Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 5

Ambalat terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar, pada posisi 40 mil dari pulau Sebatik Indonesia

atau 30 mil dari Pulau Bunyu, 12 mil dari Karang Unarang dan 12 mil selatan dari Pulau Sipadan –
Ligitan Malaysia (Asnawi, 2005). Sebagai ilustrasi bahwa luasnya yang harus dikontrol dan diamankan di
perairan wilayah Ambalat adalah 10.750 km2 dan wilayah Ambalat Timur luasnya adalah 4.739,64 km2
atau Laut Sulawesi yang luas secara keseluruhan yaitu kurang lebih 15.425 km2 (Rivai, 2005). Dan berada
di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia.
Nama Ambalat sebenarnya merupakan sebuah desa yang terletak 49,6 km di sebelah barat Tarakan,
Kalimantan Timur. Kemudian oleh Indonesia nama ini dipakai untuk menandai nama suatu blok
konsensi eksplorasi migas lepas pantai.

Ambalat adalah blok laut luas mencakup 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut
Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat
antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia.

Persoalan klaim diketahui setelah pada tahun 1967 dilakukan pertemuan teknis pertama kali mengenai
hukum laut antara Indonesia dan Malaysia. Kedua belah pihak bersepakat (kecuali Sipadan dan Ligitan
diberlakukan sebagai keadaan status quo , Pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan
perjanjian antara Indonesia dan Malaysia, yang disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental
Indonesia - Malaysia,

kedua negara melakukan ratifikasi pada 7 November 1969, tak lama berselang masih pada
tahun 1969 Malaysia membuat peta baru yang memasukan pulau Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh
(Pedra blanca) tentunya hal ini membingungkan Indonesia dan Singapura dan pada akhirnya Indonesia
maupun Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut.
Kemudian pada tanggal 17 Maret 1970 ina-malaymenandatangani Persetujuan Tapal batas Laut
Indonesia dan Malaysia baru. [2] Akan tetapi pada tahun1979 pihak Malaysia membuat peta baru
mengenai tapal batas kontinental dan maritim dengan yang secara sepihak membuat perbatasan
maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya yaitu dengan
memajukan koordinat 4° 10' arah utara melewati Pulau Sebatik. [3] Indonesia memprotes dan menyatakan
tidak mengakui klaim itu, merujuk pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun
1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970. Indonesia melihatnya
sebagai usaha secara terus-menerus dari pihak Malaysia untuk melakukan ekspansi terhadap wilayah
Indonesia. Kasus ini meningkat profilnya setelah Pulau Sipadan dan Ligitan, juga berada di blok Ambalat,
dinyatakan sebagai bagian dari Malaysia oleh Mahkamah Internasional.

 Tgl 21 Februari 2005 di Takat Unarang (nama resmi Karang Unarang) Sebanyak 17 pekerja
Indonesia ditangkap oleh awak kapal perang Malaysia KD Sri Malaka,
 Angkatan laut Malaysia mengejar nelayan Indonesia keluar Ambalat.
 Malaysia dan Indonesia memberikan hak menambang ke Shell, Unocal dan ENI. [3]
 Berkaitan dengan itu pula surat kabar Kompas mengeluarkan berita bahwa Menteri Pertahanan
Malaysia telah memohon maaf berkaitan perkara tersebut [4]. Berita tersebut segera disanggah oleh
Menteri Pertahanan Malaysia yang menyatakan bahwa kawasan tersebut adalah dalam kawasan
yang dituntut oleh Malaysia, dengan itu Malaysia tidak mempunyai sebab untuk memohon maaf
karena berada dalam perairan sendiri. Sejajar dengan itu, Malaysia menimbang untuk mengambil
tindakan undang-undang terhadap surat kabar KOMPAS yang dianggap menyiarkan informasi yang
tidak benar dengan sengaja.
 Pemimpin Redaksi Kompas, Suryopratomo kemudian membuat permohonan maaf dalam
sebuah berita yang dilaporkan di halaman depan harian tersebut pada4 Mei 2005, di bawah
judul Kompas dan Deputi Perdana Menteri Malaysia Sepakat Berdamai.[5]
 Pada koordinat: 4°6′3,59″LU 118°37′43,52″BT terjadi ketegangan yang melibatkan kapal perang
pihak Malaysia KD Sri Johor, KD Buang dan Kota Baharuberikut dua kapal patroli sedangkan kapal
perang dari pihak Indonesia melibatkan KRI Wiratno, KRI Tongkol, KRI Tedong Naga KRI K.S.
Tubun, KRI Nuku dan KRI Singa [6] yang kemudian terjadi Insiden Penyerempetan Kapal RI dan
Malaysia 2005, yaitu peristiwa pada tgl. 8 April 2005 Kapal Republik Indonesia Tedong
Naga(Indonesia) yang menyerempet Kapal Diraja Rencong (Malaysia) sebanyak tiga kali, akan tetapi
tidak pernah terjadi tembak-menembak karena adanya Surat Keputusan Panglima TNI Nomor:
Skep/158/IV/2005 tanggal 21 April 2005 bahwa pada masa damai, unsur TNI AL di wilayah
perbatasan RI-Malaysia harus bersikap kedepankan perdamaian dan TNI AL hanya diperbolehkan
melepaskan tembakan bilamana setelah diawali adanya tembakan dari pihak Malaysia terlebih
dahulu.
 Shamsudin Bardan, Ketua Eksekutif Persekutuan Majikan-majikan Malaysia (MEF) menganjurkan
agar warga Malaysia mengurangi pemakaian tenaga kerja berasal dari Indonesia
 Pihak Indonesia mengklaim adanya 35 kali pelanggaran perbatasan oleh Malaysia. [7]
 Tgl 24 Februari 2007 pukul 10.00 WITA, yakni kapal perang Malaysia KD Budiman dengan
kecepatan 10 knot memasuki wilayah Republik Indonesia sejauh satu mil laut, pada sore harinya,
pukul 15.00 WITA, kapal perang KD Sri Perlis melintas dengan kecepatan 10 knot memasuki wilayah
Republik Indonesia sejauh dua mil laut yang setelah itu dibayang-bayangi KRI Welang, kedua kapal
berhasil diusir keluar wilayah Republik Indonesia.
 Tgl 25 Februari 2007 pukul 09.00 WITA KD Sri Perli memasuki wilayah RI sejauh 3.000 yard yang
akhirnya diusir keluar oleh KRI Untung Suropati, kembali sekitar pukul 11.00, satu pesawat udara
patroli maritim Malaysia jenis Beech Craft B 200 T Superking melintas memasuki wilayah RI sejauh
3.000 yard, kemudian empat kapal perang yakni KRI Ki Hadjar Dewantara, KRI Keris, KRI Untung
Suropati dan KRI Welang disiagakan. [8]

 Hubungan kerjasama
 Bidang pendidikan
 Dalam bidang pendidikan, antara Indonesia dan Malaysia menjalin hubungan dengan
mengadakan pertukaran pelajar setiap tahunnya.
 Bidang ekonomi
 Banyaknya investor-investor dari Malaysia yang berinvestasi di Indonesia telah membantu
pemerintah Indonesia di dalam mengentaskan pengangguran. Investor dari Malaysia banyak
menanamkan investasinya dalam industri perkebunan kelapa sawit. Hal ini tentu menguntungkan
bagi kedua belah pihak. Selain itu, di Malaysia juga banyak di tempatkannya Tenaga Kerja dari
Indonesia yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT), petugas medis, pekerja
bangunan serta tenaga profesional lainnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, ada satu titik tambang di Ambalat yang
menyimpan cadangan potensial 764 juta barel minyak dan 1,4 triliun kaki kubik gas. Itu baru sebagian
kecil, sebab Ambalat memiliki titik tambang tak kurang dari sembilan. Kandungan minyak dan gas di sana
disebut dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun –suatu keuntungan besar bagi negara manapun yang
menguasai Ambalat.

Indonesia tegas menyatakan Ambalat sebagai bagian dari wilayahnya sebab dari segi historis, Ambalat
merupakan wilayah Kesultanan Bulungan di Kalimantan Timur yang jelas masuk Indonesia. Terlebih
berdasarkan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah diratifikasi RI dan tercantum
pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1984, Ambalat diakui dunia sebagai milik Indonesia.

Pada 21 Februari 2005 misalnya, 17 warga Indonesia ditangkap kapal perang Malaysia, KD Sri Malaka,
di Karang Unarang yang dianggap masih bagian dari Ambalat. Angkatan Laut Malaysia kemudian
mengejar nelayan Indonesia hingga keluar Ambalat.

Selanjutnya pada 8 April 2005, kapal perang RI, KRI Tedong Naga, menyerempet Kapal Diraja Rencong
milik Malaysia sampai tiga kali, namun tak sampai terjadi hantam meriam antarkedua kapal.
Malaysia, di tiap perundingan dengan Indonesia, kerap menyebut dan meyakini Ambalat sebagai bagian
dari teritorial mereka. Malaysia bahkan memprotes kehadiran TNI di Blok Ambalat.

Hingga kini, 2015, Ambalat belum bertemu damai. TNI meminta pemerintah RI untuk kembali
melayangkan protes diplomatik ke Malaysia karena sembilan kali pelanggaran sepanjang tahun ini yang
dilakukan militer Malaysia di Ambalat. (Baca: Dibayangi Jet Malaysia, Ambalat Dicemaskan TNI Lepas
dari RI)

Perseteruan kedua negara memuncak pada 2002 ketika Mahkamah Internasional memenangkan
Malaysia atas sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di perairan Ambalat.
Hal tersebut makin membuat geram indonesia pasalnya s etelah mendaptkan Pulau Sipadan dan
Ligitan maly mengincar blok ambalat
Ada 7 pelanggaran oleh malay ina sudah mengirim nota sebanyak 7 kali pula tpi tidak satupun
direspont malysia

Kesimpulan Edy menambahkan, selain pemerintah harus lebih tegas dalam berdiplomasi,
penguatan secara riil juga harus ditunjukkan dengan cara membangunan kekuatan pertahanan di titik-titik
yang sensitif dan strategis. Misalnya di wilayah perairan Sulawesi, Sabang, dan Natuna. (Baca: Kemelut
Ambalat Jadi PR Panglima TNI Baru)

Hingga kini kasus Ambalat belum dapat diselesaikan. Menurut van Zorge Report, 9 April 2007 tentang
Indonesia, ”ada indikasi Indonesia khawatir kehilangan Blok Ambalat sehingga tidak mau menempuh
arbitrase Internasional. Para pemimpin militer Indonesia yang cenderung konservatif tampak lebih
menyukai solusi militer jika situasi di Ambalat tidak terselesaikan. Dalam pandangan seorang pejabat
lebih baik berperang sekalipun kemudian kalah sehingga kehilangan Ambalat ketimbang kehilangan
harga diri bangsa.”
KESIMPULAN
Dalam hubungan bernegara memang tidak selamanya berjalan harmonis pasti terdapat beberapa potensi
persoalan yang dapat menggoyahkan hubungan antar negara. Setiap persoalan yang terjadi dapat
menimbulkan dampak yang berbeda bagi masing – masing negara, dampak tersebut dapat berupa kerja
sama atau konflik. Misalnya dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia dan Malaysia telah
mengalami berbagai persoalan yang mengganggu kerja sama yang selama ini telah dibangun. Dari
permasalahan perbatasan yang hampir mengarah pada konflik militer kemudian Persoalan TKI
ilegal,masalah pengklaiman budaya Indonesia oleh Malaysia.Terkadang dalam suatu konflik, satu aspek
yang terkena konflik dapat merambat ke aspek-aspek lainnya.
SARAN
Agar tidak terulang lagi atau setidaknya mengantisipasi dan meminimalisir konflik-konflk yang
terjadi,Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi konflik dan perlu
meningkatkan posisi tawar (bargaining position)Indonesia terhadap Malaysia. Segala upaya yang
dilakukan bertujuan agar kelak tidak ada lagi permasalahan yang mengganggu hubungan kerja sama
bilateral Indonesia-alaysia.
Pada dasarnya hubungan antar negara dipengaruhi oleh kepentingan masing-masing negara dan
hubungan antar negara dapat berjalan dengan baik jika kepentingan-kepentingan tersebut tidak saling
berbenturan. Oleh karena itu kedua negara harus saling menghormati,menghargai satu sama lain,saling
terbuka dalam menyikapi setiap permasalahan serta mengantisipasi dan mengelola potensi konflik, dan
akhirnya mengembangkan kerja sama bilateral yang saling menguntungkan diberbagai bidang.
Jadi, perlu kita sadari bahwa membina hubungan baik antar negara merupakan hal yang penting bagi
kelangsungan hidup bernegara. Untuk itu perlu adanya kesadaran dari masyarakat indonesia serta kerja
sama antara masyarakat dan pemerintah dalam membina hubungan tersebut. Dari faktor-faktor
penyebab konflik serta hambatan – hambatan yang terjadi, mari kita upayakan sedikit demi sedikit untuk
dikurangi , Yang penting bagi bangsa Indonesia saat ini adalah mengadakan rekonsiliasi bagi semua
kejadian akibat situasi dan kondisi yang tidak kondusif saat ini.Kita harus terus berupaya dan saling
mendukung dan berjuang merajut masa depan yang lebih baik.mari kita curahkan energi kita untuk
membangun bangsa dan Negara Indonesia demi terwujudnya kesejahteraan dan Kepentingan seluruh
rakyat indonesia.

faktor yang bisa mendatangkan konflik atau sengketa antara suatu negara dengan negara
lain. Persengketaan bisa terjadi karena:
1. Ketimpangan Kekuasaan
2. Transisi Kekuasaan
3. Nasionalisme, Separatisme, dan Iredentisme
4. Darwinisme Sosial Internasional
5. Kegagalan komunikasi akibat kekeliruan persepsi dan dilema keamanan
6. Kegagalan komunikasi akibat ironi atau kesalahan teknis
7. Perlombaan senjata
8. Kekompakan internal melalui konflik eksternal
9. Konflik internasional akibat perselisihan internal
10. Kerugian relatif
11. Naluri agresi
12. Rangsangan ekonomis dan ilmiah
13. Kompleks industri militer
14. Pembatasan penduduk
15. Penyelesaian konflik melalui kekerasan

Pada kenyataannya, sengketa ambalat bukan hanya konflik argumen antara Malaysia-Indonesia tapi juga
konflik antara ENI-UNOCAL dan Shell Bv sebagai perusahaan multinasional. Jika klaim Ambalat dimenangkan
Malaysia, maka ENI-UNOCAL harus hengkang dari Ambalat digantikan Shell Bv-Petronas atau sebaliknya. Namun
dua perusahaan tersebut belum berani masuk secara terang-terangan ke Ambalat. Apalagi, Indonesia memang sudah
lebih dulu beroperasi di sini. Kapal-kapal perang Indonesia juga secara nyata melindungi dua perusahaan yang
beroperasi di sini dengan izin Pemerintah Indonesia. Cara lain yang dilakukan Malaysia dengan upaya
pendekatan ke pemerintah Indonesia. Malaysia meminta agar Ambalat dijadikan wilayah operasi bersama.
Tetapi Indonesia dengan tegas menolaknya.

PENUTUP
Indonesia, sebagai negara ASEAN yang memiliki wilayah paling luas tidak memiliki ambisi teritorial
untuk mencaplok wilayah negara lain. Hal tersebut sangat berbeda dengan Malaysia yang rakus untuk memperluas
wilayahnya. Kita semua sudah tahu bahwa titik-titik perbatasan darat Indonesia – Malaysia di Pulau Kalimantan
selalu digeser oleh Malaysia. Wilayah kita semakin sempit sementara wilayah Malaysia semakin luas.
Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan
Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga, diantaranya Malaysia, Singapura, Vietnam,
Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, India, Thailand, Australia, dan Palau. Hal ini tentunya sangat erat kaitannya
dengan masalah penegakan kedaulatan dan hukum di laut, pengelolaan sumber daya alam serta pengembangan
ekonomi kelautan suatu negara.
Sengketa blok Ambalat antara Indonesia-Malaysia tercatat telah sering terjadi. Terhitung sejak Januari hingga
April 2009 saja, TNI AL mencatat kapal Malaysia telah sembilan kali masuk ke wilayah Indonesia. Blok Ambalat
dengan luas 15.235 kilometer persegi, ditengarai mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan
hingga 30 tahun. Bagi masyarakat perbatasan, Ambalat adalah asset berharga karena di sana diketahui memiliki
deposit minyak dan gas yang cukup besar. Kelak, jika tiba waktunya minyak dan gas tersebut bisa dieksploitasi,
rakyat di sana juga yang mendapatkan dampaknya.
Cara menyelesaikan Dalam hukum internasiononal publik, dikenal dua macam sengketa internasional, yaitu
sengketa hukum (legal or judical disputes) dan sengketa politik (political or nonjusticiable disputes).4 Sengketa
internasional secara teoritis pada pokoknya selalu dapat diselesaikan oleh pengadilan internasional. Sesulit apapun
seuatu sengketa, sekalipun tidak ada pengaturannya. Pengadilan internsional tampaknya bisa memutuskannya
dengan bergantung pada prinsip kepatutan dan kelayakan (exaequo et bono). Berdasarkan Pasal 33 Konvensi Den
Haag 1899 pada intinya penyelesaian sengketa secara damai dibagi dalam dua kelompok. Penyelesaian secara
diplomatik (Negosiasi, penyidikan , mediasi Konsiliasi). Dan penyelesaian secara hukum (Arbritase, Pengadilan ).

Secara sepihak unilateral

Berdasarkan sengketa tersebut, cara damai seperti negosiasi telah berulang kali dilakukan tetapi belum
menemukan titik temu. Sejak isu Ambalat muncul, negosiasi sudah dilakukan 14 kali secara bergantian di kedua
negara. Memang harus dipahami bahwa delimitasi batas maritim bukanlah sesuatu yang mudah.
Cara lain seperti mediasi (mediation) juga dapat ditempuh oleh Indonesia dan Malaysia dalam menyelesaikan
persengketaan mereka. Mediasi ini adalah cara penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga untuk ikut
membantu menyelesaikan persengketaan
Dalam hal tidak tercapainya suatu penyelesaian dengan cara yang tersebut diatas, Konvensi Hukum Laut 1982
mempunyai metode penyelesaian sengketa yang tidak mengikat (non-yurisdiksional) lainnya, yaitu dengan metode
konsiliasi (conciliation) seperti yang diatur dalam Pasal 284 dan teknisnya diatur dalam Lampiran V Konvensi
Hukum Laut 1982. Cara penyelesaian perselisihan menurut prosedur konsiliasi ini dimulai dengan pemberitahuan
dari salah satu pihak yang berselisih kepada pihak lainnya (pasal 1 Annex V UNCLOS ’82). Sekjen PBB akan
memegang nama-nama dari konsiliator (juru damai) yang ditunjuk negara- negara peserta Konvensi dimana setiap
negara dapat menunjuk 4 konsiliator dengan persyaratan bahwa orang-orang tersebut mempunyai reputasi tinggi,
kompeten dan memiliki integritas (pasal 2 Annex V UNCLOS ’82).
Akhirnya jika melalui prosedur yang telah tersebutkan diatas, para pihak belum dapat menyelesaikan sengketanya,
maka diterapkan prosedur selanjutnya yaitu menyampaikan ke salah satu badan peradilan yang disediakan oleh
konvensi sesuai dengan Pasal 287 Konvensi Hukum Laut 1982, yaitu: 23 23 Pasal 287 UNCLOS 1982 tentang Hukum
Laut Internasional. 17 a. Mahkamah / Tribunal Internasional Hukum Laut; b. Mahkamah Internasional; c. Tribunal
Arbitrase; d. Tribunal Arbitrasi khusus. Lembaga-lembaga tersebut mempunyai yurisdiksi atas perselisihan yang
diajukan kepadanya tentang interpretasi dan penerapan ketentuan-ketentuan Konvensi ini. Khusus untuk Arbitrase
Khusus, prosedurnya ditentukan dalam Annex VIII serta diperuntukkan bagi perselisihan tentang:24 a. Perikanan;
b. Perlindungan dan pemeliharaan lingkungan kelautan; c. Riset ilmiah lautan; d. Navigasi termasuk polusi kapal
dari dumping. Adapun lembaga-lembaga yang tersebut diatas adalah lembaga yang mempunyai keputusan
mengikat (binding decisions).

Eni S.p.A. (BIT: ENI, NYSE: E) adalah sebuah perusahaan multinasional Italia yang bergerak di bidang
eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi. Saat ini, Eni berada di 70 Negara dan memiliki 76.000
karyawan (2007)
Royal Dutch Shell plc (LSE: RDSA, LSE: RDSB), atau lebih dikenal sebagai Shell, adalah sebuah
perusahaan minyak dan gas multinasional yang berkantor pusat di Belanda dan didaftarkan
di Inggris.[2] Terbentuk karena bergabungnya Royal Dutch Petroleum dan Shell Transport & Trading,
hingga tahun 2016, Shell merupakan perusahaan terbesar ketujuh di dunia, jika dilihat dari
pendapatannya,[1] dan juga merupakan salah satu dari enam perusahaan minyak dan gas terbesar di
dunia.

You might also like