Professional Documents
Culture Documents
Css Terapi Oksigen
Css Terapi Oksigen
PENDAHULUAN
Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris
tahun 1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas Beddoes sejak
awal tahun 1800. alvan Barach tahun 1920 mengenalkan terapi oksigen pasien
hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien penyakit paru obstruktif
kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian oksigen melalui kanula
hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan memberikan hasil yang baik
tanpa retensi CO2.1
Pada tubuh manusia terdapat banyak reaksi biokimia tergantung pada
pemanfaatan oksigen. Pasokan oksigen ke jaringan tergantung pada banyak faktor
seperti ventilasi, difusi melintasi membran alveolar-kapiler, hemoglobin, cardiac
output, dan perfusi jaringan. Terapi oksigen diperlukan untuk menangani
kegagalan pernafasan pada berbagai kondisi seperti berat asma bronchitis, kronis,
pneumonia, dan infark miokard, dan keadaan lainnya.2
Tujuan utama dari terapi oksigen adalah untuk memperbaiki hipoksia
alveolar dan/atau jaringan. Oleh karena itu, setiap gangguan yang menyebabkan
hipoksia merupakan indikasi yang berpotensi untuk diberikan oksigen. Tapi
pengiriman oksigen ke jaringan tergantung pada fungsi yang memadai dari
kardiovaskular (curah jantung dan aliran darah), sistem hematologi (Hb dan
afinitas untuk oksigen) dan pernapasan (tekanan oksigen arteri).2
Komposisi udara kering ialah 20,98% O2, 0,04% CO2, 78,6% N2 dan
0,92% unsur inert lainnya, seperti argon dan helium. Tekanan barometer (PB) di
permukaan laut ialah 760 mmHg (satu atmosfer). Dengan demikian, tekanan
parsial (dinyatakan dengan lambang P). O2 udara kering di permukaan laut adalah
0,21 x 760, atau 160 mmHg. Tekanan parsial N2 dan gas inert lainnya 0,79 x 760,
atau 600 mmHg; dan PCO2 ialah 0,0004 x 760 atau 0,3 mmHg. Terdapatnya uap
air dalam udara pada berbagai iklim umumnya akan menurunkan persen volume
masing masing gas, sehingga juga sedikit mengurangi tekanan parsial gas gas-
tersebut. Udara yang seimbang dengan air jenuh dengan uap air, dan udara
inspirasi akan jenuh dengan uap air saat udara tersebut mencapai paru-paru.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Gambar 1. Lobus Paru4
3
2.1.2 Kontrol pernafasan
Terdapat beberapa mekanisme yang berperan membawa udara ke
dalam paru sehingga pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanis
pergerakan udara masuk dan keluar dari paru disebut ventilasi dan mekanisme
ini dilaksanakan oleh sejumlah komponen yang saling berinteraksi.
Komponen yang berperan penting adalah pompa yang bergerak maju mundur,
disebut pompa pernafasan. Pompa ini mempunyai dua komponen volume-
elastis: paru itu sendiri dan dinding yang mengelilingi paru. Dinding terdiri
dari rangka dan dan jaringan rangka toraks, serta diafragma, isi abdomen dan
dinding abdomen. Otot-otot pernafasan yang merupakan bagian dinding toraks
merupakan sumber kekuatan untuk menghembus pompa.5
Diafragma (dibantu oleh otot-otot yang dapat mengangkat tulang iga
dan sternum) merupakan otot utama yang ikut berperan dalam peningkatan
volume paru dan rangka toraks selama inspirasi; ekspirasi merupakan suatu
proses pasif pada pernafasan tenang.5
Otot-otot pernafasan diatur oleh pusat pernafasan yang terdiri dari
neuron dan reseptor pada pons dan medulla oblongata. Pusat pernafasan
merupakan bagian sistem saraf yang mengatur semua aspek pernafasan.
Faktor utama pada pengaturan pernafasan adalah respon dari pusat
kemoreseptor dalam pusat pernafasan terhadap tekanan parsial (tegangan)
karbon diokasida (PaCO2) dan pH darah arteri. Peningkatan PaCO2 atau
penururnan pH merangsang pernafasan.5
Penurunan tekanan parsial O2 dalam darah arteri PaO2 dapat juga
merangsang ventilasi. Kemoreseptor perifer yang terdapat dalam badan karotis
pada bifurkasio arteria komunis dan dalam badan aorta pada arkus aorta, peka
terhadap penurunan PaO2 dan pH, dan peningkatan PaCO2. Akan tetapi PaO2
harus turun dari nilai normal kira-kira sebesar 90-100 mmHg hingga mencapai
sekitar 60 mmHg sebelum ventilasi mendapat rangsangan yang cukup berarti.
Mekanisme lain mengontrol jumlah udara yang masuk ke dalam paru.
Pada waktu paru mengembang, reseptor-reseptor ini mengirim sinyal pada
pusat pernafasan agar menghentikan pengembangan lebih lanjut. Sinyal dari
4
reseptor regang tersebut akan berhenti pada akhir ekspirasi ketika paru dalam
keadaan mengempis dan pusat pernafasan bebas untuk memulai inspirasi lagi.
Mekanisme ini yang dikenal dengan nama refleksHering-Breuer, refleks ini
tidak aktif pada orang dewasa, kecuali bila volume tidal melebihi 1 liter
seperti pada waktu berolah raga. Refleks ini menjadi lebih penting pada bayi
baru lahir. Pergerakan sendi dan otot (misalnya, sewaktu berolah raga) juga
merangsang peningkatan ventilasi. Pola dan irama pengaturan pernafasan
dijalankan melalui interaksi pusat-pusat pernafasan yang terletak dalam pons
dan medulla oblongata.5 Keluaran motorik akhir disalurkan melalui medulla
spinalis dan saraf frenikus yang mempersarafi diafragma, yaitu otot utama
ventilasi. Saraf utama lain yang ikut ambil bagian adalah saraf asesorius dan
interkostalis torasika yang mempersarafi otot bantu pernafasan dan otot
interkostalis.5
5
2.1.3 Kontrol persarafan pada jalan nafas
Otot polos terdapat pada trakea hingga bronkiolus terminalis dan
dikontrol oleh sistem saaraf otonom. Tonus bronkomotorik bergantung pada
keseimbangan antara kekuatan konstriksi dan relaksasi otot polos pernafasan.
Persarafan parasimpatis (kolinergik – melalui nervus vagus) memberikan
tonus bronkokonstriktor pada jalan nafas.5
Rangsangan parasimpatis menyebabkan bronkokonstriksi dan
peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan sel-sel goblet. Rangsangan simpatis
terutama ditimbulkan oleh epinefrin melalui reseptor-reseptor adrenergic-
beta2, dan menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, bronkodilasi, dan
berkurangnya sekresi bronkus. Simpatis mempersarafi jalan nafas, namun
hanya sedikit.5
Sekarang ini, komponen ketiga pengontrolan saraf yan telah
digambarkan disebut nonkolinergik, sistem penghambat nonadrenergik.
Stimulasi serat saraf ini terletak pada nerfus vagus dan menyebabkan
bronkodilasi, dan neurotransmitter yang digunakan adalah nitrogen oksida.
Reseptor-reseptor jalan nafas bereaksi terhadap iritan-iritan mekanik ataupun
kimia yang akan menimbulkan masukan sensoris jaras vagus aferen, dan dapat
menyebabkan bronkokonstriksi, peningkatan sekresi mucus, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah.5
2.1.4 Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar paru karena ada selisih tekanan
yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot.
Rangka toraks berfungsi sebagai pompa. Selama inspirasi, volume toraks
bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi
beberapa otot. Otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum keatas dan
otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.5
Toraks membesar ke tiga arah: anteroposterior, lateral, dan vertical.
Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura, dari
sekitar 4 mmHg (relative terhadap terkanan atmosfer) menjadi sekitar 8
mmHg bila paru mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama
6
tekanan intrapulmonal atau tekanan jalan nafas menurun sampai sekitar 2
mmHg dari 0 mmHg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara
jalan nafas dan atmosfer menyebabkan udara mengalir ke dalam paru sampai
tekanan jalan nafas pada akhir inspirasi sama dengan tekanan atmosfer.5
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru. Pada waktu otot interkostalis internus
relaksasi, rangka iga turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Otot interkostalis
internus dapat menekan iga ke bawah dan ke dalam pada waktu ekspirasi
kuat dan aktif, batuk, muntah, atau defekasi. Selain itu, otot-otot abdomen
dapat berkontraksi sehingga tekanan intraabdomen membesar dan menekan
diafragma ke atas.5
Peningkatan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura
maupun tekanan intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang meningkat
dan mencapai 1 sampai 2 mmHg di atas tekanan atmosfer. Selisih tekanan
antara jalan nafas dan atmosfer menjadi terbalik, sehingga udara mengalir
keluar dari paru sampai tekanan jalan nafas dan atmosfer menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi. Tekanan intrapleura selalu berada dibawah
tekanan atmosfer selama siklus pernafasan.5,6
Definisi-definisi berikut ini akan berguna dalam pembahasan
ventilasi yang efektif :6
Volume semenit atau ventilasi semenit (VE) adalah volume udara yang
terkumpul selama ekspirasi dalam periode satu menit. VE dapat dihitung
dengan mengalikan nilai VT dengan kecepatan pernafasan. Dalam
keadaan istirahat, VE orang dewasa sekitar 6 atau 7 liter/ menit.
Frekuensi pernafasan (f) atau ‘kecepatan; adalah jumlah nafas yang
dilakukan per menit. Pada keadaan istirahat, pernafasan orang dewasa
sekitar 10-20 kali per menit.
Volume tidal (VT) adalah banyaknya udara yang diinspirasi atau
diekspirasi pada setiap pernafasan. VT sekitar 8-12 cc/kgBB dan jauh
7
meningkat pada waktu melakukan kegiatan fisik yaitu bila bernafas
dalam.
Ruang mati fisiologis (VD) adalah volume udara inspirasi yang tidak
tertukar dengan udara paru; udara ini dapat dianggap sebagai ventilasi
yang terbuang sia-sia. Ruang mati fisiologis terdiri dari ruang mati
anatomis (volume udara dalam saluran nafas penghantar, yaitu sekitar 1
ml per pon berat badan), ruang mati alveolar (alveolus mengalami
ventilasi tapi tidak mengalami perfusi), dan ventilasi melampaui perfusi.
Perbandingan antara VD dengan VT (VD / VT) menggambarkan bagian
dati VT yang tidak mengadakan pertukaran dengan darah paru. Nilai
rasio tersebut tidak melebihi 30% sampai 40% pada orang yang sehat.
Perbandingan ini seringkali digunakan untuk mengikuti keadaan pasien
yang mendapatkan ventilasi mekanik.
Ventilasi alveolar (VA) adalah volume udara segar yang masuk ke dalam
alveolus setiap menit, yang mengadakan pertukaran dengan darah paru.
Ini merupakan ventilasi efektif. Ventilasi alveolar dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
VA= (VT-VD) x f, atau VA= VE-VD.
VA merupakan petunjuk yang lebih baik tentang ventilasi dibandingkan
VE atau VTkarena pada pengukuran ini diperhitungkan volume udara
yang terbuang dalam ventilasi VD.
Komplians (C=daya kembang) adalah ukuran sifat elastik
(distensibilitas) yang dimilii oleh paru dan toraks. Didefinisikan sebagai
perubahan volume per unit perubahan dalam tekanan dalam keadaan
statis. Komplians total (daya kembang paru dan toraks) atau komplians
paru saja dapat ditentukan. Komplians paru normal dan komplians
rangka toraks per VT masing-masing sekitar 0,2 liter/ cm H2O sedangkan
komplians total besarnya sekitar 0,1 liter/ cm H2O.
8
2.1.5 Pengangkutan oksigen dan karbondioksida
O2 + Hb ↔ HbO2 (97%)
O2 + Plasma ↔ Larut (3%)
9
Karbondioksida (CO2) adalah hasil metabolisme aerobic dalam jaringan
perifer dan produksinya bergantung jenis makanan yang dikonsumsi. Dalam darah
sebagian besar CO2 (70%) diangkut dan diubah menjadi asam karbonat dengan
antuan enzim carbonic anhidrase (23%) larut dalam plasma:
CO2 + H2O ↔ H+ + HCO3- (70%)
CO2 + Plasma ↔ Larut (23%)
CO2 + HbNH2 ↔ H+ + HbNHCOO- (sisanya)
10
Gambar 5. Kapasitas difusi untuk karbon monoksida, oksigen dan karbondioksida
pada paru normal .6
11
2.1.6 Reaksi Hemoglobin dan Oksigen
2.2.1 Hipoksemia
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan
konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2)
dibawah nilai normal. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan sedang dan
berat berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2, yaitu:3
1. Hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan
SaO2 90-94%
2. Hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89%
3. Hipoksemia berat bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2 kurang dari
75%.
Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi,
hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi.
Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang
bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai.
Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg, kendali nafas akan
meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan
sebaliknya tekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun, jaringan
vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi,
juga terjadi takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup
jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki. 9
12
2.2.2 Hipoxia
Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Istilah ini lebih
tepat dibandingkan anoksia, sebab jarang dijumpai keadaan dimana benar-
benar tidak ada O2 tertinggal dalam jaringan. Jaringan akan mengalami
hipoksia apabila aliran oksigen tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan, hal ini dapat terjadi kira-kira 4-6 menit setelah
ventilasi spontan berhenti. Jika aliran oksigen ke jaringan berkurang, atau
jika penggunaan berlebihan di jaringan maka metabolisme akan berubah dari
aerobik ke metabolisme anaerobik untuk menyediakan energi yang cukup
untuk metabolisme. Apabila ada ketidakseimbangan, akan mengakibatkan
produksi asam laktat berlebihan, menimbulkan asidosis dengan cepat,
metabolisme selule terganggu dan mengakibatkan kematian sel.
Pemeliharaan oksigenasi jaringan tergantung pada 3 sistem organ yaitu
sistem kardiovaskular, hematologi, dan respirasi.3,5,9
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan tekanan parsial oksigen
dalam darah sedangkan hipoksia didefinisikan oleh penurunan tingkat
oksigenasi jaringan. Hal ini dapat disebabkan oleh pengiriman yang rusak
atau penggunaan oksigen yang tidak sempurna oleh jaringan. Hipoksemia
dan hipoksia tidak selalu berdampingan. Pasien dapat mengembangkan
hipoksemia tanpa hipoksia jika ada peningkatan kompensasi kadar
hemoglobin dan curah jantung (CO). Demikian pula, bisa ada hipoksia
tanpa hipoksemia. Pada keracunan sianida, sel-sel tidak dapat
menggunakan oksigen meskipun memiliki kadar oksigen dan jaringan
darah normal.9
2.2.3 Gagal Nafas
Merupakan suatu keadaan kritis yang memerlukan perawatan di
instansi perawatan intensif (IP). Diagnosis gagal nafas ditegakkan bila
pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat atau tidak mampu
mencukupi kebutuhan oksigen darah dan sistem organ. Gagal nafas terjadi
karena disfungsi sistem respirasi yang dimulai dengan peningkatan
karbondioklsida dan penurunan jumlah oksigen yang diangkut kedalam
13
jaringan. Gagal nafas akut sebagai diagnosis tidak dibatasi oleh usia dan
dapat terjadi karena berbagai proses penyakit.1,3
2.3 Terapi Oksigen
2.3.1 Definisi
Kegagalan pernafasan
kegagalan oksigen untuk mencapai darah di paru-paru dan infeksi akut,
penyakit saluran napas kronis dan asma. 11
Gagal jantung
kegagalan darah kaya oksigen yang mencapai jaringan.
Kemampuan yang tidak memadai untuk mengangkut oksigen misalnya
anemia, keracunan karbon monoksida.
Ketidakmampuan untuk menggunakan oksigen dalam metabolisme
misalnya keracunan sianida - ini adalah kejadian langka.
Penyakit yang mempengaruhi kemampuan paru-paru untuk
mentransmisikan oksigen dari Alveoli ke dalam aliran darah, termasuk
Fibrosing Alveolitis, Soroidosis.
Hipoksemia
14
Trauma berat.
Terapi jangka pendek (mis., Keracunan karbon monoksida) atau intervensi
pembedahan (misalnya, pemulihan pasca-anestesi).
Penyerapan pneumotoraks 12
15
diberikan secara terus-menerus 24 jam dalam sehari. Pasien dengan
PaO2 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 88%, kor pulmonal atau polisitemia
juga memerlukan terapi oksigen jangka panjang. Pasien yang menerima
terapi jangka panjang harus dievaluasi ulang dalam 2 bulan untuk menilai
apakah hipoksemia menetap atau ada perbaikan mendapat terapi oksien
mengalami perbaikan setelah 1 bulan dan tidak perlu lagi meneruskan
suplemen oksigen.2,10,14
2.3.3 Metode Pemberian Oksigen
Ada tiga jenis utama sistem pengiriman oksigen:
16
Oksigen cair dalam wadah cryogenic
Wadah Cryogenic menyimpan oksigen cair dan uap air. Berbagai ukuran
wadah cryogenic ada
17
Cara pemberian oksigen
Cara dibagi dua jenis, yaitu sistem arus rendah dan sistem arus
tinggi, keduanya masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian.11
Alat oksigen arus rendah diantaranya kanul nasal, topeng
oksigen, reservoir mask,kateter transtrakheal, dan simple mask. Alat oksigen
arus tinggi diantaranya venturi mask, dan reservoir nebulizer blenders.11,12,
15
18
Simple oxygen mask dapat menyediakan 40-60% FiO2, dengan
aliran 5-10 L/m. aliran dapat dipertahankan 5 L/m atau lebih
dengan tujuan mencegah CO2 yang telah dikeluarkan dan tertahan
di masker terhirup kembali. Penggunaan alat ini dalam jangka
panjang dapat menyebabkan iritasi kulit dan pressure sores.
19
Gambar 12. Non-rebreathing mask
Transtracheal oxygen.
Mengalirkan oksigen langsung melalui kateter ke
dalam trakea. Oksigen transtrakea dapat meningkatkan
kesetiaan pasien menggunakan oksigen secara kontinyu
selama 24 jam, dan sering berhasil bagi pasien hipoksemia
yang refrakter. Dari hasil studi, dengan oksigen transtrakea
ini dapat menghemat penggunaan oksigen 30-60%.
Keuntungan dari pemberian oksigen transtrakea yaitu tidak
menyolok mata, tidak ada bunyi gaduh, dan tidak ada iritasi
muka/hidung. Rata-rata oksigen yang diterima mencapai
80-96%. Kerugian dari penggunaan oksigen transtrakea
adalah biaya tinggi dan resiko infeksi lokal. Komplikasi
yang biasa terjadi adalah emfisema subkutan,
bronkospasme, dan batuk paroksismal. Komplikasi lain
infeksi stoma, dan mucus ball yang dapat mengakibatkan
fatal.
20
Gambar 13. Transtrakheal oksigen
21
Sistem aliran tinggi:
1. High flow, low concentration
- Sungkup Venturi
- Flow dapat diatur, konsentrasi 24 - 50%
Indikasi : ventilasi tidak teratur.
2. High flow, high concentration
- Head box
- Sungkup CPAP
22
Gambar 16. CPAP
23
2.3.4 Komplikasi Terapi Oksigen12,15,16
Penderita PPOK dengan retensi CO2 sering bergantung pada “hypoxic
drive” untuk mempertahankan ventilasinya. Konsentrasi O2 yang tinggi
dapat mengurangi “drive” ini. Oksigen sebaiknya hanya diberikan
dengan persentase rendah dan pasien diobservasi secara ketat untuk
menilai adanya retensi CO2.
Kerusakan retina (retrorental fibroplasia) menyebabkan kebutaan pada
neonatus, terjadi karena pemberian terapi oksigen yang tidak tepat.
Semua terapi oksigen pada bayi baru lahir harus dimonitor secara
berkelanjutan.
Pneumonitis dan pembentukan membran hyaline didalam alveoli yang
dapat menyebabkan penurunan pergantian gas dan atelektasis.
2.3.5. Penilaian Terapi Oksigen
24
BAB III
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Astowo, Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Bagian
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI.
2. Singh, CP, Nachhattar Singh. 2001. Oxygen Therapy. Journal, Indian
Academy of Clinical Medicine, Vol. 2, No. 3;178-184.
3. Ganong, F. William. 2003. Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Douglas Graham, Nicol Fiona, Robertson Colin. Penyunting Bahasa
Indonesia: Prof.Dr.dr.Achmad Rudjianto,SpPD-KEMD. Macleod.
Pemeriksaan Klinis. Edisi ketigabelas. 2014
5. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M., 2006, “Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit”, volume 2, edisi 6, Jakarta : EGC.
6. Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2005, “Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran”, edisi 9, Jakarta: EGC
7. Latief, A. Said, 2002, “Petunjuk Praktis Anestesiologi”, Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intesif, Jakarta: FK UI.
8. Rob Law, Henry Bukwirwa. The Physiology of Oxygen Delivery
9. Malay Sarkar, N Niranjan, and PK Banyal. Mechanisms of hypoxemia.
Lung India. 2017 Jan-Feb; 34(1): 47–60.
10. Balkissoon R. Journal club: Oxygen therapy. Chronic Obstr Pulm Dis.
2017;4(1):71-75.
11. Guidelines for the managemenet of oxygen therapy . South Durham Health
Care NHS Trust
12. Oxygen Therapy Clinical Best Practice Guideline. Collage of Respiratory
Therapists of Ontario. November 2013
13. The American College of Chest Physicians dan The National Heart, Lung,
and Blood Institute
14. Oxygen Guidelines. For acute oxygen use in adults. Thoracic Society of
Australia and New Zealand. October 2015
26
15. Guanzhong Gong, dkk.Study of an Oxygen Supply and Oxygen
Saturation Monitoring System for Radiation Therapy Associated with
the Active Breathing Coordinator. 2018
16. Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang, dkk., 2006, “Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam”, edisi ke-4, jilid I, Jakarta : FK UI.
27