Professional Documents
Culture Documents
Pemberian Gelar La Ode Oleh Perangkat Kesultanan Buton: Klarifikasi Pro Dan Kontra
Pemberian Gelar La Ode Oleh Perangkat Kesultanan Buton: Klarifikasi Pro Dan Kontra
Pemberian Gelar La Ode Oleh Perangkat Kesultanan Buton: Klarifikasi Pro Dan Kontra
Oleh:
kepulauan Nusantara serta tercatat sebagai salah satu kerajaan Melayu dari
Gowa, Luwu dan Bone). Wilayah kerajaan Buton terletak di wilayah jazirah
Tenggara pulau Sulawesi (Zuid Oost Celebes) atau dikenal dengan nama
Kepulauan Buton.
Buton pertama kali dirintis oleh empat orang tokoh dari bangsa Melayu yang
dikenal dengan “Mia Patamiana” (si empat orang) yaitu Sipajonga, Simalui,
I) dalam sejarah Buton dikenal sebagai tokoh pendiri kerajaan Buton. Kedua
tokoh inilah yang mengangkat raja Buton I bernama Wa Kaakaa. Dalam kitab
Kaakaa dengan Sibatara dikaruniai anak tujuh orang, salah satu diantaranya
(raja Buton I) menjadi raja Buton II. Bulawambona dikawini oleh La Baluwu
berasal dari kerajaan Majapahit. Hal ini sebagaimana tersurat dalam “Kitab
Bulawambona itu sepupu. Adapun istiadat itu; suatu, isi laut; kedua, isi
sungai. Adapun isi laut itu seperti ikan besar atawa tuwa karang atawa
orang yang rusak pecah perahunya di karang. Dan adapun isi sungai
itu seperti suminanga dan seperti budak orang dagang yang lari di
pangkal keturunan bangsawan walaka yaitu golongan ahli adat yang ditandai
dengan penggunaan atribut “La” bagi kaum laki-laki dan atribut “Wa” bagi
golongan ini ditandai dengan penggunaan atribut Ode di depan atribut La atau
Wa sehingga menjadi La Ode untuk kaum laki-laki dan Wa Ode untuk kaum
perempuan. Perlu diketahui bahwa pada masa lampau gelar Ode menjadi La
pemerintahan. Gelar La Ode tidak hanya diberikan kepada orang yang ahli
negerinya; seorang yang memiliki harta dan hartanya itu digunakan untuk
kemaslahatan orang banyak; seorang yang pandai ilmu bela diri dan
itu adalah orang yang baik fiilnya, baik kata-katanya, baik perbuatannya, baik
hatinya, serta mampu menjaga dirinya yang tujuh yaitu menjaga hidupnya,
Dayanu Ikhsanuddin (1597-1633) adat Jawa atau yang disebut dengan sara
Jawa ditetapkan sebagai perturan adat sultan Buton yang disebut Undang-
Adapun jumlah kelengkapan adat sultan yang berjumlah dua belas itu
papara.
Terjemahan:
Adapun tiap-tiap sara yang dijaga sultan itu dua belas banyaknya;
kalonga. Yang ketiganya, Sara Wolio. Sara Wolio itu empat banyaknya;
Ketiga, susua Wolio; Keempat, susua papara. Isi Sara Jawa itu empat
banyaknya; Perahu yang pecah. Rampe, ambara, ikan besar. Isi Sara
kematian.
Kerajaan Buton dan Kerajaan Muna adalah dua kerajaan bersaudara, tidak
saja memiliki kedekatan geografi dan kultural tetapi juga memiliki pertalian
berbeda. Gelar La Ode di Muna berpangkal dari keturunan para sugi yang bila
dirunut lebih jauh memiliki hubungan dengan Sawerigading raja dari Luwu,
sedangkan gelar La Ode di Buton berpangkal dari raja Wa Kaakaa (raja Buton
“Berkumpul tidak bersatu, berpisah tidak ada antara”. Dalam hal ini maka
menurut ketentuan hukum adat Buton. Pemberian gelar seperti ini bukan hal
baru dalam pemerintahan kesultanan Buton, telah dimulai sejak abad ke-17
yaitu pernah diberikan kepada putra terbaik dari kerajaan Patani Thailand,
bernama Abdul Rahman Khuduri wan Ali Fathani yaitu diangkat menjadi
Penulis,