetes melitus gestasional adalah jenis diabetes melitus yang didiagnosis
selama masa kehamilan.
4. Diabetes melitus jenis lain, mungkin terjadi sebagai hasil dari kerusakan
genetik di fungsi sel beta, penyakit kelenjar pankreas (misalnya sistik
fibrosis), atau penyakit yang diinduksi penggunaan obat-obatan.
1. Genetika
Seseorang yang memiliki penyakit diabetes miletus dapat menurunkan
penyakit tersebut kepada anak-anaknya. Anak penderita diabetes tipe 2
memiliki peluang menderita DM 2 sebanyak 15%-30% risiko
ketidakmampuan metabolisme karbohidrat secara normal.
2. Obesitas (berat badan ≥ 20% dari berat ideal)
Obesitas yang terjadi pada seseorang dapat mengakibatkan berkurangnya
jumlah sisi reseptor insulin yang dapat bekerja dalam sel pada otot skeletal
dan jaringan lemak. Dengan terjadinya obesitas maka akan merusak sel beta
dalam memproduksi dan melepaskan insulin, sehingga terjadi penumpukan
gula darah.
3. Usia
Semakin bertambah umur seseorang maka prevalensi DM semakin meninggi.
Biasanya DM dialami oleh orang-orang yang telah berusia 30 tahun, yang
mana telah mengalami perubahan fisiologis, anatomi, dan biokimia. Salah satu
yang mengalami perubahan adalah sel beta penghasil insulin pada pankreas.
4. Hipertensi
Terdapat tiga mekanisme yang saling terkait dan berperan dalam destruksi
sel islet (sel β pankreas) yaitu kerentanan genetik, autoimunitas, dan gangguan
lingkungan (Robbins, 2004).
1. Kerentanan Genetik
Kerentanan genetik berkaitan dengan alel spesifik kompleks
histokompatibilitas mayor (MHC) kelas II dan lokus genetik lain,
mempengaruhi derajat responsivitas imun terhadap autoantigen sel beta
pankreas, atau autoantigen sel beta disajikan melalui cara yang mendorong
reaksi imunologik abnormal. Diketahui tipe gen yang berkaitan dengan DM
tipe I ini adalah DW3 dan DW4, gen ini berperan penting dalam interaksi
monosit-limfosit dengan memberi kode kepada protein-protein pengatur sel
respons sel T pada sistem imun. Jika terjadi suatu kelainan pada pengkodean
protein ini, limfosit T akan terganggu dan berdampak pada pathogenesis
perusakan sel-sel pulau Langerhans yang mengakibatkan seseorang rentan
terhadap timbulnya autoimunitas terhadap sel beta islet.
2. Autoimunitas
Walaupun manifestasi DM tipe I bersifat mendadak, namun sebenarnya
penyakit ini terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta yang
sudah berlangsung bertahun-tahun. Manifestasi klinis penyakit (hiperglikemia
dan ketosis) timbul di akhir, setelah lebih dari 90% sel beta rusak. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa autoimunitas dan cedera yang diperantarai sel
merupakan penyebab rusak atau hilangnya sel beta pada diabetes tipe I
autoimun.
3. Faktor Lingkungan
Serangan dari lingkungan dapat memicu autoimunitas dengan merusak sel
beta. Pengamatan epidemiologis menunjukkan bahwa virus menjadi
pemicunya. Beberapa virus yang berkaitan dengan DM tipe I adalah
coxsackievirus B, parotitis, campak, rubella, dan mononukleis infeksiosa.
Meskipun virus ini telah diketahui mempunyai peranan dalam menghancurkan
sel beta, namun mekanisme pathogenesis virus tersebut masih belum jelas.
Sebuah pandangan mengungkapkan, virus tersebut memicu penyakit DM
melalui “mimikri molecular”. Dalam mekanisme ini, timbul respons imun
terahadap suatu protein virus uang memiliki sekuensi asam amino yang sama
dengan suatu protein sel beta. Teori lain berpendapat bahwa virus tidak
memicu autoimunitas, namun memperkuat kumpulan sel T rautoreaktif yang
sudah ada. Mekanisme teori ini, infeksi virus pada sel islet memicu respons
peradangan lokal yang menghasilkan sitokin. Kemudian sitokin mengaktifkan
atau memperbanyak sel T autoreaktif. Namun kebenaran pandangan-
pandangan ini belum dapat dipastikan secara jelas.
2.5.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Berhubungan dengan Sistem
Integumen
Diabetes Melitus dapat menimbulkan beberapa dampak dan komplikasi
salah satunya terhadap sistem integument atau kulit. Adanya efek metabolik di
dalam mikrosirkulasi dab berubahnya susunan kolagen di kulit mengakibatkan
banyak kelainan yang mungkin terjadi pada kulit penderita DM. Hal ini
diperkirakan sebanyak 30% penderita DM akan mengalami berbagai gangguan
kulit tersebut.
1. Kadar Gula Kulit
Pada penderita diabetes, rasio kadar glukosa kulit meningkat hingga 69-71%
dibandingkan non-diabetik pada kisaran 55%. Glukosa kulit berkonsentrasi
tinggi di daerah intertriginosa (lipatan ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat
payudara, antara jari tangan atau kaki) dan interdigitalis. Hal ini
mempermudah timbulnya dermatitis, infeksi bacterial (furunkel) dan infeksi
jamur (kandidiosis). Keadaan seperti ini disebut dengan diabetes kulit.
2. Pruritus
Pruritus pada DM merupakan gejala sebagai dampak hiperglikemi pada DM
dan iritabilitas ujung-ujung saraf dan kelainan-kelinan metabolik kulit.
Pruritus berlokalisasi pada daerah anogenital dan daerah intertriginosa. Kadar
glikofen pada sel epitel kulit dan vagina meningakt, hingga menimbulkan
“diabetes kulit”.
3. Dermopati Diabetikum
Merupakan suatu kondisi kulit yang ditandai gambaran klinis lesi coklat
terang atau kemerahan, oval atau bulat, patch bersisik sedikit menjorok pada
tulang kering. Penyebab dermopati diabetic belum diketahui naming
kemungkinan berhubungan dengan diabetes neuropatik dan komplikasi
vascular (pembuluh darah). Studi menunjukkan kondisi kelainan ini paling
sering terjadi pada penderita diabetes retinopati, neuropati dan nefropati.
Selain itu gambaran bercak-bercak tibial pada dermopathy diabetes
diperkirakan muncul karena respon trauma panas, dingin atau trauma tumpul
pada pasien diabetes.
4. Bula Diabetikum
Dikenal juga dengan diabetes bula atau bullosis diabeticorum ditandai dengan
bentuk lepuh blister yang besar, longgar, tanpa rasa nyeri dan non-
inflammatoris, sering terjadi pada daerah ekstriminitas bawah namun
terkadang ditemui pada tangan dan jaru, penyebab kelainan ini belum
diketahui. Diabetes ini sering terjadi pada pasien DM tipe 1 atau dengan
komplikasi diabetes ganda dengan neuropati perifer. Terdapat 2 tipe pada
diabetes bula yaitu intraepidermal dan subepidermal. Bula ntraepidermal
terdiri dari cairan jernih, steril, nonhemoragik, dan umumnya sembuh sendiri
dalam waktu 2 sampai 5 minggu ranpa skar atropi. Sementara pada bula
subepidermal memiliki ciri yang sama dengan intraepdermal hanya saja
terkadang tipe subepidermal berupa bula hemoragik dan penyembuhannya
menimbulkan skar atropi.
5. Gangren Diabetik
Gangrene didefinisikan sebagai keadaan nekrosis pada suatu jaringan tubuh
akibat obstruksi pembuluh darah yang disertai pertumbuhan bakteri saprofit
berlebihan. (Price & Sylvia, 2002). Gangrene diklasifikasikan dalam dua
kelompok yaitu gangrene basah dan gangrene kering. Gangrene kering
cenderung terjadi pada penderita diabetes dan penyakit autoimun. Gangren
yang disebabkan dari diabetes disebut dengan ganren diabetik yaitu suatu
bentuk kematian jaringan (nekrosis) tubuh karena berkurangnya atau
terhentinya aliran daerah ke jaringan tersebut. Gangrene diabetic ini
merupakan dampak jangka panjang dari arterioklerosis dan emboli thrombus
kecil. Gangrene kering yang terjadi pada penderita diabetes atau kelainan
autoimun biasanya menyerang organ tangan dan kaki. Akibat tingginya kadar
glukosa dalam darah menyebabkan gangguan pada aliran darah terutama pada
tangan atau kaki (penyakit arteri perifer). Faktor predisposisi pada gangrene
diabetic ini berupa trauma ringan, infeksi lokal, atau tindakan lokal (misal
ekstrasi kuku). Infeksi pyoderma seperti impetigo, carbuncles, furunkulosis,
acthyma, dan erisiplas merupakan contoh komplikasi infeksi pada kasus
diabetes. Infeksi bakteri mendalam folikel rambut (abses) dan selulitis yang
merupakan infeksi kulit mendalam. Selulitis sering muncul sebagai merah
panas dan lembut pembengkakan kaki.
DAFTAR PUSTAKA
Alvarado. (2011). Diabetes and Your Eyesight. Diambil dari
http://www.glaucoma.org/glaucoma/diabetes-and-your-eyesight.php.
Baradero, Mary, et. al. (2009). Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Black, Joyce M. & Hawks, Jane Hokanson. (2009). Medical-Surgical Nursing:
Clinical Management for Positive Outcomes. 8th ed. St. Louis, Missouri:
Saunders Elsevier.
Brashers, Valentina L. (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan
Manejemen. Ed 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Cahyadi, A., & Venty. (2011, April 4). Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes
Melitus. Dipetik November 9, 2013, dari Digital Journals:
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/348/
346.
Campbell, Neil A, et. al. (2004). Biologi. Ed 5. Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Carton, James, et. al. (2007). Clinical Pathology. New York: Oxford University
Press, Inc.
Corwin, Elizabeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patologi. Ed 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Cataracts and Diabetes. Diambil dari http://www.diabetes.co.uk/diabetes-
complications/cataracts.html.
Ignatavicius, Donna D. & Workman, M. Linda. (2006). Medical-Surgical
Nursing: Critical Thinking for Collaborative Care. 5th ed. St. Louis,
Missouri: Saunders Elsevier.
Kee, Joyce L. & Hayes, Evelyn R. (1994). Farmakologi: Pendekatan Proses
Keperawatan (Terj. Pharmacology: A Nursing Process Approach, 1993).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mahendra, B., Krisnatuti, Diah., Tobing, Ade, & Alting Boy. Care Your Self: Diabetes
Mellitus. Jakrta: Penebar Plus.
National Eye Institute. (2012). Facts About Diabetic Retinopathy. Diambil dari
http://www.nei.nih.gov/health/diabetic/retinopathy.asp.
Porth, C. Mattson. (2006). Essentials of Pathophysiology: Concepts of Altered
Health States. 2
nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (6 ed., Vol. 2). (Terj. B. U. Pendit). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Price, Sylvia A. & Wilson, Lorraine M. (2003). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Ed 6. Vol. 2. (Terj. Brahm U. Pandit, dkk). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia Anderson. (2002). Pathopysiology: Clinical Concepts of Disease
Processes. 6th ed. St. Louis: Mosby.
Robbin, Stanley L, Kumar, Vinay. (2007). Buku Ajar Patologi. Ed 7. (Terj. Awal
Prasetyo dkk). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sanusi, H. (2006, Mei 29). Diabetes Melitus dan Tuberkulosis Paru. Dipetik
November 9, 2013, dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin:
http://med.unhas.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=15
4&Itemid=48.
Sherwood, Lauralee. (2007). Human Physiology: From Cell to Systems. 6
th ed.
Singapore: Cengage Learning Asia Pte Ltd.
Sherwood, Lauralee. (2009). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Ed 6. (Terj.
Braham. U. Pendit) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sherwood, L. (2012). Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem (6 ed.). (Terj. B. U.
Pendit). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sloane, Ethel. (2004). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Soegondo, Sidartawan, dkk. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Tambayong, Jan. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
WHO. (2013). Diabetes. Diambil dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/.
http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/neuropathies/.
http://diabetes.webmd.com/features/peripheral-neuropathy-and-diabetes?page=2