Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 35

SUSUNAN PEJABAT KERAJAAN

Majapahit dengan sumber sejarahnya yang berupa kitab


Negarakertagama di dalam pupuh X/1 menguraikan bahwa Sang Panca
Wilwatikta mempunyai hubungan yang rapat dengan Istana (Majapahit).
Dalam pupuh itu dijelaskan pula bahwa yang dimaksud dengan Sang
Panca Wilwatikta adalah lima orang pembesar dalam pemerintahan
Majapahit adalah Patih, Demung, Kanuruhan, Rangga dan
Tumenggung.

Kelima pembesar tersebut diserahi pelaksanaan pemerintahan


Majapahit, menjadi pembantu utama Sang Prabu dalam urusan
pemerintahan. Diantara lima pembesar tersebut Patih adalah merupakan
jabatan yang tertinggi, Negarakertagama pupuh X/2 menyebutnya
amatya ring sanagara yang artinya patih seluruh negara. Sebutan ini
hanya diperuntukkan bagi Patih Majapahit untuk membedakannya
dengan patih-patih di negara bawahan, seperti Daha, Kahuripan,
Wngker, Matahun dan sebagainya.

Dalam pupuh tersebut juga disinggung bahwa patih negara bawahan dan
para pembesar lainnya seperti Demung berkumpul di Kepatihan
Majapahit yang dipimpin oleh Maha Patih Gajah Mada, jadi dengan
demikian seluk beluk pemerintahan seluruh negara Majapahit
ditentukan oleh Maha Patih Majapahit. Para patih dan pembesar negara
bawahan menerima perintah dari Patih Majapahit dan memberikan
laporan tentang keadaan negara-negara bawahan kepada sang patih.

Demikianlah patih negara bawahan biasa disebut dengan patih saja, ia


melaksanakan pemerintahan di negara bawahan, sedangkan patih
seluruh negara memberikan perintah dan arahan tentang bagaimana
menjalankan pemerintahan di negara bawahan atau di daerah.
Dalam kitab Pararaton, patih seluruh negara itu disebut dengan istilah
Patih Amangkubhumi, istilah ini tidak terdapat di dalam
Negarakertagama. Negarakertagama dalam pupuh X/1 menguraikan
bahwa diantara para penghadap baginda di balai Witana ialah Wreddha
Menteri (menteri sepuh) dan para arya. Pupuh LXXII/1 menyinggung
pengangkatan Sang Arya Atmaraja Empu Tandi sebagai wreddha
menteri sepeninggal Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1364.

Pupuh IX/3 menyinggung tempat duduk para menteri di paseban dan


menyinggung adanya sang sumantri pinituha yakni para menteri sepuh
atau wreddha menteri. Sampai saat ini belum diperoleh penjelasan
tentang fungsi jabatan wreddha menteri itu dalam hal urusan
pemerintahan. Mereka itu tidak langsung berhubungan dengan jalannya
pemerintahan seperti Sang Panca Wilwatikta yang disebutkan dalam
pupuh X.

Dalam berbagai prasasti diuraikan dengan jelas bahwa perintah raja


Majapahit disalurkan kepada tiga mahamenteri (mahamentri katrini)
yakni Mahamenteri Hino, Mahamentri Halu dan Mahamentri Sirikan.
Kemudian perintah itu disalurkan kepada Sang Panca Wilwatikta.
Kidung Harsawijaya pupuh II/16a dan 16b menguraikan bahwa
semenjak pemecatan wreddha menteri dan pengangkatan yuwa menteri,
rakyat tidak senang kepada sikap sang prabhu Kertanegara.

Yang dimaksud dengan pemecatan wreddha menteri itu ialah pemecatan


Wiraraja, Empu Raganata dan pujangga Santasmreti. Raja Kertanegara
lebih suka mendengarkan nasehat para yuwa menteri dari pada nasehat
para wreddha menteri. Kiranya yang dimaksud dengan istilah wreddha
menteri dalam Kidung Harsawijaya ini berbeda dengan istilah wreddha
menteri yang disebut dalam Negarakertagama dan beberapa prasasti y
Dari pembacaan prasasti Pakis (prasasti Pakis, 1266, tidak lengkap,
disiarkan oleh Dr. N.J. Krom dalam Rapporten, Commissie voor
Oudheidkundig Onderzoek, tahun 1911, hal 117 - 123) dan prasasti
Gunung Wilis (disebut juga prasasti Penampihan, 1269, termuat dalam
O.J.O. hal. 189-193 ; terjemahannya dalam bahasa Inggris oleh Dr.
Himansu Bushan Sarkar dalam Majalah The Greater India, 1935, hal 55-
70) yang dikeluarkan oleh prabu Kertanegara, terbukti tidak ada jabatan
wreddha menteri.
Perintah raja Kertanegara disalurkan kepada tiga mahamenteri
(mahamentri katrini), kemudian disampaikan kepada para menteri
urusan negara yang dikepalai oleh patih. Pada prasasti Pakis, 1266
perintah raja Kertanegara ditampung oleh rakrian mahamenteri Hino,
Sirikan dan Halu, kemudian disalurkan kepada para tanda untuk urusan
negara : rakrian patih, rakrian demung dan rakrian kanuruhan. Nama-
nama para menteri itu tidak disebut.

Pada prasasti Gunung Wilis, 1269, perintah raja Kertanegara ditampung


oleh tiga mahamenteri : Hino, Sirikan dan Halu, kemudian disalurkan
kepada para tanda urusan negara : patih Kebo Arema, demung Mapanji
Wipaksa dan kanuruhan Ramapati. Demikianlah para tanda urusan
negara yang dikepalai oleh patih menampung perintah raja dari
mahamenteri katrini, tanpa perantara. Jadi jabatan wreddha menteri
seperti tercantum pada pelbagai prasasti Majapahit, tidak diketemukan
pada jaman Singasari.

Prasasti-prasasti zaman sevelum Singasari tidak menyebut adanya


jabatan wreddha menteri. Dari uraian di atas jelaslah, bahwa jabatan
wreddha menteri adalah ciptaan Majapahit. Dari uraian tersbut nyata
pula bahwa para tanda urusan negara pada jaman pemerintahan prabu
Kertanegara di Singasari berjumlah tiga orang saja yakni patih, demung
dan kanuruhan. Pada jaman Majapahit jumlah para tanda urusan negar
itu mejadi lima yakni : patih, demung, kanuruhan, rangga dan
tumenggung. Lima orang tanda urusan negara ini sudah dikenal sejak
awal pendirian kerajaan Majapahit seperti yang tercantum di dalam
prasasti Penanggungan, yangk dikeluarkan pada tahun 1296.

Jadi jumlah para tanda itu mengalami perubahan dari tiga (pada jaman
Singasari) menjadi lima. Jumlah limatanda urusan negara itu disebut
Sang Panca ri Wilwatikta, sebagaimana diuraikan dalam
Negarakertagama pupuh X/1.
Majapahit yang dalam Kitab Negarakertagama sering disebut dengan sebutan
WILWATIKTA atau TIKTAWILWA (Tiktasriphala), adalah sebuah kerajaan besar
Nusantara yang pernah berdiri di kisaran tahun 1293 M hingga 1500 M, yang didirikan oleh
Nararya Sanggramawijaya atau Kertarajasa Jayawardhana (Raden Wijaya). Kerajaan ini
mencapai puncak kejayaannya dan menjadi Kemaharajaan Raya di bawah kepemimpinan Sri
Rajasanegara (Hayam Wuruk) yang memerintah antara tahun 1350 M s/d 1389 M, dengan
dibantu oleh Mahapatihnya yang terkenal Mpu Mada (Gajah Mada).
Kerajaan Majapahit ini adalah kerajaan Hindu-Budha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu Kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia, karena wilayah
kekuasaannya yang membentang mulai Pulau Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya,
Kalimantan hingga ke wilayah Indonesia Timur (walaupun luas wilayah kerajaan ini masih
menjadi perdebatan).

Tidak banyak terdapat bukti-bukti fisik peninggalan sejarah dari kerajaan Majapahit ini,
kemungkinan disebabkan oleh adanya perang saudara (perebutan kekuasaan) pada akhir masa
kejayaan kerajaan Majapahit, disamping hal-hal lain yang berkaitan dengan perubahan
budaya, wawasan dan pola berpikir masyarakat Indonesia dewasa ini. Sumber historis utama
(dan layak dipercaya) dari kerajaan Majapahit ini adalah Kitab Pararaton, Kidung
Harsawijaya dan Kitab Negarakertagama ( judul aslinya Desawarnana), prasasti-prasasti
Jawa Kuno serta catatan-catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain. Untuk kitab-
kitab lain semacam Babad Tanah Jawa atau Serat Dharmogandhul patut dipertanyakan
validitas isinya, karena kitab-kitab tersebut ditulis ratusan tahun setelah kerajaan Majapahit
runtuh.

Kejayaan dan kebesaran kerajaan Majapahit ini sebenarnya dapat dibayangkan dari sisa-sisa
peninggalan yang berupa Candi (berbahan dasar batu bata merah dan batu andesit) yang
masih tegak berdiri hingga saat ini seperti misalnya Candi Wringin-Lawang, Candi Brahu,
Candi Bajang-Ratu, Candi Tikus dan masih banyak lainnya yang tersebar di wilayah Propinsi
Jawa Timur.
Dari sekian banyak candi peninggalan yang tersisa dan masih dapat kita kunjungi sampai
saat ini, terdapat beberapa candi yang sebenarnya merupakan Candi Makam, seperti halnya
Candi Simping (makam Bhre Wijaya), Candi Rimbi (makam Tribhuwana), Candi Ngetos
(makam Sri Rajasanegara/Hayam Wuruk), Candi Kedhaton dan lain-lainnya.
Dewi Anarawati berhasil merebut hati Prabhu Brawijaya. Dia lantas menggulirkan
rencana selanjutnya setelah berhasil menyingkirkan pesaingnya, Tan Eng Kian. Dewi
Anarawati meminta kepada Prabhu Brawijaya agar saudara-saudaranya yang muslim,
yang banyak tinggal dipesisir utara Jawa, dibangunkan sebuah Ashrama, sebuah
Peshantian, sebuah Padepokan.

Majapahit atau Wilwatikta adalah sebuah Imperium, Kerajaan besar. Sebuah Imperium, yang
wilayahnya membentang dari ujung utara pulau Sumatera sampai Papua. Bahkan, Malaka
yang sekarang dikenal dengan nama Malaysia, termasuk wilayah kerajaan Majapahit.
Bagaimana bisa kerajaan sekaliber Majapahit bisa runtuh?

Majapahit berdiri pada tahun 1293 Masehi. Didirikan oleh Raden Wijaya yang lantas setelah
dikukuhkan sebagai Raja beliau bergelar Shrii Kertarajasha Jayawardhana. Eksistensi
Wilwatikta atau lebih membumi dengan sebutan Majapahit, sangat disegani diseluruh dunia.
Diwilayah Asia, hanya Majapahit yang ditakuti oleh Kekaisaran Tiongkok China. Di Asia ini,
pada abad XI, hanya ada dua Kerajaan besar, Tiongkok dan Majapahit.

Lambang Negara Majapahit adalah Surya. Benderanya berwarna Merah dan Putih.
Melambangkan darah putih dari ayah dan darah merah dari ibu. Lambang nasionalisme sejati.
Lambang kecintaan pada bhumi pertiwi. Karma Bhumi. Dan pada jamannya, Majapahit
pernah menjadi Negara adikuasa, superpower, layaknya Amerika dan Inggris sekarang. Pusat
pemerintahannya ada di Trowulan, sekarang didaerah Mojokerto, Jawa Timur. Pelabuhan
Internasional- nya waktu itu adalah Gresik.

Agama resmi Negara adalah Hindhu aliran Shiva dan Buddha. Dua agama besar ini
dikukuhkan sebagai agama resmi Negara. Sehingga kemudian muncul istilah agama Shiva
Buddha. Nama Majapahit sendiri diambil dari nama pohon kesayangan Deva Shiva, Avatara
Brahman, yaitu pohon Bilva atau Vilva. Di Jawa pohon ini terkenal dengan nama pohon
Maja, dan rasanya memang pahit.

Maja yang pahit ini adalah pohon suci bagi penganut agama Shiva, dan nama dari pohon suci
ini dijadikan nama kebesaran dari sebuah Emperor di Jawa. Dalam bahasa sanskerta,
Majapahit juga dikenal dengan nama Vilvatikta (Wilwatikta).

Sehingga, selain Majapahit (baca : Mojopait) orang Jawa juga mengenal Kerajaan besar ini
dengan nama Wilwatikta. (Wilwotikto)

Kebesaran Majapahit mencapai puncaknya pada jaman pemerintahan Ratu


Tribhuwanatunggadewi Jayawishnuwardhani (1328-1350 M). Dan mencapai jaman
keemasan pada masa pemerintahan Prabhu Hayam Wuruk (1350-1389 M) dengan Mahapatih
Gajah Mada-nya yang kesohor dipelosok Nusantara itu. Pada masa itu kemakmuran benar-
benar dirasakan seluruh rakyat Nusantara. Benar-benar jaman yang gilang gemilang!

Stabilitas Majapahit sempat koyak akibat perang saudara selama lima tahun yang terkenal
dengan nama Perang Pare-greg (1401-1406 M). Peperangan ini terjadi karena Kadipaten
Blambangan hendak melepaskan diri dari pusat Pemerintahan. Blambangan yang diperintah
oleh Bhre Wirabhumi berhasil ditaklukkan oleh seorang ksatria berdarah Blambangan sendiri
yang membelot ke Majapahit, yaitu Raden Gajah. (Kisah ini terkenal didalam masyarakat
Jawa dalam cerita rakyat pemberontakan Adipati Blambangan Kebo Marcuet)
Namun, sepeninggal Prabhu Wikramawardhana, ketika tahta Majapahit dilimpahkan kepada
Ratu Suhita, Malahan Raden Gajah yang kini hendak melepaskan diri dari pusat
pemerintahan karena merasa diingkari janjinya. Dan tampillah Raden Paramesywara, yang
berhasil memadamkan pemberontakan Raden Gajah. Pada akhirnya, Raden Paramesywara
diangkat sebagai suami oleh Ratu Suhita.

Dalam cerita rakyat, inilah kisah Damar Wulan. Ratu Suhita tak lain adalah Kencana Wungu.

Kondisi Majapahit stabil lagi. Hingga pada tahun 1453 Masehi, tahta Majapahit dipegang
oleh Raden Kertabhumi yang lantas terkenal dengan gelar Prabhu Brawijaya (Bhre Wijaya).
Pada jaman pemerintahan beliau inilah, Islamisasi mulai merambah wilayah kekuasaan
Majapahit, dimulai dari Malaka. Dan kemudian, mulai masuk menuju ke pusat kerajaan, ke
pulau Jawa.

Benarkah masuknya Islam ke Nusantara berlangsung dengan jalan damai lewat perdagangan
Gujarat? Adakah penumpahan darah pada usaha islamisasi Majapahit?

Di wilayah Kamboja selatan, dulu terdapat Kerajaan kecil yang masuk dalam wilayah
kekuasaan Majapahit. Kerajaan Champa namanya.(Sekarang hanya menjadi perkampungan
Champa). Kerajaan ini berubah menjadi Kerajaan Islam semenjak Raja Champa memeluk
agama baru itu. Keputusan ini diambil setelah seorang ulama Islam datang dari Samarqand,
Bukhara. (Sekarang didaerah Rusia Selatan). Ulama ini bernama Syeh Ibrahim As-
Samarqand. Selain berpindah agama, Raja Champa bahkan mengambil Syeh Ibrahim As-
Samarqand sebagai menantu.

Raja Champa memiliki dua orang putri. Yang sulung bernama Dewi Candrawulan.
Yang bungsu bernama Dewi Anarawati. Syeh Ibrahim As-Samarqand dinikahkan dengan
Dewi Candrawati. Dari hasil pernikahan ini, lahirlah dua orang putra :

Yang sulung bernama Sayyid `Ali Murtadlo. Yang bungsu bernama Sayyid `Ali Rahmad.
Karena berkebangsaan Champa (Indo-china), Sayyid `Ali Rahmad juga dikenal dengan nama
Bong Swie Hoo.

Kerajaan Champa dibawah kekuasaan Kerajaan Besar Majapahit yang berpusat di Jawa. Pada
waktu itu Majapahit diperintah oleh Raden Kertabhumi atau Prabhu Brawijaya semenjak
tahun 1453 Masehi. Beliau didampingi oleh adiknya Raden Purwawisesha sebagai
Mahapatih. Pada tahun 1466, Raden Purwawisesha mengundurkan diri dari jabatannya, dan
sebagai penggantinya diangkatlah Bhre Pandhansalas. Namun dua tahun kemudian, yaitu
pada tahun 1468 Masehi, Bhre Pandhansalas juga mengundurkan diri
MAJAPAHIT WILWATIKTA pada kesempatan pertama ini akan membahas tentang
pengertian blog sebagai posting atau artikel perdana. Banyak sudah yang membahas tentang
pengertian blog ini, namun tidak ada salahnya bilamana saat ini MAJAPAHIT
WILWATIKTA membahasnya kembali untuk yang kesekian kalinya dengan bahasa yang
sederhana serta mudah untuk dimengerti.

Jika Anda membaca artikel ini, Anda mungkin juga akan menanyakan pertanyaan yang sama
tentang pengertian atau definisi blog. Ada beberapa jawaban yang saya dapati mengenai
pengertian atau definisi blog itu sendiri berdasarkan hasil search engine mulai dari yang
luas hingga yang sangat teknis dan terinci. Darren rowse, salah satu blogger professional
yang akan saya jadikan guru dalam menuliskan artikel-artikel pada blog ini, menyimpulkan
tentang ‘apa itu blog?‘ –

Berikut ini adalah beberapa definisi atau pengertian blog dari beberapa ahli :

‘Sebuah weblog adalah hirarki teks, gambar, objek media dan data, yang tersusun secara
kronologis, dan dapat dilihat dalam browser HTML.’ Oleh Harvard University
‘Sebuah blog adalah situs web yang item (baca : artikel) diposkan secara berkala dan
ditampilkan dalam urutan kronologis mundur. Istilah blog adalah singkatan dari weblog atau
web log. Mengarang blog, memelihara sebuah blog atau menambahkan artikel ke blog yang
sudah ada disebut “blogging“. Masing-masing artikel pada sebuah blog disebut “tulisan
blog”, “tulisan” atau “masukan”. Orang yang menulis atau memasukkan dan memelihara
tulisan di blog disebut “blogger“. Sebuah blog terdiri dari teks, hypertext, gambar, dan link
(ke halaman web dan video, audio dan file lainnya). Blog menggunakan dokumentasi dengan
gaya percakapan. Seringkali blog fokus pada “wilayah kepentingan” tertentu, seperti
Washington, DC, politik yang sedang berlangsung, dan beberapa blog mendiskusikan
pengalaman pribadi. oleh Wikipedia.
‘Sebuah publikasi kronologis yang sering tentang pikiran seseorang dan dalam bentuk link
Web.’ Oleh Marketingterms dictionary
‘Dari kata “Web log.” Sebuah blog pada dasarnya adalah journal yang tersedia di Web.
Aktifitas menmperbaharui blog disebut “blogging” (atau ngeblog dalam bahasa Indonesia)
dan seseorang yang mengelola blog disebut “blogger.” Oleh
Computersprintersrepairshouston.com/ glossary
‘Sebuah weblog adalah sejenis tur berkesinambungan dengan bimbingan manusia yang anda
tahu. Ada banyak bimbingan yang bisa dipilih, dan semuanya mengembangkan audiens, dan
ada hubungan pertemanan dan politik antara pengelola blog yang saling menunjuk dan
semuanya dalam bentuk struktur, grafik, alur, dll’ Newhome/History Of Weblogs
‘Sebuah blog pada dasarnya adalah sebuah jurnal yang tersedia di web. Kegiatan
memperbarui blog adalah “blogging” dan seseorang yang membuat sebuah blog adalah
“blogger.” Blog biasanya Diperbaharui harian menggunakan software yang memungkinkan
orang dengan sedikit atau tidak ada latar belakang teknis untuk memperbarui dan memelihara
blog. Posting di blog ini hampir selalu diatur dalam urutan cronological terkini dengan
penambahan fitur yang paling menonjol. Menulis dalam sebuah blog hampir selalu dalam
urutan kronologis dengan penambahan fitur yang paling terkini yang paling menonjol.’
Matisse.net/glossary

Jadi, Apa itu blog?


Masih bingung? Darren Rowse menyederhanakannya dengan pengertian seperti di bawah ini:
“Sebuah blog adalah sejenis situs web yang biasanya disusun dalam urutan kronologis dari
tulisan (“post”) yang terbaru di bagian atas halaman utama dan yang lebih lama berada
dibawah.

Blog biasanya (tetapi tidak selalu) ditulis oleh satu orang dan diperbarui secara berkala. Blog
seringkali (tetapi tidak selalu) ditulis mengenai topik tertentu – ada juga blog yang mengenai
beragam topik. Dari fotografi, untuk kerohanian, untuk resep, untuk diari pribadi, untuk hobi
dan lain-lain, dimana proses 'ngeblog' memiliki beragam aplikasi yang bisa kita gunakan.
Blog biasanya memiliki beberapa fitur yang berguna baik untuk kita (pemilik blog) maupun
pengunjung (visitor) dalam bentuk informasi-informasi penting ataupun tanggapan-tanggapan
dari visitor (pengunjung) berdasarkan postingan atau artikel-artikel yang termuat di
dalamnya.
Demikianlah sedikit uraian tentang pengertian sebuah blog yang dapat saya sampaikan,
semoga bermanfaat.
Untuk kegunaan lain dari Majapahit, lihat Majapahit (disambiguasi).
Majapahit
← 1293–1527 →

Surya Majapahit*

Peta wilayah kekuasaan Majapahit berdasarkan


Nagarakertagama; keakuratan wilayah kekuasaan
Majapahit menurut penggambaran orang Jawa
masih diperdebatkan.[1]

Majapahit,
Ibu kota Wilwatikta
(Trowulan)
Jawa Kuno,
Bahasa
Sanskerta
Siwa-Buddha (Hindu
Agama dan Buddha),
Kejawen, Animisme
Pemerintahan Monarki
Raja
Kertarajasa
- 1295-1309
Jayawardhana
- 1478-1498 Girindrawardhana
Sejarah
Penobatan Raden 10 November 1293
-
Wijaya 1293
- Invasi Demak 1527
Koin emas dan
perak, kepeng (koin
Mata uang perunggu yang
diimpor dari
Tiongkok)
*Surya Majapahit adalah lambang yang umumnya
dapat ditemui di reruntuhan Majapahit, sehingga
Surya Majapahit mungkin merupakan simbol
kerajaan Majapahit
Artikel ini bagian dari seri
Sejarah Indonesia

Lihat pula:

Garis waktu sejarah Indonesia


Sejarah Nusantara

Prasejarah

Kerajaan Hindu-Buddha

Kutai (abad ke-4)

Tarumanagara (358–669)

Kalingga (abad ke-6 sampai ke-7)

Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-13)

Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9)

Kerajaan Medang (752–1006)

Kerajaan Kahuripan (1006–1045)

Kerajaan Sunda (932–1579)

Kediri (1045–1221)

Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14)

Singhasari (1222–1292)

Majapahit (1293–1500)

Malayapura (abad ke-14 sampai ke-15)

Kerajaan Islam

Penyebaran Islam (1200-1600)

Kesultanan Samudera Pasai (1267-1521)

Kesultanan Ternate (1257–sekarang)

Kerajaan Pagaruyung (1500-1825)


Kesultanan Malaka (1400–1511)

Kerajaan Inderapura (1500-1792)

Kesultanan Demak (1475–1548)

Kesultanan Kalinyamat (1527–1599)

Kesultanan Aceh (1496–1903)

Kesultanan Banten (1527–1813)

Kesultanan Cirebon (1552 - 1677)

Kesultanan Mataram (1588—1681)

Kesultanan Palembang (1659-1823)

Kesultanan Siak (1723-1945)

Kesultanan Pelalawan (1725-1946)

Kerajaan Kristen

Kerajaan Larantuka (1600-1904)

Kolonialisme bangsa Eropa

Portugis (1512–1850)

VOC (1602-1800)

Belanda (1800–1942)

Kemunculan Indonesia

Kebangkitan Nasional (1899-1942)

Pendudukan Jepang (1942–1945)

Revolusi nasional (1945–1950)

Indonesia Merdeka

Orde Lama (1950–1959)

Demokrasi Terpimpin (1959–1965)

Masa Transisi (1965–1966)

Orde Baru (1966–1998)

Era Reformasi (1998–sekarang)

 l
 b
 s
Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah
berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya
menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa
kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.[2] Menurut
Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya,
Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih
diperdebatkan.[3]

Daftar isi
 1 Historiografi
 2 Sejarah
o 2.1 Berdirinya Majapahit
o 2.2 Kejayaan Majapahit
o 2.3 Jatuhnya Majapahit
 3 Kebudayaan
 4 Ekonomi
 5 Struktur pemerintahan
o 5.1 Aparat birokrasi
o 5.2 Pembagian wilayah
 6 Raja-raja Majapahit
 7 Warisan sejarah
o 7.1 Legitimasi politik
o 7.2 Arsitektur
o 7.3 Persenjataan
 8 Kesenian modern
o 8.1 Puisi lama
o 8.2 Komik dan strip komik
o 8.3 Roman/novel sejarah
o 8.4 Film/sinetron
 9 Referensi
o 9.1 Bibliografi
 10 Lihat pula
 11 Pranala luar

Historiografi
Hanya terdapat sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit,[4] dan sejarahnya tidak
jelas.[5] Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-
raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama[6] dalam bahasa Jawa Kuno.[7] Pararaton
terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat
beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama
merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah
pemerintahan Hayam Wuruk. Kakawin Nagarakretagama pada tahun 2008 diakui sebagai
bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the World Programme) oleh UNESCO.[8]
Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas.[9] Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam
bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.[9]

Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak dapat disangkal
bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos. Beberapa sarjana seperti
C.C. Berg menganggap semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki arti
supernatural dalam hal dapat mengetahui masa depan.[10] Namun, banyak pula sarjana yang
beranggapan bahwa garis besar sumber-sumber tersebut dapat diterima karena sejalan dengan
catatan sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan yang tampak
cukup pasti.[5] Tahun 2010 sekelompok pengusaha Jepang dipimpin Takajo Yoshiaki
membiayai pembuatan kapal Majapahit atau Spirit Majapahit yang akan berlayar ke Asia.
Menurut Takajo, hal ini dilakukan untuk mengenang kerjasama Majapahit dan Kerajaan
Jepang melawan Kerajaan China (Mongol) dalam perang di Samudera Pasifik.[11] Menurut
Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N. Miksic
jangkauan kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang
dibuktikan dengan pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni.[12] Bahkan
ada perguruan silat bernama Kali Majapahit yang berasal dari Filipina dengan anggotanya
dari Asia dan Amerika. Silat Kali Majapahit ini mengklaim berakar dari Kerajaan Majapahit
kuno yang disebut menguasai Filipina, Singapura, Malaysia dan Selatan Thailand.[13]

Sejarah
Berdirinya Majapahit

Arca Harihara (paduan Siwa dan Wisnu) perwujudan Kertarajasa dari Candi Simping, Blitar,
kini koleksi Museum Nasional.

Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini
menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan
yang bernama Meng Chi[14] ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa
kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan
utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya.[14][15] Kubilai Khan
marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.

Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara.
Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya,
menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan
ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin
mengabdi kepada Jayakatwang.[16] Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang hati.[16]
Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa
baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit"
dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol
untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden
Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang
kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing.[17][18] Saat itu
juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat
pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.

Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari
penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang
bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa
Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa,
termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun
pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji
Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati.
Semua ini tersebut disebutkan dalam Pararaton.[19] Slamet Muljana menduga bahwa
mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang
tepercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah
kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum
mati.[18] Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.

Putra dan penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang
berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara,
seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada
tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni
seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana
dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana
Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk
Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah
Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan
membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit
berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa
di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam
Wuruk.

Kejayaan Majapahit
Perkembangan Kemaharajaan Majapahit, bermula di Trowulan, Majapahit, Jawa Timur, pada
abad ke-13, kemudian mengembangkan pengaruhnya atas kepulauan Nusantara, hingga surut
dan runtuh pada awal abad ke-16.

Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga
1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan
mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit
menguasai lebih banyak wilayah.

Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi


Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku,
Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina.[20] Sumber ini menunjukkan
batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.

Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut
tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu
sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja.[21] Majapahit juga
memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan
bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.[2][21]

Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan
diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam
Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai
permaisurinya.[22] Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada
1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit
mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada
melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit.
Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat
tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan
Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan
Sunda dapat dibinasakan secara kejam.[23] Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang
kecewa, dengan hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela
kehormatan negaranya.[24] Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung
Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali dan juga naskah Carita Parahiyangan.
Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam
Nagarakretagama.

Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang
adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta
sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat
mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya
dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda
mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan
Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam
pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit
atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas
daerah itu dapat mengundang reaksi keras.[25]

Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan
serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.[2]

Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-
kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah
mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada
saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.

Jatuhnya Majapahit

Bidadari Majapahit, arca emas apsara gaya Majapahit menggambarkan zaman kerajaan
Majapahit sebagai "zaman keemasan" Nusantara.

Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah Mada.


Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur
melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa
kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota
Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam
Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas
takhta.[5] Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-
1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi
Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya
perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di
seberang.

Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang
dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa
kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah
menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara
Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki
pijakan di pantai utara Jawa.[26]

Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu
Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua
Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita
mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah
hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar
Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda
waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra
Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh
Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap
Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.[9]

Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai
memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di
seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru
yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat
Nusantara.[27] Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi
membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai
menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa
jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai
melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.

Sebuah tampilan model kapal Majapahit di Museum Negara Malaysia, Kuala Lumpur,
Malaysia.
Singhawikramawardhana memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman di Daha
(bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus memerintah di sana hingga digantikan oleh
putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dan
mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada
kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan gelar Girindrawardhana. Meskipun demikian
kekuatan Majapahit telah melemah akibat konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan
kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa.

Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun
1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan
berakhirnya suatu pemerintahan[28]) hingga tahun 1527.

Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang
kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca
sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna
hilanglah kemakmuran bumi”. Namun yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala
tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.[29]

Menurut prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan
Kertabhumi [29] dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang
antara Daha dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan
Kertabhumi. Peperangan ini dimenangi Demak pada tahun 1527.[30] Sejumlah besar abdi
istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali.
Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari
Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.

Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527, kekuatan kerajaan
Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit.[31] Demak
dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai
penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden
Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.

Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan
bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan
Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.[29]

Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama
yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang
masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan
Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar
seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung
masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan
Bromo dan Semeru.

Kebudayaan
Gapura Bajang Ratu, gerbang masuk salah satu kompleks bangunan penting di ibu kota
Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri di Trowulan.

"Dari semua bangunan, tidak ada tiang yang luput dari ukiran halus dan warna indah" [Dalam
lingkungan dikelilingi tembok] "terdapat pendopo anggun beratap ijuk, indah bagai
pemandangan dalam lukisan... Kelopak bunga katangga gugur tertiup angin dan bertaburan di
atas atap. Atap itu bagaikan rambut gadis yang berhiaskan bunga, menyenangkan hati siapa
saja yang memandangnya".

— Gambaran ibu kota Majapahit kutipan dari Nagarakertagama.

Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa
seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam
kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan
dari semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak.
Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu
kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai
oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan
Nusantara yang menikmati otonomi luas.[32]

Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar
keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa
(pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan
Buddha, Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang
Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat
itu.[2]

Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek
Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya.[33] Candi-candi Majapahit berkualitas baik
secara geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai
perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi
Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto. Beberapa elemen arsitektur berasal
dari masa Majapahit, antara lain gerbang terbelah candi bentar, gapura paduraksa (kori
agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar struktur bata. Gaya bangunan seperti ini masih
dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan Bali.
".... Raja [Jawa] memiliki bawahan tujuh raja bermahkota. [Dan] pulaunya berpenduduk
banyak, merupakan pulau terbaik kedua yang pernah ada.... Raja pulau ini memiliki istana
yang luar biasa mengagumkan. Karena sangat besar, tangga dan bagian dalam ruangannya
berlapis emas dan perak, bahkan atapnya pun bersepuh emas. Kini Khan Agung dari China
beberapa kali berperang melawan raja ini; akan tetapi selalu gagal dan raja ini selalu berhasil
mengalahkannya."

— Gambaran Majapahit menurut Mattiussi (Pendeta Odorico da Pordenone).[34]

Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan dari
catatan perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam bukunya: "Perjalanan
Pendeta Odorico da Pordenone". Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatera,
Jawa, dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi Katolik di
Asia Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari Padua, menyeberangi Laut Hitam dan menembus
Persia, terus hingga mencapai Kolkata, Madras, dan Srilanka. Lalu menuju kepulauan
Nikobar hingga mencapai Sumatera, lalu mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia kembali ke
Italia melalui jalan darat lewat Vietnam, China, terus mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa
pada 1330.

Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih rinci nama tempat
yang ia kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh raja bawahan. Disebutkan juga di
pulau ini terdapat banyak cengkeh, kemukus, pala, dan berbagai rempah-rempah lainnya. Ia
menyebutkan istana raja Jawa sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh emas dan
perak. Ia juga menyebutkan raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa, tetapi
selalu gagal dan berhasil diusir kembali. Kerajaan Jawa yang disebutkan di sini tak lain
adalah Majapahit yang dikunjungi pada suatu waktu dalam kurun 1318-1330 pada masa
pemerintahan Jayanegara.

Ekonomi

Celengan zaman Majapahit, abad 14-15 Masehi Trowulan, Jawa Timur. (Koleksi Museum
Gajah, Jakarta)

Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.[21] Pajak dan denda
dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad
ke-8 pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan
perak. Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah
perubahan moneter penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng"
yaitu keping uang tembaga impor dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping
koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang penduduk
di Sidoarjo. Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa
koin tersebut berasal dari era Majapahit.[35] Alasan penggunaan uang logam atau koin asing
ini tidak disebutkan dalam catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa
dengan semakin kompleksnya ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang
receh dalam sistem mata uang Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi
sehari-hari di pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh uang emas
dan perak yang mahal.[32]

Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan dari
berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan
sebanyak 78 titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (mandala
Jawa).[32] Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan
spesialisasi karier, mulai dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal
atau tukang daging. Meskipun banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak
zaman sebelumnya, namun proporsi populasi yang mencari pendapatan dan bermata
pencarian di luar pertanian semakin meningkat pada era Majapahit.

Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu
ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah
mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari
campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga.[36] Selain itu, catatan Odorico da
Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321,
menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.[37]

Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama; lembah sungai Brantas
dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi.
Pada masa jayanya Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi, sebagian dengan
dukungan pemerintah. Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa
mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan
komoditas rempah-rempah Maluku. Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah
yang melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting bagi Majapahit.[32]

Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik


banyak pedagang asing, di antaranya pedagang dari India, Khmer, Siam, dan China. Pajak
khusus dikenakan pada orang asing terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan
melakukan pekerjaan selain perdagangan internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri
untuk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan
maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.[38]

Struktur pemerintahan
Arca dewi Parwati sebagai perwujudan anumerta Tribhuwanottunggadewi, ratu Majapahit
ibunda Hayam Wuruk.

Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak
berubah selama perkembangan sejarahnya.[39] Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di
dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.

Aparat birokrasi

Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para
putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan
kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:

 Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja


 Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan
pemerintahan
 Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
 Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan

Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu
Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana
menteri yang bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan.
Selain itu, terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak
saudara raja, yang disebut Bhattara Saptaprabhu.

Pembagian wilayah

Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari,[18] terdiri atas


beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah
oleh uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre atau "Bhatara i". Gelar ini
adalah gelar tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat dekat
raja. Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan
mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka
pimpin.

Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit,
yang dikelola oleh kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan
Majapahit dikenal sebagai berikut:

1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja


2. Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre
(pangeran atau bangsawan)
3. Watek: dikelola oleh wiyasa,
4. Kuwu: dikelola oleh lurah,
5. Wanua: dikelola oleh thani,
6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.

Hubungan
No Provinsi Gelar Penguasa
dengan Raja
Kahuripan (atau
Janggala, Bhre
1 Tribhuwanatunggadewi ibu suri
sekarang Kahuripan
Sidoarjo)
Daha (bekas bibi
2 ibukota dari Bhre Daha Rajadewi Maharajasa sekaligus ibu
Kediri) mertua
Tumapel (bekas
Bhre
3 ibukota dari Kertawardhana ayah
Tumapel
Singhasari)
Wengker paman
Bhre
4 (sekarang Wijayarajasa sekaligus
Wengker
Ponorogo) ayah mertua
Matahun suami dari
Bhre
5 (sekarang Rajasawardhana Putri Lasem,
Matahun
Bojonegoro) sepupu raja
Wirabhumi Bhre
6 Bhre Wirabhumi1 anak
(Blambangan) Wirabhumi
Bhre saudara laki-
7 Paguhan Singhawardhana
Paguhan laki ipar
Bhre anak
8 Kabalan Kusumawardhani2
Kabalan perempuan
Bhre keponakan
9 Pawanuan Surawardhani
Pawanuan perempuan
Lasem (kota
10 pesisir di Jawa Bhre Lasem Rajasaduhita Indudewi sepupu
Tengah)
Pajang (sekarang Bhre saudara
11 Rajasaduhita Iswari
Surakarta) Pajang perempuan
Mataram
Bhre keponakan
12 (sekarang Wikramawardhana2
Mataram laki - laki
Yogyakarta)
Catatan:
1
Bhre Wirabhumi sebenarnya adalah gelar: Pangeran Wirabhumi (blambangan),
nama aslinya tidak diketahui dan sering disebut sebagai Bhre Wirabhumi dari
Pararaton. Dia menikah dengan Nagawardhani, keponakan perempuan raja.
2
Kusumawardhani (putri raja) menikah dengan Wikramawardhana (keponakan
laki-laki raja), pasangan ini lalu menjadi pewaris tahta.

Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit
dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre.[40]
Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu:

 Kahuripan  Wengker  Kabalan  Jagaraga  Singhapura


(no. 1) (no. 4) (no. 8)  Keling  Tanjungpur
 Daha (no.  Matahun  Kembang  Kelinggapur a
2) (no. 5) Jenar (no. a
 Tumapel  Wirabumi 10)
(no. 3) (no. 6)  Pajang
(no. 11)

Saat Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat pemerintahan Gajah Mada,
beberapa negara bagian di luar negeri juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit,
sebagai hasilnya, konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk:

 Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau
Majapahit Lama selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan.
Yang termasuk area ini adalah ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja
secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini meliputi setengah bagian timur
Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola oleh para Bhre (bangsawan), yang
merupakan kerabat dekat raja.
 Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara langsung
dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi,
area-area tersebut biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi, yang kemungkinan
membentuk persekutuan atau menikah dengan keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan
Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-tempat ini dan mengatur
kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan mengumpulkan pajak, namun mereka
menikmati otonomi internal yang cukup besar. Wilayah Mancanegara termasuk di
dalamnya seluruh daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dharmasraya,
Pagaruyung, Lampung dan Palembang di Sumatra.
 Nusantara, adalah area yang tidak mencerminkan kebudayaan Jawa, tetapi termasuk
ke dalam koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati
otonomi yang cukup luas dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa penting
untuk menempatkan birokratnya atau tentara militernya di sini; akan tetapi, tantangan
apa pun yang terlihat mengancam ketuanan Majapahit atas wilayah itu akan menuai
reaksi keras. Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil dan koloni di Maluku,
Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.

Ketiga kategori itu masuk ke dalam lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi
Majapahit juga mengenal lingkup keempat yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik
luar negeri:

 Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti "mitra dengan tatanan (aturan) yang
sama". Hal itu menunjukkan negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh
Majapahit, bukan sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit. Menurut
Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya di
Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat), Marutma, Rajapura
dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa, Kamboja (Kamboja),
dan Yawana (Annam).[41] Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi Majapahit,
karena kerajaan asing di luar negeri seperti China dan India tidak termasuk dalam
kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua
bangsa ini.

Pola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba seperti ini kemudian diidentifikasi
oleh sejarahwan modern sebagai "mandala", yaitu kesatuan yang politik ditentukan oleh pusat
atau inti kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit politik
bawahan tanpa integrasi administratif lebih lanjut.[42] Daerah-daerah bawahan yang termasuk
dalam lingkup mandala Majapahit, yaitu wilayah Mancanegara dan Nusantara, umumnya
memiliki pemimpin asli penguasa daerah tersebut yang menikmati kebebasan internal cukup
luas. Wilayah-wilayah bawahan ini meskipun sedikit-banyak dipengaruhi Majapahit, tetap
menjalankan sistem pemerintahannya sendiri tanpa terintegrasi lebih lanjut oleh kekuasaan
pusat di ibu kota Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga ditemukan dalam kerajaan-
kerajaan sebelumnya, seperti Sriwijaya dan Angkor, serta mandala-mandala tetangga
Majapahit yang sezaman; Ayutthaya dan Champa.

Raja-raja Majapahit
Silsilah wangsa Rajasa, keluarga penguasa Singhasari dan Majapahit. Penguasa ditandai
dalam gambar ini.[43]

Para penguasa Majapahit adalah penerus dari keluarga kerajaan Singhasari, yang dirintis oleh
Sri Ranggah Rajasa, pendiri Wangsa Rajasa pada akhir abad ke-13. Berikut adalah daftar
penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan
Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis
suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok[9].

Nama Raja Gelar Tahun


Raden Wijaya Kertarajasa Jayawardhana 1293 - 1309
Kalagamet Sri Jayanagara 1309 - 1328
Sri Gitarja Tribhuwana Wijayatunggadewi 1328 - 1350
Hayam Wuruk Sri Rajasanagara 1350 - 1389
Wikramawardhana 1389 - 1429
Suhita Dyah Ayu Kencana Wungu 1429 - 1447
Kertawijaya Brawijaya I 1447 - 1451
Rajasawardhana Brawijaya II 1451 - 1453
Purwawisesa atau Girishawardhana Brawijaya III 1456 - 1466
Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa Brawijaya IV 1466 - 1468
Bhre Kertabumi Brawijaya V 1468 - 1478
Girindrawardhana Brawijaya VI 1478 - 1498
Patih Udara 1498 - 1518
Warisan sejarah

Arca pertapa Hindu dari masa Majapahit akhir. Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-
Dahlem, Jerman.

Majapahit telah menjadi sumber inspirasi kejayaan masa lalu bagi bangsa-bangsa Nusantara
pada abad-abad berikutnya.

Legitimasi politik

Kesultanan-kesultanan Islam Demak, Pajang, dan Mataram berusaha mendapatkan legitimasi


atas kekuasaan mereka melalui hubungan ke Majapahit. Demak menyatakan legitimasi
keturunannya melalui Kertabhumi; pendirinya, Raden Patah, menurut babad-babad keraton
Demak dinyatakan sebagai anak Kertabhumi dan seorang Putri Cina, yang dikirim ke luar
istana sebelum ia melahirkan. Penaklukan Mataram atas Wirasaba tahun 1615 yang dipimpin
langsung oleh Sultan Agung sendiri memiliki arti penting karena merupakan lokasi ibukota
Majapahit. Keraton-keraton Jawa Tengah memiliki tradisi dan silsilah yang berusaha
membuktikan hubungan para rajanya dengan keluarga kerajaan Majapahit — sering kali
dalam bentuk makam leluhur, yang di Jawa merupakan bukti penting — dan legitimasi
dianggap meningkat melalui hubungan tersebut. Bali secara khusus mendapat pengaruh besar
dari Majapahit, dan masyarakat Bali menganggap diri mereka penerus sejati kebudayaan
Majapahit.[33]

Para penggerak nasionalisme Indonesia modern, termasuk mereka yang terlibat Gerakan
Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20, telah merujuk pada Majapahit, disamping
Sriwijaya, sebagai contoh gemilang masa lalu Indonesia. Majapahit kadang dijadikan acuan
batas politik negara Republik Indonesia saat ini.[21] Dalam propaganda yang dijalankan tahun
1920-an, Partai Komunis Indonesia menyampaikan visinya tentang masyarakat tanpa kelas
sebagai penjelmaan kembali dari Majapahit yang diromantiskan.[44] Sukarno juga
mengangkat Majapahit untuk kepentingan persatuan bangsa, sedangkan Orde Baru
menggunakannya untuk kepentingan perluasan dan konsolidasi kekuasaan negara.[45]
Sebagaimana Majapahit, negara Indonesia modern meliputi wilayah yang luas dan secara
politik berpusat di pulau Jawa.
Beberapa simbol dan atribut kenegaraan Indonesia berasal dari elemen-elemen Majapahit.
Bendera kebangsaan Indonesia "Sang Merah Putih" atau kadang disebut "Dwiwarna" ("dua
warna"), berasal dari warna Panji Kerajaan Majapahit. Demikian pula bendera armada kapal
perang TNI Angkatan Laut berupa garis-garis merah dan putih juga berasal dari warna
Majapahit. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika", dikutip dari "Kakawin
Sutasoma" yang ditulis oleh Mpu Tantular, seorang pujangga Majapahit.

Arsitektur

Sepasang patung penjaga gerbang abad ke-14 dari kuil Majapahit di Jawa Timur (Museum of
Asian Art, San Francisco)

Majapahit memiliki pengaruh yang nyata dan berkelanjutan dalam bidang arsitektur di
Indonesia. Penggambaran bentuk paviliun (pendopo) berbagai bangunan di ibukota Majapahit
dalam kitab Negarakretagama telah menjadi inspirasi bagi arsitektur berbagai bangunan
keraton di Jawa serta Pura dan kompleks perumahan masyarakat di Bali masa kini. Meskipun
bata merah sudah digunakan jauh lebih awal, para arsitek Majapahitlah yang
menyempurnakan teknik pembuatan struktur bangunan bata ini.

Beberapa elemen arsitektur kompleks bangunan di Jawa dan Bali diketahui berasal dari masa
Majapahit. Misalnya gerbang terbelah candi bentar yang kini cenderung dikaitkan dengan
arsitektur Bali, sesungguhnya merupakan pengaruh Majapahit, sebagaimana ditemukan pada
Candi Wringin Lawang, salah satu candi bentar tertua di Indonesia. Demikian pula dengan
gapura paduraksa (kori agung) beratap tinggi, dan pendopo berlandaskan struktur bata.
Pengaruh citarasa estetika dan gaya bangunan Majapahit dapat dilihat pada kompleks
Keraton Kasepuhan di Cirebon, Masjid Menara Kudus di Jawa Tengah, dan Pura Maospait di
Bali. Tata letak kompleks bangunan berupa halaman-halaman berpagar bata yang
dihubungkan dengan gerbang dan ditengahnya terdapat pendopo, merupakan warisan
arsitektur Majapahit yang dapat ditemukan dalam tata letak beberapa kompleks keraton di
Jawa serta kompleks puri (istana) dan pura di Bali.

Persenjataan

Pada zaman Majapahit terjadi perkembangan, pelestarian, dan penyebaran teknik pembuatan
keris berikut fungsi sosial dan ritualnya. Teknik pembuatan keris mengalami penghalusan dan
pemilihan bahan menjadi semakin selektif. Keris pra-Majapahit dikenal berat namun
semenjak masa ini dan seterusnya, bilah keris yang ringan tetapi kuat menjadi petunjuk
kualitas sebuah keris. Penggunaan keris sebagai tanda kebesaran kalangan aristokrat juga
berkembang pada masa ini dan meluas ke berbagai penjuru Nusantara, terutama di bagian
barat.
Selain keris, berkembang pula teknik pembuatan dan penggunaan tombak dan meriam kapal
sederhana yang disebut Cetbang. Saat ini salah satu koleksi Cetbang Majapahit tersebut
berada di The Metropolitan Museum of Art, New York, Amerika.

Kesenian modern
Kebesaran kerajaan ini dan berbagai intrik politik yang terjadi pada masa itu menjadi sumber
inspirasi tidak henti-hentinya bagi para seniman masa selanjutnya untuk menuangkan
kreasinya, terutama di Indonesia. Berikut adalah daftar beberapa karya seni yang berkaitan
dengan masa tersebut.

Puisi lama

 Serat Darmagandhul, sebuah kitab yang tidak jelas penulisnya karena menggunakan
nama pena Ki Kalamwadi, namun diperkirakan dari masa Kasunanan Surakarta. Kitab
ini berkisah tentang hal-hal yang berkaitan dengan perubahan keyakinan orang
Majapahit dari agama sinkretis "Buda" ke Islam dan sejumlah ibadah yang perlu
dilakukan sebagai umat Islam.

Komik dan strip komik

 Serial "Mahesa Rani" karya Teguh Santosa yang dimuat di Majalah Hai, mengambil
latar belakang pada masa keruntuhan Singhasari hingga awal-awal karier Mada
(Gajah Mada), adik seperguruan Lubdhaka, seorang rekan Mahesa Rani.
 Komik/Cerita bergambar Imperium Majapahit, karya Jan Mintaraga.
 Komik Majapahit karya R.A. Kosasih
 Strip komik "Panji Koming" karya Dwi Koendoro yang dimuat di surat kabar
"Kompas" edisi Minggu, menceritakan kisah sehari-hari seorang warga Majapahit
bernama Panji Koming.
 Komik "Dharmaputra Winehsuka", karya Alex Irzaqi, kisah Ra Kuti dan Ra Semi
dalam latar peristiwa pemerontakan Nambi 1316 M.

Roman/novel sejarah

 Sandyakalaning Majapahit (1933), roman sejarah dengan setting masa keruntuhan


Majapahit, karya Sanusi Pane.
 Pelangi Di langit Singasari (1968 - 1974), roman sejarah dengan setting zaman
kerajaan Kediri dan Singasari, karya S. H. Mintardja.
 Bara Di Atas Singgasana, roman sejarah dengan setting zaman kerajaan singasari dan
Majapahit, karya S. H. Mintardja
 Kemelut Di Majapahit, roman sejarah dengan setting masa kejayaan Majapahit, karya
Asmaraman S. Kho Ping Hoo.
 Zaman Gemilang (1938/1950/2000), roman sejarah yang menceritakan akhir masa
Singasari, masa Majapahit, dan berakhir pada intrik seputar terbunuhnya Jayanegara,
karya Matu Mona/Hasbullah Parinduri.
 Senopati Pamungkas (1986/2003), cerita silat dengan setting runtuhnya Singhasari
dan awal berdirinya Majapahit hingga pemerintahan Jayanagara, karya Arswendo
Atmowiloto.
 Arus Balik (1995), sebuah epos pasca kejayaaan Nusantara pada awal abad 16, karya
Pramoedya Ananta Toer.
 Dyah Pitaloka - Senja di Langit Majapahit (2005), roman karya Hermawan Aksan
tentang Dyah Pitaloka Citraresmi, putri dari Kerajaan Sunda yang gugur dalam
Peristiwa Bubat.
 Gajah Mada (2005), sebuah roman sejarah berseri yang mengisahkan kehidupan
Gajah Mada dengan ambisinya menguasai Nusantara, karya Langit Kresna Hariadi.
 Jung Jawa (2009), sebuah antologi cerita pendek berlatar Nusantara, karya Rendra
Fatrisna Kurniawan, diterbitkan Babel Publishing dengan ISBN 978-979-25-3953-0.

Film/sinetron

 Tutur Tinular, suatu adaptasi film karya S. Tidjab dari serial sandiwara radio. Kisah
ini berlatar belakang Kerajaan Singhasari pada pemerintahan Kertanegara hingga
Majapahit pada pemerintahan Jayanagara.
 Saur Sepuh, suatu adaptasi film karya Niki Kosasih dari serial sandiwara radio yang
populer pada kurun dasawarsa pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an. Film ini
sebetulnya lebih berfokus pada sejarah Pajajaran namun berkait dengan Majapahit
pula.
 Walisanga, sinetron Ramadan tahun 2003 yang berlatar Majapahit pada masa
Brawijaya V hingga Kesultanan Demak pada zaman Sultan Trenggana.
 Puteri Gunung Ledang, sebuah film Malaysia tahun 2004, mengangkat cerita
berdasarkan legenda Melayu terkenal, Puteri Gunung Ledang. Film ini menceritakan
kisah percintaan Gusti Putri Retno Dumilah, seorang putri Majapahit, dengan Hang
Tuah, seorang perwira Kesultanan Malaka.

Referensi
1. ^ D.G.E. Hall (1956). "Problems of Indonesian Historiography". Pacific Affairs 38
(3/4): 353—359.
2. ^ a b c d Ricklefs (1991), halaman 19
3. ^ Prapantja, Rakawi, trans. by Theodore Gauthier Pigeaud, Java in the 14th Century,
A Study in Cultural History: The Negara-Kertagama by Pakawi Parakanca of
Majapahit, 1365 AD (The Hague, Martinus Nijhoff, 1962), vol. 4, p. 29. 34; G.J.
Resink, Indonesia’s History Between the Myths: Essays in Legal History and
Historical Theory (The Hague: W. van Hoeve, 1968), hal. 21.
4. ^ Taylor, Jean Gelman (2003). Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and
London: Yale University Press. hlm. pp.29. ISBN 0-300-10518-5.
5. ^ a b c Ricklefs (1991), page 18
6. ^ Terjemahan Lengkap Naskah Kakawin Nagarakretagama, dari blog World History
Note, historynote.wordpress.com
7. ^ Johns, A.H. (1964). "The Role of Structural Organisation and Myth in Javanese
Historiography". The Journal of Asian Studies 24 (1): 91–99.
8. ^ Nagarakretagama Diakui sebagai Memori Dunia, kompas.com
9. ^ a b c d M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Edisi ke-3.
Diterjemahkan oleh S. Wahono dkk. Jakarta: Serambi, 2005, hal. 55.
10. ^ C. C. Berg. Het rijk van de vijfvoudige Buddha (Verhandelingen der Koninklijke
Nederlandse Akademie van Wetenschappen, Afd. Letterkunde, vol. 69, no. 1)
Ansterdam: N.V. Noord-Hollandsche Uitgevers Maatschappij, 1962; cited in M.C.
Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1300, 2nd ed. Stanford: Stanford
University Press, 1993, pages 18 and 311
11. ^ http://www.tempo.co/read/news/2010/07/01/061260022/Indonesia-Jepang-Buat-
Kapal-Majapahit/ Tempo/
12. ^ http://sains.kompas.com/read/2012/12/05/19045066/Majapahit-Jajah-hingga-
Semenanjung-Malaya. Kompas/
13. ^ http://www.kali-majapahit.com/
14. ^ a b Setiono, Benny. "Kehancuran dan Kebangkitan Martabat/ Jati Diri Etnis
Tionghoa Di Indonesia (bagian 1)". Diakses 16 Juni. Unknown parameter
|accessyear= ignored (help)
15. ^ David Bor - Khubilai khan and Beautiful princesses of Tumapel 2006
16. ^ a b Mulyana 2006, hlm. 122
17. ^ Groeneveldt, W.P. Historical Notes on Indonesia and Malaya: Compiled from
Chinese Sources. Djakarta: Bhratara, 1960.
18. ^ a b c Slamet Muljana. Menuju Puncak Kemegahan (LKIS, 2005)
19. ^ Komandoko 2009, hlm. 16
20. ^ Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). Sejarah Nasional Indonesia.
Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hal. 436.
21. ^ a b c d Ricklefs (1991), halaman 56
22. ^ Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the
Malay Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet. hlm. 279. ISBN 9814155675.
23. ^ Drs. R. Soekmono, (1973, 5th reprint edition in 1988). Pengantar Sejarah
Kebudayaan Indonesia 2, 2nd ed. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 72.
24. ^ Y. Achadiati S, Soeroso M.P., (1988). Sejarah Peradaban Manusia: Zaman
Majapahit'. Jakarta: PT Gita Karya. hlm. 13.
25. ^ Millet, Didier (August 2003). In John Miksic. Indonesian Heritage Series: Ancient
History. Singapore 169641: Archipelago Press. hlm. 106. ISBN 981-3018-26-7.
26. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan
timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 63.
ISBN 9798451163.ISBN 9789798451164
27. ^ Ricklefs (2005), hal. 57.
28. ^ Ricklefs, 37 and 100
29. ^ a b c Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 448-451.
30. ^ Ricklefs, 36-37
31. ^ Robert W. Hefner (1983). "Ritual and Cultural Reproduction in Non-Islamic Java".
American Ethnologist 10 (1983): 665––683. doi:10.1525/ae.1983.10.4.02a00030.
Diakses 2008-10-23. More than one of |number= and |issue= specified (help)
32. ^ a b c d Millet, Didier (August 2003). In John Miksic. Indonesian Heritage Series:
Ancient History. Singapore 169641: Archipelago Press. hlm. 107. ISBN 981-3018-26-
7.
33. ^ a b Schoppert, P., Damais, S. (1997). In Di dalam Didier Millet (editor):. Java Style.
Paris: Periplus Editions. hlm. 33–34. ISBN 962-593-232-1.
34. ^ "Ritual Networks and Royal Power in Majapahit Java, page:100". Persee. 1996.
Diakses 2010-07-14.
35. ^ "Uang Kuno Temuan Rohimin Peninggalan Majapahit". November 2008.
36. ^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 434-435.
37. ^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 431-432.
38. ^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 220.
39. ^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 451-456.
40. ^ Nastiti, Titi Surti. Prasasti Majapahit, dalam situs www.Majapahit-Kingdom.com
dari Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala. Jumat, 22 Juni 2007.
41. ^ MAJAPAHIT : KERAJAAN AGRARIS - MARITIM DI NUSANTARA page 8
42. ^ Dellios, Rosita (2003-1-1). "Mandala: from sacred origins to sovereign affairs in
traditional Southeast Asia" (dalam bahasa inggris). Bond University Australia.
Diakses 2011-12-11. More than one of |author= and |last= specified (help)
43. ^ Bullough, Nigel (1995). Historic East Java: Remains in Stone. Jakarta: ADLine
Communications. hlm. 116–117. Text "consulting editor: Mujiyono PH" ignored
(help); Text "Printed in Singapore " ignored (help)
44. ^ Ricklefs, hal. 363
45. ^ Friend, Theodore. Indonesian Destinies. Cambridge, Massachusetts and London:
Belknap Press, Harvard University Press. hlm. p.19. ISBN 0-674-01137-6.

Bibliografi

 Mulyana, Slamet (2006). Tafsir sejarah nagarakretagama (dalam bahasa Indonesia).


PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 122. ISBN 978-979-2552-546.
 Komandoko, Gamal (2009). Gajah Mada: menangkis ancaman pemberontakan Ra
Kuti: kisah ketangguhan seorang patih Majapahit dalam menjaga keutuhan takhta
sang raja (dalam bahasa Indonesia). Penerbit Narasi. hlm. 122. ISBN 978-979-164-
145-2 Check |isbn= value (help).

Lihat pula
 Kakawin Nagarakretagama
 Pararaton
 Kidung Sunda
 Kerajaan Singhasari
 Sejarah Nusantara
 Gajah Mada

Pranala luar

Wikimedia Commons memiliki kategori mengenai Majapahit

 (Inggris) Memories of Majapahit - memuat sejarah dan keterangan situs-situs


peninggalan Majapahit.
 (Indonesia) Diskusi tentang Perseteruan Ming dan Majapahit
 (Indonesia) Terjemahan Naskah Asli Kitab Negarakretagama Karya Mpu Prapanca -
Dari situs www.sejarahnasional.org

Didahului oleh: Kerajaan Hindu-Budha Diteruskan oleh:


Singasari 1292–1527 Demak

[tampilkan]
 l
 b
 s

Kerajaan di Jawa
[tampilkan]

 l
 b
 s

Sejarah kekaisaran di dunia


Kategori:

 Bekas negara di Asia Tenggara


 Kerajaan Majapahit
 Kerajaan di Nusantara
 Kerajaan di Jawa Timur

Menu navigasi
 Buat akun baru
 Masuk log

 Halaman
 Pembicaraan

 Baca
 Perubahan tertunda
 Sunting
 Sunting sumber

Lainnya

 Halaman Utama
 Perubahan terbaru
 Peristiwa terkini
 Halaman baru
 Halaman sembarang

Komunitas

 Warung Kopi
 Portal komunitas
 Bantuan

Wikipedia
 Tentang Wikipedia
 Pancapilar
 Kebijakan
 Menyumbang
 Hubungi kami
 Bak pasir

Bagikan

 Facebook
 Google+
 Twitter

Cetak/ekspor

 Buat buku
 Unduh versi PDF
 Versi cetak

Peralatan

 Pranala balik
 Perubahan terkait
 Halaman istimewa
 Pranala permanen
 Informasi halaman
 Item di Wikidata
 Kutip halaman ini

Bahasa lain

 ‫العربية‬
 Čeština
 Deutsch
 English
 Español
 Suomi
 Français
 ‫עברית‬
 हिन्दी
 Italiano
 日本語
 ქართული
 한국어
 Lietuvių
 Basa Banyumasan
 मराठी
 Bahasa Melayu
 Nederlands
 Norsk bokmål
 Polski
 Português
 Русский
 संस्कृतम्
 Svenska
 ไทย
 Tagalog
 Українська
 Tiếng Việt
 中文

Sunting interwiki

 Halaman ini terakhir diubah pada 10.50, 1 Desember 2014.


 Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons; ketentuan
tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

You might also like