Just in Time

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

Persediaan merupakan suatu aktviva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan
maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau persediaan barang-barang yang
masih dalam proses ataupun persediaan bahan baku. Persediaan merupakan salah satu aset paling
mahal (40% dari total investasi). Harus ada keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat
pelayanan konsumen.

Maka dari itulah timbul yang namanya Konsep Just In Time adalah suatu konsep dimana
bahan baku yang digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat
pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan
meniadakan biaya persediaan barang/penyimpanan barang/stocking cost. Tujuan utama Just In
Time adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui
usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.

Perhitungan serta kerja sama yang baik antara penyalur, pemasok dan bagian produksi
haruslah baik. Keterlambatan akibat salah perhitungan atau kejadian lainnya dapat menghambat
proses produksi sehingga dapat menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan.

Just In Time merupakan filosofi pemanufakturan yng memiliki implikasi penting dalam
manajemen biaya. Ide dasar Just In Time sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada
permintaan (full system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta, pada
saat diminta, dan hanya besar kuantitas yang diminta. Tujuannya adalah untuk mengangkat
produktifitas dan mengurangi pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi
yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerja sama dengan
komponen-komponen yang lainnya.

Tenaga kerja langsung dalam lingkungan Just In Time dipertangguh dengan perluasan
tanggung jawab yang berkontribusi pada pemangkasan pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan
waktu produksi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Just In Time
Just In Time pertama kali dikembangkan di negara Jepang oleh perusahaan Toyota pada
dekade yang lalu, dan kemudian diadopsi oleh banyak Perusahaan Manufaktur di Jepang dan
Amerika Serikat seperti: Hewlet Packard, IBM, dan Harley Davidson. Salah satu pendekatan untuk
mengeliminasi pemborosan dalam perusahaan manufaktur telah muncul yaitu suatu filosofi operasi
yang disebut Just In Time. Just In Time merupakan suatu filosofi operasi manajemen, yaitu sumber
daya, termasuk material personel, dan fasilitas yang digunakan dalam keadaan tepat waktu. Just in
Time adalah sebuah filosofi pemecahan masalah secara berkelanjutan dan memaksa yang
mendukung produksi yang ramping (lean).
Produksi yang ramping (lean Production) memasok pelanggan persis sesuai dengan
keinginan pelanggan ketika pelanggan menginginkannya, tanpa pemborosan, melalui perbaikan
berkelanjutan (Heizer and Render, 2004,258). Sasaran utama just in time adalah meningkatkan
produktivitas system produksi atau operasi dengan cara menghilangkan semua macam kegiatan
yang tidak menambah nilai (pemborosan) bagi suatu produk. Sasaran just in time menitikberatkan
pada continuos improvement untuk mencapai biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas
yang lebih tinggi, kualitas dan realibitas produk yang lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan
produk akhir dan memperbaiki hubungan kerja antara pelanggan dengan pemasok (Ariani, 2003).
Definisi Just In Time didefinisikan sebagai sistem manajemen pabrikasi dan persediaan
komprehensif di mana bahan baku dan berbagai suku cadang dibeli dan diproduksi pada saat
diproduksi dan pada saat (just in time) akan digunakan dalam setiap tahap proses
produksi/pabrikasi. (Simamora, 2002:105).
Menurut Krismiaji (2011:8), ide-ide yang mendukung Just In Time adalah sebagai berikut:
1. Sederhana adalah lebih baik.
2. Penekanan pada kualitas dan perbaikan yang berkesinambungan.
3. Mempertahankan persediaan yang menjadi sumber pemborosan dan pekerjaan jelek
yang tersembunyi.
4. Setiap aktivitas atau fungsi yang tidak menambah nilai harus dihilangkan.
5. Barang diproduksi apabila dibutuhkan.
6. Pekerja harus berketrampilan banyak dan berpartisipasi dalam memperbaiki
efisiensi dan kualitas produk.

2
Sasaran utama just in time adalah meningkatkan produktivitas system produksi atau operasi
dengan cara menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai (pemborosan) bagi
suatu produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada continuos improvement untuk mencapai
biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, kualitas dan realibitas produk
yang lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produk akhir dan memperbaiki hubungan kerja
antara pelanggan dengan pemasok Tjahjadi (2001:227) mendefinisikan JIT sebagai “the successful
completion of a product or service at each stage of production activity from vendor to customer
just in time for its use and at minimum cost. JIT can also be generally defined as a strategy or
guiding philosophy whose goal it is to seek manufacturing excellence.
Selanjutnya Tjahjadi (2001:227) menyatakan bahwa JIT memiliki 8 prinsip dasar, yaitu:
1. Seek a produce-to order production schedule.
2. Seek unitary production.
3. Seek eliminate waste.
4. Seek continous product flow improvement.
5. Seek product quality perfection.
6. Respect people.
7. Seek to eliminate contingencies.
8. Maintain long term emphasis.
Berdasarkan berbagai pengertian tersebut dapat diketahui bahwa eliminasi pemborosan
merupakan jantung dari JIT. Dengan mengeliminasi pemborosan, maka perusahaan akan
menghasilkan produk yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah. Berdasarkan uraian diatas
maka indikator JIT yang dimunculkan adalah biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas
yang lebih tinggi, hubungan antara pelanggan dengan pemasok.

B. Konsep Just In Time


Dalam konsep Just In Time, Simamora, (2002:107) menyatakan terdapat empat aspek
fundamental dalam konsep Just In Time, yaitu:
1. Menghilangkan segala aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi seluruh
produk atau jasa. Dalam hal ini mencakup seluruh aktifitas atau sumber daya yang
menjadi sasaran untuk pengurangan atau penghilangan.
2. Komitmen tinggi terhadap mutu melakukan secara benar segala sesuatunya dari
awal adalah esensial manakala tidak ada waktu untuk mengerjakan ulang.
Perusahaan perlu memiliki komitmen untuk mencapai dan mempertahankan tingkat
mutu yang tinggi dalam semua aspek aktivitas-aktivitas perusahaan.
3. Upaya perbaikan yang berkelanjutan dalam efisiensi aktivitas perusahaan.
Perusahaan perlu mencanangkan komitmen terhadap perbaikan berkesinambungan
(continuous improvement) pada semua aktivitas perusahaan dan kegunaan data
3
yang dihasilkan bagi manajemennya. Perbaikan yang berkesinambungan adalah
pengupayaan terus- menerus nilai yang kian besar yang diberikan kepada
pelanggan.
4. Penekanan pada penyederhanaan dan peningkatan visibilitas aktivitas nilai tambah,
hal ini membantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai.

C. Peranan Just In Time


Dalam sistem Just In Time ada beberapa peranan penting yaitu menghasilkan sebuah
produk hanya ketika dibutuhkan dan hanya dalam kuantitas yang diminta oleh pelanggan. Menurut
Kuncoro (2005:293) berpendapat bahwa Just In Time memiliki beberapa peranan penting
diantaranya:
1. Meningkatkan laba.
2. Meningkatkan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui:
a. Pengendalian biaya.
b. Peningkatan kualitas.
c. Perbaikan kinerja kualitas.

D. Tujuan Penerapan Just-In-Time


Menurut Modarress dan Ansari (1990), tujuan dari penerapan Just-In-time adalah untuk
meningkatkan kualitas produk dan produktivitas dengan mengeliminasi pemborosan. Pemborosan
ini dapat diartikan sebagai peralatan, bahan baku, dan pekerja. Arnaldo Hernandez (1993),
menambahkan bahwa: Reducing inventories, however, is not the primary goal of Just-In-time. The
primary goal is to increase the productivity of a manufacturing system by eliminating all kinds of
activity that add no value to a product.
Menurut Blocher, Chen & Lin (2002), tujuan dari penerapan Just-In-Time adalah untuk
membeli bahan baku tepat waktu untuk digunakan dalam proses produksi, dan untuk memproduksi
dan mengantarkan barang tepat waktu untuk dijual. Ini dapat dicapai dengan mengurangi
pemborosan, mengurangi persediaan, membangun hubungan yang baik dengan pemasok,
meningkatkan keikutsertaan pekerja, dan membuat program yang berfokus pada konsumen.
Mengenai hubungan dengan pemasok, Heizer & Render (2001), menambahkan bahwa
perlu adanya Just-In-Time partnership antara perusahaan dengan pemasok. Tujuan dari Just-In-
Time partnership ini adalah untuk mengeliminasi aktivitas yang tidak perlu, mengeliminasi
persediaan dalam pabrik, mengeliminasi persediaan dalam perjalanan, dan mengeliminasi pemasok
yang tidak berkualitas.
Menurut Hansen & Mowen (2003), tujuan penerapan Just-In-Time ada dua, yaitu: untuk
meningkatkan keuntungan perusahaan dan memperbaiki posisi perusahaan. Keduanya dapat

4
dicapai dengan mengontrol biaya, memperbaiki kegiatan pengantaran barang, dan meningkatkan
kualitas.

E. Implementasi Just-In-Time
Mengimplementasi Just-In-Time bukan merupakan pekerjaan yang mudah, sebagai contoh,
Toyota membutuhkan waktu dua puluh tahun untuk mengimplemetasi Just-In-time. Petroff (1993)
mengatakan hal-hal yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan Just-In-time adalah:
mengedukasi dan melatih manajer dan eksekutif; menjadikan kualitas sebagai prioritas;
memperbolehkan pekerja dan mesin tidak bekerja saat tidak ada pekerjaan; menjadikan pekerja
menjadi pekerja yang handal; mengadopsi pengukuran kinerja Just-In-time; mengatur persediaan
dan safety stock dengan Just-In-Time. Selain itu, dalam buku tersebut juga disebutkan bahwa
pemasok dan pekerja harus diperlukan sebagai bagian dari perusahaan yang penting, bukan sebagai
musuh.

F. Manfaat Just In Time


Manfaat utama sistem Just In Time adalah akan mengubah daya telusur biaya,
meningkatkan akurasi penentuan kos produk, menurunkan kebutuhan alokasi biaya tak langsung,
mengubah perilaku dan kepentingan relatif biaya tenaga kerja langsung, dan mempengaruhi sistem
penentuan kos pesanan dan kos proses.
Tunggal (1998:71) terdapat 2 manfaat yang dapat ditemukan dari Just In Time antara lain:
1. Manfaat tangibles, yaitu:
a. Turn over pembelian bahan baku/suku cadang bertambah.
b. Ketepatan pengiriman meningkat.
c. Lead time pengiriman berkurang.
d. Pekerjaan ekspedisi berkurang.
e. Waktu implementasi perubahan-perubahan oleh pemasok berkurang.
2. Manfaat intangibles, yaitu:
a. Memperbaiki kualitas produk.
b. Berhasil mendorong pemasok memenuhi kualitas yang diperlukan.
c. Memperbaiki produktivitas.
d. Jadwal produksi yang lebih baik.
e. Mengurangi keperluan untuk menginspeksi barang-barang yang masuk.
f. Meningkatkan efisiensi.
g. Memperbaiki posisi kompetitif.
h. Memperbaiki desain produk.
i. Memperbaiki moralitas dalam produksi.
j. Lebih banyak kontak personal dengan pemasok.
5
k. Mengurangi pekerjaan klerikal.

G. Perbedaan Pendekatan Just In Time


Perbandingan antara pemanufakturan Just In Time dengan pemanufakturan Tradisional
menurut Supriyono (2002:68) adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik merupakan sistem tradisional melakukan aktivitas pembuatan
produk berdasarkan ramalan penjualan (sales forecasting) yang diperkirakan akan
terjadi pada periode mendatang. Dengan dasar ini, maka bagian produksi akan
memiliki jadwal produksi yang sudah pasti. Jika barang yang diproduksi belum
dapat didistribusikan ke pasar, maka barang tersebut akan disimpan di gudang.
Dalam hal ini bagian pemasaran bertanggung jawab untuk segera memasarkan
produk yang telah menumpuk di gudang jumlah banyak. Dengan demikian, sistem
tradisional ini mendorong (push) aktivitas penjualan dan pemasaran. Sistem Just In
Time memiliki karakteristik yang berkebalikan. Dalam sistem ini, perusahaan baru
akan melakukan aktivitas produksi hanya jika ada permintaan pasar/pelanggan yang
sudah pasti. Jadi aktivitas produksi dalam sistem ini ditarik (pull) oleh permintaan
pasar.
2. Kuantitas Persediaan merupakan salah satu pengaruh sistem Just In Time bagi
perusahaan adalah mengurangi kuantitas persediaan secara signifikan. Dalam
jumlah yangminimal, persediaan tetap dimiliki oleh perusahaan, terutama
persediaan produk jadi yang menunggu proses pengiriman kepada pelanggan atau
ke distributor. Jadi kuantitas persediaan dalam sistem Just In Time tetap ada namun
jumlahnya sangat sedikit (insignificant). Sistem manufaktur tradisional disebut juga
push-throught system. Dalam sistem ini, perusahaan melakukan proses produksi
tanpa memperhatikan struktur dan kondisi permintaan pada saat itu. Oleh karena
itu, sistem ini sangat mungkin menghasilkan produk dalam jumlah yang lebih besar
dibandingkan dengan permintaannya, sehingga menciptakan persediaan dalam
jumlah yang banyak (significant).
3. Struktur Manufaktur, dalam sistem ini manufaktur tradisional, mesin-mesin
produksi yang sejenis disatukan dalam sebuah departemen. Dengan demikian, jika
perusahaan membuat 2 jenis (produk A dan produk B) produk melalui 3 jenis mesin
(mesin 1, mesin 2, dan mesin 3), maka tahap pertama kedua produk tersebut akan
masuk proses di proses departemen 1, tahap kedua sama-sama masuk proses di
departemen 2, tahap ketiga sama- sama masuk di departemen 3. Dalam hal ini,
kedua produk menggunakan seluruh fasilitas di departemen produksi 1 sampai 3
secara bersama-sama. Implikasinya adalah, pada akhirnya proses perusahaan harus
mengalokasikan biaya tidak langsung atau biaya pemakaian fasilitas bersama
6
tersebut (penggunaan mesin A, mesin B, mesin C). Just In Time menggunakan
struktur sel manufaktur (manufacturing cell). Dengan struktur ini mesin yang
diperlukan untuk membuat sebuah produk, dikelompokkan ke dalam sebuah sel
manufaktur. Jika perusahaan menghasilkan 2 jenis produk, maka perusahaan
tersebut akan menghasilkan 2 sel, sel A khusus untuk membuat produk A, dan sel B
khusus untuk membuat produk B. Dengan menggunakan contoh di atas, maka pada
sel A akan terdapat 3 buah mesin, yaitu mesin nomor 1, mesin nomor 2, mesin
nomor 3. Sedangkan sel B juga akan berisi 3 buah mesin yang khusus digunakan
untuk membuat produk B. Sel-sel ini pada dasarnya merupakan pabrik mini, oleh
karena itu dengan menggunakan konsep sel seolah-olah ada pabrik dalam pabrik.
4. Kualifikasi Tenaga Kerja, dalam sistem konvensional, tenaga kerja biasanya
berspesialisasi dalam satu bidang keahlian tertentu. Para karyawan dilatih untuk
melaksanakan sebuah pekerjaan khusus, misalnya mengoperasikan sebuah mesin.
Dari waktu ke waktu tugas yang dibebankan kepada mereka relatif tidak berubah.
Dengan demikian, mereka menjadi tenaga kerja spesialis. Dalam sistem Just In
Time, yang menggunakan struktur manufaktur sel, karyawan produksi dituntut
untuk mampu mengoperasikan seluruh mesin yang ada dalam sebuah sel. Hal ini
dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan menekan biaya. Dengan
demikian karyawan tersebut tidak lagi menjadi spesialisasi mesin tertentu, namun
menjadi seorang yang memiliki kualifikasi multidiciplinary.
5. Kebijakan Kualitas, dalam sistem Just In Time, perusahaan memproduksi barang
dalam jumlah terbatas, yaitu sebanyak yang diminta oleh pasar/pelanggan dan tidak
memiliki kelebihan produksi sama sekali. Oleh karena itu, dalam sistem ini
persoalan kualitas merupakan hal yang sangat penting. Kualitas barang yang
dihasilkan harus sempurna, dan tidak ada toleransi sama sekali terhadap produk
cacat. Kalau sampai ada produk cacat dan sampai ke tangan konsumen, maka hal ini
akan merusak reputasi perusahaan, apalagi jika perusahaan tersebut berada dalam
industri yang bersaing ketat. Untuk mewujudkan hal ini, perusahaan harus
memiliki komitmen tinggi terhadap kualitas dan menerapkan konsep pengendalian
mutu terpadu (total quality control). Tanpa TQC sistem Just In Time tidak akan
berjalan dengan baik. Kondisi tersebut tentunya sangat berbeda dengan kondisi
yang ada pada sistem tradisional. Dalam sistem tradisional ada sebuah doktrin yang
disebut acceptable quality level (AQL). Doktrin tersebut memperbolehkan adanya
produk cacat dalam sebuah proses produksi, asalkan jumlahnya tidak melebihi
angka persentase yang telah diterapkan sebelumnya. Hal tersebut dimungkinkan
karena dalam sistem tradisional jumlah produkyang dihasilkan banyak, sehingga

7
jika ada produk cacat, perusahaan masih memiliki kesempatan untuk menyortirnya
agar tidak ikut terbawa sampai ke tangan konsumen.
6. Fasilitas Jasa merupakan sebagai implikasi dari digunakannya struktur manufaktur
sel, maka sebagian besar aktivitas untuk membuat produk tertentu tidak lagi
menggunakan fasilitas bersama. Dengan demikian, departemen jasa yang semula
dipusatkan dan melayani kebutuhan dalam rangka menghasilkan berbagai jenis
produk, sekarang mengalami perubahan yaitu tersebar di berbagai sel manufaktur.
Hal ini harus dilakukan, karena sistem Just In Time menghendaki akses ke fasilitas
jasa secara mudah dan cepat. Sebagai contoh, Just In Time menghendaki bahwa
pasokan bahan baku dilakukan secara tepat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut
jelas penanganan bahan baku tidak dapat lagi dipusatkan, namun disebar di
beberapa titik pelayanan yang dekat dengan setiap sel manufaktur.

H. Faktor Kunci Sukses dalam Just In Time


Ada tujuh faktor kesuksesan Just In Time yaitu:
1. Suppliers, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Kedatangan material dan produk akhir termasuk kesia-siaan.
b. Pembeli dan pemasok membentuk kemitraan.
c. Kemitraan Just In Time.
2. Layout, merupakan tata letak yang memungkiknkan pengurangan kesia-siaan yang
lain, yaitu pergerakan. Misalnya pergerakan bahan baku manusia menjadi fleksibel,
JIT mensyaratkan:
a. Sel kerja untuk produk keluarga.
b. Pergerakan atau perubahan mesin.
c. Jarak yang pendek.
d. Tempat yang kecil untuk persediaan.
e. Pengiriman langsung ke area kerja.
3. Inventory, persediaan dalam sistem produksi dan distribusi sering diadakan untuk
berjaga- jaga. Teknik persediaan yang efektif memerlukan Just In Time bukan Just
In Case. Persediaan Just In Time merupakan persediaan minimal yang diperlukan
untuk mempertahankan operasi sistem yang sempurna yaitu jumlah yang tepat, tiba
pada saat yang diperlukan bukan sebelum atau sesudah.
4. Schedulling, jadwal yang efektif dikomunikasikan di dalam organisasi dan kepada
pemasok, maka akan sangat mendukung penerapan Just In Time. Penjadwalan yang
lebih baik juga meningkatkan kemampuan untuk memenuhi pesanan konsumen,
menurunkan persediaan dan mengurangi barang dalam proses, Just In Time
mensyaratkan:
8
a. Mengkomunikasikan penjadwalan kepada supplier.
b. Jadwal bertingkat.
c. enekan bagian dari skedul paling dekat dengan jatuh tempo.
d. Lot kecil.
e. Teknik kanban.
5. Preventive Maintenance, pemeliharaan dilakukan dalam rangka untuk menjaga
hal-hal yang tidak diinginkan supaya tidak terjadi atau merupakan suatu tindakan
pencegahan. Misalnya dengan cara pemeliharaan rutin pada fasilitas yang
digunakan maupun pelatihan karyawan secara terus menerus agar dapat beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi.
6. Kualitas, hubungan Just In Time dan mutu kuat sekali, karena berhubungan dengan
tiga hal yaitu:
a. Just In Time mengurangi biaya perolehan mutu yang baik karena biaya
produk sisa, pengerjaan ulang, investasi persediaan menurun.
b. Just In Time meningkatkan mutu dengan mengurangi antrian dan waktu
antara Just In Time juga membatasi jumlah sumber kesalahan potensial.
c. Mutu yang baik berarti lebih sedikit cadangan sehingga Just In Time lebih
mudah diterapkan.
7. Employee Empowerment, karyawan yang diberdayakan dapat ikut terlibat dalam
isu-isu operasi harian yang merupakan falsafah Just In Time. Pemberdayaan
karyawan mengikuti nasehat manajemen bahwa tidak ada orang yang lebih tahu
mengenai suatu pekerjaan selain karyawan pelaksana pekerja itu sendiri.

I. Kekurangan Just-In-Time
Berikut ini adalah kekurangan-kekurangan Just-In-time menurut Hansen & Mowen (2003):
1. dibutuhkan waktu yang lama agar dapat mengimplementasikan Just-In-Time
dengan baik;
2. penerapan Just-In-Time dapat berpengaruh buruk terhadap pekerja karena adanya
perubahan alur kerja yang drastis dengan tidak adanya persediaan;
3. munculnya resiko kekurangan barang dan kehilangan penjualan karena tidak ada
persediaan yang banyak.
Silver, Pyke & Peterson (1998), juga menambahkan kekurangan-kekurangan Just-In-Time
yaitu Just-In-time sangat rapuh terhadap tutupnya pabrik, lonjakan permintaan, dan kejadian tidak
menentu lainnya.

J. Kelebihan Just-in-Time

9
1. karena produksi sangat berjalan dengan sangat singkat, jadi lebih mudah untuk
menghentikan produksi satu jenis produk tertentu dan beralih ke produk lain
yang berbeda untuk memenuhi perubahan permintaan pelanggan.
2. Tingkat persediaan sangat rendah, hal ini berarti bahwa biaya persediaan seperti
biaya ruang gudang dapat di minimalkan
3. Ruang yang sebelumnya digunakan untuk menyimpan persediaan dapat
digunakan untuk keperluan lainnya yang lebih produktif.
4. Perusahaan menginvestasikan uang yang jauh lebih sedikit karena persediaan
kurang diperlukan.
5. Kesalahan produksi dapat lebih cepat dilihat dan diperbaiki, sehingga akan
menghasilkan produk cacat yang auh lebih sedikit dan memicu kepuasan
pelanggan yang lebih besar.

CONTOH KASUS JUST IN TIME

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian

Selama proses produksi, bahan baku sangat dibutuhkan. Diperlukan juga adanya bahan

10
pembantu sebagai pelengkap bahan baku. Bahan baku dan bahan pembantu untuk proses
produksi ada beberapa macam, antara lain: (a). Plat hitam. (b). Kawat las. (c). Baut. (d). Cat
besi. Dan kebutuhan rata-rata bahan baku setiap bulan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1
Rata-rat Kebutuhan Bahan Baku Setiap Bulan
Bahan Baku Jumlah (Kg)
Plat Hitam 22.498
Kawat las 22.227
Baut 138,17
Cat Besi 139,25
Sumber: CV. Megah Jaya Karoseri

Dalam melakukan pesanan bahan baku dan untuk mengetahui harga bahan baku dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 2 Harga Bahan Baku
(Dalam Rp)
Bahan Baku Harga per Kg
Plat Hitam 21.500
Kawat Las 12.000
Baut 2.850
Cat Besi 19.500
Sumber: CV. Megah Jaya Karoseri

Biaya-Biaya Persediaan Bahan Baku


Secara umum biaya persediaan bahan baku dikelompokkan menjadi beberapa macam biaya,
meliputi:
1. Biaya Pemesanan adalah biaya yang ditanggung oleh perusahaan sebagai akibat adanya
pemesanan persediaan bahan baku. Biaya-biaya pemesanan tersebut mencakup tiga
macam biaya, yaitu: biaya telepon, biaya angkut, pembelian, dan biaya administrasi dan
umum.

Tabel 3 Biaya Pemesanan


Tahun 2012
Biaya
Bulan Telp Angkut Adm Total
Pemesanan Gudang
(Rp) Pembelian (Rp) (Rp)
Total 5,595,370 4,737,475 4,668,025 15,000,870
Sumber: CV. Megah Jaya Karoseri

Berdasarkan data yang penulis sajikan pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa total biaya
pemesanan untuk bahan baku plat hitam, kawat las, baut dan cat besi selama tahun 2012 sebesar
Rp 15.000.870.-.
2. Biaya Penyimpanan Adalah biaya untuk menyimpan persediaan barang yang dijual.
Perusahaan memberikan prosentase biaya penyimpanan untuk bahan baku plat hitam,
kawat las, baut dan cat besi sebesar 8% dari nilai rata-rata persediaan. Sedangkan nilai
rata-rata persediaan berasal dari kebutuhan bahan baku setiap bulan dikali dengan harga
11
bahan baku dibagi dua. Biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh CV. Megah Jaya
Karoseri untuk menyimpan bahan baku plat hitam, kawat las, baut, cat besi dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:

Tabel 4
Biaya Penyimpanan Bahan Baku Tahun 2012

Bahan Baku Besarnya Biaya Penyimpanan


(Rp)
Plat besi 19.348.556,67
Kawat Las 10.669.200
Baut 15.751
Cat Besi 108.615
Sumber: CV. Megah Jaya Karoseri

3. Biaya Pemesanan Menurut Perusahaan


Biaya pemesanan yang ditetapkan perusahaan:
Total biaya pemesanan x Pembelian bahan baku
Total Biaya Pembelian Bahan Baku

Dengan demikian biaya pemesanan yang dikeluarkan oleh CV. Megah Jaya Karoseri untuk
menyimpan bahan baku plat hitam, kawat las, baut, cat besi dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 5
Besarnya Biaya Pemesanan Masing-masing Bahan Baku Tahun 2012

Bahan baku Besarnya Biaya Penyimpanan


(Rp)
Plat hitam 7.937.889
Kawat las 6.969.959
Baut 48.482
Cat besi 44.538
Sumber : CV. Megah Jaya Karoseri

Dari penjelasan tabel 1-5 diatas, yang berkaitan dengan biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan bahan baku, maka dapat diketahui total biaya persediaan bahan baku yang
dikeluarkan oleh CV. Megah Jaya Karoseri selama tahun 2012 tersaji pada tabel berikut ini:
Tabel 6
Total Biaya Persediaan Bahan Baku Tahun 2012

Uraian Plat Hitam Kawat las baut Cat besi


Pembelian 336.130 295.143 2.053 1.886
Frekuensi 12 kali 12 kali 12 kali 12 kali
Rata-rata pesananan 22.498,53 kg 22.227,50 kg 138,17 kg 139,25 kg
Rata-rata persediaan 11.249,17 kg 11.113,75 kg 69,09 kg 69,63 kg
Rp Rp Rp Rp
Biaya pemesanan 7.937.889 6.969.959 48.482 44.538
Biaya penyimpanan 19.348.556 10.669.200 15.751 108.651
Total biaya persediaan 27.286.445 17.639.159 64.233 153.189

12
Sumber : CV. Megah Jaya Karoseri

Analisis Hasil Penelitian

Pada umumnya kegiatan dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan, perusahaan
menghadapi banyak permasalahan. Untuk itu perusahaan harus dapat menentukan masalah
yang dianggap paling penting dan harus segera diatasi dengan mengidentifikasi sejauh mana
pengaruh suatu masalah terhadap tercapainya suatu tujuan perusahaan.
Data yang dianalisa berkaitan dengan biaya persediaan bahan yang ada pada CV.Megah Jaya
Karoseri, dimana perhitungan biaya persediaan bahan selama ini dalam perusahaan mengelola
menggunakan metode tradisional, perusahaan mengalami kendala dalam pelaksanaannya.
Adapun kendala yang dihadapi perusahaan selama menggunakan metode tradisional ini adalah
mengalami pemborosan dalam persediaannya bahan bakunya, hal ini disebabkan karena tidak
adanya kebijakan yang tepat untuk mengendalikan persediaan bahan baku tersebut. Selain itu
didalam gudang juga terdapat banyak persediaan bahan baku yang siap digunakan. Hal ini
terjadi karena kuantitas pemesanan bahan baku yang lebih besar dari bahan baku yang
dibutuhkan. Dengan banyaknya persediaan bahan baku digudang maka akan terjadi penambahan
biaya penyimpanan, sehingga akibatnya perusahaan akan menanggung biaya persediaan bahan
baku yang cukup tinggi dan tidak terdapat efisiensi biaya persediaan bahan baku.

Pembahasan
Dalam pembahasan penilitian ini, penulis menggunakan perusahaan metode just in time untuk
meningkatkan efisiensi biaya persediaan bahan baku. Disamping itu, pelaksanaan metode just in
time persediaan bahan baku harus selalu ada jika suatu saat dibutuhkan dalam pelaksanaan
produksinya. Oleh karena itu perusahaan diharapkan dapat mengadakan kontrak jangka panjang
maupun jangka pendek kepada pemasok. Untuk memperjelas penelitian ini maka penulis akan
menguraikan dan menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan biaya bahan baku yang
berkaitan dengan sistem pembelian just in time.

Sistem Pembelian Bahan Baku Just In Time


Dalam sistem just in time dituntut untuk menjaga hubungan kemitraan antara perusahaan dengan
pemasok bahan baku sehingga dapat memecahkan masalah diantaranya dengan menciptakan
arus informasi yang dapat merubah reaksi pemasok terhadap kebutuhan perusahaan, sehingga
pemasok dapat mengetahui kapan dan berapa barang yang harus dikirim sehingga waktu tunggu
dapat diminimalkan.
Pendekatan just in time merupakan pendekatan yang berbeda untuk mengendalikan total biaya
persediaan. Guna mencapai tujuan just in time yaitu meminimalkan biaya persediaan meliputi
biaya penyimpanan, biaya pemeliharaan, biaya kerusakan, biaya asuransi serta biaya-biaya
lainnya maka perusahaan harus mempunyai sistem yang mendukung serta hubungan yang erat
dengan pemasok.
Penerapan pembelian just in time pada CV. Megah Jaya Karoseri bahwa perusahaan tidak
menyimpan bahan baku digudang dalam artian persediaan bahan baku digudang adalah tidak ada
sama sekali yaitu nol. Perusahaan hanya membeli bahan baku sesuai dengan kebutuhan untuk
memproduksi produk. Karena perusahaan menginginkan efisiensi bahan baku yang maksimal
yaitu dengan jalan menghilangkan biaya persediaan terutama untuk biaya penyimpanan maka
pengeluaran untuk biaya penyimpanan adalah nol rupiah.
Sistem just in time menurunkan biaya pembelian dengan cara membatasi jumlah pemasok
sedikit mungkin. Bila pemasok sedikit, berarti kuantitas pasokan dari masing- masing pemasok
13
cukup besar, dan perusahaan just in time akan menjadi price customer atau pembeli yang
dominan bagi pemasok. Perusahaan dengan sistem just in time berusaha menjalin hubungan
kerjasama jangka panjang dan jangka pendek kepada pemasok, dan meminta pengiriman yang
fleksibel sesuai dengan jadwal produksi perusahaan. Karena melakukan pembelian dari sedikit
pemasok (namun dalam kuantitas besar) dengan sistem kontrak jangka panjang dan jangka
pendek yang dapat dikontrol oleh perusahaan, maka harga beli atau biaya pembelian dapat
ditekan.

Frekuensi pembelian bahan baku


Frekuensi pembelian atau pemesanan dalam sistem just in time lebih sering bila dibanding
dengan pembelian tradisional. Bahwa pembelian dan pengiriman dapat dilakukan secara harian
tergantung dari kebutuhan produksi perusahaan. Oleh karena itu

yang dianggap paling penting dan harus segera diatasi dengan mengidentifikasi sejauh mana
pengaruh suatu masalah terhadap tercapainya suatu tujuan perusahaan.
Data yang dianalisa berkaitan dengan biaya persediaan bahan yang ada pada CV.Megah Jaya
Karoseri, dimana perhitungan biaya persediaan bahan selama ini dalam perusahaan mengelola
menggunakan metode tradisional, perusahaan mengalami kendala dalam pelaksanaannya.
Adapun kendala yang dihadapi perusahaan selama menggunakan metode tradisional ini adalah
mengalami pemborosan dalam persediaannya bahan bakunya, hal ini disebabkan karena tidak
adanya kebijakan yang tepat untuk mengendalikan persediaan bahan baku tersebut. Selain itu
didalam gudang juga terdapat banyak persediaan bahan baku yang siap digunakan. Hal ini
terjadi karena kuantitas pemesanan bahan baku yang lebih besar dari bahan baku yang
dibutuhkan. Dengan banyaknya persediaan bahan baku digudang maka akan terjadi penambahan
biaya penyimpanan, sehingga akibatnya perusahaan akan menanggung biaya persediaan bahan
baku yang cukup tinggi dan tidak terdapat efisiensi biaya persediaan bahan baku.

Pembahasan
Dalam pembahasan penilitian ini, penulis menggunakan perusahaan metode just in time untuk
meningkatkan efisiensi biaya persediaan bahan baku. Disamping itu, pelaksanaan metode just in
time persediaan bahan baku harus selalu ada jika suatu saat dibutuhkan dalam pelaksanaan
produksinya. Oleh karena itu perusahaan diharapkan dapat mengadakan kontrak jangka panjang
maupun jangka pendek kepada pemasok. Untuk memperjelas penelitian ini maka penulis akan
menguraikan dan menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan biaya bahan baku yang
berkaitan dengan sistem pembelian just in time.

Sistem Pembelian Bahan Baku Just In Time


Dalam sistem just in time dituntut untuk menjaga hubungan kemitraan antara perusahaan dengan
pemasok bahan baku sehingga dapat memecahkan masalah diantaranya dengan menciptakan
arus informasi yang dapat merubah reaksi pemasok terhadap kebutuhan perusahaan, sehingga
pemasok dapat mengetahui kapan dan berapa barang yang harus dikirim sehingga waktu tunggu
dapat diminimalkan.
Pendekatan just in time merupakan pendekatan yang berbeda untuk mengendalikan total biaya
persediaan. Guna mencapai tujuan just in time yaitu meminimalkan biaya persediaan meliputi
biaya penyimpanan, biaya pemeliharaan, biaya kerusakan, biaya asuransi serta biaya-biaya
lainnya maka perusahaan harus mempunyai sistem yang mendukung serta hubungan yang erat
dengan pemasok.
Penerapan pembelian just in time pada CV. Megah Jaya Karoseri bahwa perusahaan tidak

14
menyimpan bahan baku digudang dalam artian persediaan bahan baku digudang adalah tidak ada
sama sekali yaitu nol. Perusahaan hanya membeli bahan baku sesuai dengan kebutuhan untuk
memproduksi produk. Karena perusahaan menginginkan efisiensi bahan baku yang maksimal
yaitu dengan jalan menghilangkan biaya persediaan terutama untuk biaya penyimpanan maka
pengeluaran untuk biaya penyimpanan adalah nol rupiah.
Sistem just in time menurunkan biaya pembelian dengan cara membatasi jumlah pemasok
sedikit mungkin. Bila pemasok sedikit, berarti kuantitas pasokan dari masing- masing pemasok
cukup besar, dan perusahaan just in time akan menjadi price customer atau pembeli yang
dominan bagi pemasok. Perusahaan dengan sistem just in time berusaha menjalin hubungan
kerjasama jangka panjang dan jangka pendek kepada pemasok, dan meminta pengiriman yang
fleksibel sesuai dengan jadwal produksi perusahaan. Karena melakukan pembelian dari sedikit
pemasok (namun dalam kuantitas besar) dengan sistem kontrak jangka panjang dan jangka
pendek yang dapat dikontrol oleh perusahaan, maka harga beli atau biaya pembelian dapat
ditekan.

Frekuensi pembelian bahan baku


Frekuensi pembelian atau pemesanan dalam sistem just in time lebih sering bila dibanding
dengan pembelian tradisional. Bahwa pembelian dan pengiriman dapat dilakukan secara harian
tergantung dari kebutuhan produksi perusahaan. Oleh karena itu lokasi pemasok dalam konsep
just in time biasanya berdekatan atau bahkan satu lokasi dengan pembeli. Untuk itu dapat
memperlancar pengiriman barang pesanan, pemasok terkadang harus menggunakan kendaraan
pengangkut khusus yang didedikasikan hanya untuk satu perusahaan saja.
Frekuensi pembelian bahan baku plat hitam, kawat las, baut, dan cat besi yang biasanya dikirim
oleh pemasok satu bulan sekali sehingga dalam satu tahun terjadi (12) kali frekuensi pengiriman
barang pesanan, apabila frekuensi pembelian just in time perusahaan menginginkan frekuensi
pemesanan bahan baku dalam satu bulan dilakukan dua kali, dengan demikian frekuensi
pengiriman bahan sistem just in time akan menjadi (24) kali dalam satu tahun.

Biaya penyimpanan
Dalam hubungannya dengan biaya penyimpanan, pada penerapan sistem just in time perusahaan
menginginkan keuntungan yang maksimal yaitu dengan jalan efisiensi persediaan dengan cara
bahwa perusahaan tidak menyimpan persediaan bahan baku digudang. Sehingga perusahaan
tidak mengeluarkan biaya untuk penyimpanan, maka biaya penyimpanan nol rupiah.
Berkaitan dengan biaya penyimpanan perusahaan memberikan prosentase biaya penyimpanan
untuk bahan baku plat hitam, kawat las, baut dan cat besi sebesar 8% dari nilai rata-rata
persediaan. Sedangkan nilai rata-rata persediaan bahan berasal dari kebutuhan bahan baku stiap
satu bulan dikali dengan harga bahan baku dibagi dua.Berdasarkan penjelasan diatas, maka
dapat disajikan dalam tabel yang berkaitan dengan biaya tradisional dan sistem biaya just in time
seperti tabel dibawah ini:

Tabel 7
Biaya Penyimpanan Tradisional Dengan Sistem Just In Time
Tahun 2012
Bahan baku Frekuensi pemesanan
Tradisional Just in time
(Rp) (Rp)
Plat hitam 19.348.572 9.674.294

15
Kawat las 6.668.250 3.334.128
Baut 15.750 7.875
Cat besi 108.622 54.319
Total 26.141.195 13.070.617
Sumber : CV. Megah Jaya Karoseri

Biaya Pemesanan
Dalam sistem just in time menyadari akan masalah yang terjadi dalam perusahaan dan
perusahaan dapat mengatasinya dengan jalan antara lain dengan permintaan yang sesuai dengan
pesanan produksi, mengadakan perjanjian kerja sama dengan pemasok dengan jangka panjang
maupun jangka pendek, dan perbaikan informasi. Permintaan yang sesuai dengan pesanan akan
membuat kebutuhan pembelian dapat diduga sehingga tidak perlu diadakan pemesanan kembali.
Kontrak jangka panjang memberikan jaminan keamanan bagi pemasok bahwa mereka tidak
akan dijatuhkan pada persediaan yang tidak diingijnkan.

Pemasok juga mengharapkan kerjasama dengan perusahaan yang dapat membantu perusahaan
menurunkan biaya bahan baku per unit dengan tgerus berusaha menurunkan biaya bahan dan
biaya pengiriman.
Berikut ini adalah besarnya biaya pemesanan yang dikeluarkan oleh CV. Megah Jaya Karoseri
untuk masing-masing bahan baku dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 8
Biaya Pemesanan Tradisional Dengan Sistem Just In Time
Tahun 2012
Bahan baku Frekuensi pemesanan
Tradisional Just in time
(Rp) (Rp)
Plat hitam 7.937.889 14.998.675
Kawat las 6.969.959 14.818.122
Baut 48.483 92.109
Cat besi 44.539 92.832
Total 15.000.870 30.001.740
Sumber : CV. Megah Jaya Karoseri

Biaya Kekurangan Persediaan


Satu pertimbangan dari system just in time adalah bahwa tingkat persediaan yang lebih rendah
atau bahkan tanpa ada persediaan akan membawa lebih banyak kekurangan persediaan.
Perusahaan yang menerapkan just in time hanya berproduksi sesuai dengan kebutuhan, tepat saat
barang jadi tersebut hendak dikonsumsi. Sebagai perbandingan perusahaan non just in time
berproduksi untuk persediaan (stock), dimana system ini mengandalkan peramalan penjualan
dimasa mendatang. Masalah akan timbul bila ternyata peramalan sering salah, sehingga
peramalan penjualan tidak sesuai dengan penjualan aktual. Konsekuensinya perusahaan non just
in time harus menanggung biaya persediaan yang tinggi bila penjualan tidak sesuai dengan
perkiraan penjualan.
Dalam prakteknya perusahaan yang menerapkan just in time masih belum dapat mencapai
keadaan produksi atas dasar pesanan (product in order) yang sempurna. Perusahaan masih
memiliki persediaan barang jadi meskipun hal ini ditekan sampai tingkat yang rendah, karena
16
terkadang konsumen benar-benar menghendaki suatu produk secara spontan dan tidak bersedia
menunggu selesainya proses produksi. Dengan menggunakan kebijakan just in time maka
perusahaan memperkirakan terjadinya biaya kekurangan persediaan sebesar 5% dari total
persediaan per tahunnya dan perusahaan juga harus menanggung tambahan biaya untuk
mempercepat pesanan bahan baku 12% dari harga bahan baku.
Berikut ini adalah besarnya biaya kekurangan persediaan yang dikeluarkan oleh CV. Megah
Jaya Karoseri untuk masing-masing bahan baku dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 9
Biaya Kekurangan Persediaam Tradisional Dengan Sistem Just In Time

Tahun 2012
Bahan baku Frekuensi pemesanan
Tradisional Just in time
(Rp) (Rp)
Plat hitam 0 14.860.800
Kawat las 0 1.196.640
Baut 0 4.104
Cat besi 0 5.265
Total 0 16.066.809
Sumber : CV. Megah Jaya Karoseri

Perhitungan Biaya Persediaan Dengan Sistem Just In Time


Untuk jelasnya akan penulis membahas sejauh mana efisiensi dari penerapan system
just in time sebagai berikut:
1. Plat hitam, berikut ini adalah penjelasan biaya persediaan bahan plat hitam dengan
perhitungan sistem just in time, berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka dapat
diibuatkan tabel perbandingan biaya persediaan bahan baku plat hitam antara kebijakan
pembelian tradisional dengan sistem just in time seperti yang tersaji berikut ini:

Tabel 10
Perbandingan Pembelian Tradisional Dengan Sistem Just In Time Bahan Baku Plat
Hitam Tahun 2012

Uraian Tradisional Just In Time


(Rp) (Rp)
Biaya Pembelian
1. Rp 21.500/kg/tahun x 336.130 kg/th 7.226.795.000
2. Rp 21.715/kg/tahun x 269.980 kg/th 6.385.027.000
Biaya penyimpanan
1. Rp 1.720/kg/tahun x 11.249, 17 kg/th 19.348.572
2. Rp 1.720/kg/tahun x 5.624,59 kg/th 9.674.295
Biaya pemesanan
1. Rp 23,62/kg/tahun x 336.130 kg/tahun 7.939.391
2. Rp 27,78/kg/tahun x 269.980 kg/tahun 7.500.044

17
Biaya kekurangan persediaan
1. Tidak terjadi kekurangan persediaan -
2. Rp 2.606/kg x 480 kg/bulan x 12 bulan 15.010.560
Sumber: CV. Megah jaya Karoseri

2. Kawat Las
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka dapat diibuatkan tabel perbandingan biaya
persediaan bahan baku kawat las antara kebijakan pembelian tradisional dengan sistem just in
time seperti yang tersaji berikut ini:

Tabel 11
Perbandingan Pembelian Tradisional Dengan Sistem Just In Time Bahan Baku Kawat Las
Tahun 2012
Uraian Tradisional Just In Time
(Rp) (Rp)
Biaya Pembelian
1. Rp 12.000/kg per tahun x 295.143 kg/th 3.577.760.000
2. Rp 12.120/kg per tahun x 266.730 kg/th 3.200.760.000
Biaya penyimpanan
1. Rp 960/kg per tahun x 11.113,75 kg/th 10.669.200
2. Rp 960/kg per tahun x 5.556,88 kg/th 5.334.605
Biaya pemesanan
1. Rp 23,62/kg/tahun x 295.143kg/tahun 6.971.278
2. Rp 27,78/kg/tahun x 266.730 kg/tahun 7.409.759
Biaya kekurangan persediaan
1. Tidak terjadi kekurangan persediaan
2. Rp 1.454kg x 69 kg/bulan x 12 bulan 1.203.912
Sumber : CV. Megah Jaya Karoseri

3. Baut
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka dapat diibuatkan tabel perbandingan biaya
persediaan bahan baku baut antara kebijakan pembelian tradisional dengan sistem just in time
seperti yang tersaji berikut ini:
Tabel 12
Perbandingan Pembelian Tradisional Dengan Sistem Just In Time Bahan Baku Baut
Tahun 2012
Uraian Tradisional Just In Time
(Rp) (Rp)
Biaya Pembelian
1. Rp 2.850/kg/tahun x 2.053 kg/tahun 5.851.050
2. Rp 2.879/kg/tahun x 1.658 kg/tahun 4.773.382
Biaya penyimpanan
1. Rp 228/kg per tahun x 69,08 kg/th 15.750
2. Rp 228/kg per tahun x 34,54 kg/th 7.875
Biaya pemesanan
1. Rp 23,62/kg/tahun x 2.053 kg/tahun 48.492
18
2. Rp 27,78/kg/tahun x 1.658 kg/tahun 46.059
Biaya kekurangan persediaan
1. Tidak terjadi kekurangan persediaan
2. Rp 345 /kg x 1 kg/bulan x 12 bulan 4.140
Sumber : CV. Megah Jaya Karoseri

4. Cat Besi
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka dapat diibuatkan tabel perbandingan biaya
persediaan bahan baku plat hitam antara kebijakan pembelian tradisional dengan system just in
time seperti yang tersaji berikut ini:

Tabel 13
Perbandingan Efisiensi Biaya Kebijakan Pembelian Tradisional Dengan Sistem Just In
Time Bahan Baku Cat Besi
Uraian Tradisional Just In Time
(Rp) (Rp)
Biaya Pembelian
1. Rp 19.500/kg/tahun x 1.886 kg/tahun 36.777.000
2. Rp 19.695/kg/tahun x 1.671 kg/tahun 32.900.319
Biaya penyimpanan
1. Rp 1.560/kg per tahun x 69,63 kg/th 108.623
2. Rp 1.560/kg per tahun x 34,82 kg/th 54.319
Biaya pemesanan
1. Rp 23,62/kg/tahun x 1.886 kg/tahun 44.547
2. Rp 27,78/kg/tahun x 1.671 kg/tahun 46.420
Biaya kekurangan persediaan
1. Tidak terjadi kekurangan persediaan
2. Rp 2.362/kg x 0,45 kg/bulan x 12 bulan 12.755

Dari hasil perhitungan mengenai biaya persediaan bahan baku yang selama ini perusahaan
menggunakan metode tradisional dengan kebijakan biaya persediaan bahan baku dengan
menggunakan sistem just in time selama tahun 2012 terjadi perbedaan. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 14
Perbandingan Total Biaya Persediaan Bahan Baku Antara Metode Tradisional
Dengan Sistem Just In Time

Tahun 2012
Bahan Baku Tradisional Just In time Efisiensi
(Rp) (Rp) (Rp)
Plat Hitam 7.254.082.963 6.417.211.855 836.871.108
Kawat Las 3.595.400.478 3.214.708.276 380.692.202
Baut 5.915.292 4.831.456 1.083.836
Cat Besi 36.930.170 33.013.813 3.916.357
Total 10.892.328.903 9.669.765.400 1.222.563.503

19
Sumber: CV. Megah jaya Karoseri
Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui nilai persediaan bahan baku yang ada pada CV.
Megah Jaya karoseri pada tahun 2012 sesuai dengan hasil perhitungan secara tradisional sebesar
Rp. 10.892.328.903 sedangkan hasil dari just in time sebesar Rp. 9.669.765.400,- sehingga ada
efisiensi nilai biaya bahan baku dari kebijakan just in time sebesar Rp. 1.222.563.503,-

Kesimpulan
Dari data – data yang diperoleh penulis selama melakukan penelitian pada CV. Megah Jaya
Karoseri maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1). Dalam melaksanakan kegiatan
pembelian penentuan biaya persedian bahan baku CV. Megah Jaya Karoseri menggunakan
metode tradisional, sehingga mengalami pemborosan seperti didalam gudang terdapat banyak
persediaan bahan baku. Maka akan terjadi penambahan biaya penyimpanan, sehingga akibatnya
perusahaan akan menanggung biaya persediaan bahan baku yang cukup tinggi dan tidak terdapat
efisiensi biaya persediaan. (2). Dalam usaha meningkatkan efisiensi biaya persediaan bahan
baku perusahaan dapat menggunakan

metode Just In Time, pembelian dilakukan dengan jumlah yang kecil dan pengiriman secara
berkala, sehingga dapat menekan terjadinya biaya penyimpanan. Metode Just In Time tidak akan
dilakukan tanpa ada komitmen pada pengendalian mutu secara total, dimana pada dasarnya
adalah berusaha untuk menyempurnakan mutu agar proses produksi bebas dari kerusakan. Oleh
karena itu, perusahaan harus membuat kontrak jangka panjang yang bersifat saling
menguntungkan antar supplier dan perusahaan. Dengan fleksibilitas pengiriman dan kuantitas
bahan yang tinggi sehingga biaya inspeksi, pemesanan dan penyimpanan dapat diminimalkan.
Keuntungan bagi supplier adalah jaminan keamanan pembelian dalam jangka panjang. (3). Dari
penerapan Just In Time diatas, maka dapat dapat diketahui nilai persediaan bahan baku CV.
Megah Jaya Karoseri pada tahun 2012 sesuai dengan hasil perhitungan secara tradisional sebesar
Rp 10.892.328.903,- sedangkan dari hasil perhitungan Just In Time nilai persediaan bahan baku
pada tahun 2012 sebesar Rp 9.669.765.400,- sehingga ada efisiensi nilai persediaan bahan baku
dari kebijakan Just In Time sebesar Rp 1.222.563.503,-

Saran
(1). Perusahaan dapat melakukan cost reduction (penurunan biaya) untuk mengefisiensikan
persediaan bahan baku dengan jalan menerapkan kebijaksanaan pembelian Just In Time. Dengan
menerapkan sistem pembeliaan Just In Time perusahaan dapat memperoleh informasi yang
relevan mengenai efisiensi biaya bahan baku, karena bahan baku merupakan pokok biaya dan
merupakan masalah penting dalam perusahaan manufaktur terutama bagi CV. Megah Jaya
Karoseri. Just In Time diharapkan dapat mengurangi biaya yang tidak bernilai tambah akibat
kelebihan biaya bahan baku, dan dapat membeli bahan baku dalam jumlah, mutu, dan waktu
yang tepat. (2). Agar sistem Just In Time dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan perlu
menjalin kerja sama yang erat dengan supplier dengan cara mengadakan kontrak jangka panjang
sehingga akan memperlancar jalannya perusahaan serta lebih mengutamakan supplier yang
lokasi terdekat dan mengurangi supplier yang lokasinya jauh karena adanya permintaan yang
berfluktuasi dapat mempengaruhi jalannya proses produksi. (3). Perusahaan diharapkan dapat
menghilangkan segala aktivitas yang tidak bernilai tambah dengan jalan tidak menyimpan
persediaan di gudang. Melakukan pembeliaan dalam jumlah yang kecil dan pengiriman secara
berkala sehingga terjadi efisiensi biaya persediaan.

Keterbatasan Penelitian:
20
(1). Dengan menggunakan metode just in time perusahaan dapat melakukan pembelian dengan
jumlah yang kecil sehingga perusahaan dapat menekan biaya penyimpanan bahan baku yang
akan digunakan oleh perusahaan. (2). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya
persediaan bahan baku yang dikeluarkan oleh perusahaan selama tahun 2012 dengan
menggunakan metode tradisional dan metode just in time. (3). Faktor lingkungan JIT merupakan
faktor dominan yang mempengaruhi efektifitas dan efisiensi biaya produksi pada CV. Megah
Jaya Karoseri. Oleh karena itu,sebaiknya pihak perusahaan melakukan pengawasan yang lebih
ketat dalam memantau aplikasi pelaksanaan sistem JIT sehingga tetap terbina hubungan baik
dengan pihak eksternal (supplier maupun buyer) sehingga proses aktivitas perusahaan dapat
berjalan lancar.

21
22
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Sistem Just In Time merupakan sistem yang digunakan oleh perusahaan pada umumnya
yang bertujuan untuk memaksimalkan laba perusahaan tersebut. Dengan menerapkan
sistem Just In Time ini maka diharapkan perusahaan dalam proses produksinya akan
memiliki biaya yang rendah, harga jual yang murah, kualitas yang baik, dan kemampuan
ketepatan waktu pengiriman kepada pelanggan. Di dalam perusahaan industri, bahan
baku memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup perusahaan, yaitu untuk
mempertahankan stabilitas ekonomi perusahaan. Persediaan merupakan salah satu unsur
yang paling aktif dalam suatu perusahaan karena berfungsi menghubungkan operasi
berurutan dalam membuat suatu barang hingga penyampaiannya pada konsumen. Karena
itu perusahaan perlu mengadakan perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku
yang baik. Agar proses produksi dalam perusahaan dapat berjalan dengan lancar sehingga
dapat diperoleh kuantitas yang optimal dan diharapkan adanya penghematan biaya yang
digunakan untuk produksi dalam perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

23
Muthoni,Denis K. 2015. Factors Influencing the Adoption of Just In Time Management by
Electronics Micro, Small and Medium Enterprises in Luthuli Avenue of Nairobi
County in Kenya. Journal of Engineering and Economic Development, 2(1), 1-12.

Lou, Yung. Hwei Cheng Wang. Jui-Chih Chen. Ladda Vatjanasaregagul. dan Ernest P.
Boger. 2015. Merging Just-in-Time (JIT) Inventory Management with Electronic
Data Interchange (EDI) Impacts on the Taiwan Electronic Industry. Open Journal of
Accounting, 2015, 4, 23-27.

Panchal, Vikas. Amit Gupta. Dr.P.C.Tiwari. dan Naveen Rathi. 2013. Evaluation Of
Just In Time (Jit) Elements In Banking Sector Using Anova Technique. Vol. 2,
Issue 2.

Bon, Abdul T. dan Anny Garai. Just In Time Approach In Inventory Managemen.

Sari, Heny P. Moch. Dzulkirom AR. dan Muhammad Saifi. 2014. Analisis Just In Time
System Dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Biaya Produksi (Studi Kasus
Pada Pt. Malang Indah Genteng Rajawali Malang). Jurnal Administrasi Bisnis
(JAB)|Vol. 13 No. 1.

Sukendar, Heri. 2011. Penerapan Just In Time Dalam Sistem Pembelian Dan Sistem
Produksi. Binus Business Review Vol. 2 No. 1.

Putra, Christyandhika. dan Farida Idayati. 2014. Penerapan Metode Just In Time Untuk
Meningkatkan Efisiensi Biaya Persedian Bahan Baku. Jurnal Ilmu & Riset
Akuntansi Vol. 3 No. 1.

Efrianti, Desi. 2014. Pengaruh Pengendalian Persediaan Just In Time Terhadap Efisiensi
Pengadaan Persediaan Bahan Baku. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan Vol. 2 No. 1.

Istiqomah, Bella S. dan Iveline Anne Marie. 2015. Perbaikan Kebijakan Pengendalian
Persediaan Just In Time Komponen Produk Main Floor Side Lh Pada Pt Gaya
Motor. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 14, No. 1.

24
25

You might also like