Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 31

WRAP UP SKENARIO 1 BLOK GIT

“NYERI PERUT”

Kelompok A-14

Ketua : Dhana Fitria Sari 1102014071


Sekretaris : Farah Zahida 1102014091
Anggota : Dewi Prasetyawati 1102010071
Ibrahim Rizal Latuconsina 1102013129
M Muchlis Ismail Taufik 1102013160
Amanda Putri 1102014017
Annisa Aryani Tarigan 1102014030
Dian Atillah Ikhwan 1102014073
Eka Syahnita 1102014083

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2015-2016
Skenario

NYERI PERUT

Ny A, 20 tahun, mengeluh nyeri perut sejak 3 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan di epigastrium. Dokter menduga terdapat gangguan saluran cerna
bagian ata, sehingga menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan gastroskopi. Hasil
pemeriksaan tersebut menunjukkan gastritis dan duodenitis, sehingga dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk mengetahui penyebab keadaan tersebut. Pasien diberikan obat dan
makanan yang sesuai untuk mencegah komplikasi dari penyakit tersebut.
KATA SULIT
1. Gastroskopi : tindakan diagnostic yang biasa digunakan untuk mencari tahu
masalah yang terjadi pada sistem pencernaan atas/ endoskopi saluran cena bagian
atas. Merupakan pemeriksaan bagian perut yang menggunakan endoskop yang
dimasukkan melalui mulut, esophagus dan duodenum
2. Gastritis : peradangan/ pendarahan mukosa lambung yang bersifat akut/kronik
difus maupun lokal.
3. Duodenitis : peradangan pada duodenum
4. Epigastrium : bagian superior dari umbilicus

PERTANYAAN SEMENTARA
1. Mengapa terjadi nyeri tekan pada epigastrium?
2. Organ apa saja yang terkena pada gangguan saluran cerna atas?
3. Mengapa terjadi gastritis dan duodenitis?
4. Mengapa dilakukan gastroskopi?
5. Mengapa pasien nyeri perut selama 3 bulan?
6. Apakah terdapat hubungan antara gastritis dan duodenitis?

JAWABAN SEMENTARA
1. Karena letak gaster dan duodenum pada lobus sinistra hepar di daerah epigastrium
2. Organ yang terkena adalah gaster dan duodenum
3. Gastritis dapat terjadi karena telat makan  asam lambung meningkat  dinding
mukosa terkikis  nyeri tekan.
Gastritis dapat disebabkan oleh bakteri pathogen (contoh: H.pylori)
Duodenitis dapat disebabkan oleh gastritis yang tidak diobati
4. Karena nyeri tekan di epigastrium kemungkinan yang terkena organ pencernaan atas
(gaster dan duodenum) maka dilakukan gastroskopi untuk melihat terdapat kerusakan
di bagian mana, kerusakan nya berupa apa dan untuk menentukan etiologi dan
tatalaksana yang tepat.
5. Karena inflamasi pada gaster menimbulkan nyeri tekan dan tidak diobati secara
adekuat maka dapat menjadi peradangan apda duodenum.
6. Ada, karena letak gaster dan duodenum berdekatan. Jika lesi disebabkan oleh asam
lambung pada gaster dan asam lambung menyebar hingga ke duodenum, dapat
menyebabkan duodenitis.
HIPOTESA

Infeksi pada bakteri dan peningkatan asam lambung menyebabkan inflamasi pada
saluran saluran cerna atas, sehingga ditemukan nyeri tekan pada epigastrium. Di lakukan
pemeriksaan gastroskopi, ditemukan gastritis dan duodenitis. Dokter mendiagnosis
dispepsia.
SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Gaster


1.1. Makroskopis
1.2. Mikroskopis
1.3. Vaskularisasi
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster
3. Memahami dan Menjelaskan Biokimia dalam Gaster
4. Memahami dan Menjelaskan Dispepsia
4.1. Definisi
4.2. Klasifikasi
4.3. Etiologi
4.4. Patofisiologi
4.5. Manifestasi klinis
4.6. Pemeriksaan
4.7. Diagnosis dan Diagnosis banding
4.8. Tatalaksana
4.9. Komplikasi
4.10. Prognosis
4.11. Epidemiologi
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Gaster
1.1.Makroskopis

Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah arcus costalis
sinistra sampai regio epigastrica dan umbilicalis. Sebagian besar gaster terletak di bawah
costae bagian bawah. Secara kasar, gaster berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang,
ostium cardiacum dan ostium pyloricum; dua curvatura, curvatura major dan curvatura
minor; dan dua dinding, paries anterior dan paries posterior. Bentuk gaster sangat
berbeda-beda pada orang yang sama dan tergantung pada isi, posisi tubuh, dan fase
pernafasan.

Anatomi makroskopis lambung/gaster

Gaster dibagi menjadi bagian-bagian berikut:


 Fundus gastricum berbentuk kubah, menonjol ke atas dan terletak di sebelah kiri
ostium cardiacum. Biasanya fundus berisi penuh udara.
 Corpus gastricum terbentak dari ostium cardiacum sampai incisura angularis, suatu
lekukan yang ada pada bagian bawah curvatura minor.
 Anthrum pyloricum terbentang dari incisura angularis sampai pylorus.
 Pylorus merupakan bagian gaster yang berbentuk tubular. Dinding otot pylorus yang
tebal membentuk musculus sphincter pyloricus. Rongga pylorus dinamakan canalis
pyloricus.
1.2.Mikroskopis

a. Lapisan Mukosa

Lapisan mukosa merupakan lapisan yang tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal, disebut
juga rugae. Mukosa lambung terdiri atas tiga lapisan, yakni epitel, lapisan propria, dan
muskularis mukosa. Pada epitel permukaannya menekuk dengan kedalamaan berbeda ke
dalam lamina propria membentuk sumur lambung (gastric pits). Lamina propria tersusun atas
jaringan pengikat longgar diselingi otot polos dan sel-sel limfoid. Juga terdapat muskularis
mukosa, yakni lapisan yang memisahkan mukosa dan submukosa yang masih merupakan
lapisa notot polos (Junquiera dan Carneiro, 2003) .

Mukosa lambung mempunyai satu lapis epitel silinder yang berlekuk-lekuk (foveolae
gastricae), tempat bermuaranya kelenjar lambung yang spesifik. Kelenjar pada daerah cardiac
dan pylorus hanya memproduksi mukus, sedangkan kelenjar pada daerah corpus dan fundus
memproduksi mukus, asam klorida dan enzim proteolitik. Karena itu pada kelenjar corpus
dan fundus ditemukan 3 jenis sel, yaitu sel yang memproduksi mukus yaitu sel mukus, sel
yang menghasilkan HCl yaitu sel parietal, sel yang menghasilkan enzim proteolitik yaitu sel
epitel mukosa (Sukirno, 2008).

b. Lapisan submukosa

Lapisan submukosa tersusun atas jaringan alveolar longgar yang menghubungkan lapisan
mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan
gerakan peristaltik. Pada lapisan ini banyak mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan
saluran limfe (Price danWilson, 2006).

c. Lapisan muskularis
Lapisan muskularis tersusun atas tiga lapis otot polos. Bagian luar tersusun atas lapisan
longitudinal, bagian tengah tersusun atas lapisan sirkuler, dan bagian dalam tersusun atas
lapisan oblik (Price dan Wilson, 2006)

d. Lapisan serosa

Lapisan ini adalah lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi lapisan muskularis. Merupakan
lapisan paling luar yang merupakan bagian dari peritonium visceralis. Jaringan ikat yang
menutupi peritonium visceralis banyak mengandung sel lemak (Eroschenko, 2003).
Histologi bagian-bagian gaster :
1. Esophagus cardia
Pada bagian esophagus cardia terjadi peralihan dari epitel berlapis gepeng menjadi epitel
selapis silindris. Saat mencapai cardia kelenjer esophagus di submucosa tidak ada lagi.
2. Gaster Fundus

Mukosa diliputi oleh epitel selapis torak. Foveola gastrica sepertiga tebal mukosa ( dangkal )
sedangkan kelenjernya ( fundus ) duapertiga tebal mukosa, terletak di lamina propria.
3. Gaster Pilorus
Memiliki foveola gastrica yang lebih dalam. Sel-sel kelenjer hamper homogeny, semua sel
mucus kelenjer pylorus sering berkelok-kelok di dalam lamina propria. Tunika muskularis
dengan lapisan sirkular amat tebal membentuk sfingter.

1.3. Vaskularisasi

a. Pendarahan gaster
Arteriae berasal dari cabang truncus coeliacus.
 Arteria gastrica sinistra berasal dari truncus coeliacus. Arteri ini berjalan ke atas
dan kiri untuk mencapai oesophagus dan kemudian berjalan turun sepanjang
curvatura minor gaster. Arteria gastrica sinistra mendarahi 1/3 bawah oesophagus
dan bagian atas kanan gaster.
 Arteria gastrica dextra berasal dari arteria hepatica communis pada pinggir atas
pylorus dan berjalan ke kiri sepanjang curvatura minor. Arteria ini mendarahi
bagian kanan bawah gaster.
 Arteriae gastricae breves berasal dari arteria lienalis pada hilum lienale dan
berjalan ke depan di dalam ligamentum gastrosplenicum untuk mendarahi fundus.
 Arteria gastroomentalis sinistra berasal dari arteria splenica pada hilum lienale
dan berjalan ke depan di dalam ligamentum gastrolienale untuk mendarahi gaster
sepanjang bagian atas curvatura major.
 Arteria gastroomentalis dextra berasal dari arteria gastroduodenalis yang
merupakan cabang arteria hepatica communis. Arteria ini berjalan ke kiri dan
mendarahi gaster sepanjang bawah curvatura major.
Venae. Vena-vena ini mengalirkan darah ke dalam sirkulasi portal. Vena gastrica sinistra
dan dextra bermuara langsung ke vena porta hepatis. Venae gastricae breves dan vena
gastroomentalis sinistra bermuara ke dalam vena lienalis. Vena gastroomentalis dextra
bermuara ke dalam vena mesentrica superior.
b. Persarafan gaster
Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf parasimpatis untuk
lambung di hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus
mencabangkan ramus gastric, pilorik, hepatic dan seliaka.

Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum. Serabut-
serabut afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus auerbach
dan submukosa ( meissner ) membentuk persarafan intrinsic dinding lambung dan
mengkoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster


Fungsi dan Mekanisme Gaster
Fungsi Lambung :
1. Menyimpan makanan yang masuk untuk nantinya disalurkan ke usus halus.
2. Lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCl) dan enzim yang memulai
pencernaan protein.
3. Gerakan pencampuran makanan dengan sekresi lambung utnuk menghasilkan
campuran cairan kental yang disebut kimus.
Berikut ini empat aspek motilitas lambung :
1. Pengisian lambung melibatkan relaksasi reseptif
Ketika kosong lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi volume dapat
bertambah hingga 1 L saat makan. Peningkatan volume ini tidak mengalami perubahan
tegangan di dindingnya dan sedikit peningkatan tekanan intralambung dikarenakan adanya
relaksasi reseptif. Mekanisme relaksasi reseptif yaitu ketika kita makan lipatan-lipatan di
dalam lambung menjadi lebih kecil dan nyaris mendatar sewaktu lambung sedikit melemas
setiap kali makanan masuk. Namun, jika makanan yang ditampung lebih dari 1 L maka
lambung melangami peregangan yang berlebihan dan tekanan intralambung meningkat
sehingga timbul rasa tidak nyaman. Relaksasi reseptif diperantai oleh nervus vagus.
2. Penyimpanan makanan di corpus fagus
Kontraksi pada daerah fundus dan corpus lemah ini dikarenakan lapisan otot yang
tipis. Karena kontraksi yang lemah ini maka makanan disimpan di bagian korpus yang relatif
lebih tenang tanpa mengalami pencampuran. Sedangkan, pada daerah fundus biasanya tidak
menyimpan makanan tetapi hanya mengandung kantung gas.
3. Pencampuran makanan berlangsung di antrum
Kontraksi peristaltik antrum yang kuat mencampur makanan dengan sekresi lambung
untuk menghasilkan kimus. Gelombang peristaltik menyebabkan kimus terdorong ke sfingter
pilorus. Akan tetapi, kontraksi tonik sfingter pilorus menyebabkan sfingter ini nyaris tertutup
mengakibatkan lubang yang kecil untuk dilewati kimus kental. Maka untuk melewatinya
kimus harus didorong dengan gerak peristaltik antrum yang kuat. Masa kimus antrum yang
terdorong maju tetapi tidak dapat masuk ke duodenum tertahan mendadak di sfingter yang
tertutup dan memantul kembali ke antrum. Gerak maju mundur ini mencampur kimus secara
merata di antrum.
4. Pengosongan lambung umumnya dikontrol oleh faktor di duodenum
Faktor Cara regulasi Efek pada motilitas dan
pengosongan lambung

Di dalam Lambung

Volume kimus Peregangan menimbulkan Peningkatan volume


efek langsung pada merangsang motilitas dan
eksitabilitas otot polos pengosongan
lambung, serta bekerja
melalui oleksus intrinsik,
saraf vagus dan gastrin.
Derajat fluiditas Efek langsung; isi harus Peningkatan fluiditas
(keenceran) berbentuk cair sebelum mempercepat pengosongan.
dievakuasi.
Di dalam Duodenum

Adanya lemak, asam, Memulai refleks Faktor-faktor ini


hipertonisitas atau enterogastrik atau memicu menghambat motilitas dan
peregangan. pelepasan enterogastron pengosongan lambung lebih
(kolesistokinin,sekretin) lanjut sampai duodenum
mengatasi faktor yang ada.

Di luar sistem Pencernaan

Emosi Mengubah keseimbangan Merangsang atau


otonom menghambat motilitas dan
pengosongan

Nyeri hebat Menigkatkan saraf simpatis Menghambat motilitas dan


pengsongan

Fungsi Pencernaan dan Sekresi


1. Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa homogen
setengah cair berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya ke dalam
duodenum.
2. Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida.
3. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1 mm
untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri.
4. Produksi faktor intrinsik.
 Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal.
 Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada
faktor intrinsik. Kompleks faktor intrinsik vitamin B12 dibawa ke ileum usus
halus, tempat vitamin B12 diabsorbsi.
5. Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit. Beberapa
obat larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung. Zat terlarut
dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas.

Mekanisme Sekresi Asam di Lambung

Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan motilitas
lambung serta pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf maupun hormon.
Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah lambung dibagi atas fase sefalik, lambung
(gastral) dan usus (intestinal).

Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan penciuman dan rasa
akan menimbulkan impuls saraf aferen, yang di sistem saraf pusat akan merangsang serabut
vagus. Stimulasi nervus vagus akan menyebabkan dibebaskannya asetilkolin dari dinding
lambung. Ini akan menyebabkan stimulasi langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan
membebaskan gastrin dari sel G antrum. Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel
parietal dan akan menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida. Pada sekresi
asam klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan oleh mastosit karena
stimulasi vagus (gambar 3). Secara tak langsung dengan pembebasan histamin ini gastrin
dapat bekerja.

Fase Lambung. Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk ke dalam
lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai protein, kofein atau alkohol, akan
menimbulkan refleks kolinergik lokal dan pembebasan gastrin. Jika pH turun di bawah 3,
pembebasan gastrin akan dihambat.

Pada Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti dengan
penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus duabelas jari akan
dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran
pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung lainnya dilakukan oleh kholesistokinin-
pankreozimin, terutama jika kim yang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus
bagian atas.

Di samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang
berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat sekresi
HC1 dari lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi insulin dari kelenjar pankreas.
Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipothalamus tetapi juga di sejumlah organ
lainnya antara lain sel D mukosa lambung dan usus halus serta kelenjar pankreas,
menghambat sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan sekresi sekretin di usus
halus. Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas akan turun (sekresi insulin dan glukagon serta
asam karbonat dan enzim pencernaan). Di samping itu, ada tekanan sistemik yang tak
berubah, pasokan darah di daerah n. Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%.

Rangsang bau dan Rangsang n.


rangsang kecap Vagus

Rangsang Rangsang
Lokal Ganglion
(makanan)
Degranulasi mastosit

Stimulasi sel G Pembebasan


asethilkolin

Pembebasan
histamin Pembebasan Gastrin

Stimulasi Sel Parietal

Pembebasan HCl

Hormon
 Gastrin
Gastrin diproduksi oleh sel yang disebut dengan sel G, di dinding lambung.Ketika makanan
memasuki lambung, sel G memicu pelepasan gastrin dalam darah. Dengan meningkatnya
gastrin dalam darah, maka lambung mengeluarkan asam lambung yang membantu memecah
dan mencerna makanan. Ketika asam lambung yang diproduksi telah cukup untuk memecah
makanan, kadar gastrin dalam darah akan kembali menurun. Jadi, pengaruh hormon ini dalam
adalah mengatur pencernaan sebagai perangsang sekresi terus-menerus getah lambung.
Gastrin juga dapat mempunyai pengaruh dan peran pada pancreas, hati, dan usus. Gastrin
membantu pancreas memproduksi enzim untuk pencernaan dan membantu hati menghasilkan
empedu. Gastrin juga membantu merangsang usus untuk membantu memindahkan makanan
melalui saluran pencernaan.
 Enterogastron (sekretin)
Sekretin distimulus untuk produksi bubur makanan (chime) asam dalam duodenum. Pengaruh
hormon ini dalam proses pencernaan yaitu merangsang pankreas untuk mengeluarkan
bikarbonat, yang menetralkan bubur makanan (chime) asam dalam duodenum.
 Cholecystokinin (CCK)
Cholecystokinin (CCK) diproduksi di dinding duodenum. Hormon ini disekresi oleh sel epitel
mukosa dari duodenum. Cholecystokinin juga diproduksi oleh neuron dalam sistem saraf
enterik, dan secara luas dan berlimpah didistribusikan di dalam otak.Distimulus untuk
produksi asam amino atau asam lemak dalam chime. Pengaruhnya untuk merangsang
pancreas mengeluarkan enzim pancreas ke dalam usus halus, merangsang kantung empedu
untuk berkontraksi, yang mengeluarkan empedu ke dalam usus halus.
 Ghrelin
Ghrelin disintesis sebagai preprohormone, lalu proteolytically diproses untuk menghasilkan
suatu peptida asam amino 28. Sebuah modifikasi menarik dan unik dikenakan pada hormon
selama sintesis dalam bentuk asam n-octanoic terikat ke salah satu asam amino tersebut,
modifikasi ini diperlukan untuk aktivitas biologis.
Sumber utama sirkulasi ghrelin adalah saluran pencernaan, terutama dari perut, tetapi juga
dalam jumlah yang lebih kecil dari usus. Hipotalamus di otak adalah sumber ghrelin yang
signifikan. Jumlah yang lebih kecil diproduksi di plasenta, ginjal, dan kelenjar hipofisis.
 Motilin
Motilin berpartisipasi dalam mengendalikan pola kontraksi otot polos pada saluran
pencernaan atas. Motilin disekresi ke sirkulasi selama keadaan berpuasa pada interval kira-
kira 100 menit. Kontrol sekresi motilin sebagian besar tidak diketahui, walaupun beberapa
studi menunjukkan bahwa pH basa dalam duodenum merangsang rilis.

3. Memahami dan Menjelaskan Biokimia dalam Gaster


Enzim yang terlibat dalam pencernaan
Pada sistem pencernaan, pencernaan zat-zat makanan dilakukan secara mekanis dan
kimiawi. Secara mekanis dilakukan dengan gerakan, sedangkan secara kimiawi dilakukan
menggunakan enzim-enzim peencernaan yang dihasilkan saluran cerna atau bukan
saluran cerna (contoh: pankreas). Selain mencerna, absorbsi zat-zat makanan dipengaruhi
oleh hormon-hormon (terutama hormon metabolisme) yang bisa berdampak langsung
atau tidak langsung.
Untuk mempelajari dan mempermudah klasifikasi, berikut ini adalah klasifikaasi enzim
yang berpengaruh pada sistem pencernaan berdasarkan zat-zat makanan yang akan
dicerna

1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam tubuh, walaupun energi
yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan energi yang dihasilkan oleh lemak
dan protein, karena karbohidrat lebih mudah diceerna dan dimetabolisme oleh tubuh
kita. Karbohidrat dicerna oleh tubuh dalam bentuk gula sederhana atau disebut
monosakarida. Untuk pembelajaran yang lebih runtut dan sistematis, berikut adalah
enzim enzim yang berperan dalam pencernaan karbohidrat berdasarkan urutan kerja.

Enzim ptialin (amilase mulut/amilase oral)


Enzim ptialin termasuk sebagai enzim α-amilase,yaitu enzim yang memecah
amilum (polisakarida) menjadi maltosa (disakarida) dan polimer kecil sakarida lainya
. Enzim ini terutama dihasilkan oleh kelenjar parotis. Tetapi karena makanan berada
dalam mulut tidak seberapa lama, tidak sampai 5% dari amium dapat terhidrolisis
disini. Walaupun demikian, kerja ptialin dapat bertahan hingga satu jam saat makanan
memasuki lambung.
Manifestasi dari kerja enzim ptialin dapat dirasakan saat kita mengunya nasi atau roti
dalam waktu yang lama, maka makanan tersebut kakn semakin terasa manis dan
semakin manis.

HCl
HCl dalah asam lambung yang disekresikan oleh dinding lambung yang
merubah pH makanan menjadi asam agar kuman-kuman yang masuk bersama
makanan dapat dibunuh di dalam lambung sebelum masuk ke duodenum.

Enzim amilase pankreas


Enzim amilase pankreas adalah enzim yangdihasilkan oleh kelenjar pankreas
yang strukturnya dan fungsinya sama dengan ptialin. Enzim ini disekresikan menuju
pars descenden duodenum Dengan enzim ini, polisakarida dirubah menjadi disakarida
seperti maltosa, sukrosa dan laktosa. Selanjutnya perjalanan makanan karbohidrat
akan dilanjutkan ke usus halus (jejenum dan illeum).

Enzim enzim epitel usus halus


Telah disebutkan di atas bahwa karbohidrat akan diserap dalam bentuk
monosakarida, sedangkan setelah melewati duodenum, karbohidrat baru berbentuk
disakarida. Oleh karena itu, terdapat enzim enzim pemecah disakarida menjadi
monosakarida yang dihasilkan oleh epitel usus. Nama enzim ini sesuai dengan
disakarida yang akan dipecah, yaitu maltase sukrase dan laktase.
Setelah menjadi monosakarida, karbohidrat langsung diserap menju darah dan
ditransfer ke hati untuk di koordinasi penggunaanya.

2. Lemak
Lemak (lipid) berperan penting dalam tubuh manusia, selain sebagai energi
cadangan, lemak juga berfungsi membentuk membran sel dan menghasilkan energi
yang paling besar melalui proses lipolisis dan β-oksidase. Lemak akan dicerna dalam
bentuk asaam lemak. Berikut ini enzim yang berpengaruh pada pencernaan lemak.

Lipase gaster
Lipase adalah enzim pemecah lemak, di lambung dihasilkan enzim lipase
gaster untuk memecah lemak, tetapi rata-rata proses ini tidak begitu berarti, karena
pencampuran lemak dan enzim mutlak memerlukan ester-cholesterol yang dihasilkan
oleh empedu yang disekresikan ke duodenum.

Lipase pankreas yang dibantu oleh cholesterol yang dihasilakan empedu.


Lipase pankreas dihasilkan untuk hidrolisis lemak menjadi asam lemak, tetapi
umumnya enzim bersifat hidro filik dan lemak bersifat hidrofobik sehingga tidak
dapat mencampur dan bereaksi.untuk itu diperlukan ester-cholesterol yang dapat
menjadi emulgator agar lemak dan ezim dapat bercampur.

Setelah berhasil lemak akan diserap dan diangkut ke dalam darah. Karena lemak tidak
larut air maka transportasinya memerlukan protein plasma yaitu kilomoikron, LDL
(low density lipoprotein) dan HDL (high density lipoprotein).

3. Protein
Protein adalah komponen penting pertumbuhan karena sebagian besar sel
terdiri dari protein. Begitupun sistem imun dan protein plasma, semuanya mutlak
membutuhkan protein.
Protein diabsorbsi dalam bentuk asam amaino. Berikut ini adalah enzim
yang mempengaruhi pencernaan protein :

Enzim pepsin
Enzim pepsin berfungsi untuk mencerna poli protein menjadi lebih sederhana,
pepsin dihasilkan oleh lambung dan bekerja optimal pada pH asam (2-3) dan tidak
bekerja sama sekali dalam pH di atas 5.
HCl
HCl dalam lambung membantu menesuaikan pH lambung agar pepsin dapat bekerja
makasimal.
Tripsin, kimotripsin, dan karboksipolipeptidase
Tripsin, kimotripsin dan karboksi polipeptidase dihasilkan oleh pankreas yang
melanjutkan peranan pepsin dan memecah protein menjadi lebih kecil lagi. Umunya
saat meninggalkan lambung, protein masih berbebentuk proteosa, pepton dan
olipeptida besar,kimotripsin dan tripsin dapat memecah protein menjadi polipeptida
kecil dan karboksipolopeptidase dapat menghasilkan asam amino dari ujung karboksil
polipeptida
Telah disebutkan semua enzim yang mempengaruhi pencernaan karbohidrat, protein
dan lemak. Selain itu terdapat juga enzim lain sepeti renin pada gaster untuk memecah
susu, dan enzim karnitin pada otot untuk memasukan asam lemak bebas hasil lipolisis
ke dalam mithondria untuk proses beta-oksidase.
Telah disebutkan diatas, bahwa pencernaan juga dipengaruhi oleh hormon-hormon.
Berikut adalah hormon hormon yang dapat mempengaruhi pencernaan.

4. Memahami dan Menjelaskan Dispepsia


4.1. Definisi

Dispepsia berasal dari Bahasa Greek dimana “dys” berarti buruk dan “pepsis” artinya
pencernaan. Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 80-an,
yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (jadi suatu sindroma) yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung,
cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa.

4.2. Klasifikasi

Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:


a. Dispepsia organik, dyspepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. Dispepsia organic dikategorikan menjadi :
1. Dispepsia tukak (ulcer-like dyspepsia).
Keluhan penderita yang sering diajukan adalah rasa nyeri di ulu hati. Berkurang atau
bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan, pada tengah malam
sering terbangun karena nyeri atau pedih di ulu hati. Hanya dengan pemeriksaan
endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak lambung atau di duodenum.
2. Dispepsia bukan tukak.
Mempunyai keluhan yang mirip dengan dispepsi tukak. Biasa ditemukan pada
gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan tanda-tanda
tukak.
Refluks gastroesofageal.
Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal yaitu rasa panas di dada dan
regurgitasi asam, terutama setelah makan. Bila seseorang mempunyai keluhan
tersebut disertai dengan keluhan sindroma dispepsia lainnya, maka dapat disebut
sindroma dispepsia refluks gastroesofageal.
3. Penyakit saluran empedu.
Sindroma dispepsi ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa nyeri
dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu
kanan.
4. Karsinoma.
Karsinoma dari saluran cerna sering menimbulkan keluhan sindroma dispepsia.
Keluhan yang sering diajukan adalah rasa nyeri di perut, kerluhan bertambah
berkaitan dengan makanan, anoreksia, dan berat badan yang menurun.
5. Pankreatitis.
Rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut dirasa makin
tegang dan kembung. Di samping itu, keluhan lain dari sindroma dispepsi juga ada.
6. Dispepsia pada sindroma malabsorbsi.
Pada penderita ini—di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea,
anoreksia, sering flatus, kembung—keluhan utama lainnya yang mencolok ialah
timbulnya diare profus yang berlendir.
7. Dispepsia akibat obat-obatan.
Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu
hati tanpa atau disertai rasa mual, dan muntah, misalnya obat golongan NSAID (non
steroid anti inflammatory drugs), teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama
ampisilin, eritromisin), alkohol, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu ditanyakan obat
yang dimakan sebelum timbulnya keluhan dispepsia.
8. Gangguan metabolisme.
Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung
yang lambat, sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang.
Hipertiroidi mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus,
sedangkan hipotiroidi menyebabkan timbulnya hipomoltilitas lambung.
Hiperparatiroidi mungkin disertai rasa nyeri di perut, nausea, vomitus, dan anoreksia.

b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU),
Dispepsia yang tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional dibagi atas 3 sub grup
yaitu:
1. Dispepsia mirip ulkus {ulcer-like dyspepsia) bila gejala yang dominan adalah nyeri
ulu hati;
2. Dispepsia mirip dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) bila gejala dominan adalah
kembung, mual, cepat kenyang

4.3. Etiologi
a. Esofago-gastro-duodenal Tukak peptik, gastritis kronis,
gastritis NSAID, keganasan

b. Obat-obatan Antiinflamasi non-steroid, teofilin,


digitalis, antibiotik

c. Hepatobilier Hepatitis, kolesistitis, kolelitiasis,


keganasan, disfungsi sphincter Odii.
Pankreatitis, keganasan
d. Pancreas
Diabetes melitus, penyakit tiroid,
e. Penyakit sistemik lain gagal ginjal, kehamilan, penyakit
jantung koroner atau iskemik

1. Intoleransi Makanan atau Obat


intoleransi makanan merupakan penyebab dari dispepsia. pada kondisi akut,
dispepsia mungkin disebabkan oleh makan berlebihan, makan yang terlalu cepat, makan
makanan berlemak, makan saat keadaan stress, atau minum alcohol atau kopi terlalu banyak.
Selain makakan, banyak juga obat-obatan yang menyebabkan dyspepsia, seperti
aspirin, NSAID, antibiotic (metronidazol, makrolid), obat diabetes (metformin, penghambat
alfa glukosidase, analog amylin, antagonis reseptor GLP-1), obat antihipertensi (ACE
inhibitor, angiotensin reseptor bloker), agen penurun kolesterol (niasin, fibrat), obat-obat
neuropsikiatrik (penghambat kolinestraseàdonepezil, rivastigmine), SSRIs (fluoxetine,
sertraline), penghambat serotonin-norepinefrin-reuptake (venlafaxine, duloxetine), obat
Parkinson (agonis dopamine, monoamine oxidase (MAO-B) inhibitor), kortikosteroid,
estrogen, digoxin, zat besi, dan opioids.
2. Dyspepsia Fungsional
dispepsia fungsional Ini adalah penyebab utama dyspepsia kronik. Pada 3-4 dari 10
pasien tidak ditemukan kelainan organik setelah di evaluasi. Gejala mungkin timbul dari
interaksi yang kompleks dari peningkatan sensitivitas visceral aferen, pengosongan lambung
yang terlambat atau sistem akomodasi makanan yang terganggu, atau stress psikososial.
Walaupun jinak, gejala ini bisa menjadi kronik dan susah untuk disembuhkan apabila tidak
ditangani dengan tepat.
3. Disfungsi Lumen dari Traktus Gastrointestinal
Dispepsia juga dapat terjadi akibat disfungsi lumen saluran cerna. keadaan keadaan
berikut ini dapat menyebabkan disfungsi lumen saluran cerna: Ulkus peptik terjadi pada 5-
15% pasien dyspepsia. Gastro Esofageal Refluks Desease (GERD) terjadi pada 20% pasien
dengan dyspepsia, walaupun tanpa rasa terbakar di dada. Kanker lambung atau esophagus
teridentifikasi pada 0.25-1% tapi ini sangat jarang pada orang di bawah 55 tahun dengan
dyspepsia yang tidak berkomplikasi. Penyebab lainnya termasuk gastroparesis (terutama pada
DM), intoleransi laktosa atau kondisi malabsorpsi, dan infeksi parasit (Giardia,
Strongyloides, Anisakis).
4. Infeksi Helicobacter pylori
Helicobacter pylori dapat menginfeksi dan merusak mukosa lambung. Kerusakan ini
disebabkan ammonia dan cystotosin dan zat lain yang dihasilkan oleh bakteri ini.
Walaupun infeksi lambung kronis karena H. pylori adalah penyebab utama dari
penyakit ulkus peptic, infeksi ini bukan penyebab pada dyspepsia yang tidak ada penyakit
ulkus peptiknya. Prevalensi dari H. pylori berhubungan dengan gastritis kronik pada pasien
dengan dyspepsia tanpa penyakit ulkus peptic sekitar 20-50%, sama pada sebagian besar
populasi.
5. Penyakit Pankreas
Karsinoma pancreas dan pancreatitis kronik sering bergejala dispepsi.
6. Penyakit Saluran Empedu
Nyeri epigastrik atau nyeri pada kuadran kanan atas karena kolelitiasis atau
koledokolitiasis harus dibedakan dari dyspepsia.
7. Kondisi Lainnya
DM, penyakit tiroid , peyakit ginjal kronik, iskemik miokard, keganasan
intraabdomen, volvulus gaster atau hernia paraesofageal, dan kehamilan kadang-kadang
disertai dyspepsia.

Faktor resiko :
1. Umur dan jenis kelamin : sering terjadi pada usia 30-50 tahun dan sering diderita
oleh perempuan daripada laki-laki (2:1).
2. Stress dan factor psikososial : berperan dalam kelainan fungsional saluran cerna
yang menimbulkan perubahan sekresi dan vaskularisasi. Dyspepsia non seluler sebagai suatu
kelainan fungsional dapat dipengaruhi emosi (dyspepsia nervosa).
3. Gaya hidup : pengonsumsi rokok, alcohol yang berlebihan, minum kopi dalam
jumlah yang banyak, dan makan-makanan yang asam.
4. Lingkungan : sering terjadi pada penduduk yang sosioekonomi yang rendah dan
banyak terjadi pada Negara yang sedang berkembang.

4.4. Patofisiologi

Pada dyspepsia fungsional sesuai dengan kriteria tidak adanya kelainan organic pada
saluran cerna bagian atas maka teorinya pun sangat bervariasi. Hipotesis asam lambung
menjelaskan bahwa peningkatan asam lambung atau peningkatan sensitivitas mukosa
lambung terhadap asam lambung bertanggung jawab untuk terjadinya keluhan dyspepsia.
Hipotesis disfungsi motorik seperti refluks gastroesofageal, gastroparesis, dismotilitas
usus halus dan diskenesia bilier menyebabkan keluhan dyspepsia. Berbagai
neurotransmitter dan hormone polipeptida terlibat dalam regularitas motilitas lambung.

Sekresi Asam Lambung


Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang
menimbulkan rasa tidak enak di perut. Pada kasus dyspepsia fungsional dengan infeksi
H.pylori akan meningkatkan sekresi gastrin sehingga massa sel parietal lebih banyak
memproduksi asam lambung.

Infeksi Helicobacter pylori


Helicobacter pylori pada dyspepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna
dengan populasi H.pylori pada kelompok orang normal.

Motilitas dan Abnormalitas Akomodasi Lambung


Hipotesis ini paling menonjol pada gangguan saluran cerna fungsional dimana tidak
didapatkan temuan lesi organic structural. Aktivitas elektrik otot polos usus pada garis
besarnya terdiri atas aktivitas pada waktu puasa atau tidak ada makanan dalam lambung
dan aktivitas postptandial. Motor migrating complex (MMC) adalah aktivitas elektrik
yang klasik pada fase puasa yang banyak dikaitkan dengan pathogenesis berbagai
gangguan saluran cerna fungsional. Dismotilitas saluran cerna merupakan keadaan yang
kompleks yang melibatkan aktivitas elektrik otot polos, perubahan tekanan intralumen
usus dan proses pasase isi usus.

Persepsi Viseral
Penderita dyspepsia fungsional mempunyai persepsi viseral yang abnormal atau
meningkat. Ada hipersensitivitas bulbus duodenis terhadap asam. Instilasi asam pada
duodenum menimbulkan penurunan tekanan dalam duodenum secara bermakna dan
menimbulkan rasa mual pada kelompok dyspepsia fungsional serta hal ini tidak terjadi
pada kelompok control.

Gangguan relaksasi fundus


Akomodasi lambung saat makanan masuk adalah adanya relaksasi fundus dan korpus
gaster. Dilaporkan 40% mengalami penurunan kapasitas relaksasi fundus dan
bermanifestasi keluhan cepat kenyang.

4.5. Manifestasi klinis


Keluhan yang sering diajukan pada sindroma dispepsia ini adalah:
1. nyeri perut (abdominal discomfort)
2. rasa pedih di ulu hati
3. mual, kadang-kadang sampai muntah
4. nafsu makan berkurang
5. rasa cepat kenyang
6. perut kembung
7. rasa panas di dada dan perut
8. regurgitasi
9. Umur lebih dari 55 tahun dengan onset baru
10. Penurunan berat badan
11. Perdarahan
12. Disfagia
13. Anemia
14. Ikterik

4.6. Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Radiologi

Barium Meal Kontras Ganda dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis tukak peptik
→ berupa kawah, batas jelas disertai lipatan mukosa teratur dari pinggiran tukak dan
niche. Filling defect curiga ganas → tepi tukak tidak teratur.

2. Pemeriksaan Endoskopi

Berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur,mukosa licin dan normal disertai lipatan
yang teratur yang keluar dari pinggiran tukak.Gambaran tukak akibat keganasan adalah :
Boorman-I/polipoid, B-II/ulcerative, B-III/infiltrative,B-IV/linitis plastika (scirrhus).
Dianjurkan untuk biopsi & endoskopi ulang 8-12 minggu setelah terapi eradikasi.
Keunggulan endoskopi dibanding radiologi adalah : dapat mendeteksi lesi kecil diameter
< 0,5 cm, dapat melihat lesi yang tertutupi darah dengan penyemprotan air,dapat
memastikan suatu tukak ganas atau jinak, dapat menentukan adanya kuman H.Pylori
sebagai penyebab tukak.

3. Invasive Test :
Rapid Urea Test : Tes kemampuan H.pylori untuk menghidrolisis urea. Enzim urea
katalase menguraikan urea menjadi amonia bikarbonat,membuat suasana menjadi
basa,yang diukur dengan indikator pH. Spesimen biopsi dari mukosa lambung diletakkan
pada tempat yang berisi cairan atau medium padat yang mengandung urea dan pH
indikator, jika terdapat H.Pylori pada spesimen tersebut maka akan diubah menjadi
ammonia,terjadi perubahan pH dan perubahan warna.

 Histologi: Biopsi diambil dari pinggiran dan dasar tukak min.4 sampel untuk 2
kuadran, bila ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran dari dasar,pinggir dan
sekitar tukak (min. 6 sampel).
 Kultur : Untuk kultur tidak biasa dilakukan pada pemeriksaan rutin

4. Non Invasive Test

 Urea Breath Test: Mendeteksi adanya infeksi H.pylori dengan keberadaan urea yang
dihasilkan H.pylori, labeled karbondioksida (isotop berat,C-13,C-14) produksi dalam
perut,diabsorpsi dalam pembuluh darah,menyebar dalam paru-paru dan akhirnya
dikeluarkan lewat pernapasan.
 Stool antigen test : Test ini juga mengidentifikasi adanya infeksi H.Pylori melalui
mendeteksi keadaan antigen H.Pylori dalam feces.

4.7. Diagnosis dan diagnosis banding


Anamnesis
 Tanyakan riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alcohol, jamu
yang dijual bebas di masyarakat , dan makanan perlu diperhatikan.
 Gejala (alarm symptom) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan hebat,
nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena
atau jaudice kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan
pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau "USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi
struktur peptik, adenokarsinoma gaster atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis
kronis atau keganasan pankreas empedu.
 Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya:
masalah anak, hubungan antar manusia, hubungan suami-istri pekerjaan dan
pendidikan.
Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia.
 Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri
berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid. Nyeri sering
membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus duodenum.
 Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah makan
kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan
dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut.
 Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit
esofagus, gastritis erosif dan karsinoma.
 Bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus duodenum.
Pasien DNU lebih sering mengeluhkan gejala di luar GI, ada tanda kecemasan atau
depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menemukan adanya organomegali, tumor abdomen,
ascites, untuk menyingkirkan penyakit organik.
Oleh karena dispepsia ini merupakan kumpulan gejala-gejala di mana pada suatu keadaan
satu gejala lebih dominan dari yang lain, sehingga para ahli membagi gejala-gejala ini dalam
beberapa sub-group:
1. Dispepsia tipe refluks yaitu adanya rasa terbakar pada epigastrium, dada atau
regurgitasi dengan gejala perasaan asam di mulut.
2. Dispepsia tipe dismotilitas yaitu nyeri epigastrium yang bertambah sakit setelah
makan, disertai kembung, cepat kenyang , rasa penuh setelah makan, mual atau
muntah, bersendawa dan banyak flatus.
3. Dispepsia tipe ulkus yaitu nyeri epigastrium yang mereda bila makan atau minum
antasid dan nyeri biasanya terjadi sebelum makan dan tengah malam.
4. Dispepsia non-spesifik yaitu dispepsia yang tidak bisa digolongkan dalam satu
kategori di atas.

DIAGNOSIS BANDING
1. Dispepsia Nonulcer ( NUD ) atau dispepsia fungsional
Pada pasien dengan nyeri epigastrium persisten kronis di antaranya evaluasi
menyeluruh tidak menunjukkan penyakit organik . Pasien mungkin memiliki terutama
nyeri epigastrium , yang disebut dispepsia sebagai ulcerlike , atau mereka mungkin
memiliki gejala kembung postprandial , yang disebut sebagai motilitas seperti
dispepsia.
2. Crohn disease
Ulserasi Crohn dapat melibatkan bagian manapun dari saluran pencernaan dari
mukosa bukal ke rektum . Ulserasi Crohn Terisolasi dari perut jarang terjadi ,
meskipun dapat menyebabkan ulserasi duodenum atau ileum.
3. Sindrom Zollinger - Ellison
Sindrom Zollinger - Ellison ( ZES ) adalah gangguan langka yang dapat menyebabkan
ulkus lambung atau duodenum (biasanya beberapa ) dari sekresi asam yang
berlebihan. Pertimbangkan ZES jika pasien memiliki ulkus peptikum berat , batu
ginjal , diare berair , atau malabsorpsi. Pasien dengan ZES biasanya memiliki kadar
gastrin serum puasa lebih dari 200 pg / mL dan basal hipersekresi asam lambung lebih
dari 15 mEq / jam . Proton pump inhibitor terapi ( PPI ) harus dihentikan minimal 2
minggu sebelum tingkat gastrin diukur .
4. GERD
Gastroesophageal reflux disease (GERD) terjadi ketika jumlah asam lambung yang
refluks ke kerongkongan melebihi batas normal, menyebabkan gejala dengan atau
tanpa terkait cedera mukosa esofagus (yaitu, esophagitis).

4.8.Tatalaksana
a. Antasid Sistemik
Natrium bikarbonat
Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi.
Karbon dioksida yang terbentuk dalam lambung dapat menimbulkan sendawa. Distensi
lambung dapat terjadi dan dapat menimbulkan perforasi. Selain menimbulkan alkalosis
metabolik, obat ini dapat menyebabkan retensi natrium dan edema. Natrium bikarbonat
sudah jarang digunakan sebagai antasid. Obat ini digunakan untuk mengatasi asidosis
metabolik, alkalinisasi urin, dan pengobatan lokal pruritus. Natrium bikarbonat tersedia
dalam bentuk tablet 500-1000 mg. Satu gram natrium bikarbonat dapat menetralkan 12
mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-4 gram. Pemberian dosis besar NaHCO3 atau CaCO3
bersama susu atau krim pada pengobatan tukak peptik dapat menimbulkan sindrom alkali
susu (milk alkali syndrom)

b. Antasid Non-sistemik
 Aluminium hidroksida-- Al(OH)3
Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya paling panjang.
Al(OH)3 bukan merupakan obat yang unggul dibandingkan dengan obat yang tidak larut
lainnya. Al(OH)3 dan sediaanya Al (aluminium) lainnya dapat bereaksi dengtan fosfat
membentuk aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil, sehingga eksresi fosfat
melalui urin berkurang sedangkan melalui tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi
dengan protein sehingga bersifat astringen. Antasid ini mengadsorbsi pepsin dan
menginaktivasinya. Absorsi makanan setelah pemberian Al tidak banyak dipengaruhi dan
komposisi tinja tidak berubah. Aluminium juga bersifat demulsen dan adsorben.
Efek samping: Al(OH)3 yang utama ialah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan
memberikan antasid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorbsi fosfat
dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai osteomalasia. Al(OH)3
dapat mengurangi absorbsi bermacam-macam vitamin dan tetrasiklin. Al(OH)3 lebih
sering menyebabkan konstipasi pada usia lanjut.
Indikasi :Aluminium hidroksida digunakan untuk tukak peptik, nefrolitiasis fosfat
dan sebagai adsorben pada keracunan. Antasid Al tersedia dalam bentuk suspensi
Al(OH)3 gel yang mengandung 3,6-4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan 8 mL. Tersedia
juga dalam bentuk tablet Al(OH)3 yang mengandung 50% Al2O3. Satu gram Al(OH)3
dapat menetralkan 25 mEq asam. Dosis tunggal yang dianjurkan 0,6 gram.
 Kalsium karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif karena mula kerjanya cepat, maka
daya kerjanya lama dan daya menetralkannya cukup lama. Kalsium karbonat dapar
menyebabkan konstipasi, mual, muntah, pendarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal,
dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut bukan berdasarkan daya netralisasi asam,
tetapi merupakan kerja langsung kalsium di antrum yang mensekresi gastrin yang
merangsang sel parietal mengeluarkan HCl (H+). Sebagai akibatnya sekresi asam pada
malam hari akan sangat tinggi yang akan mengurangi efek netralisasi obat ini.
Efek samping : hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis, azotemia, terutama
terjadi pada penggunaan kronik kalisium karbonat bersama susu dan antasid lain (milk
alkali syndrom).Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet 600 mg dan 1000 mg.
Satu gram kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-2
gram.
 Magnesium hidroksida -- Mg(OH)2
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasid. Obat ini praktis,
tidak larut, dan tidak efektif sebelum obat ini berinteraksi dengan HCl membentuk
MgCl2. Magnesium hidroksida yang tidak bereaksi denagn HCl akan tetap berada dalam
lambung dan akan menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya
lama. Antasid ini dan natrium bikarbonat sama efektif dalam hal menetralkan HCl.Ion
magnesium dalam usus akan cepat diabsorbsi dan cepat dieksresi melalui ginjal, hal ini
akan membahayakan pasien yang fungsi ginjalnya kurang baik. Ion magnesium yang
diabsorbi akan bersifat sebagai antasid sistemik sehingga dapat menimbulkan alkali uria,
tetapi jarang alkalosis.
Efek samping :Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare
akibat efek katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak diabsorbsi, tetapi tetap berada
dalam usus dan akan menarik air. Sebanyak 5-10% magnesium diabsorbsi dan dapat
menimbulkan kelainan neurologik, neuromuskular, dan kardiovaskular.
 Magnesium trisiklat
Magnesium trisiklat (Mg2Si3O8H2O) sebagai antasid non sistemik, bereaksi dalam
lambung sebagai berikut:
Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga berfungsi menutup
tukak. Sebanyak 7% silika dari magnesium trisiklat akan diabsorbsi melalui usus dan
dieksresi dalam urin. Silika gel dan megnesium trisiklat merupakan adsorben yang baik;
tidak hanya mengadsorbsi pepsin tetapi juga protein dan besi dalam makanan. Mula kerja
magnesium trisiklat lambat, untuk menetralkan HCl 30% 0,1 N diperlukan waktu 15
menit, sedangkan untuk menetralkan HCl 60% 1,1 N diperlukan waktu satu jam.
Efek samping :Dosis tinggi magnesium trisiklat menyebabkan diare. Banyak
dilaporkan terjadi batu silikat setelah penggunaan kronik magnesium trisiklat. Ditinjau
dari efektivitasnya yang rendah dan potensinya yang dapat menimbulakan toksisitas yang
khas, kurang beralasan mengunakan obat ini sebagai antasid.
Magnesium trisiklat tersedia dalam bentuk tablet 500mg; dosis yang dianjurkan 1-4 gram.
Tersedia pula sebagai bubuk magnesium trisiklat yang mengandung sekurang-kurangnya
20% MgO dan 45% silikon dioksida. Satu gram magnesium trisiklat dapat menetralkan 13-17
mEq asam.

c. Obat Penghambat Sekresi Lambung


Penghambat pompa proton
Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung yang lebih kuat
dari AH2. Obat ini bekerja di proses akhir pembentukan asam lambung, lebih distal
dari AMP. Saat ini, yang digunakan di klinik adalah omeprazol, esomeprazol,
lansoprazol, rebeprazol, dan pantoprazol. Perbedaan antara kelima obat tersebut
adalah subtitusi cinci piridin dan/atau benzimidazol. Omeprazol adalah campuran
resemik isomer R dan S. Esomeprazol adalah campuran resemik isomer omeprazol
(S-omeprazol) yang mengalami eliminasi lebih lambat dari R-omeprazol.
Farmakodinamik. Penghambat pompa proton adalah prodrug yang memebutuhkan
suasana asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorbsi dan masuk ke sirkulasi sistemik,
obat ini akan berdifusi ke parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar, dan
mengalami aktivasi di situ membentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini
berikatan dengan gugus sulfhidril enzim H+, K+, ATP-ase (enzim ini dikenal sebagai
pompa proton) dan berada di membran sel parietal. Ikatan ini mengakibatkan
terjadinya penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung berhenti 80%-95%
setelah penghambatan pompa poroton tersebut.
Farmakokinetik. Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut
enterik untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini
tidak mengalami aktivasi di lambung sehingga bio-availabilitasnya labih baik. Tablet
yang dipecah dilambung mengalami aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus
sulfhidril mukus dan makanan. Bioalvailabilitasnya akan menurun sampai dengan
50% karena pengaruh makanan. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan 30 menit setelah
makan.
Indikasi. Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap
sindrom Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung lebih baik
pada AH2 pada dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu.
Efek samping. Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi,
flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi miopati subakut, atralgia, sakit kepala,
dan ruam kulit.
Sediaan dan posologi. Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan 20 mg,
diberikan 1 kali/hari selama 8 minggu. Esomeprazol tersedia dalam bentuk salut
enterik 20 mg dan 40 mg, serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol tersedia dalam
bentuk tablet 20 mg dan 40 mg.

d. Antagonis Reseptor H2
Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Burinamid dan
metiamid merupakan antagonis reseptor H2 yang pertama kali ditemukan, namun
karena toksik tidak digunakan di klinik. Antagonis reseptor H2 yang ada saat ini
adalah simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.
Farmakodinamik : Simetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan
reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung,
sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung dihambat.
Farmakokinetik : Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah
pemberian IV atau IM. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan. Absorpsi
terjadi pada menit ke 60-90. Masa paruh eliminasi sekitar 2jam. Bioavaibilitas
ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit
hati. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak
sebesar pada gagal ginjal. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah
pengguanaan 150 mg ranitidin secara oral, dan yang terikat protein plasma hanya
15%.Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secara
oral diekskresi dalam urin

Indikasi :Simetidin dan ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Antihistamin H2 sama
efektif dengan pengobatan itensif dengan antasid untuk penyembuhan awal tukak
lambung dan duodenum. Juga bermanfaat untuk hipersekresi asam lambung pada
sindrom Zollinger-Ellison.Penggunaan antihistamin H2 dalam bidang dermatologi
seringkali digunakan ranitidin atau simetidin untuk pengobatan gejala dari
mastocytosis sistematik, sperti urtikaria dan pruritus. Pada beberapa pasien
pengobatan digunakan dosis tinggi.

e. Prokinetik
Yang termasuk obat golongan ini adalah bathanecol, metoklopramid, domperidon,
cisapride.
 Bathanecol
Termasuk obat kalinomimetik yang menghambat asetilkolin esterase. Obat ini dipakai
untuk mengobati penderita dengan refluks gastroesophageal, makanan yang dirasa
tidak turun, transit oesophageal yang melantur, gastroparesis, kolik empedu. Efek
sampingnya cukup banyak, terutama pada aksi parasimpatis sistemik, di antaranya
adalah sakit kepala, mata kabur, kejang perut, nausea dan vomitus, spasme kandung
kemih, berkeringat. Oleh karena itu, obat ini mulai tidak digunakan lagi.
 Metoklopramid
Secara kimia, obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang mempunyai efek anti-
dopaminergik dan kolinomimetik. Jadi, obat ini berkhasiat sentral maupun perifer.
Khasiat metoklopramid antara lain:
- meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal postganglion kolinergik,
- merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin, dan
- merupakan reseptor antagonis dopamin
Efek samping : yang ditimbulkan oleh obat ini antara lain reaksi distonik, iritabilitas atau
sedasi, dan efek samping ekstrapiramidal karena efek antagonisme dopamin sentral
dari metoklorpamid. Pemberian dosis tinggi pada anak dapat menyebabkan hipertonis
dan kejang.

 Domperidon
Domperidon merupakan derivat benzimidazol. Karena domperidon merupakan antagonis
dopamin perifer dan tidak menembus sawar darah otak, maka tidak mempengaruhi
reseptor dopamin saraf pusat, sehingga mempunyai efek samping yang rendah
daripada metoklopramid.
Pemberian obat ini akan meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian bawah
sehingga mencegah terjadinya refluks gastroesophagus. Obat ini akan meningkatkan
koordinasi antroduodenal, dan memperbaiki motilitas lambung yang sedang
terganggu, yaitu dengan jalan meningkatkan kontraktiliitas serta menghambat
relaksasi lambung sehingga pengosongan lambung akan lebih cepat.
Indikasi :Domperidon bermanfaat untuk pengobatan dispepsia yang disertai masa
pengosongan yang lambat, refluks gastroesophagus, anoreksia nervosa, gastroparesis.
Demikian pula bermanfaat sebagai obat antiemetik pada penderita pasca-bedah,
bahkan efektif sebagai pencegah muntah pada penderita yang mendapat kemoterapi.
Efek samping :lebih rendah daripada metoklopramid, yaitu mulut kering, kulit gatal, diare,
pusing. Pada pemberian jangka panjang atau dosis tinggi, efeknya akan meningkatkan
sekresi prolaktin, dan dapat menimbulkan ginekomasti pada pria, serta galaktore dan
amenore pada wanita.
 Cisapride
Cisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong obat prokinetik baru yang
mempunyai khasiat memperbaiki motilitas seluruh saluran cerna. Obat ini mempunyai
spektrum yang luas.
Efek samping: yang ditimbulkannya yaitu borborigmi, diare, dan rasa kejang di perut yang
sifatnya sementar.

f. Sitoprotektive agent
Agen Cytoprotective merangsang produksi lendir dan meningkatkan aliran darah ke
seluruh lapisan saluran pencernaan. Agen ini juga bekerja dengan membentuk lapisan
yang melindungi jaringan ulserasi. Contoh agen Cytoprotective termasuk misoprostol
dan sukralfat.
Misoprostol (Cytotec)
Misoprostol merupakan analog prostaglandin yang dapat digunakan untuk menurunkan
kejadian tukak lambung dan komplikasi jangka panjang pengguna NSAID yang
berisiko tinggi.
Sukralfat (Carafate)
Sukralfat mengikat dengan protein bermuatan positif dalam eksudat dan membentuk zat
perekat kental yang melindungi lapisan GI terhadap pepsin, asam lambung, dan garam
empedu. Hal ini digunakan untuk jangka pendek pengelolaan bisul.

g. Antibiotik H pylori
PPI rejimen berbasis terapi tiga untuk H pylori terdiri dari PPI, amoksisilin, dan
clarithromycin selama 7-14 hari. Sebuah durasi yang lebih lama tampaknya menjadi
lebih efektif dan saat ini perawatan yang dianjurkan.Amoksisilin harus diganti dengan
metronidazol dalam penisilin-alergi pasien saja, karena tingginya tingkat resistensi
metronidazol. Pada pasien dengan ulkus rumit disebabkan oleh H pylori, pengobatan
dengan PPI di luar kursus 14-hari antibiotik dan sampai konfirmasi pemberantasan H
pylori dianjurkan.

TERAPI NONFARMAKOLOGIS DAN PENCEGAHAN


Diet merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai ialah cara
pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915 hingga dikenal pula Sippy’s
diet. Sekarang lebih dikenal dengan diet lambung yang sudah disesuaikan dengan
masyarakat Indonesia. Dasar diet tersebut ialah makan sedikit dan berulang kali,
makan makanan yang mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang
dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang, dan kemungkinan dapat
menetralisir HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil dan berulang kali. Dilarang makan
pedas, asam, alkohol.

Pencegahan
Pencegahan primer : untuk mencegah timbulnya faktor resiko sindrom dispepsia.
 Modifikasi pola hidup
 Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih
 Mengurangi makanan yang pedas, asam dan minuman yang beralkohol, kopi serta
merokok.
Penecegahan sekunder
 Melakukan diagnosis dini
Melakukan pengobatan segera

4.9. Prognosis
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang
akurat, mempunyai prognosis yang baik

4.10. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia yaitu luka di
dinding lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung terpapar
oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia ini terus terjadi luka akan semakin
dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai
dengan terjadinya muntah darah, di mana merupakan pertanda yang timbul
belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna
hitam terlebih dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang
paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan
penderitanya melakukan operasi

4.11. Epidemiologi
1. Umur
Dispepsia terdapat pada semua golongan umur dan yang paling beresiko adalah diatas umur
45 tahun. Penelitian yang dilakukan di Inggris ditemukan frekuensi anti Helicobacter pylori
pada anak-anak di bawah 15 tahun kira-kira 5% dan meningkat bertahap antara 50%-75%
pada populasi di atas umur 50 tahun. Di Indonesia, prevalensi Helicobacter pylori pada orang
dewasa antara lain di Jakarta 40-57% dan di Mataram 51%-66%.

2. Jenis Kelamin
Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki. Perbandingan
insidennya 2 : 1.5 Penelitian yang dilakukan Tarigan di RSUP. Adam Malik tahun 2001,
diperoleh penderita dispepsia fungsional laki-laki sebanyak 9 orang (40,9%) dan perempuan
sebanyak 13 orang (59,1%).

3. Etnik
Di Amerika, prevalensi dispepsia meningkat dengan bertambahnya usia, lebih tinggi pada
kelompok kulit hitam dibandingkan kelompok kulit putih. Di kalangan Aborigin frekuensi
infeksi Helicobacter pylori lebih rendah dibandingkan kelompok kulit putih, walaupun
kondisi hygiene dan sanitasi jelek. Penelitian yang dilakukan Tarigan di Poliklinik penyakit
dalam sub bagian gastroenterology RSUPH. Adam Malik Medan tahun 2001, diperoleh
proporsi dispepsia fungsional pada suku Batak 10 orang (45,5%), Karo 6 orang (27,3%),
Jawa 4 orang (18,2%), Mandailing 1 orang (4,5%) dan Melayu 1 orang (4,5%). Pada
kelompok dispepsia organik, suku Batak 16 orang (72,7%), Karo 3 orang (13,6%), Nias 1
orang (4,5%) dan Cina 1 orang (4,5%).

4. Golongan Darah
Golongan darah yang paling tinggi beresiko adalah golongan darah O yang berkaitan dengan
terinfeksi bakteri Helicobacter pylori.
DAFTAR PUSTAKA

FKUI, Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5.
Jakarta: Gaya Baru
Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper, Edisi 25. Jakarta: EGC

Prince, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep-konsep penyakit Volume 1 Edisi 6,


Jakarta:EGC

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed. 2.Jakarta: EGC.

Sofwan, Achmad. 2016. Tractus Digestivus. Jakarta: FKUY

Gandasoebrata,R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat.


Ganong, WF. 2008. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi 22. Jakarta : Penerbit buku
Kedokteran EGC
Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, dkk., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 ed.
4, Interna Publishing. Jakarta.

www.kalbemed.com/Portals/6/197_CME-Dispepsia.pdf (Diakses pada 30 April 2016 pukul


11:35)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20335/4/Chapter%20II.pdf (Diakses pada 30


April 2016 pukul 11:35)

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/54077/BAB%20II%20Tinjauan%20P
ustaka.pdf?sequence=4 (Diakses pada 30 April 2016 pukul 11:35)

You might also like