Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tuberkulosis atau biasa disingkat dengan TBC adalah suatu penyakit infeksi
menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang dapat
menyerang paru-paru tetapi bisa juga organ lainnya. (Kemenkes RI 2016).
Penyakit Tuberculosis dapat menyerang pada siapa saja tidak perkecuali pria,
wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Tuberkulosis merupakan
penyakit infeksi sistemis yang dapat mengenai hampir semua organ tubuh.
(Depkes RI, 2015)

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh


Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun 2016 diseluruh dunia kurang lebih 10,4
juta pasien terkena TB dan 1,7 juta mengalami kematian akibat TB lebih dari
95% kematian akibat TB terjadi di negara penghasilan rendah dan menengah.
Pada tahun 2016 jumlah kasus TB baru terbesar terjadi di Asia dengan 45%
kasus baru diikuti oleh Afrika dengan 25% kasus, dan 87% kasus TB paru terjadi
di 30 negara dengan beban TB tinggi. 7 negara menyumbang 64% kaus TB baru,
dengan India menempati peringkat pertama diikuti Indonesia, Cina, Filipina,
Pakistan, Nigeria, dan Afrika Selatan. Kemajuan global bergantung pada
kemajuan pencegahan dan perawatan TB di negara- negara ini. (WHO, 2017)

Penanganan terhadap tingginya prevalansi TB paru tersebut harus dilakukan


untuk mengendalikan penyakit TB Paru, salah satunya dengan pengobatan.
Pengobatan penyakit TB paru dapat dilakukan selama enam sampai sembilan
bulan dan diberikan melalui dua tahap yakni tahap awal kemudian tahap lanjutan
(Kemenkes RI, 2010). Pengobatan ini bertujuan menyembuhkan pasien dan
memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup, mencegah terjadinya kematian,
2

mencegah terjadinya kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah


terjadinya penularan TB resisten obat (Kemenkes RI, 2014).

Keteraturan berobat anti tuberkulosos adalah mengkonsumsi obat-obatan yang


diresepkan dokter pada waktu dan dosis yang tepat. Pengobatan hanya akan
efektif apabila pasien mematuhi aturan dalam penggunaan obat. Keteraturan atau
kepatuhan berobat merupakan salah satu aspek adekuatnya pengobatan penderita
TB, selain pelayanan kesehatan dan ketepatan dosis yang juga merupakan aspek
adekuatnya pengobatan TB paru. (Nizar. 2017)

Di Indonesia TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah


pasien TB di Indonesia merupakan ke-2 terbanyak setelah India dengan jumlah
pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. KNCV Tuberkulosis
foundation, 2018 menyatakan bahwa Tuberkulosis sampai saat ini masih
merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Jumlah kasus TB di Indonesia
menurut laporan WHO tahun 2015, diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru
pertahun ( 399 per 100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian per tahun (41
per 100.000 penduduk). (Pusdatin RI, 2017)

Provinsi Lampung pada tahun 2016 tercatat sebanyak 6.903 kasus, dengan BTA
(+) sebesar 4.459 kasus. Sedangkan case notification rate (CNR) TB paru BTA
(+) 54 PER 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2017)). Salah satu strategi
pengobatan yang digunakan dalam penanggulangan TB paru adalah DOTS
(Directly Observed Treatment, Short-course).

DOTS adalah strategi yang komprehensif untuk digunakan oleh petugas


kesehatan primer di seluruh dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien
TB Paru. Penanggulangan TB paru dengan strategi DOTS dapat memberikan
angka kesembuhan yang tinggi dimana WHO menargetkan angka kesembuhan
minimal 85% dari penderita TB paru BTA positif yang terdeteksi. Prinsip DOTS
adalah menentukan pelayanan pengobatan terhadap penderita agar secara
langsung dapat mengawasi keteraturan berobat. Strategi ini diawasi oleh petugas
3

puskesmas, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pihak lain yang paham
dengan DOTS. (Dirjen P2M & PLP,2005)

Kabupaten Lampung Timur menempati urutan ke 3 setelah Bandar Lampung


(1.871 per 100.000 penduduk) dan Lampung Selatan (1.164 per 100.00
penduduk) dalam hal kejadian TB di Provinsi Lampung. Prevalensi TB di
Kabupaten Lampung Timur sebesar 991 kasus per 100.000 penduduk. Proporsi
kejadian TB lebih banyak terjadi pada kelompok yang mempunyai pendidikan
yang rendah, dimana kelompok ini lebih banyak mencari pengobatan tradisional
dibandingkan pelayanan medis ( Dinkes Provinsi Lampung, 2015)

Berdasarkan hasil prasurvey pada tanggal 10 April 2018 di Puskesmas Labuhan


Maringgai data yang didapat dari petugas kesehatan selaku penanggung jawab
penyakit TBC yaitu terdapat prevalensi dari tahun 2016-2018 sebanyak 311
kasus, 132 kasus pada tahun 2016, 143 kasus pada tahun 2017, dan 36 pada
tahun 2018 (Januari-Maret).

Pada tahun 2016 jumlah pasien TB paru yang harus menjalani pengobatan dari
awal akibat tidak teratur dalam berobat sebanyak 3 orang. Di tahun 2017 menjadi
7 orang atau mengalami peningkatan sebesar 57,14%. Hal ini menunjukan bahwa
jumlah pasien TB paru yang harus mengulangi pengobatan dari awal setelah
menjalani pengobatan lebih dari 6 bulan ternyata belum sembuh, terus
mengalami peningkatan yang signifikan. Selanjutnya dari bulan Januari sampai
Maret 2018 menunjukan bahwa jumlah pasien TBC paru masih berobat yaitu 34
orang dan yang drop out adalah 2 orang.

Sehingga berdasarkan fenomena yang dijelaskan diatas maka peneliti tertarik


melakukan penelitian dengan judul “Hubungan mutu pelayanan kesehatan
dengan keteraturan berobat penderita TB paru di Puskesmas Labuhan Maringgai
Tahun 2018”
4

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai


berikut: Penderita TB Paru BTA positif di Puskesmas Labuhan Maringgai tahun
2016-2018 sebanyak 311 pada tahun 2016 jumlah pasien TBC paru yang harus
menjalani pengobatan dari awal akibat tidak teratur dalam berobat sebanyak 3
orang tahun 2017 menjadi 7 orang atau mengalami peningkatan sebesar 57,14%.
Dan dari bulan Januari sampai Maret 2018 jumlah pasien TBC paru drop out
adalah 2 orang. Hal ini menunjukan bahwa jumlah pasien TBC paru yang harus
mengulangi pengobatan dari awal setelah menjalani pengobatan lebih dari 6
bulan ternyata belum sembuh, terus mengalami peningkatan yang signifikan.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah yaitu:
“Apakah ada hubungan dimensi mutu pelayanan kesehatan dengan keteraturan
berobat penderita tuberculosis paru di Puskesmas Labuhan Maringgai tahun
2018?”

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu terdiri dari tujuan umum
dan tujuan khusus sebagai berikut:

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahui hubungan dimensi mutu pelayanan kesehatan dengan keteraturan


berobat penderita tuberkulosis di Puskesmas Labuhan Maringgai tahun
2018.

1.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini :


5

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi cepat tanggap Puskesmas


Labuhan Maringgai pada tahun 2018.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi reabilitas Puskesmas Labuhan
Maringgai tahun 2018.
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi jaminan Puskesmas Labuhan
Maringgai tahun 2018.
d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi empati Puskesmas Labuhan
Maringgai tahun 2018.
e. Untuk mengetahui distribusi frekuensi bukti fisik Puskesmas Labuhan
Maringgai tahun 2018.
f. Untuk mengetahui distribusi frekuensi keteraturan berobat pada
penderita TB paru di Puskesmas Labuhan Maringgai tahun 2018.
g. Untuk mengetahui hubungan dimensi mutu pelayanan kesehatan
dengan keteraturan berobat penderita TBC di Puskesmas Labuhan
Maringgai tahun 2018.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat teoritis

a) Bagi institusi pendidikan


Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pemikiran secara
intelektualitas dibidang ilmu kesehatan masyarakat, serta dapat
meningkatkan kemampuan analisa ilmiah dalam mencermati fenomena-
fenomena pelaksanaan pelayanan kesehatan.
b) Bagi peneliti lain
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan referensi atau titik tolak
tambahan bila diadakan penelitian lebih lanjut khususnya bagi peneliti lain
yang ingin mempelajari mengenai mutu pelayanan kesehatan.
6

1.5.2 Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi puskesmas


khususnya kepada petugas pemegang program TBC Paru dalam
menjalankan tugas dan perannya secara efektif dan efisien demi
terwujudnya bentuk pelayanan kesehatan yang lebih baik lagi dimasa
mendatang serta dapat memberikan informasi akurat berkaitan pelaksanaan
pelayanan kesehatan terutama kasus TBC. Dan sebagai sarana dalam
menggembangakan ilmu yang didapat selama pendidikan dengan
mengaplikasian pada kenyataan yang ada dilapangan baik di institusi
pelayanan kesehatan maupun dimasyarakat.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang


digunakan adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek dalam
penelitian ini adalah pasien penderita TBC positif yang menjalani pengobatan
yang tercatat di Pusksmas Labuhan Maringgai. Objek penelitian ini adalah
hubungan mutu pelayanan kesehatan dengan keteraturan berobat Penderita TB
paru. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2018 di
Puskesmas Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.

You might also like