Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada awalnya, bioteknologi diartikan sebagai teknologi yang menggunakan sel
hidup, yakni mikroorganisme, untuk menghasilkan suatu produk. Bioteknologi
tradisional ini sudah ada sejak lama seperti pada pembuatan keju, minuman anggur,
tempe, dan tape. Sedangkan bioteknologi modern (bioteknologi molekular) merupakan
teknologi yang memanfaatkan agen hayati atau komponen-komponennya yang telah
mengalami rekayasa genetik melalui teknologi DNA rekombinan untuk menghasilkan
barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia dan lingkungan (Sudjadi,
2008).
Saat ini Bioteknologi telah menjadi salah satu simbol perkembangan mutakhir
dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang penerimaannya telah mendunia. Banyak
negara-negara di dunia yang menaruh banyak harapan pada bioteknologi. Tumbuhnya
berbagai perusahaan kecil sampai raksasa yang berasaskan bioteknologi dan
pembentukan komite-komite bioteknologi di pemerintahan menandakan perkembangan
pesatnya. Selain itu, di berbagai Universitas mulai diperkenalkan mata kuliah
bioteknologi (Suwanto, 1998).
Pemerintah dari negara-negara maju maupun yang sedang berkembang telah
mengalokasikan sejumlah dana untuk mempercepat perkembangan bioteknologi di
negaranya, meskipun ada perbedaan dalam hal jumlah dana dan efisiensi pemakaiannya.
Pada umumnya mereka mengharapkan agar kesejahteraan masyarakat dapat dipercepat
dan ditingkatkan dengan bantuan bioteknologi. Banyak aspek bioteknologi yang telah
membuahkan hasil berupa produk yang mempunyai nilai komersial tinggi (Suwanto,
1998).
Sejarah perkembangan genetika sebagai ilmu pengetahuan dimulai menjelang
akhir abad ke 19 ketika seorang biarawan Austria bernama Gregor Johann Mendel
berhasil melakukan analisis yang cermat dengan interpretasi yang tepat atas hasil-hasil
percobaan persilangannya pada tanaman kacang ercis (Pisum satifum). Sebenarnya,
Mendel bukanlah orang pertama yang melakukan percobaan- percobaan persilangan.
Akan tetapi, berbeda dengan para pendahulunya yang melihat setiap individu dengan
keseluruhan sifatnya yang kompleks, Mendel mengamati pola pewarisan sifat demi sifat
sehingga menjadi lebih mudah untuk diikuti. Deduksinya mengenai pola pewarisan sifat
ini kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang
ilmu pengetahuan, dan Mendelpun di akui sebagai Bapak Genetika.
Karya Mendel tentang pola pewarisan sifat tersebut dipublikasikan pada tahun
1866 di Proceedings of the Brunn Society for Natural History. Namun, selama lebih dari
30 tahun tidak pernah ada peneliti lain yang memperhatikannya. Baru pada tahun 1900
tiga orang ahli botani secara terpisah, yaitu Hugo de Vries di belanda, Carl Correns di
jerman dan Eric von Tschermak-Seysenegg di Austria, melihat bukti kebenaran prinsip-
prinsip Mendel pada penelitian mereka masing-masing. Semenjak saat itu hingga lebih
kurang pertengahan abad ke-20 berbagai percobaan persilangan atas dasar prinsip-prinsip
Mendel sangat mendominasi penelitian di bidang genetika. Hal ini menandai
berlangsungnya suatu era yang dinamakan genetika klasik.
Selanjutnya, pada awal abad ke-20 ketika biokimia mulai berkembang sebagai
cabang ilmu pengetahuan baru, para ahli genetika tertarik untuk mengetahui lebih dalam
tentang hakekat materi genetik, khususnya mengenai sifat biokimianya. Pada tahun
1920-an, dan kemudian tahun 1940-an, terungkap bahwa senyawa kimia materi genetika
adalah asam dioksiribonekleat (DNA). Dengan ditemukannya model struktur molekul
DNA pada tahun1953 oleh J.D.Watson dan F.H.C. Crick dimulailah era genetika yang
baru, yaitu genetika molekuler.
Perkembangan penelitian genetika molekuler terjadi demikian pesatnya. Jika ilmu
pengetahuan pada umumnya mengalami perkembangan dua kali lipat (doubling time)
dalam satu dasa warsa, maka hal pada genetika molekuler hanyalah dua tahun. Bahkan,
perkembangan yang lebih revolusioner dapat disaksikan semenjak tahun 1970-an, yaitu
pada saat dikenalnya teknologi manipulasi molekul DNA atau teknologi DNA
rekombinan atau dengan istilah yang lebih populer disebut Rekayasa Genetika.
Saat ini sudah menjadi berita biasa apabila organisme- organisme seperti domba,
babi dan kera, didapatkan melalui teknik rekayasa genetika yang disebut kloning .
sementara itu, pada manusia telah di lakukan pemetaan seluruh genom atau dikenal
sebagai proyek genom manusia (human genom project), yang diluncurkan pada tahun
1990 dan diharapkan selesai pada tahun 2005. Ternyata pelaksana proyek ini berjalan
justru lebih cepat dua tahun dari pada jadwal yang telah ditentukan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian rekayasa genetika?
2. Bagaimana penerapan genetika?
3. Bagaimana tujuan rekayasa genetika?
4. Bagaimana teknik rekayasa genetika”Amplifikasi Gen”?
5. Apa saja contoh amplifikasi gen?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian rekayasa genetika.
2. Mengetahui penerapan genetika.
3. Mengetahui tujuan rekayasa genetika.
4. Mengetahui teknik rekayasa genetika”Amplifikasi Gen”.
5. Mengetahui contoh amplifikasi gen.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN REKAYASA GENETIKA


Genetika adalah kata yang dipinjam dari bahasa Belanda:genetica, adaptasi dari
bahasa Inggris:genetics, dibentuk dari kata bahasa Yunani:genno, yang berarti
"melahirkan". Genetika merupakan cabang biologi yang mempelajari pewarisan sifat
pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan prion). Maka, dapat juga
dikatakan bahwa genetika adalah ilmu tentang gen dan segala aspeknya.
Bidang kajian genetika dimulai dari wilayah subselular (molekular) hingga
populasi. Dan secara lebih rinci, genetika berusaha menjelaskan tentang :
 Material pembawa informasi untuk diwariskan (bahan genetik),
 Bagaimana informasi itu diekspresikan (ekspresi genetik), dan
 Bagaimana informasi itu dipindahkan dari satu individu ke individu yang lain
(pewarisan genetik)
Rekayasa atau biasa juga disebut dengan teknik adalah penerapan ilmu dan
teknologi untuk menyelesaikan permasalahan manusia. Hal ini diselesaikan lewat
pengetahuan, ataupun pengalaman dari trial dan error. Dan rekayasa juga mengalami
perkembangan layaknya lomba lari estapet yang meneruskan teknologi generasi
sebelumnya.
Maka, rekayasa genetika dalam arti luas adalah teknologi dalam penerapan
genetika untuk membantu masalah dan kepentingan apapun dari manusia. Dengan segala
pengetahuan dan pengalaman dari trial dan error tersebut manusia dapat
mengembangkan produk-produk yang bermanfaat bagi manusia itu sendiri.
Teknologi rekayasa genetika merupakan inti dari bioteknologi didifinisikan
sebagai teknik in-vitro asam nukleat, termasuk DNA rekombinan dan injeksi langsung
DNA ke dalam sel atau organel; atau fusi sel di luar keluarga taksonomi; yang dapat
menembus rintangan reproduksi dan rekombinasi alami, dan bukan teknik yang
digunakan dalam pemuliaan dan seleksi tradisional.
Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan
perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam
struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat
berasal dari organisme apa saja. Misalnya, gen dari bakteri bisa diselipkan di kromosom
tanaman, sebaliknya gen tanaman dapat diselipkan pada kromosom bakteri. Gen
serangga dapat diselipkan pada tanaman atau gen dari babi dapat diselipkan pada bakteri,
atau bahkan gen dari manusia dapat diselipkan pada kromosom bakteri. Produksi insulin
untuk pengobatan diabetes, misalnya, diproduksi di dalam sel bakteri Eschericia coli (E.
coli) di mana gen penghasil insulin diisolasi dari sel pankreas manusia yang kemudian
diklon dan dimasukkan ke dalam sel E. coli. Dengan demikian produksi insulin dapat
dilakukan dengan cepat, massal, dan murah. Teknologi rekayasa genetika juga
memungkinkan manusia membuat vaksin pada tumbuhan, menghasilkan tanaman
transgenik dengan sifat-sifat baru yang khas.

B. PENERAPAN GENETIKA
Charles Darwin dengan teori evolusinya menjadi seseorang yang pertama kali
menyinggung variasi genetik di dalam bukunya the origin of species. Tetapi istilah
"genetika" pertama kali diperkenalkan oleh William Bateson pada suatu surat pribadi
kepada Adam Chadwick yang juga ia gunakan pada Konferensi Internasional tentang
Genetika ke-3 pada tahun 1906.
Perkembangan genetika terus terjadi baik itu dalam bidang genetika murni
ataupun genetika terapan. Dan perkembangan dilakukan pertama kali oleh Gregor
Mendel dengan menyilangkan tanaman pada 1985 yang biasa dikenal dengan "hukum
pewarisan Mendel". Sebuah hukum yang mengenalkan konsep gen (Mendel
menyebutnya 'faktor') sebagai pembawa sifat. Yang menyatakan bahwa setiap gen
memiliki alel yang menjadi ekspresi alternatif dari gen dalam kaitan dengan suatu sifat.
Setiap individu disomik selalu memiliki sepasang alel, yang berkaitan dengan suatu sifat
yang khas, masing-masing berasal dari tetuanya. Status dari pasangan alel ini dinamakan
genotipe. Dan apabila suatu individu memiliki pasangan alel sama, genotipe individu itu
bergenotipe homozigot, apabila pasangannya berbeda, genotipe individu yang
bersangkutan dalam keadaan heterozigot. Genotipe terkait dengan sifat yang teramati.
Sifat yang terkait dengan suatu genotipe disebut fenotipe.
Setelah penemuan karya Mendel tersebut, genetika berkembang sangat pesat.
Perkembangan genetika sering kali menjadi contoh klasik mengenai penggunaan metode
ilmiah dalam ilmu pengetahuan atau sains. Dan perkembangan tersebut terjadi dalam
bidang genetika murni maupun terapan.
C. TUJUAN REKAYASA GENETIKA
Rekayasa genetika pada tanaman mempunyai target dan tujuan antara lain untuk
peningkatan produksi, peningkatan mutu produk agar tahan lama dalam penyimpanan
pascapanen, peningkatan kandungan gizi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit
tertentu (serangga, bakteri, jamur, atau virus), tahan terhadap herbisida, sterilitas dan
fertilitas serangga jantan (untuk produksi benih hibrida), toleransi terhadap pendinginan,
penundaan kematangan buah, kualitas aroma dan nutrisi, serta perubahan pigmentasi.
Rekayasa Genetika pada mikroba bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja
mikroba tersebut (misalnya mikroba untuk fermentasi, pengikat nitrogen udara,
meningkatkan kesuburan tanah, mempercepat proses kompos dan pembuatan makanan
ternak, mikroba prebiotik untuk makanan olahan), dan untuk menghasilkan bahan obat-
obatan dan kosmetika.
Di negara-negara maju seperti di Amerika, Eropa, Australia, dan Jepang
organisme hasil rekayasa genetika telah banyak beredar di masyarakatnya maupun
diekspor ke negara-negara lain seperti Indonesia. Organisme hasil rekayasa genetika
dapat berupa mikrooraganisme (bakteri, jamur, ragi, virus), serangga, tanaman, hewan
dan ikan. Di AS produk-produk hasil rekayasa genetika dijual secara bebas di pasaran,
sementara di Eropa dan Jepang diwajibkan untuk memberi label bagi produk-produk
tersebut. Cina juga merupakan negara yang telah sangat maju dalam pengembangan
bioteknologi rekayasa genetika.

D. TEKNIK REKAYASA GENETIKA “AMPLIFIKASI GEN”


Untuk menghasilkan protein spesifik dalam jumlah besar, dapat dihasilkan
banyak salinan gen. Proses ini dikenal sebagai amplikasi gen. Pada beberapa spesies,
selama stadium tertentu dalam perkembangan normal terjadi amplifikasi gen. Namun,
amplifikasi di luar jadwal (unscheduled amplication) juga terjadi.
Amplikasi gen merupakan metode perbanyakan suatu gen dengan cara
polymerase chain reaction (PCR). Amplifikasi gen dengan metode PCR bekerja spesifik
yang bisa segera mengenali daerah sampel DNA yang terkena translokasi. Amplifikasi
gen dilakukan untuk menganalisis suatu sampel gen dengan jumlah yang sangat sedikit.
Amplifikasi gen dapat digunakan untuk mengetahui agen penginfeksi dan diskriminasi
strain patogen dan non-patogen, diagnosis awal penyakit malignant seperti leukimia dan
limfoma, perbanyakan gen yang diinginkan, serta untuk mengidentifikasi sampel DNA
berumur ribuan tahun.
Elektroforesis adalah perpindahan materi dari katoda menuju anoda didalam
daerah elektrik. Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan partikel saat
elektroforesis adalah ukuran DNA, konfirmasi DNA, konsentrasi gel, dan jumlah muatan
diberikan. Elektroforesis dilakukan untuk memisahkan DNA dan protein. Contoh
aplikasi dari elektroforesis adalah untuk mengidentifikasi korban dan pelaku berdasarkan
hasil band DNA, melihat kecocokan DNA orang sehat dengan yang mengalami mutasi.
Selain itu, elektroforesis dapat digunakan untuk mengetahui apakah gene of interest yang
diisolasi berhasil diamplikasi atau tidak. Tujuan dilakukannya isolasi DNA adalah untuk
mendapatkan DNA yang benar-benar murni untuk kemudian dilakukan investigasi lebih
lanjut. DNA sendiri merupakan materi genetik yang diwariskan dan bersifat spesifik
pada setiap individu dan dapat diaplikasikan pada kepentingan identifikasi pelaku
kejadian (kepentingan forensik), identifikasi penyakit, dan penyisipan gene of interest
untuk diamplikasi.

Gambar1.1 Amplifikasi gen


Polymerase Chain Reaction atau PCR merupakan suatu teknik untuk
menamplikasi satu atau beberapa copy dari sebuah DNA dengan prinsip thermal cycling.
Thermal cycling merupakan siklus pengulangan pemanasan dan pendinginan untuk
reaksi pelelehan DNA dan replikasi enzimatik DNA. Prinsip kerjanya adalah DNA
dipanaskan atau didinginkan pada temperatur tertentu yang merupakan temperature
efektif untuk setiap proses enzimatiknya. Proses enzimatik itu terdiri dari beberapa
tahapan yakni: inisiasi, denaturasim annealing, ekstensi, dan penyimpanan. Tahap
denaturasi, annealing, dan ekstensi dilakukan secara berulang kali dalam suatu siklus
dimana 1 siklus = elongasi + denaturasi + annealing + elongasi sehingga dengan
demikian jumlah gen yang akan diamplifikasi meningkat berdasar deret eksponensial 2n
dengan n merupakan jumlah siklus (Logan, et al., 2009).

Gambar1.2 siklus PCR dengan Suhu Optimum


E. CONTOH AMPLIFIKASI GEN
Amplifikasi gen adalah proses dimana plasmid atau bakteriofag (virus penyerang
bakteri) yang diinduksikan ke dalam sel dan kemudian berkembang dengan cepat.
Amplifikasi gen sering dilakukan pada sel-sel yang berfungsi untuk menghasilkan suatu
senyawa seperti enzim, asam amino, vitamin, dan antibiotik.
Kebutuhan akan produk-produk gen pada eukariot dapat sangat bervariasi.
Beberapa produk gen dibutuhkan dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada produk
gen lainnya sehingga terdapat nisbah kebutuhan di antara produk-produk gen yang
berbeda. Untuk memenuhi nisbah kebutuhan ini antara lain dapat ditempuh melalui dosis
gen. Katakanlah, ada gen A dan gen B yang ditranskripsi dan ditranslasi dengan efisiensi
yang sama. Produk gen A dapat 20 kali lebih banyak daripada produk gen B apabila
terdapat 20 salinan (kopi) gen A untuk setiap salinan gen B. Contoh yang nyata dapat
dilihat pada gen-gen penyandi histon. Untuk menyintesis histon dalam jumlah besar yang
dibutuhkan dalam pembentukan kromatin, kebanyakan sel mempunyai beratus-ratus kali
salinan gen histon daripada jumlah salinan gen yang diperlukan untuk replikasi DNA.

Salah satu pengaruh dosis gen adalah amplifikasi gen, yaitu peningkatan jumlah
gen sebagai respon terhadap sinyal tertentu. Sebagai contoh, amplifikasi gen terjadi
selama perkembangan oosit katak Xenopus laevis. Pembentukan oosit dari prekursornya
(oogonium) merupakan proses kompleks yang membutuhkan sejumlah besar sintesis
protein. Untuk itu dibutuhkan sejumlah besar ribosom. Kita mengetahui bahwa ribosom
antara lain terdiri atas molekul-molekul rRNA. Padahal, sel-sel prekursor tidak
mempunyai gen penyandi rRNA dalam jumlah yang mencukupi untuk sintesis molekul
tersebut dalam waktu yang relatif singkat. Namun, sejalan dengan perkembangan oosit
terjadi peningkatan jumlah gen rRNA hingga 4000 kali sehingga dari sebanyak 600 gen
yang ada pada prekursor akan diperoleh sekitar dua juta gen setelah amplifikasi. Jika
sebelum amplifikasi ke-600 gen rRNA berada di dalam satu segmen DNA linier, maka
selama dan setelah amplifikasi gen tersebut akan berada di dalam gulungan-gulungan
kecil yang mengalami replikasi. Molekul rRNA tidak diperlukan lagi ketika oosit telah
matang hingga saat terjadinya fertilisasi. Oleh karena itu, gen rRNA yang telah begitu
banyak disalin kemudian didegradasi kembali oleh berbagai enzim intrasel.
Jika waktu yang tersedia untuk melakukan sintesis sejumlah besar protein cukup
banyak, amplifikasi gen sebenarnya tidak perlu dilakukan. Cara lain untuk mengatasi
kebutuhan protein tersebut adalah dengan meningkatkan masa hidup mRNA (bagian
pengaturan translasi).
Berdasarkan atas banyaknya salinan di dalam tiap sel, molekul mRNA dapat
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. RNA salinan tunggal (single copy).
2. mRNA semiprevalen dengan jumlah salinan lebih dari satu hingga beberapa ratus
per sel.
3. mRNA superprevalen dengan jumlah salinan beberapa ratus hingga beberapa ribu
per sel.
Molekul mRNA salinan tunggal dan semiprevalen masing-masing menyandi enzim dan
protein struktural. Sementara itu, mRNA superprevalen biasanya dihasilkan sejalan
dengan terjadinya perubahan di dalam suatu tahap perkembangan organisme eukariot.
Sebagai contoh, sel-sel eritroblas di dalam sumsum tulang belakang mempunyai
sejumlah besar mRNA yang dapat ditranslasi menjadi globin matang. Di sisi lain, hanya
sedikit sekali atau bahkan tidak ada globin yang dihasilkan oleh sel-sel prekursor yang
belum berkembang menjadi eritroblas. Dengan demikian, kita dapat memastikan adanya
suatu mekanisme pengaturan ekspresi gen penyandi mRNA superprevalen pada tahap
transkripsi eukariot meskipun hingga kini belum terlalu banyak rincian prosesnya yang
dapat diungkapkan.
Salah satu regulator yang diketahui berperan dalam transkripsi eukariot adalah
hormon, molekul protein kecil yang dibawa dari sel tertentu menuju ke sel target.
Mekanisme kerja hormon dalam mengatur transkripsi eukariot lebih kurang dapat
disetarakan dengan induksi pada prokariot. Namun, penetrasi hormon ke dalam sel target
dan pengangkutannya ke dalam nukleus merupakan proses yang jauh lebih rumit bila
dibandingkan dengan induksi oleh laktosa pada Escherisia coli.
Secara garis besar pengaturan transkripsi oleh hormon dimulai dengan masuknya
hormon ke dalam sel target melewati membran sel, yang kemudian ditangkap oleh
reseptor khusus yang terdapat di dalam sitoplasma sehingga terbentuk kompleks hormon-
reseptor. Setelah kompleks ini terbentuk biasanya reseptor akan mengalami modifikasi
struktur kimia. Kompleks hormon-reseptor yang termodifikasi kemudian menembus
dinding nukleus untuk memasuki nukleus. Proses selanjutnya belum banyak diketahui,
tetapi rupanya di dalam nukleus kompleks tersebut, atau mungkin hormonnya saja, akan
mengalami salah satu di antara beberapa peristiwa, yaitu:
1. Pengikatan langsung pada DNA.
2. Pengikatan pada suatu protein efektor.
3. Aktivasi protein yang terikat DNA.
4. Inaktivasi represor.
5. Perubahan struktur kromatin agar DNA terbuka bagi enzim RNA polimerase.
Contoh induksi transkripsi oleh hormon antara lain dapat dilihat pada stimulasi
sintesis ovalbumin pada saluran telur (oviduktus) ayam oleh hormon kelamin estrogen.
Jika ayam disuntik dengan estrogen, jaringan-jaringan oviduktus akan memberikan
respon berupa sintesis mRNA untuk ovalbumin. Sintesis ini akan terus berlanjut selama
estrogen diberikan, dan hanya sel-sel oviduktus yang akan menyintesis mRNA tersebut.
Hal ini karena sel-sel atau jaringan lainnya tidak mempunyai reseptor hormon estrogen di
dalam sitoplasmanya.
Berikut beberapa contoh lain dari amplifikasi gen :
1. Kloning Domba Dolly
Kloning domba Dolly merupakan peristiwa penting dalam sejarah kloning.
Tidak saja hal tersebut membangkitkan antusias terhadap kloning, melainkan juga
hal tersebut membuktikan bahwa kloning binatang dewasa dapat disempurnakan.
Sebelumnya, tidak diketahui bahwa suatu nukleus dewasa ternyata mampu
memproduksi suatu hewan yang komplit. Bila terjadi kerusakan genetis dan
deaktivasi gen yang sederhana maka kedua keadaan tersebut kemungkinan bersifat
menetap.
Pertama, suatu sel (sel donor) diseleksi dari sel kelenjar mammae domba
betina berbulu putih (Finn Dorset) untuk menyediakan informasi genetis bagi
pengklonan. Untuk studi ini, peneliti membiarkan sel membelah dan membentuk
jaringan in vitro atau diluar tubuh hewan. Hal ini akan menghasilkan duplikat yang
banyak dari suatu inti yang sama. Tahap ini hanya akan bermanfaat bila DNA nya
diubah, seperti pada kasus Dolly, karena perubahan tersebut dapat diteliti untuk
memastikan bahwa mereka telah dipengaruhi. Suatu sel donor diambil dari jaringan
dan dimasukkan ke dalan campuran, yang hanya memiliki nutrisi yang cukup untuk
mempertahankan kehidupan sel. Hal ini menyebabkan sel untuk menghentikan
seluruh gen yang aktif dan memasuki stadium GO. Kemudian sel telur dari domba
betina Blackface (domba betina yang mukanya berbulu hitam = Scottish Blackface)
dienokulasi dan diletakkan disebelah sel donor.
Satu sampai delapan jam setelah pengambilan sel telur, kejutan listrik
digunakan untuk menggabungkan dua sel tadi, pada saat yang sama pertumbuhan
dari suatu embrio mulai diaktifkan. Teknik ini tidaklah sepenuhnya sama seperti
aktivasi yang dilakukan oleh sperma, karena hanya beberapa sel yang diaktifkan
oleh kejutan listrik yang mampu bertahan cukup lama untuk menghasilkan suatu
embrio.
Jika embrio ini dapat bertahan, ia dibiarkan tumbuh selama sekitar enam hari,
diinkubasi di dalam oviduk domba. Ternyata sel yang diletakkan di dalam oviduk
lebih awal, di dalam pertumbuhannya lebih mampu bertahan dibandingkan dengan
yang diinkubasi di dalam laboratorium. Akhirnya embrio tadi ditempatkan ke dalam
uterus betina penerima (surrogate mother). Induk betina tersebut selanjutnya akan
mengandung hasil cloning tadi hingga siap untuk dilahirkan. Bila tidak terjadi
kekeliruan, suatu duplikat yang persis sama dari donor akan lahir.
Domba yang baru lahir tersebut memiliki semua karakteristik yang sama
dengan domba yang lahir secara alamiah. Dan telah diamati bila ada efek yang
merugikan, seperti resiko yang tinggi terhadap kanker atau penyakit genetis lainnya
yang terjadi atas kerusakan bertahap kepada DNA, dikemudian hari juga terjadi pada
Dolly atau hewan lainnya yang dikloning dengan metode ini.
2. Kloning Tikus
Pada Juli 1998, suatu tim ilmuwan dari Universitas Hawai mengumumkan
bahwa mereka telah menghasilkan tiga generasi tikus kloning yang secara genetik
identik. Tehnik ini diakreditasi atas nama Teruhiko Wakayama dan Ryuzo
Yanagimachi dari Universitas Hawai. Tikus telah sejak lama diketahui merupakan
mamalia yang tersulit untuk dikloning, ini merujuk pada, bahwa segera setelah suatu
sel telur tikus mengalami fertilisasi ia akan segera membelah. Domba digunakan
karena sel telurnya membutuhkan beberapa jam sebelum membelah, memungkinkan
adanya waktu bagi sel telur untuk memprogram ulang nukleus barunya. Meskipun
tidak mendapatkan keuntungan tersebut ternyata Wakayama dan Yanagimachi
mampu melakukan kloning dengan angka keberhasilan yang jauh lebih tinggi (3
kloning dari sekitar seratus yang dilakukan) dibandingkan Ian Wilmut (satu dari
277).
Sel telur tikus yang tidak dibuahi digunakan sebagai resipien dari inti donor.
Setelah dienokulasi, sel telur memiliki inti donor yang dimasukkan ke dalamnya.
Nukleus donor diambil dari sel-sel dalam hitungan menit dari setiap ekstrak sel dari
tikus tersebut. Tidak seperti pada proses yang digunakan untuk melahirkan Dolly,
tanpa in vitro atau di luar dari tubuh hewan, kultur dilakukan justru pada sel-sel
tersebut. Setelah satu jam sel-sel telah menerima nukleus-nukleus yang baru. Setelah
penambahan waktu selama 5 jam sel telur kemudian ditempatkan pada suatu kultur
kimia untuk memberi kesempatan sel-sel tersebut tumbuh, sebagaimana layaknya
fertilisasi secara alamiah.
Pada suatu kultur dengan suatu substansi (cytochalasin B) yang menghentikan
pembentukan suatu polar body, sel kedua yang secara alami terbentuk
sebelum fertilisasi.
Polar body akan menjadi setengah dari sel gen, mempersiapkan sel lainnya
untuk menerima gen-gen dari sperma. Setelah penyatuan, sel-sel berkembang
menjadi embrio-embrio. Embrio-embrio ini kemudian ditransplantasikan
kepada induk betina donor (surrogate mother) dan akan tetap berada di sana
sampai siap untuk di lahirkan. Sel yang paling berhasil dari proses ini adalah
sel kumulus, maka penelitian dikonsentrasikan pada sel-sel dari tipe tersebut
(sel kumulus).
Setelah terbukti bahwa tekniknya dapat menghasilkan cloning yang hidup, Wakayama
juga membuat kloning dari kloning, dan membiarkan mahluk klon yang asli untuk
melahirkan secara alamiah untuk membuktikan bahwa mereka memiliki kemampuan
reproduksi secara sempurna. Pada saat dia mengumumkan keberhasilannya, Wakayama telah
menciptakan lima puluh kloning.
Teknik baru ini memungkinkan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang
bagaimana tepatnya sebuah telur memprogram ulang sebuah nukleus. Tikus bereproduksi
dalam hitungan bulan, jauh lebih cepat dibanding dengan domba. Hal ini menguntungkan
dalam hasil penelitian jangka panjang
3. Aplikasi Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) Menggunakan Primer
Degenerate dan Spesifik Gen AV1 Untuk Mendeteksi Begomovirus Pada Tomat
(Lycopersicon esculentum Mill.)

Sampel-sampel tanaman tomat sakit yang diduga terinfeksi Begomovirus yang


digunakan dalam penelitian ini diambil dari beberapa daerah di Jawa Timur (Malang
dan Blitar), Jawa Tengah (Sragen), Daerah Istimewa Jogjakarta (Kaliurang) dan
Jawa Barat (Bandung, Sukabumi dan Bogor). Amplifikasi DNA dilakukan dengan
teknik PCR dilakukan sesuai dengan prosedur dari Rojas et al. (1993) menggunakan
sepasang primer degenerate universal untuk identifikasi kelompok Geminivirus
secara umum yaitu PAL1v1978 dan PAR1c715 serta primer spesifik adalah AV1-
F/R. Konfirmasi virus dilakukan dengan teknik penularan virus oleh vektor kutu
kebul ke tanaman sehat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel-sampel
tanaman tomat bergejala yang dikoleksi dari beberapa daerah di Jawa Timur, Jawa
Tengah, Jawa Barat dan D.I. Jogjakarta mengindikasikan adanya infeksi oleh
Begomovirus setelah dideteksi menggunakan teknik PCR dengan primer degenerate.
Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer spesifik AV1-F/R untuk mendeteksi
genus Begomovirus menunjukkan bahwa semua sampel tanaman koleksi
menghasilkan amplikon yang berukuran 780 bp. Konfirmasi virus melalui penularan
dengan vektor kutu kebul di rumah kaca dari sampel tanaman sakit dan positif PCR
menunjukkan terjadinya proses penularan virus yang ditandai dengan munculnya
gejala-gejala pada tanaman yang sehat.
Anonim. 2008. Elektroferisis Dan Dialisis. (http://www.vlsm.org). Diakses 6 Juni 2009.

Anonim. 2008. Elektroforesis Gel Agarosa (http://02bios2unsoed.wordpress.com/ tentang/acara-


praktikum/3-gel-elektroforesis-dna/). Diakses 3 Juni 2009.

http://bioinside.blogspot.com/2008/09/polymerase-chain-reaction.html

http://biologipedia.blogspot.com/2010/09/pcr-polymerase-chain-reaction.html

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/197008112001122-
DIAH_KUSUMAWATY/Materi/PCRkursus.pdf

Prijanto, Muljati. 1992. Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Diagnosis Human Immunodeficiency
Virus (HIV). (http://www.pcr.htm). Diakses 6 Juni 2009.

Soehardjo, Indrayana Noto. 2003. PCMV-b-Gal Sebagai Bahan Baku Pembuatan Marker DNA yang
Mudah dan Murah. (http://www.adln.lib.unair.ac.id/). Diakses 3 Juni 2009.

Warta Medika. 2008. Sidik DNA. (http://www.wartamedika.com/2008/07/sidik-dna.html). Diakses 3


Juni 2009.

Elrod,Susan.2007.Genetika.Jakarta.Erlangga

Sardjoko.1991.Bioteknologi:Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya.

Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama

Suryo.1998.Genetika.Yogyakarta.Gadjah Mada University Press.

C.Pai Anna.1992.Dasar-Dasar Genetika:Untuk Masyarakat.Jakarta.Erlangga

http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/id/component/content/article/12

8-tikus-kloning-di-spanyol

http://irun89.wordpress.com/2010/03/25/kloning-domba-dolly/

http://id.wikipedia.org/wiki/Tanaman_transgenik

http://www.scribd.com/doc/52527802/antibodi-monoklonal

Prawirohartono,Slamet.2007.Sains Biologi.Jakarta.Bumi Aksara

Priadi,Arif. 2007.Sains Biologi.Jakarta.Yudhistira


Kusnadi. 2014. Buku Teks Mikrobiologi. http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/. Diunduh 21
September 2014.
Nurcahyo, Heru. 2011. Diktat Bioteknologi. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.,
Pabendon , Marcia Bunga. 2013. Peran Penelitian Bioteknologi Menunjang Pertanian
Bioindustri. Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Pratiwi, D. A., Maryati Sri, Srikini, Suharno, S. Bambang. 2006. Biologi SMA Jilid III.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta.
Suwanto, Antonius. 1998. Bioteknologi Molekuler: Mengoptimalkan Manfaat Keanekaan
Hayati Melalui Teknologi DNA Rekombinan. Hayati Vol.5. No.1: hal 25-28.

You might also like