Professional Documents
Culture Documents
Uas Tpbi Gilang
Uas Tpbi Gilang
Uas Tpbi Gilang
NPM : 230110150004
Kelas : Perikanan A 2015
1. Teknologi pembenihan ikan air tawar tidak terlepas dari sistem pemeliharaan
induk untuk mempertahankan superioritas genetika induk.
a. Uraikan dan jelaskan tahapan sistem tersebut dan aplikasi sistem tersebut dalam
breeding ikan.
b. Bagaimana tahapan produksi induk GGPS, GPS, dan Induk sebar
c. Sistem pemijahan yang mana yang akan diadopsi, apabila indukan ikan jantan sulit
untuk dipijahkan.
d. Jelaskan secara lengkap bagaimana interaksi mekanisme aktivitas reproduksi induk
mulai dari tahap calon induk hingga pasca pemijahan.
Jawaban :
a). Dilakukan breeding atau pemuliaan dengan cara seleksi memilih ikan-ikan yang
secara genetik unggul untuk dipergunakan sebagai tetua pada generasi berikutnya
dan kemudian dipijahkan. Seleksi dilakukan secara individu dan famili. Seleksi
individu dilakukan dengan cara Fenotip ternak yang bersangkutan bisa diukur baik
pada jantan atau betina.
b). GGPS (Great Grand Parent Stock) ialah Induk ikan pertama yang dihasilkan oleh
balai penyelenggara pemuliaan ikan yang diawasi dengan secara ketat dan tidak
boleh disebarluaskan kepada pihak lain yang bertujuan untuk keperluan stabilitas
genetika induk. Tahapan GGPS yaitu Induk ikan penjenis yang biasanya dihasilkan
oleh hasil pemuliaan upt dirjen perikanan yang dijaga dan dipelihara dengan benar
oleh balai atau instansi terkait kemudian dipijahkan (diperbanyak) antara jantan
dan betina yang memiliki keunggulan, kemudian benih hasil pemijahan tersebuat
(F1) inilah yang selanjutnya diseleksi dan dijadikan GPS (Grand Parent Stock).
GPS (Grand Parent Stock) ialah merupakan induk ikan tingkat kedua dan
merupakan keturunan pertama dari induk penjenis yang memenuhi standar mutu
kelas induk dasar. Iduk GPS oleh disebarluaskan kepada BBI (Balai Benih Ikan)
Sentral. GPS berasal dari pemijahan induk ikan jantan GGPS dan betina GGPS.
Kemudian ikan GPS ini diperlihara dan dirawat dengan baik agar menjaga kualitas
ikan tersebut. Ikan GPS dipijahkan (diperbanyak) dengan cara memijahkan induk
jantan dan betina yang memiliki keunggulan, kemudian benih hasil pemijahan
tersebut (F1) ini yang selanjutnya diseleksi dan dijadikan PS (Parent Stock).
PS (Parent Stock) ialah merupakan induk ikan tingkat ketiga dan merupakan
keturunan pertama dari induk dasar yang memenuhi standar mutu kelas induk
pokok. Induk PS dapat didistribusikan ke BBI (Balai Benih Ikan) lokal, Perusahaan
swasta, dan Petani produsen induk dengan catatan harus memiliki sertifikat mutu
produksi ikan dan izin usaha produksi ikan. PS berasal dari dari pemijahan induk
ikan jantan GPS dan betina GPS. Kemudian ikan PS ini dipelihara dan dirawat
dengan baik agar menjaga kualitas ikan tersebut. Ikan PS dipijahkan (diperbanyak)
dengan cara memijahkan induk janta dan induk betina yang memiliki keunggulan,
kemudian benih hasil pemijahan tersebut (F1) ini selanjutnya diseleksi dan
dijadikan induk sebar.
Induk Sebar ialah induk ikan tingkat keempat yang merupakan keturunan pertama
dari induk pokok yang memenuhi standar mutu kelas induk sebar. Induk sebar
inilah yang boleh didistribusikan kepada masyarakat atau produsen induk sebagai
induk ikan bermutu dan memiliki sertifikat induk.
c). Sistem pemijahan yang diadopsi apabila induk jantan sulit dipijahkan yaitu
pemijahan secara semi buatan. Pemijahan secara semi buatan yaitu pemijahan yang
dilakukan dengan bantuan hormonal ( ovaprim) yang bertujuan merangsang induk
ikan agar mencapai kematangan gonad tetapi proses ovulasinya dilakukan secara
alami.
d). Mekanisme hormonal aktivitas reproduksi induk induk mulai dari tahap calon
induk hingga pasca pemijahan yaitu perkembangan gonad pada produksi ikan
membutuhkan hormone gonadotropin (GtH). Hormon gonadotropin tersebut
diproduksi oleh kelenjar pituitary dan dialirkan oleh darah kedalam gonad.
Kemudian Hormon GnRH menstimulasi hipofisis untuk mesekresi hormone FSH
(Folicle Stimulating Hormon) dan LH (Lutineuzing Hormon). Pada proses
spermatozoa. LH merangsang sel leydig untuk menghasilkan hormone
testosterone. Pada masa pubertas, androgen/testosterone memacu tumbuhnya sifat
kelamin sekunder. FSH merangsang sel sertoli untuk menghasilkan androgen
binding protein yang akan memacu spermatogonium untuk memulai
spermatogenesis. Sedangkan pada prose oogenesis. FSH dan LH menyebabkan
serangkaian proses di ovarium sehingga terjadi sekresi hormone estrogen dan
progesterone. LH merangsang korpus luteum untuk menghasilkan hormone
progesteron dan merangsang ovulasi. Pada pasca pemijahan terjadi proses atresia
pada ikan yaitu penyerapan kembali kuning telur dan sperma oleh ikan yang
dipengaruhi oleh fotoperiode pendek (cahaya gelap lebih panjang) yang
menyebabkan kerja hormone GnRH terhambat.
c. Telur yang telah dibuahi akan mengalami perubahan bentuk, mula-mula terjadi
penonjolan polar, lalu membentuk polar lobe II yang merupakan awal proses
pembelahan sel dan akhirnya menjadi multi sel. Tahap berikutnya adalah fase
trocofor. Dengan bantuan bulu-bulu getar, trocofor dapat berenang dan bergerak
berputar-putar. Beberapa jam kemudian, trocofor akan berkembang menjadi veliger
(larva bentuk D) yang ditandai dengan tumbuhnya organ mulut pencernaan. Pada
tahap ini larva mulai makan dan tubuhnya telah ditutupi cangkang tipis.
Perkembangan selanjutnya adalah tumbuh velum. Pada fase ini biasanya larva
sangat sensitif terhadap cahaya dan sering berenang di permukaan air, dan bersifat
plakntonis, larva biasanya berenang dengan menggunakan bulu-bulu getar.
Pada saat fase umbo, secara bertahap cangkang juga ikut berkembang. Bentuk
sepasang cangkangnya sama. Mantel sudah berfungsi secara permanen. Pada akhir
masa umbo, larva bergerak dengan menggunakan velum.
Fase Pediveliger ditandai dengan berkembangnya kaki. Gerakan-gerakan
sederhana dari berenang sampai dengan berputar-putar dilakukan dengan velum
dan kaki. Setelah kaki berfungsi dengan baik, velum akan menghilang, lembaran-
lembaran insang mulai tampak jelas.
Proses pencarian tempat atau subtrat untuk menempel dan menetap dimulai
sejak larva mencapai fase Pediveliger. Pertumbuhan cangkang terlihat pada bagian
tepi cangkang yang bentuknya sangat tipis, transparan, dan tersusun oleh selaput
tipis Conchilion (Zat organik yang berfungsi sebagai perekat). Pada waktu yang
sama, kelenjar bisus akan mensekresikan benang-banang bisus untuk menempel.
Organ lain yang berkembang yaitu Labial palp (semacam bibir) dan insang. Fase
pertumbuhan setelah selanjutnya adalah Plantigrade.
Perkembangan akhir larva yaitu perubahan fase Plantigrade menjadi Spat.
Bentuk spat menyerupai tiram dewasa, mempunyai engsel, auricula (bilik hati)
depan dan belakang, serta terdapat takik bisus pada bagian anterior. Cangkang
sebelah kiri lebih cembung daripada sebelah kanan. Spat dapat menempel pada
subtrat dengan bantuan benang-benang bisus.
Sedangkan kegiatan operasi tiram mutiara merupakakn suatu proses penanaman
inti mutiara atau sering disebut sebagai nukleus kedalam bagian rahim mutiara.
Peratama dilakukan seleksi terhadap Tiram mutiara untuk dilakukan operasi. Tiram
mutiara yang digunakan biasanya berumur 4 – 5 tahun dengan diameter 10 – 14 cm
kemudian ditempatkan pada bak dengan volume air yang sedikit, hal ini bertujuan
agar tiram membuka kemudian diganjal dengan menggunakan agar tidak menutup
kembali dan mempermudah proses pengoperasian baik penanaman maupun
pengambilan mutiara. Penanaman inti mutiara dilakukan dengan cara sistim donor
dimanana terdapat tiram pendonor dan tiram penerima. Tiram pendonor akan
diambil bagian mantel tissue yang berfungsi sebagai perangsang pelapisan nukleus
menjadi mutiara. Matel tissue yang telah diambil dan dipotong dari tiram pendonor
akan diletakan pada nukleus yang telah ditanam dekat dengan bagian gonad. Warna
mutiara yang dihasilkan biasanya tergantung dari jenis manatel tissue yang
didonorkan. Mutiara putih dihasilkan oleh Pinctada maxima sedangkan mutira
hitam dihasilkan oleh Pinctada margaritifera.
d. Spat merupakan Larva yang telah memiliki byssus dan sudah menempel di dasar
atau substrat (Odi 2010). Pemeliharaan spat dilakukan dengan bantuan media yang
disebut kolektor. Kolektor ini memiliki tali spiral yang berfungsi untuk tempat
penempelan spat. Dalam satu kolektor terdapat 200-300 ekor/kolektor dengan
ukuran kolektor 30x40 cm. Spat dipelihara dalam bak pendederan kurang lebih 1
minggu setelah ukurannya 1,5-2,0 mm maka dapat dipindahkan ke laut untuk
digantung pada long line dengan cara diikat. Kolektor digantung di tali long line
dengan jarak per titik masing-masing 1 m. Pemeliharaan spat dilaut kira-kira 18-24
bulan. Dengan dilakukan perawatan setiap bulannya dengan dibersihkan dari
organisme yang menempel (biofouling) dengan menggunakan pisau kecil atau bisa
juga dibersihkan dengan alat penyemprot apabila umur tiram sudah lebih dari 7
bulan.
3. Pembuatan ikan trasgenik tumbuh cepat ( misalkan ikan lele ) dapat
menggunakan gen hormon pertumbuhan GH ikan itu dengan teknik elektroforisis
sperma.
a. Terangkan bagaimana urutan mekanisme transfer gen tersebut menggunakan
elektroforator
b. Mengapa ikan transgenik dapat mewariskan superioritasnya secara permanen pada
keturunanya.
c. Bagaimana teknik produksi keturunan galur murni ikan transgenik setiap generasi
(1, 2, dan 3)
d. Bagaimana teknik mengidentifikasi induk ikan transgenik dan non-transgenik
Jawaban :
a.
b. Karena pada proses transgenik hormone gonadotrophin yang sudah diekstrak
kemudian sudah melalui proses elektroforesis diinjeksikan kedala sperma ikan
dengan menggunakan kejut suhu kemudian dipijahkan dengan ikan betina sehingga
dapat mewariskan keunggulan nya pada keturunan berikutnya.
c. Dengan cara memijahkan dengan indukan yang lain yang memiliki keunggulan dan
dengan cara mengecek rutin DNA genom.
d. Dara mengidntifikasi ikan hasil transgenik dan non transegenik bisa dilihat dari
hasil pertumbuhannya, contoh pada ikan salmon transgenik bisa mencapai 2 hingga
6 kali lipat dari ikan Salmon Atlantik nontransgenik. Ikan nila mampu 2-7 kali
lebih besar, bahkan pada ikan mud loach mampu tumbuh 35 kali lebih besar dari
ikan normal kemudain dilihat dari perbandingan antara pakan yang diberikan
dengan daging yang dibentuk pada ikan transgenik mencapai 0,76 sedangkan
nontransgenik sebesar 1,02 ini berarti bahwa ikan transgenik untuk menghasilkan
satu kilogram daging hanya memerlukanpakan sebanyak 0,76 kg, sedangkan pada
ikan biasa untuk menghasilkan daging satu kilogram memerlukan 1,02 kg pakan,
dengan demikian menunjukkan bahwa didalam pemanfaatan pakan ikan trangenik
lebih efisien dibandingkan dengan ikan nontransgenik.
a. Alami/Manipulasi lingkungan
- Bak pemijahan kapasitas 8 Ton air unt. 1 pasang induk
- Pengisian air laut setinggi 120-170 cm dari dasar bak
- Pemijahan secara alami dilakukan dengan manipulasi lingkungan yakni dengan menaikkan
dan menurunkan vol air bak pemijahan. Manipulasi lingkungan ini dengan menurunkan
volume air pada bak hingga menyisakan air setinggi 100 cm pada pagi (Pk 06.00) Selama
8-11 jam (Menaikan suhu air sebesar 30C) dan kemudian volume air bak dinaikkan dengan
penambahan air laut baru sampai 2M (Menaikan salinitas sebesar 1%). Setiap hari selama
11-14 hari mampu mempengaruhi induk utk memijah
b. Manipulasi hormon
Sebelum diinjeksi hormon bak pemijahan diberi etylene glycol dosis (1:8000) – ( 1:10000).
Induk akan pingsan setelah 3-5 menit.
- Penyuntikan dibawah sirip punggung, dapat dilakukan 2 kali injeksi dengan interval 24
jam
- Penyuntikan I : HCG 500 N/KG dan puberogen 100 RV/KG berat tubuh
Penyuntikan II : HCG 1000 N/KG dan puberogen 150 RV/KG berat tubuh
Induk memijah setelah 14-18 jam dari penyuntikan II.
- Hormon HCG identik degan FSH (Follicle Stimulatinf Hormone) yang memacu pelepasan
estrogen /androgen (Pemasakan telur)
- Puberogen identik dengan LH ( Lutinizing Hormone) yang memicu pelepasan estrogen
c. Pemeliharan larva :
- Telur hasil pemijahan dipanen dengan sistem air mengalir. Telur dikumpulkan dalam
akuarium vol 40L untuk diseleksi telur yang terbuahi akan mengapung di permukaan dan
berwarna jernih transparan
- Agar tidak diserang bakteri telur terlebih dulu dicuci dengan larutan acriflavin 1-5 ppm
untuk dipindah pada bak penetasan
- Larva yang telah menetas dipindahkan ke bak pemeliharaan larva dengan kepadatan 20-
60 butir/L
- Keseimbangan lingkungan dipertahankan dengan pemb chorella SP kepadatan 50.000-
100.000 Sel/ML.
- Pada hari ketiga pakan awal larva berupa Branchionus SP .Kepadatan 3 EK/ML. Sampai
larva umur 20-22 hari yang ditambah kepadatannya hingga 8 EK/ML.
Pada hari ke 15 larva diberi Naupli Artemia kepadatannya 1 EK/M. Yang ditingkatkan
kepadatannya 2-5 EK/ML. Pada hari ke 30. Setelah itu diberi Artemia dewasa kemudian
pakan segar
- Pergantian Air : Air 0-5% (Hari ke 05/06) ; 5-10% (Hr. Ke 7-10) ; 10-30% (Hari ke 10-
30) ; 20-40% (Hari ke 25-40) ; lebih dari 40% (Hari ke 38-45%)
- Induk cenderung memijah dlam bak yang berukuran besar (Vol 75-150 M3, kedalaman 2-
3M)
- Dilengkapi dengan pipa peluapan yang diperpanjang hingga berhubungan dengan jaring
panampung telur
- Diberi atap pada bagian atas bak
e. Seleksi telur
- Telur yang mengendap tidak dibuahi , telur yang melayang harus dibuang. Hanya telur
yang terapung yang dipindah ke bak larva untuk penetasan lebih lanjut
- Isolasi telur dengan penyakit VNN (Viral Nervous Necrosis) dengan perendaman larutan
iodine (10L air laut dengan 60ml larutan iodine yang mengandung 10% bahan aktif
iodine). Di aerasi kuat selama 15 menit
d) Tidak memungkinkan karena pada pemijahan udang dan ikan kerapu tidak dapat
dilakukan proses striping. Sehingga tidak dapat memungkinkan proses ginogenesis
dan androgenesis. Kemudian keberadaan populasi jantan dan betina pada budidaya
udang tidak terlalu berpengaruh besar terhadap pertumbuhan bobot yaitu jantan dan
betina pertumbuhan nya tidak terlalu bebeda dalam mencapai kematangan gonad
nutrisi yang dibutuhkan untuk pematangan gonad tidak terlalu berbeda besar,
kemudian dalam pemijahan udang harus dilakukan pemotongan tangkai mata
(ablasi) sedangkan pada ikan kerapu tidak memungkinkan karena sebelum
pemijahan ikan kerapu harus transisi kelamin terlebih dahulu atau ikan kerapu
bersifat hemaprodit.