Professional Documents
Culture Documents
Askep Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Askep Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Disusun Oleh:
EBEN MARNATHA ZALUKHU, S.KEP
PPN 11040
A. Definisi
Menurut Varcarolis, Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori
seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu
itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah ketidak mampuan klien untuk menilai dan berespon terhadap realita. Klien
tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal dan tidak dapat membedakan antara
lamunan dan kenyataan. Tidak mampu berespon secara akurat sehingga tampat perilaku yang
sukar dimengerti dan mungkin menakutkan. Dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi
merupakan respon seseorang terdapat rangsangan yang tidak nyata (stuart dan sundeen, 1998).
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Penyebab
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik
terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut
ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan
perasaannya sendiri.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan
pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah
atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau
dirasakan)
2. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala dari halusinasi adalah :
a. berbicara dan tertawa sendiri
b. bersikap seperti mendengar dan melihat sesuatu
c. berhenti berbicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. disorientasi
e. merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. ingin memukul atau melempar barang - barang
3. Akibat
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Ini diakibatkan
karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal di
luar kesadarannya.
C. Pohon Masalah
E. Tipe Halusinasi
1. Halusinasi pendengaran
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai
arti, tetapi lebih sering terdengar sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Suara tersebut dapat
dirasakan berasal dari jauh atau dekat, suara biasanya menyenangkan, menyuruh berbuat baik,
tetapi dapat pula ancaman, mengejek, memaki.
2. Halusinasi Penglihatan
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik) biasanya sering muncul
bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-
gambaranyang mengerikan.
3. Halusinasi penciuman
Halusinasi ini biasanya berupa mencium bau sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak,
melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang
dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
4. Halusinasi pengecapan
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penghidung, penderita merasa
mengecap sesuatu.
5. Halusinasi perabaan
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak dibawah kulit terutama pada
keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
F. Tingkatan Halusinasi
1. Tingkat I
Memberi rasa nyaman
Tingkat orientasi sedang
Unsur umum halusinasi merupakan suatu kesenangan
2. Tingkat II
Menyalahkan
3. Tingkat III
Mengontrol tingkat kecemasan berat
Pengalaman sensorik (Halusinasi) tidak dapat ditolak lagi
4. Tingkat IV
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
Klien panik
G. Fase-fase Halusinasi
1. Fase 1
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain
bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah di kampus,
penyakit, hutang, dll. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support system
kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsungnya terus-menerus
sehingga terbiasa mengkhayal.
2. Fase 2
Pasien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan
berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan fikiran pda timbulnya kecemasan. Ia beranggapan
bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam
tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
3. Fase 3
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa tidak
mampu lagi mengontrol dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
4. Fase 4
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abdonrmal yang datang, Klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase psychotic.
5. Fase 5
Pengalaman sensorinya terganggu, klien mulai merasa terancam dengan datangnya suara-suara
terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak
mendapat komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.
Rencana asuhan Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
No
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1. Gangguan Sensori Pasien mampu : Setelah 2x pertemuan, pasien dapat SP I
Persepsi Halusinasi - Mengenali halusinasi yang menyebutkan : - Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu
dialaminya - Isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, terjadinya, frekuensi, situasi pencetus, perasaan
- Mengontrol halusinasinya perasaan saat terjadi halusinasi)
- Mengikuti program pengobatan - Mampu memperagakan cara dalam- Latih mengontrol halusinasi dengan cara
mengontrol halusinasi menghardik
Tahapan tindakannya meliputi :
Jelaskan cara menghardik halusinasi
Peragakan cara menghardik
Minta pasien memperagakan ulang
Pantau penerapan cara ini, beri penguatan
perilaku pasien
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah 2x pertemuan, pasien mampu : SP 2
- Menyebutkan kegiatan yang sudah- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
dilakukan - Latih berbicara / bercakap dengan orang lain
- Memperagakan cara bercakap-cakap saat halusinasi muncul
dengan orang lain - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000