Gangguan Keseimbangan-1

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keseimbangan adalah hal yang penting karena memungkinkan kita untuk


berjalan dan berdiri tanpa terjatuh atau mengalami cedera. Keseimbangan
bertanggung jawab untuk memastikan kita dapat melakukan berbagai kegiatan
sehari-hari dengan aman. Sistem keseimbangan manusia bergantung kepada
telinga dalam, mata, dan otot dan sendi untuk menyampaikan informasi tentang
pergerakan dan orientasi tubuh di dalam ruang.
Gangguan keseimbangan adalah suatu kondisi dimana sensasi berputar,
bergerak, atau mengambang ketika seseorang dalam kondisi berbaring atau berdiri
yang dapat terjadi saat kapan saja. Hal ini dapat terjadi sebentar atau bahkan dapat
bertahan untuk waktu yang lama. Kadang-kadang dikaitkan dengan gejala lain,
seperti mual, telinga berdenging, atau pingsan. Gangguan keseimbangan dapat
mengenai segala usia.
Dizziness adalah sebuah istilah nonspesifik yang dapat dikategorikan ke
dalam 4 subtipe berupa vertigo, presinkop (perasaan lemas disebabkan oleh
berkurangnya perfusi cerebral), light-headness, disequilibrium (perasaan goyang
atau tidak seimbang ketika berdiri).1 Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan
yang paling sering diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi
umum. Dari keempat jenis dizziness, vertigo merupakan yang paling sering yaitu
sekitar 54%. Pada sebuah studi mengemukakan bahwa vertigo lebih banyak
ditemukan pada wanita dibanding pria (2:1) sekitar 88% pasien mengalami
episode rekuren.2 Gangguan keseimbangan bersifat multifaktorial sehingga
penting dalam mengenali gejala yang timbul dan mengevaluasi secara sistematis
dan komprehensif agar penyebab yang mendasarinya dapat ditatalaksana secara
optimal.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga
luar terdiri dari daun telinga, liang telinga sampai membran timpani. Telinga
tengah terdiri dari kavum timpani, prosesus mastoideus dan tuba eustachius.
Telinga tengah berbentuk kubus dengan membran timpani sebagai batas luarnya,
tuba eustachius sebagai batas depannya, vena jugularis sebagai batas bawahnya,
batas belakang terdapat aditus ad antrum dan kanalis fasialis pars vertikalis, serta
batas atas terdapat tegmen timpani. Batas dalam terdapat kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis facialis, tingkap lonjong, tingkap bundar, dan promontotium.3

Gambar 1. Anatomi Telinga4

Membran timpani merupakan sebuah kerucut yang tidak teratur,


puncaknya dibentuk oleh umbo. Membran timpani orang dewasa berdiameter
sekitar 9 mm dan membentuk sudut lancip yang berhubungan dengan dinding
inferior liang telinga luar. Anulus fibrosus dari membran timpani mengaitkannya

2
pada sulkus timpanikus. Selain itu, membran timpani melekat erat pada maleus
yaitu pada prosesus lateral dan umbo.3
Membran timpani dipisahkan menjadi bagian atas pars flaksid (membran
Shrapnell) dan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksid hanya
berlapis dua, yaitu bagian luar yang merupakan lanjutan dari epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam yang dilapisi oleh sel kubus bersilia. Pars tensa
mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler
pada bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran
timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya ke arah
bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran timpani kanan. Refleks cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan
oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkular
dan radier yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya berupa kerucut. Secara
klinis refleks cahaya ini dinilai, misalnya bila letak refleks cahaya mendatar,
berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.3
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang,
untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.3

Gambar 2. Penampakan Membran Timpani Kanan

3
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian.

Gambar 3. Tulang pendengaran dan bagian-bagiannya.4

Antara telinga tengah dan nasofaring terhubung melalui suatu saluran


yaitu tuba eustachius. Tuba eustachius berfungsi untuk drainase sekret dan
menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan
udara luar serta menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.
Muara tuba eustachius selalu tertutup, hanya terbuka dalam kondisi tertentu
seperti menelan, menguap. Pada bagian telinga dalam terdapat pusat pengaturan
keseimbangan tubuh, yaitu sistem vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem
optik. Sistem vestibular meliputi labirin (aparatus vestibularis), nervus vestibularis
dan vestibular sentral. Labirin terletak dalam pars petrosa os temporalis dan dibagi
atas koklea (alat pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat keseimbangan).
Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga pasang
kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut sakulus
dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai suatu penebalan
atau makula sebagai mekanoreseptor khusus. Makula terdiri dari sel-sel rambut
dan sel penyokong. Kanalis semisirkularis adalah saluran labirin tulang yang

4
berisi perilimfe, sedangkan duktus semisirkularis adalah saluran labirin selaput
berisi endolimfe. Utrikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis yang
melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang berfungsi untuk
mempertahankan keseimbangan.
Tiga kanalis semisirkularis terletak di bidang yang berbeda. Kanalis
semisirkularis lateral terletak di bidang horizontal, dan dua kanalis semisirkularis
lainnya tegak lurus dengannya dan satu sama lain. Kanalis semisirkularis posterior
sejajar dengan aksis os petrosus, sedangkan kanalis semisirkularis anterior tegak
lurus dengannya. Karena aksis os petrosus terletak pada sudut 45o terhadap garis
tengah, kanalis semisirkularis anterior satu telinga pararel dengan kanalis
semisirkularis posterior telinga sisi lainnya, dan kebalikannya. Kedua kanalis
semisirkularis lateralis terletak di bidang yang sama (bidang horizontal). Masing-
masing dari ketiga kanalis semisirkularis berhubungan dengan utrikulus. Setiap
kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya untuk membentuk
ampula,yang berisi organ reseptor sistem vestibular, krista ampularis. Pergerakan
endolimfe di kanalis semisirkularis menstimulasi rambut-rambut sensorik krista
sebagai reseptor kinetik (reseptor pergerakan).

Gambar 4. Krista ampularis

Utrikulus dan sakulus mengandung organ resptor lainnya, makula


utrikularis dan makula sakularis. Makula utrikulus terletak di dasar utrikulus

5
paralel dengan dasar tengkorak, dan makula sakularis terletak secara vertikal di
dinding medial sakulus. Sel-sel rambut makula tertanam di membrana gelatinosa
yang mengandung kristal kalsium karbonat, disebut statolit. Kristal tersebut
ditopang oleh sel-sel penunjang. Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang
menunjukkan posisi kepala terhadap ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga
memberikan pengaruh pada tonus otot. Impuls yang berasal dari reseptor labirin
membentuk bagian aferen lengkung refleks yang berfungsi untuk
mengoordinasikan otot ekstraokular, leher, dan tubuh sehingga keseimbangan
tetap terjaga pada setiap posisi dan setiap jenis pergerakan kepala. Transmisi
implus berikutnya di sistem vestibular adalah nervus vestibulokokhlearis.
Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius internus mengandung sel-sel
bipolar yang prosesus perifernya menerima input dari sel resptor di organ
vestibular, sedangkan proseus sentral membentuk nervus vestibularis. Nervus ini
bergabung dengan nervus kokhlearis, yang kemudian melewati kanalis auditorius
internus, menembus ruang subarakhnoid di cerebellopontine angle. Serabut-
serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang terletak di
dasar ventrikel keempat.

Gambar 5. Hubungan sentral masing-masing komponen nukleus vestibularis.

6
Serabut-serabut nervus vestibularis terpisah menjadi beberapa cabang
sebelum memasuki masing-masing kelompok sel di kompleks nuklear
vestibularis, tempat mereka membentuk jalur sinaptik dengan neuron berikutnya.
Anatomi hubungan aferen dan eferen dari nuklei vestibularis saat ini belum
diketahui secara pasti. Teori yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut:
•Sebagian serabut yang berasal dari nervus vestibularis menghantarkan
impuls langsung ke lobus flokulonodularis serebeli melalui
traktus juxtarestiformis, yang terletak di dekat pedunkulus serebelaris inferior,
kemudian lobus flokulonodularis yang berproyeksi ke nukleus fastigialis dan
melalui fasikulusunsinatus (Russell). Nukleus vestibularis kembali melalui
nervus vestibularis ke sel-sel rambut labirin supaya dapat mengeluarkan
efek regulasi inhibitorik utama. Selain itu, arkhi serebelum mengandung
serabut-serabut ordo kedua dari nukleus vestibularis superior, medialis, dan
inferior dan mengirimkan serabut eferen langsung kembali ke kompleks
nuklear vestibularis, serta ke neuron motorik medula spinalis, melalui jaras
serebeloretikularis dan retikulospinalis
•Traktus vestibulospinalis lateralis yang penting berasal dari nukleus
vestibularis lateralis (Deiters) dan berjalan turun pada sisi ipsilateral di dalam
fasikulus anterior kemotor neuron gamma dan alfa medula spinalis, turun
hingga ke level sakral. Impuls yang dibawa di traktus vestibularis lateralis
berfungsi untuk memfasilitasi refleks ekstensor dan mempertahankan tingkat
tonus otot seluruh tubuh yang diperlukan untuk keseimbangan.
•Serabut nukleus vestibularis medialis memasuki fasikulus longitudinalis
medialis bilateral dan berjalan turun di dalamnya ke sel-sel kornu anterius
medula spinalis servikalis, atau sebagai traktus vestibulospinalis medialis ke
medula spinalis torasika bagian atas. Serabut-serabut ini berjalan turun di
bagian anterior medula spinalis servikalis, di dekat fisura mediana anterior,
sebagai fasikulus sulkomarginalis, dan mendistribusikan dirinya ke sel-sel
kornu anterior setinggi servikal dan torakal bagian atas. Serabut ini
memengaruhi tonus otot leher sebagai respon terhadap posisi kepala dan

7
kemungkinan juga berpapartisipasi dalam refleks yang menjaga ekuilibrium
dengan gerakan lengan untuk keseimbangan.
•Semua nukleus vestibularis berproyeksi ke nuklei yang mempersarafi otot-
ototekstraokular melalui fasikulus longitudinalis medialis

Gambar 6. Hubungan Sentral Nervus Vestibularis

Neurofisiologi Alat Keseimbangan Tubuh

Alur perjalanan informasi berkaitan dengan fungsi AKT melewati tahapan sebagai
berikut:
1. Tahap Transduksi
Rangsangan gerakan diubah reseptor (R) vestibuler (hair cell), R. visus (rod dan
cone cells) dan R proprioseptik, menjadi impuls saraf. Dari ketiga R tersebut,
vestibuler menyumbang informasi terbesar dibanding dua R lainnya, yaitu lebih
dari 55%. Mekanisme transduksi hari cells vestibulum berlangsung ketika

8
rangsangan gerakan membangkitkan gelombang pada endolimfe yang
mengandung ion K (kalium). Gelombang endolimfe akan menekuk rambut sel
(stereocilia) yang kemudian membuka dan menutup kanal ion, bila tekukan
stereocilia mengarah ke kinocilia (rambut sel terbesar) maka timbul influks ion K
dari endolimfe ke dalam hari cells yang selanjutnya akan mengembangkan
potensial aksi. Akibatnya kanal ion Ca (kalsium) akan terbuka dan timbul ion
masuk ke dalam hair cells. Influks ion Ca bersama potensial aksi merangsangn
pelepasan neurotransmitter ke celah sinaps untuk menghantarkan (transmisi)
impuls ke neuron berikutnya, yaitu saraf aferen vestibularis dan selanjutnya
menuju ke pusat AKT.

2. Tahap Transmisi
Impuls yang dikirim dari haircells dihantarkan oleh saraf aferen vestibularis
menuju ke otak.

3. Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga pusat AKT, antara
lain:
-Inti vestibularis
-Vestibulo-serebelum
-Inti okulomotorius
-Hipothalamus
-Formasio retikularis
-Korteks prefrontal dan limbik
Struktur tersebut mengolah informasi yang masuk dan memberi respons
yang sesuai. Manakala rangsangan yang masuk sifatnya berbahaya maka akan
disensitisasi. Sebaliknya, bila bersifat biasa saja maka responsnya adalah
habituasi.

4. Tahap Persepsi

9
2.2 Fisiologi

Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap


oleh reseptor vestibuler, visua,l dan propioseptik. Dan ketiga jenis reseptor
tersebut, reseptor vestibuler yang punya kontribusi paling besar, yaitu lebih dari
50% disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil konstibusinya adalah
propioseptik. Gerakan atau perubahan gerakan dari kepala atau tubuh
menimbulkan perpindahan cairan endolimfe di labirin dan selanjutnya bulu (cilia)
dari sel rambut (hair cells) akan menekuk. Tekukan bulu menyebabkan
permeabilitas membran sel berubah sehingga Ca influks ke dalam sel. Influx Ca
akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan juga merangsang pelepasan
neurotransmiter eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya akan
meneruskan impul sensoris ini lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat
keseimbangan tubuh di otak. Pusat integrasi alat keseimbangan tubuh pertama
diduga di inti vertibularis menerima impuls aferen dari propioseptik, visual dan
vestibuler. Serebellum selain merupakan pusat integrasi diduga merupakan pusat
komparasi informasi yang sedang berlangsung dengan informasi gerakan yang
sudah lewat, oleh karena memori gerakan yang pernah dialami masa lalu
tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebellum, informasi tentang gerakan juga
tersimpan di pusat memori prefrontal korteks serebri.

2.3 Definisi

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar


mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar.
Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah
nonspesifik yang dapat dikategorikan ke dalam 4 subtipe tergantung gejala yang
digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa vertigo, presinkop (perasaan
lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi cerebral), light-headness,
disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang ketika berdiri). Vertigo
berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar merujuk pada
sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan.5
10
2.4 Epidemiologi

Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan


prevalensi sebesar 7%. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki
epidemiologi dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness.
Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh
pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis dizziness,
vertigo merupaan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi
mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria (2:1)
sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren.

2.5 Gangguan Keseimbangan Perifer

2.5.1 Definisi

Gangguan keseimbangan perifer adalah gangguan keseimbangan yang terjadi di


dalam telinga dalam. Gangguan ini bisa sembuh sendiri tetapi pada beberapa
kasus memerlukan pengobatan.6

2.5.2 Tanda dan Gejala

Lesi Vestibular Bilateral


Lesi vestibular bilateral menghasilkan pengurangan aktivitas tonik secara
simetris dari masing-masing labirin pada batang otak. Gejala primer adalah
disebabkan oleh penurunan dalam sensitivitas vestibular pada pergerakan kepala
dan posisi gravitasi mengakibatkan ketidaksamaan refleks vestibulookular. Jika
input vestibular bilateral tidak adekuat untuk mempertahankan ketepatan
penambahan refleks vestibulookular, maka timbul gangguan penglihatan dan sakit
kepala ringan. Penglihatan kabur dan gangguan keseimbangan jelas dengan
pergerakan kepala yang cepat atau bila input visual terbatas.7

Lesi Unilateral Dengan Onset Lambat


Penyebab gangguan unilateral onset lambat termasuk neoplasia dan
degeneratif nervus VIII dan penyakit autoimun. Lesi pada onset lambat mungkin

11
tidak menghasilkan gejala berat karena refleks vestibulookular terus menerus
dimonitor dan diatur untuk mempertahankan akurasi keseimbangan pergerakan
mata dalam merespon pergerakan kepala. Jika perkembangan lesi cukup lambat,
seperti pada neuroma akustik gejala vestibular bisa sangat ringan sampai tidak
terlihat.7

Lesi Bilateral Dengan Onset Lambat


Lesi bilateral dengan onset lambat menyebabkan hanya sedikit gejala
karena adanya mekanisme kompensasi antara nodulus dan flokulus. Gejala terlihat
bila terdapat kehilangan hampir keseluruhan atau keseluruhan sensitivitas
vestibular. Gejala gangguan penglihatan, sakit kepala ringan, dan oscillopsia jelas
terlihat.7

2.5.3 Diagnosis

Riwayat dan pemeriksaan fisik adalah hal-hal penting untuk mempertajam


klinis dalam mengevaluasi pasien dengan vertigo. Evaluasi klinis harus
menentukan serangan dan waktu terjadinya (akut, progresif, durasi dan frekuensi).
Gejala-gejala seperti rasa berputar, pusing, tidak seimbang, penglihatan kabur,
nistagmus, kehilangan pendengaran, kesempurnaan pendengaran, otorhea, otalgia,
kelumpuhan wajah, sakit kepala, photopobia, nausea, muntah, dan faktor-faktor
resiko yang relevan (trauma kepala, penyakit cerebrovaskular, penyakit
autoimun).7
Pemeriksaaan fisik termasuk pemeriksaan lengkap pada kepala dan leher
dan penilaian saraf kranial. Evaluasi oculomotor dengan atau tanpa frenzel glasses
dan observasi sikap badan dan gaya berjalan. Pemeriksaan otologik termasuk
otoskopi dan audiometri. Pasien dengan riwayat penurunan penglihatan harus
dievaluasi lapangan penglihatan. Sistem penglihatan berhubungan dengan
keseimbangan, sehingga kerusakan penglihatan dapat berkontribusi pada gejala-
gejala keseimbangan dan terlambatnya penyembuhan setelah kehilangan fungsi
vestibular. Gerakan spesial lainnya ditunjukkan sambil pemeriksaan adalah
tes nistagmus setelah menggoyangkan kepala.7

12
2.5.4 Penatalaksanaan

Manajemen keberhasilan untuk gangguan keseimbangan perifer adalah


mengurangi gejala-gejala dan memperbaiki fungsi. Pilihan pengobatan termasuk
vestibulo-suppressive, pembedahan ablative, labyrinthectomy kimia dan
rehabilitasi. Keberhasilan manajemen pada fungsi vestibular unilateral adalah
meringankan gejala-gejala vestibular akut dan autonomik. Diazepam 5 sampai 10
mg intravena secara perlahan akan mengurangi vertigo, nausea, dan muntah hebat
dari fungsi vestibular. Obat ini penggunaan terbaik untuk manajemen neuronitis
vestibular, postrauma dari fungsi vestibular, labyrinthitis, atau episode vertigo
hebat. Sedatif vestibular adalah kontraindikasi selama evaluasi pasien untuk
penyakit sistem saraf pusat dan luka kepala.7

2.6 Penyakit-penyakit Gangguan keseimbangan Perifer

2.6.1 Penyakit Meniere

Etiologi
Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui. Penambahan volume
endolimfa diperkirakan oleh adanya gangguan biokimia cairan endolimfa dan
gangguan klinik pada membrane labirin.3

Patofisiologi
Gejala klinis penyakit Meniere disebakan oleh adanya hidrops
endolimfe pada koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan
hilang timbul diduga disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik pada
ujung arteri, berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler, meningkatnya
tekanan osmotik ruang ekstrakapiler, jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat,
sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfa.3
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal, ditemukan pelebaran dan
perubahan morfologi pada membran Reissner, terdapat penonjolan ke dalam skala
vestibuli, terutama di daerah apeks koklea helikotrema. Sakulus juga mengalami
pelebaran yang dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media
dimulai dari daerah apeks koklea, kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah

13
dan basal koklea. Hal ini yang dapat menjelaskan terjadinya tuli saraf nada rendah
pada penyakit meniere.3

Gejala klinik
Terdapat trias atau sindrom meniere yaitu vertigo, tinnitus, dan tuli
sensorineural terutama nada rendah. Serangan pertama sangat berat, yaitu vertigo
disertai muntah. Setiap kali saat berdiri akan timbul rasa berputar, mual dan
muntah. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, meskipun
keadaannya berangsur baik. Penyakit ini bisa sembuh tanpa obat dan gejala
penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua kalinya dan selanjutnya
dirasakan lebih ringan, tidak seperti serangan yang pertama kalinya. Pada penyakit
meniere vertigonya periodic yang makin mereda pada serangan-serangan
berikutnya.3
Pada setiap serangan biasanya disertai dengan gangguan pendengaran dan
dalam keadaan tidak ada serangan, pendengaran dirasakan baik kembali. Gejala
lain yang menyertai serangan adalah tinitus, kadang-kadang menetap, meskipun di
luar serangan. Gejala yang lain menjadi tanda khusus adalah perasaan penuh di
dalam telinga.3
Dari keluhan vertigonya kita sudah dapat membedakan dengan penyakit
yang lainnya yang juga mempunyai gejala vertigo, seperti penyakit meniere,
tumor N. VIII, sklerosis multiple, neuritis vestibuler atau vertigo posisi
paroksismal jinak (VPPJ).3 Pada tumor nervus VIII serangan vertigo periodik,
mula-mula lemah dan makin lama makin kuat. Pada sklerosis multipel, vertigo
periodik, tetapi intensitas serangan sama pada tiap serangan. Pada neuritis
vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin lama makin menghilang.
Penyakit ini diduga disebabkan oleh virus. Biasanya penyakit ini timbul setelah
menderita influenza. Vertigo hanya didapatkan pada permulaan penyakit. Penyakit
ini akan sembuh total bila tidak disertai dengan komplikasi. Vertigo posisi
paroksismal jinak, keluhan vertigo datang secara tiba-tiba terutama pada
perubahan posisi kepala dan keluhan vertigonya terasa sangat berat, kadang-
kadang disertai rasa mual sampai muntah, berlangsung tidak lama.3

14
Diagnosis Penyakit Meniere

Diagnosis dipermudah dengan dibakukannya kriteria diagnosis, yaitu


vertigo hilang timbul, fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf, dan
menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya tumor N VIII. Bila
gejala-gejala khas penyakit Meniere pada anamnesis ditemukan, maka
diagnosis penyakit Meniere dapat ditegakkan.3
Pemeriksaan fisik diperlukan hanya untuk menguatkan diagnosis penyakit
ini. Bila dalam anamnesis terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada
pemeriksaan ternyata terdapat tuli sensorineural, maka kita sudah dapat
mendiagnosis penyakit meniere, sebab tidak ada penyakit lain yang bisa
menyebabkan adanya perbaikan dalam tuli sensorineural, kecuali penyakit
Meniere. Dalam hal yang meragukan kita dapat membuktikan adanya hidrops
dengan tes gliserin. Selain itu tes gliserin ini berguna untuk menentukan prognosis
tindakan opertif pada pembuatan “shunt”. Bila terdapat hidrops, maka operasi
diduga akan berhasil dengan baik.3

Pengobatan
Pada saat datang biasanya diberikan obat-obat simtomatik, dan bila
diperlukan dapat diberikan anti muntah. Bila diagnosis telah ditemukan,
pengobatan yang paling baik adalah adalah sesuai dengan penyebabnya. Khusus
untuk penyakit Meniere, diberikan obat-obat vasodilator perifer untuk
mengurangi tekanan hidrops endolimfa. Dapat pula tekanan endolimfa ini
disalurkan ke tempat lain dengan jalan operasi, yaitu membuat “shunt”. Obat-obat
antiiskemia, dapat pula diberikan sebagai obat alternatif dan juga diberikan obat
neurotonik untuk menguatkan sarafnya.3

2.6.2 Vertigo Posisi Paroksismal Jinak

Vertigo merupakan keluhan yang sangat mengganggu aktivitas kehidupan


sehari- hari. Sampai saat ini sangat banyak hal yang dapat menimbulkan keluhan
vertigo. Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat masih terus disempurnakan.

15
Vertigo posisi paroksismal jinak atau disebut juga Benign Paroxysmal Potitional
Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.
Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan
posisi kepala, beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang
menimbulkan keluhan vertigonya. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat,
berlangsung dingkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya
lebih lama. Keluhan dapat disertai mual bahkan sampai muntah, sehingga
penderita merasa khawatir akan timbul serangan lagi, hal ini yang menyebebkan
penderita sangat hati-hati dalam posisi tidurnya. Vertigo jenis ini sering
berulang kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya.3

Etiologi
Abnormalitas dari organ-organ vestibuler, visual, ataupun sistem
propioseptif. Labirin (organ untuk ekuilibrium) terdiri atas 3 kanalis
semisirkularis, yang berhubungan dengan rangsangan akselerasi angular, serta
utrikulus dan sakulus, yang berkaitan dengan rangsangan gravitasi dan akselerasi
vertikal. Rangsangan berjalan melalui nervus vestibularis menuju nukleus
vestibularis di batang otak, lalu menuju fasikulus medialis (bagian kranial
muskulus okulomotorius), kemudian meninggalkan traktus vestibulospinalis
(rangsangan eksitasi terhadap otot-otot ekstensor kepala, ekstremitas, dan
punggung untuk mempertahankan posisi tegak tubuh). Selanjutnya, serebelum
menerima impuls aferen dan berfungsi sebagai pusat untuk integrasi antara
respons okulovestibuler dan postur tubuh.

Fungsi vestibuler dinilai dengan mengevaluasi refleks okulovestibuler dan


intensitas nystagmus akibat rangsangan perputaran tubuh dan rangsangan kalori
pada daerah labirin. Refleks okulovestibuler bertanggung jawab atas fiksasi mata
terhadap objek diam sewaktu kepala dan badan sedang bergerak. Nistagmus
merupakan gerakan bola mata yang terlihat sebagai respons terhadap rangsangan
labirin, serta jalur vestibuler retrokoklear, ataupun jalur vestibulokoklear sentral.
Vertigo sendiri mungkin merupakan gangguan yang disebabkan oleh penyakit
vestibuler perifer ataupun disfungsi sentral oleh karenanya secara umum vertigo

16
dibedakan menjadi vertigo perifer dan vertigo sentral. Penggunaan istilah perifer
menunjukkan bahwa kelainan atau gangguan ini dapat terjadi pada end-organ
(utrikulus maupun kanalis semisirkularis) maupun saraf perifer.
Lesi vertigo sentral dapat terjadi pada daerah pons, medulla, maupun
serebelum. Kasus vertigo jenis ini hanya sekitar 20%-25% dari seluruh kasus
vertigo, tetapi gejala gangguan keseimbangan (disekulibrium) dapat terjadi pada
50% kasus vertigo. Penyebab vertigo sentral ini pun cukup bervariasi, di antaranya
iskemia atau infark batang otak (penyebab terbanyak), proses demielinisasi
(misalnya, pada sklerosis multipel, demielinisasi pascainfeksi), tumor pada daerah
serebelopontin, neuropati kranial, tumor daerah batang otak, atau sebab-sebab
lain.
Beberapa penyakit ataupun gangguan sistemik dapat juga menimbulkan
gejala vertigo. Begitu pula dengan penggunaan obat, seperti antikonvulsan,
antihipertensi, alkohol, analgesik, dan tranquilizer. Selain itu, vertigo juga dapat
timbul pada gangguan kardiovaskuler (hipotensi, presinkop kardiak maupun non-
kardiak), penyakit infeksi, penyakit endokrin (DM, hipotiroidisme), vaskulitis,
serta penyakit sistemik lainnya, seperti anemia, polisitemia, dan sarkoidosis.
Neurotransmiter yang turut berkontribusi dalam patofisiologi vertigo, baik
perifer maupun sentral, di antaranya adalah neurotransmiter kolinergik,
monoaminergik, glutaminergik, dan histamin. Beberapa obat antivertigo bekerja
dengan memanipulasi neurotransmiter-neurotransmiter ini, sehingga gejala-gejala
vertigo dapat ditekan. Glutamat merupakan neurotransmiter eksitatorik utama
dalam serabut saraf vestibuler. Glutamat ini memengaruhi kompensasi vestibuler
melalui reseptor NMDA (N-metil-D-aspartat). Reseptor asetilkolin muskarinik
banyak ditemukan di daerah pons dan medulla, dan akan menimbulkan keluhan
vertigo dengan memengaruhi reseptor muskarinik tipe M2, sedangkan
neurotransmiter histamin banyak ditemukan secara merata di dalam struktur
vestibuler bagian sentral, berlokasi di pre dan postsinaps pada sel-sel vestibuler.

Aspek Klinis

17
Riwayat kesehatan merupakan data awal yang paling penting untuk
menilai keluhan pusing ataupun vertigo. Adanya aura dan gejala-gejala neurologis
perlu diperhatikan, misalnya apakah ada gangguan (hilangnya) pendengaran,
perasaan penuh, perasaan tertekan, ataupun berdenging di dalam telinga. Jika
terdapat keluhan tinitus, apakah hal tersebut terjadi terus-menerus, intermiten, atau
pulsatif. Apakah ada gejala-gejala gangguan batang otak atau kortikal (misalnya,
nyeri kepala, gangguan visual, kejang, hilang kesadaran).
VPPJ merupakan penyakit degenerative yang idiopatik yang seing
ditemukan, kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut. Trauma
kepala merupakan penyebab kedua terbanyak pada VPPJ bilateral. Penyebab lain
yang lebih jarang adalah labirintitis virus, neuritis vestibuler, pasca stapedectomi,
fistula perilimfa dan penyakit meniere. VPPJ merupakan penyakit pada semua
usia dewasa. Pada anak belum pernah dilaporkan. Diagnosis VPPJ dapat
dilakukan dengan melakukan tindakan provolasi dan menilai timbulnya nistagmus
pada posisi tersebut. Kebanyakan kasus VPPJ saat ini disebabkan oleh
kanalitiasis bukan kupolitiasis.3
Diagnosis VPPJ pada nakalis posterior dan anterior dapat ditegakkan
dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan
respon vertigo dari kanalis semi sirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat
memilih perasat dix-hallpike atau side lying. Perasat dix-hallpike lebih sering
digunakan karena posisi kepala sangat sempurna untuk canalith
repositioning treatment.3

Pada saat perasat provokasi dilakukan, pemeriksa harus mengobservasi


timbulnya respon nistagsmus pada kaca mata frenzel yang dipakai oleh pasien
dalam ruangan gelap, lebih baik lagi bila direkam dengan sistem video infra
merah. Penggunaan VIM memungkinkan penampakan secara simultan dari
beberapa pemeriksaan dan rekaman dapat disimpan untuk penayangan ulang.
Perekaman tersebut tidak dapat bersamaan dengan pemeriksaan ENG, karena
prosesnya dapat terganggu oleh pergerakan dan artefak kedipan mata, selain itu

18
nistagmus mempunyai komponen torsional yang prominen, yang tidak dapat
terdeteksi oleh ENG.3
Perasat dix-hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan. Perasat
dix- hallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan
perasat dix-hallpike kiri pada bidang posterior kiri untuk melakukan perasat dix-
hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala
menoleh 45o ke kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap
miring 45o ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20-30 o pada ujung meja
pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon
pada monitor dilakukan selama ± 1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah
tindakan pemeriksaan ini dapat langsung dilanjutkan dengan canalith
repositioning treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila
perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukan
kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan parasat dix-hallpike kiri dengan kepala
pasien dihadapkan 45o ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal
hilang. Bila ditemukan adanya respon abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT,
bila tidak ditemukan respin abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan
tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali.3
Perasat sidelying juga terdiri dari 2 gerakan yaitu perasat sidelying kanan
yang menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis
posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior
pada posisi paling bawah dan perasat sidelying kiri yang menempatkan kepala
pada posisi di mana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang
tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.
Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja,
kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.
Pasien kembali ke posisi duduk untuk dilakukan perasat sidelying kiri, pasien
secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 45 o ke kanan.
Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.3
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada

19
pasien VPPJ setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40
detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya
kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit,
biasanya serangna vertigo berat dan timbul bersama-sama dengan nistagmus.3
Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan
mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap
lurus ke depan.

Fase cepat ke atas, gerputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis
posterior kanan.

Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis
posterior kiri.

Fase cepat ke gawah, gerputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada
kanalis anterior kanan.

Fase capat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis
anterior kiri.3
Respon abnormal diprovokasi oleh perasat dix-hallpike/sidelying pada
bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. Perlu diperhatikan, bila respon
nistagmus sangat kuat, dapat diikuti oleh nistagmus sekunder dengan arah fase
cepat berlawanan dengan nistagmus pertama. Nistagmus sekunder terjadi oleh
karena proses adaptasi system vestibuler sentral.3
Perlu dicermati bila pasien kembali ke posisi duduk setelah mengikuti
pemeriksaan dengan hasil respon positif, pada umumnya pasien mendapat
serangan nistagmus dan vertigo kembali. Respon tersebut menyerupai respon yang
pertama namun lebih lemah dan nistagmus fase capat timbul dengan arah yang
berlawanan, hal tersebut disebabkan oleh gerakan kanalith ke kupula.3
Pada umumnya VPPJ tumbul pada kanalis posterior dari hasil
penelitian herdman terhadap 77 pasien VPPJ mendapatkan 49 pasien (64%)
dengan kelainan pada kanalis posterior, 9 pasien (12%) pada kanalis anterior dan
18 pasien (23%) tidak dapat ditentukan jenis kanal mana yang terlibat, serta
didapatkan satu pasien dengan keterlibatan pada kanalis horizontal. Kadang-
kadang perasat dix-hallpike/sidelying menimbulkan nistagmus horizontal.

20
Nistagmus ini bias terjadi karena nistagmus spontan, nistagmus posisi atau VPPJ
pada kanalis horizontal, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pemeriksaan roll
test.3
Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan
fungsi vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar
pemilihan tata laksana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami
resolusi sendiri dalam waktu mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian
ahli hanya menyarankan observasi. Akan tetapi selama waktu observasi tersebut
pasien tetap menderita vertigo. Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan
terjatuh bila vertigo tercetus pada saat ia sedang beraktivitas.3 Obat-obatan
penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak menghilangkan vertigo. Istilah
“vestibulosuppresant” digunakan untuk obat-obatan yang dapat mengurangi
timbulnya nistagmus akibat ketidakseimbangan sistem vestibuler. Pada sebagian
pasien pemberian obat-obat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun
tidak menyelesaian masalahnya. Obat-obat ini hanya menutupi gejala vertigo.
Pemberian obat-obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa rasa
mengantuk. Obat-obat yang diberikan diantaranya diazepam dan amitriptilin.
Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin adalah golongan
antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah ditelinga dalam dan
mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor H3.3
Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT
(Canalith repositioning Treatment) , perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff.
Reposisi kanalit dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur
sederhana dan tidak invasif. Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat
disembuhkan setelah pasien menjalani 1-2 sesi terapi. CRT sebaiknya dilakukan
setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat
mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau kanal posterior
dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun kepala
pasien dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis
semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi
menimbulka gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus

21
dilakukan tindakan CRT kanan.perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang
menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut
selama 1-2 menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan
kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien
dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap kekiri
dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat lantai . akhirnya
pasien kembali keposisi duduk dengan menghadap kedepan. Setelah terapi ini
pasien dilengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak merunduk,
berbaring, membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi
duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari.3

2.6.3 Fistula Labirin

Perilimfe atau fistula labirin adalah suatu kondisi di mana terdapat


hubungan abnormal antara ruang perilimfe dari telinga bagian dalam dan telinga
tengah atau mastoid. Manifestasi penyakit ini bervariasi berdasarkan
keparahan dan kompleksitas, umumnya mulai dari sangat ringan sampai
melumpuhkan. Fistula perilimfe dapat menyebabkan gangguan pendengaran,
tinnitus, kepenuhan aural, vertigo, ketidakseimbangan, atau kombinasi dari gejala-
gejala ini. Fistula perilimfe terjadi ketika cairan perilimfe mengalami kebocoran
dari ruang perilimfe dari labirin tulang ke dalam ruang telinga tengah. Hilangnya
perilimfe mengubah keseimbangan antara perilimfe dan endolimfe dalam
labirin membran sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan telinga bagian
dalam.8
Fistula labirin adalah suatu erosi tulang dari kapsul labirin sehingga
terekspos tetapi tidak sampai menembus endosteum dari labirin. Jika menembus
endosteum dari labirin dapat menyebabkan kematian telinga. Fistula banyak
terjadi didaerah kanalis semisirkularis lateral. Fistula di daerah labirin bisa
disebabkan oleh komplikasi dari infeksi kronis telinga tengah ataupun trauma
operasi. Adapun sampai saat ini penyebab paling sering adalah akibat erosi tulang
oleh kolesteatoma. Penderita otitis media supuratif kronis (OMSK) dengan
tuli sensorineural dan vertigo perlu dicurigai terjadi fistula labirin.

22
Pemeriksaan “tes fistula‟ dapat membantu memperjelas gejala klinis. Tes ini
mudah dilakukan, baik dengan tekanan dari balon karet atau dengan menekan
tragus untuk memberikan tekanan positif atau negatif pada telinga. Tes fistula
positif jika terjadi nistagmus dan vertigo. Hal ini juga menunjukkan bahwa labirin
masih hidup. Apabila fistulanya tertutup jaringan granulasi atau labirinnya sudah
mati tes fistula akan negatif.8
Pemeriksaan CT Scan temporal adalah salah satu pemeriksaan penunjang
yang dapat memperlihatkan fistula pada labirin serta menunjukkan gambaran
kolesteatoma yang mengerosi daerah otic capsul. Adanya kolesteatoma dan
dugaan fistula labirin merupakan indikasi untuk segera dilakukan tindakan
operasi, untuk menghidarkan komplikasi lebih lanjut seperti vertigo dan tuli saraf.8
Pengobatan definitif fistula perilymphatic (PLF) adalah eksplorasi bedah
dengan grafting fistula. Grafting dilakukan dengan membuang mukosa bulat dan
luas jendela oval. Cangkok jaringan autogenous ditempatkan langsung di atas
kebocoran. Jika tidak ada kebocoran aktual diidentifikasi, kaki stapes dan jendela
bulat dicangkokkan profilaktik. Jaringan adiposa awalnya digunakan, tetapi
penggunaannya menghasilkan tingkat yang sangat tinggi dari fistula berulang. Jadi
yang digunakan sekarang adalah fasia atau perichondrium, ini dilaporkan
telah menurunkan kejadian fistula berulang.8
Beberapa komplikasi hasil dari perbaikan perilymphatic fistula adalah
perforasi membran timpani yang terjadi pada 1-2% pasien. Kehilangan
pendengaran konduktif pascaoperasi bisa bertahan lama setelah oval window
grafting dibandingkan dengan tympanotomy eksplorasi sederhana. Sekitar 5% dari
pasien masih memiliki persisten ringan (5-10 dB) kehilangan pendengaran pasca
operasi 2-3 bulan setelah operasi. Namun, pada kebanyakan pasien, terjadi dalam
waktu 6 bulan. Ini dapat terjadi terutama pada individu dengan displasia Mondini
atau cacat morfologi lainnya. Telinga ini tidak stabil, dan manipulasi bedah dapat
mengakibatkan kerusakan pendengaran. Sebaliknya, gangguan pendengaran
tambahan hampir pasti dalam kasus tersebut, dan bedah intervensi dengan bulat
dan oval window grafting sering adalah alternatif yang paling berisiko. Perubahan

23
rasa sebagai akibat dari cedera chorda tympani bisa juga terjadi. Hal ini biasanya
terjadi dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan.8

2.6.4 Labirintitis
Labirintitis merupakan suatu proses peradangan yang melibatkan
mekanisme telinga dalam. Gejala klinis kondisi ini berupa gangguan
keseimbangan dan pendengaran dalam berbagai tingkatan dan dapat
mempengaruhi satu atau kedua telinga. Bakteri atau virus dapat menyebabkan
radang akut labirin baik melalui infeksi lokal atau sistemik. Proses autoimun juga
dapat menyebabkan labirintitis. Vaskular iskemia dapat mengakibatkan disfungsi
labirin akut yang menyerupai labirintitis.9
Meskipun data epidemiologi definitif sulit didapatkan, labirintitis
virus adalah bentuk yang paling umum diamati dalam praktek klinis. Prevalensi
SNHL (sensoryneural hearing loss) diperkirakan pada 1 kasus dalam 10.000
orang, dengan sampai 40% dari pasien ini mengeluh vertigo atau disequilibrium.
Sebuah studi melaporkan bahwa 37 dari 240 pasien dengan vertigo posisional
mengalami labirintitis virus. Gejala pendengaran dan keseimbangan ditemukan
sekitar 25% dari pasien dengan oticus herpes, di samping terdapat pula
kelumpuhan wajah dan ruam vesikuler yang menjadi ciri penyakit. Labirintitis
bakteri jarang terjadi setelah pemberian antibiotik, meskipun meningitis
bakteri tetap menjadi penyebab signifikan gangguan pendengaran. Gejala
pendengaran, gejala vestibular, atau keduanya mungkin ditemukan sebanyak
20% pada anak dengan meningitis. Kematian yang berhubungan dengan
labyrinthitis tidak pernah dilaporkan kecuali dalam kasus meningitis atau sepsis.9
Banyak bukti epidemiologi mengimplikasikan sejumlah virus sebagai
penyebab peradangan pada labirin. Labirintitis viral sering didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas. Penyebab labirintitis bakteri adalah bakteri yang sama
yang bertanggung jawab untuk meningitis dan otitis. Kuman yang paling sering
menjadi penyebab adalah kuman gram negatif yang biasanya juga
ditemukan pada kolesteatoma.9

24
Labirintitis viral biasanya ditemukan pada orang dewasa berusia 30-60
tahun dan jarang diamati pada anak-anak. Meningogenik labirintitis supuratif
biasanya diamati pada anak-anak usia kurang dari 2 tahun, yang merupakan
populasi yang paling berisiko untuk meningitis. Otogenic labirintitis supuratif
dapat diamati pada orang dari segala usia berhubungan dengan kolesteatoma atau
sebagai komplikasi otitis media akut yang tidak diobati. Labirintitis serosa lebih
sering terjadi pada kelompok usia anak, di mana sebagian besar merupakan
kelanjutan dari otitis media akut maupun kronis.9
Riwayat kesehatan menyeluruh, termasuk gejala, riwayat medis masa lalu,
dan obat sangat penting untuk mendiagnosa labirintitis sebagai penyebab vertigo
pasien atau gangguan pendengaran. Beberapa gejala yang sering ditemukan pada
pasien labirintitis, yaitu vertigo (waktu dan durasi, asosiasi dengan gerakan,
posisi kepala, dan karakteristik lain), gangguan pendengaran (karakteristik
unilateral atau bilateral, ringan atau berat, durasi, dan lainnya), tinitus, otorrhea,
otalgia, mual atau muntah, demam, kelumpuhan asimetris pada wajah, leher
nyeri / kaku, gejala infeksi saluran nafas atas (sebelumnya atau bersamaan),
perubahan visual. Pemeriksaan fisik lengkap dan pemeriksaan kepala leher dengan
penekanan pada otologik, mata, dan pemeriksaan saraf kranial juga penting untuk
menegakkan diagnosis. Pemeriksaan neurologis singkat juga diperlukan. Perlu
dicari tanda-tanda meningeal jika dicurigai terdapat meningitis.9
Pemeriksaan otologik:

Melakukan pemeriksaan eksternal untuk tanda-tanda mastoiditis, selulitis, atau


operasi telinga sebelumnya.

Periksa saluran telinga untuk otorrhea otitis eksterna atau vesikel.

Periksa membran timpani dan telinga tengah untuk kehadiran perforasi,


cholesteatoma, efusi telinga tengah atau otitis media akut.

Pemeriksaan mata: Periksa rentang gerak mata dan respon pupil. Melakukan
pemeriksaan funduskopi untuk menilai papilledema. Amati nystagmus (spontan,
tatapan-menimbulkan, dan posisi). Lakukan Dix Hallpike menguji apakah

25
pasien dapat menerimanya. Jika perubahan visual yang disarankan, berkonsultasi
dengan dokter mata. Pemeriksaan neurologis, melakukan pemeriksaan saraf
kranial lengkap dan menilai keseimbangan menggunakan uji Romberg.9

Tidak ada penelitian laboratorium khusus yang tersedia untuk labirintitis.


Pengujian serologi rutin sering gagal untuk mengungkapkan organisme penyebab,
dan ketika hasilnya positif, metode untuk menentukan apakah organisme yang
sama menyebabkan kerusakan pada labirin membran tidak tersedia. Pemeriksaan
cairan serebrospinal disarankan jika terdapat kecurigaan meningitis. Diperlukan
kultur dan uji sensitivitas efusi telinga tengah untuk menentukan antibiotik yang
sesuai. Selain itu, pemeriksaan penunjang CT scan dan MRI juga dapat digunakan
sebagai sarana untuk menegakkan diagnosis.9
Tata laksana awal labirintitis virus terdiri dari istirahat dan hidrasi.
Kebanyakan pasien bisa diobati secara rawat jalan. Namun, mereka harus segera
mencari perawatan medis lebih lanjut apabila gejala memburuk, terutama gejala
neurologis (misalnya, diplopia, bicara cadel, gangguan gaya berjalan, kelemahan
lokal atau mati rasa). Pasien dengan mual dan muntah berat harus dipasang infus
dan diberi antiemetik. Diazepam atau benzodiazepin lainnya kadang-kadang
bermanfaat sebagai penekan fungsi vestibular. Kortikosteroid oral jangka pendek
mungkin membantu. Pemberian terapi antivirus tidak terlalu memberikan hasil
yang memuaskan.9

Steroid (metilprednisolon) terbukti lebih efektif daripada obat antivirus


untuk pemulihan fungsi vestibular perifer pada pasien dengan neuritis vestibular.
Hal ini juga berlaku untuk pengobatan labirintitis virus. Untuk labirintitis bakteri,
pengobatan antibiotik yang dipilih berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas.
Pengobatan antibiotik harus terdiri dari antibiotik spektrum luas atau terapi
kombinasi dengan penetrasi SSP sampai hasil kultur keluar. Penggunaan
steroid dalam gangguan pendengaran meningogenik masih kontroversial.9

2.6.5 Neuroma Akustik


Tumor telinga yang paling sering menyebabkan ketulian adalah neuroma
akustik. Neuroma akustik merupakan suatu tumor jinak sel Schwann yang
26
membungkus saraf kranial yang kedelapan. Schwannoma ini paling sering terjadi
pada bagian keseimbangan saraf kedelapan.10 Kebanyakan pasien didiagnosis
dengan neuroma akustik tidak memiliki faktor resiko yang jelas. Paparan terhadap
radiasi dosis tinggi adalah satu-satunya faktor resiko lingkungan yang terkait
dengan peningkatan faktor resiko yang jelas.
Sebagian besar neuroma akustik berkembang dari investasi sel Schwann
dari bagian vestibular dari saraf vestibulocochlear. Kurang dari 5% timbul dari
saraf koklea. Secara keseluruhan, terdapat 3 pola pertumbuhan dapat dibedakan
dalam tumor akustik, sebagai berikut:
- Tidak ada pertumbuhan atau sangat lambat pertumbuhan,
- Pertumbuhan yang lambat (yaitu 0,2 cm / tahun pada studi imaging), dan
- Pertumbuhan cepat ( yaitu ≥ 1,0 cm / tahun pada studi imaging)11
Meskipun neuroma akustik yang paling banyak tumbuh lambat, beberapa tumbuh
cukup cepat dan dapat ganda dalam volume dalam waktu 6 bulan sampai satu
tahun.11 Tuli sensorineural unilateral merupakan gejala yang biasanya timbul dari
suatu neuroma akustik. Mula-mula ringan, namun dengan perkembangannya,
tumor perlahan-lahan akan menghancurkan saraf-saraf telinga dalam.11 Vertigo
dan disequilibrium jarang muncul pada neuroma akustik. Vertigo rotasional (ilusi
gerakan atau jatuh) adalah gejala yang biasa dan kadang-kadang terlihat pada
pasien dengan tumor kecil.

27
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gangguan keseimbangan merupakan salah satu gangguan yang sering kita


jumpai dan dapat mengenai segala usia. Sistem keseimbangan manusia
bergantung kepada telinga dalam, mata, dan otot dan sendi untuk menyampaikan
informasi yang dapat dipercaya tentang pergerakan dan orientasi tubuh di dalam
ruang.
Gangguan keseimbangan perifer adalah gangguan keseimbangan yang
terjadi di dalam telinga dalam. Tanda dan gejala lesi vestibular bilateral, lesi
unilateral dengan onset lambat, lesi bilateral dengan onset lambat. Riwayat dan
pemeriksaan fisik adalah hal-hal penting yang tersedia dari evaluasi untuk
mempertajam klinis dalam mengevaluasi pasien dengan vertigo. Pemeriksaaan
fisik termasuk pemeriksaan lengkap pada kepala dan leher. Manajemen
keberhasilan untuk gangguan keseimbangan perifer adalah mengurangi gejala-
gejala dan memperbaiki fungsi. Manajemen keberhasilan untuk gangguan
keseimbangan perifer adalah mengurangi gejala-gejala dan memperbaiki fungsi.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan perifer
adalah penyakit meniere, vertigo posisi paroksismal jinak, fistula labirin,
labirintitis, dan neuroma akustik.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care,
pg:351

2. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology: Systematic Approah that


Needed for Establish of Vertigo, pg: 19-23

3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

4. Boies, Adams, Higler. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC.

5. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo in Journal American Family


Physician, Volume 73, Number 2

6. Anatomi sistem vestibular. Diakses tanggal 14 Juni 2011.


http://emedicine.medscape.com/article/883956-overview

7. Bailey, Byron J., Johnson, Jonas T. “Head and Neck Surgery-Otolaryngology


vol. 2”. 2006. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

8. Fistel labirin. Diakses tanggal 14 Juni


2011. http://emedicine.medscape.com/article/856806-overview

9. Labirinitis telinga dalam. Diakses tanggal 14 Juni 2011.


http://emedicine.medscape.com/article/856215-overview

10. Higler, Adams Boies. “Buku Ajar Penyakit THT”. 1997. Jakarta: EGC

11.Neuroma Akustik. Diakses tanggal 14 Juni 2011.


http://emedicine.medscape.com/article/882876-overview

29

You might also like