Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 37

PASIEN PRIBADI

DEMAM DENGUE

Disusun oleh :

Renjana Rizkika

1620221049

Diajukan kepada :

dr. Fauzi Mahfuzh, Sp.A (K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RSUP PERSAHABATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2018
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN

ILMU KESEHATAN ANAK

Laporan Pasien Pribadi :

“Demam Dengue”

Diajukan sebagai syarat untuk Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta

Disusun Oleh:
Renjana Rizkika
162 0221 049

Jakarta, Mei 2018

Mengesahkan:
Pembimbing Klinik Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak

dr. Fauzi Mahfuzh, Sp.A (K)

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan pasien pribadi ini. Penulis
berharap agar laporan persentasi kasus ini dapat dimanfaatkan oleh tenaga
kesehatan dan instasi.
Dalam penyelesaian laporan presentasi kasus ini penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada :
1. dr. Fauzi Mahfuzh, Sp.A (K)
2. Teman-teman Departemen stase Anak RS. Persahabatan yang selama ini
selalu memberikan dukungan
Penulis menyadari bahwa selama penulisan ini, penulis masih mempunyai
banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritikan untuk
menyempurnakan laporan persentasi kasus ini.

Jakarta, Mei 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Cover ……………………………………………………………………….. 1

Lembar Pengesahan ………………………………………………………… 2

Kata Pengantar ……………………………………………………………… 3

Daftar Isi ……………………………………………………………………. 4

BAB I Pendahuluan ………………………………………………………… 5

BAB II Status Pasien ……………………………………………………….. 6

BAB III Tinjauan Pustaka………………………………………………….. 20

BAB IV Pembahasan………………………………………………………..34

BAB V Daftar Pustaka………………………………………………………35

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi


yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Demam
Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan dapat juga ditularkan oleh Aedes albopictus,
yang ditandai dengan : Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-
menerus selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan, termasuk uji Tourniquet positif,
trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/μl), hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit ≥ 20%), disertai dengan atau tanpa perbesaran hati. (Depkes RI, 2005).
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah
dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006).

Virus-virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes


yang terinfeksi, terutama aedes aegypti dan karenanya di anggap sebagai arbovirus (virus
yang ditularkan melalui artropoda). Bila terinfeksi nyamuk tetap akan terinfeksi sepanjang
hidupnya, menularkan virus ke individu rentan selama menggigit dan menghisap darah.
Nyamuk betina terinfeksi juga dapat menurunkan virus ke generasi nyamuk dengan
penularan trasvorian, tetapi ini jarang terjadi dan kemungkinan tidak mempeberat
penularan yang signifikan pada manusia (WH0, 2012).

5
BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AJ
No. RM : 23636xx
Tanggal Lahir (Umur) : 22 April 2013
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :Bendungan jago, Hutan panjang, Kemayoran,
Jakarta Pusat
Tanggal Masuk : 27 April 2018
Ruang Rawat : Bugenville Bawah

II. ANAMNESIS (SUBJEKTIF)


Dilakukan alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 27 April 2017
Keluhan Utama :
Demam sejak 4 hari SMRS
Keluhan Tambahan :
Nyeri kepala, nyeri badan dan mual
Riwayat Penyakit Sekarang :
4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam pada malam
hari secara mendadak sepulang dari rumah saudaranya, setelah diukur dengan
termometer suhu tubuh pasien sekitar 38oC. Oleh ibu pasien, pasien diberikan
obat penurun panas (parasetamol), panas turun namun kembali tinggi pagi
harinya. Panas dirasakan sepanjang hari dan terus menerus. Oleh ibu, pasien
dibawa ke puskesmas namun demam tetap turun naik. Selain demam pasien
juga mengeluhkan nyeri kepala dan selalu meminta untuk dipijat badannya.
Pasien juga menjadi rewel, tidak mau makan dan sering mengeluh mual. Tidak
terdapat mimisan, gusi berdarah, bercak kemerahan pada kulit pasien. Buang
air kecil pasien tidak mengejan, tidak menetes, tidak nyeri dan berwarna kuning
jernih, serta frekuensi buang air kecil seperti pada hari biasanya. Ibu pasien
mengaku pasien belum buang air besar selama tiga hari kebelakang.

6
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah dirawat dengan keluhan yang sama
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak terdapat keluhan yang sama pada keluarga pasien
Riwayat Sosial dan Lingkungan :
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan dua saudara kandung, dengan
keadaan rumah sempit dan jarak antar rumah yang padat. Bapak pasien bekerja
sebagai pegawai swasta, ibu sebagai ibu rumah tangga.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


Kehamilan Status kehamilan P3 A0 H aterm
Morbiditas kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal Periksa rutin ke puskesmas
Ibu pasien kontrol kehamilan
setiap bulan
Persalinan Tempat kelahiran Rumah Sakit
Penolong persalinan Dokter Spesialis Kandungan
dan Kebidanan
Cara persalinan Sectio Caesarian
Masa gestasi 38 minggu
Keadaan bayi BBL: 2800 gram
PBL: 37 cm
Langsung menangis spontan,
warna kulit merah dan tidak
ada kelainan saat lahir. Kulit
tidak kebiruan, pucat, kuning.
Kesimpulan: Riwayat kehamilan dan persalinan baik

7
Riwayat Perkembangan :
Perkembangan Usia
Motorik Kasar  Tengkurap 4 bulan
 Merangkak 6 bulan
 Duduk 8 bulan
 Berdiri 10 bulan
 Berjalan 1thn 2bln
Motorik Halus  Menggenggam 2-3 bulan
 Memindahkan benda 6 bulan
Bahasa  Bersuara 2 bulan
 Tertawa/ berteriak 3 bulan
 Berbicara tanpa arti (babbling) 4-5 bulan
 Papa mama 9 bulan
Sosial  Mengenal orang 2 bulan
 Tepuk tangan 9 bulan
Kesimpulan : Riwayat perkembangan sesuai dengan anak seusianya.

Riwayat Makan :

Umur ASI / PASI Buah/Biskuit Bubur Nasi tim


0 – 6 bulan ASI saja,
diberikan
kapan saja - - -
saat anak
lapar
6 – 12 ASI + Susu Biskuit, buah 1 mangkuk
bulan Formula 2-3 pisang, melon bayi, 1 hari 3
botol susu dan papaya yang kali
ukuran kecil digerus, serta -
makanan yang
dihaluskanlainnya
maupun sari buah

8
12 bulan – Susu Biskuit, buah Nasi dengan
saat ini Formula 3-4 pisang, melon, lauk menu
botol susu pepaya, jeruk, keluarga, 1
-
ukuran semangka mangkok
sedang kecil, 1 hari
3 kali
Kesan : Kuantitas cukup dan kualitas cukup

Riwayat Imunisasi :
Vaksin Jadwal
BCG √ (usia 2 bulan)
DPT √ (usia 2, 3, 4 bulan)
Hepatitis B √ (usia 0, 2, 3, 4 bulan)
Polio √ (usia 1,2,3,4 bulan)
Campak √ (usia 9 bulan)
Hib √ (usia 2, 3, 4 bulan)
Kesan: imunisasi dasar lengkap, namun terdapat imunisasi booster Hib, DTP dan
polio pada usia 18 bulan

III. PEMERIKSAAN FISIK (OBJEKTIF)


Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital (27/04/2018)


Suhu : 37,9 ºC
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit, reguler, kuat, isi cukup.
Pernapasan : 28 x/menit
Saturasi O2 : 98% dengan O2

9
Data Antropometri :
 Berat badan : 13,5 kg
 Tinggi badan : 105 cm

Status Antropometri
1. BB/U

Nilai : -2 < z score < +2


Kesan : berat badan cukup

10
2. TB/U

Nilai : -2 < z score < +2


Kesan : normal

3. BB/TB

Nilai : - 1 < z score < +1

11
Kesan : gizi baik

Status Generalis
Kepala : Normocephal, rambut hitam sedikit kemerahan, distribusi
merata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, palpebra cekung
-/-, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+, air mata +/+
Telinga : Sekret -/-
Hidung : Nafas cuping hidung -/-, sekret -/-
Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis (-), sariawan (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1, tidak hiperemis
Leher : Perbesaran KGB (-)

Thoraks :
 Inspeksi : Normochest, Simetris saat statis dan dinamis,
retraksi subcostal (+), iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
 Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks
 Auskultasi : Suara nafas ekspiratorium memanjang, Rhonki -/-,
Wheezing +/+
BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
 Inspeksi : Datar, jejas (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
 Palpasi : Supel, terdapat nyeri tekan epigastrium (+), tidak
ada pembesaran hepar dan lien, turgor baik
Ekstremitas : Akral hangat, simetris, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-
), Refleks patologis (-)

12
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Tanggal 26 April 2018 (10:25)
Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13.6 g/dL 11.5-14.5
Hematokrit 42 % 33.0-43.0
Eritrosit 5.89 106/uL 3.90-5.30
MCV - fL 76.0-90.0
MCH - Pg 25.0-31.0
MCHC - g/dL 32.0-36.0
Trombosit L 101 103/uL 150-400
Leukosit L 3,3 103/uL 4.0-12.00
Hitung Jenis
Basofil - % 0-1
Eosinofil - % 1-3
Neutrofil - % 52.0-76.0
Limfosit - % 20-40
Monosit - % 2-8
RDW-CV - <15.0

Laboratorium : Tanggal 27 April 2018 (15:05)


Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13.5 g/dL 11.5-14.5
Hematokrit 39.4 % 33.0-43.0
Eritrosit H 5.69 106/uL 3.90-5.30
MCV L 67.5 fL 76.0-90.0
MCH L 23.7 Pg 25.0-31.0
MCHC 35.2 g/dL 32.0-36.0
Trombosit L 84 103/uL 150-400
Leukosit L 1.98 103/uL 4.0-12.00
Hitung Jenis
Basofil 0.5 % 0-1

13
Eosinofil L 0.0 % 1-3
Neutrofil L 22.2 % 52.0-76.0
Limfosit H 67.7 % 20-40
Monosit H 9.6 % 2-8
RDW-CV 13.4 <15.0

IV. DIAGNOSIS KERJA (ASSESMENT)


Demam Dengue

V. PENATALAKSANAAN (PLANNING)
 Medikamentosa :
o Infus RL 1105 cc/hari  16 tpm makro
o PO paracetamol 4 x 6 ml
 Non Medikamentosa :
o Observasi keadaan umum, tanda vital, tanda-tanda syok dan
perdarahan
o Cek DPL/8 jam
o Edukasi mengani kondisi penyakit pasien

VI. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad bonam
Ad Functionam : Ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

14
Follow Up

Hari /
S O A P
Tanggal
Jumat  Demam (+)  KU: Sakit Sedang • Demam Infus RL, 12 tpm
27/04/2018  Mual (+)  Kes: CM Dengue
 Muntah (-)  Suhu : 37,9 ºC PO paracetamol 4
 Nyeri kepala  Nadi : 98 x/menit, reguler,
(+) kuat, isi cukup. x 6 ml
 Pernapasan : 28 x/menit
 Tekanan darah : 110/70 Cek DPL/8 jam
 Saturasi O2 : 98% tanpa O2
 Rumple leed (-)
Sabtu  Demam (-)  KU: Sakit Ringan Demam Infus RL, 12 tpm
28/04/2018  Mual (-)  Kes: CM Dengue
 Muntah (-)  Suhu : 37 ºC • PO paracetamol
 Nyeri kepala  Nadi : 80 x/menit, reguler, 4 x 6 ml
(-) kuat, isi cukup. • Cek DPL/8 jam
 Pernapasan : 30 x/menit
 Tekanan darah : 120/80
 Saturasi O2 : 97% tanpa O2
 Rumple leed (-)
Minggu  Demam (-)  KU: Sakit Ringan Demam Infus RL, 12 tpm
29/04/2018  Mual (-)  Kes: CM Dengue
 Muntah (-)  Suhu : 36,4 ºC • PO paracetamol
 Nyeri kepala  Nadi : 113 x/menit, reguler, 4 x 6 ml
(-) kuat, isi cukup. • Cek DPL/8 jam
 Pernapasan : 24 x/menit
 Tekanan darah : 120/70
 Saturasi O2 : 99 % tanpa O2
 White island in the red sea
di kaki, tangan dan
abdomen (+)
Senin  Demam (-)  KU: Baik Demam Infus RL, 12 tpm
30/04/2018  Mual (-)  Kes: CM Dengue
 Muntah (-)  Suhu : 36 ºC • PO paracetamol
 Nyeri kepala  Nadi : 94 x/menit, reguler, 4 x 6 ml
(-) kuat, isi cukup. • Aff infus 
 Pernapasan : 27 x/menit BLPL
 Tekanan darah : 110/70
 Saturasi O2 : 99 % tanpa O2
 White island in the red sea
di kaki, tangan dan
abdomen (+)

15
Laboratorium : Tanggal 27 April 2018 (23:05)
Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13.2 g/dL 11.5-14.5
Hematokrit 38.1 % 33.0-43.0
Eritrosit H 5.63 106/uL 3.90-5.30
MCV L 67.7 fL 76.0-90.0
MCH L 23.4 Pg 25.0-31.0
MCHC 34.6 g/dL 32.0-36.0
Trombosit L 76 103/uL 150-400
Leukosit L 1.33 103/uL 4.0-12.00
Hitung Jenis
Basofil 0.0 % 0-1
Eosinofil L 0.0 % 1-3
Neutrofil L 21.8 % 52.0-76.0
Limfosit H 69.9 % 20-40
Monosit H 8.3 % 2-8
RDW-CV 13.6 <15.0

Laboratorium : Tanggal 28 April 2018 (06:39)


Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13.0 g/dL 11.5-14.5
Hematokrit 37.5 % 33.0-43.0
Eritrosit H 5.44 106/uL 3.90-5.30
MCV L 68.9 fL 76.0-90.0
MCH L 23.9 Pg 25.0-31.0
MCHC 34.7 g/dL 32.0-36.0
Trombosit L 88 103/uL 150-400
Leukosit L 1.89 103/uL 4.0-12.00
Hitung Jenis
Basofil 0.5 % 0-1
Eosinofil L 0.5 % 1-3

16
Neutrofil L 24.4 % 52.0-76.0
Limfosit H 60.3 % 20-40
Monosit H 14.3 % 2-8
RDW-CV 13.7 <15.0

Laboratorium : Tanggal 28 April 2018 (15:41)


Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13.1 g/dL 11.5-14.5
Hematokrit 37.5 % 33.0-43.0
Eritrosit H 5.46 106/uL 3.90-5.30
MCV L 68.7 fL 76.0-90.0
MCH L 24.0 Pg 25.0-31.0
MCHC 34.9 g/dL 32.0-36.0
Trombosit L 64 103/uL 150-400
Leukosit L 2.37 103/uL 4.0-12.00
Hitung Jenis
Basofil 0.4 % 0-1
Eosinofil L 0.8 % 1-3
Neutrofil L 21.2 % 52.0-76.0
Limfosit H 67.1 % 20-40
Monosit H 10.5 % 2-8
RDW-CV 13.7 <15.0

Anti dengue

Ig-G anti dengue Negative Negative

Ig-M anti dengue Positif Negative

17
Laboratorium : Tanggal 29 April 2018 (07:37)
Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13.1 g/dL 11.5-14.5
Hematokrit 38.3 % 33.0-43.0
Eritrosit H 5.53 106/uL 3.90-5.30
MCV L 69.3 fL 76.0-90.0
MCH L 23.7 Pg 25.0-31.0
MCHC 34.2 g/dL 32.0-36.0
Trombosit L 65 103/uL 150-400
Leukosit L 1.68 103/uL 4.0-12.00
Hitung Jenis
Basofil 0.0 % 0-1
Eosinofil L 0.6 % 1-3
Neutrofil L 34.5 % 52.0-76.0
Limfosit H 56 % 20-40
Monosit H 8.9 % 2-8
RDW-CV 13.5 <15.0

Laboratorium : Tanggal 29 April 2018 (16:01)


Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13.4 g/dL 11.5-14.5
Hematokrit 38.5 % 33.0-43.0
Eritrosit H 5.70 106/uL 3.90-5.30
MCV L 67.5 fL 76.0-90.0
MCH L 23.5 Pg 25.0-31.0
MCHC 34.8 g/dL 32.0-36.0
Trombosit L 80 103/uL 150-400
Leukosit L 2.32 103/uL 4.0-12.00
Hitung Jenis
Basofil 0.9 % 0-1
Eosinofil L 0.9 % 1-3

18
Neutrofil L 27.5 % 52.0-76.0
Limfosit H 62.5 % 20-40
Monosit H 8.2 % 2-8
RDW-CV 13.6 <15.0

Laboratorium : Tanggal 30 April 2018 (06:32)


Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13.0 g/dL 11.5-14.5
Hematokrit 37.5 % 33.0-43.0
Eritrosit H 5.47 106/uL 3.90-5.30
MCV L 68.6 fL 76.0-90.0
MCH L 23.8 Pg 25.0-31.0
MCHC 34.7 g/dL 32.0-36.0
Trombosit L 92 103/uL 150-400
Leukosit L 2.29 103/uL 4.0-12.00
Hitung Jenis
Basofil 0.9 % 0-1
Eosinofil 1.3 % 1-3
Neutrofil L 27.5 % 52.0-76.0
Limfosit H 62.0 % 20-40
Monosit H 8.3 % 2-8
RDW-CV 13.4 <15.0

19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah

2.1.1 Definisi

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic


fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah
dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006).

2.1.2 Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106 (Suhendro, 2006). Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan
penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh
salah satu dari empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang
berbeda.
Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru
akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk ke
dua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa
hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya sistem
imun tubuh yang terbentuk (Kristina dkk, 2004).

Sebagai tambahan, terdapat 3 virus yang ditulari oleh artropoda (arbovirus)


lainnya yang menyebabkan penyakit mirip dengue (Halstead, 2007).

20
Tabel 2.1 vektor dan distribusi vektor-vektor penyakit mirip dengue.

Virus Nama Penyakit Vektor Distribusi


Togavirus Chikungunya Aedes aegepty Afrika, India,
Aedes africanus Asia Tenggara
Togavirus O’nyong-nyong Anopheles funestus Afrika Timur
Flavivirus West Nile Fever Culex molestus Eropa, Afrika,
Culex univittatus Timur Tengah, India

2.1.3. Penularan Demam Dengue/ Demam Berdarah Dengue

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. Aegepty dan A. Albopticus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu
bejana yang berisi air, seperti bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air
lainnya. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam denganbintik- bintik putih pada bagian badan,
kaki, dansayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisapcairan tumbuhan atau sari
bunga untuk keperluanhidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina
ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari
mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai
petang hari (16.00-17.00) Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang
kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah.
Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi virus dengue, yaitu:
a. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.

b. Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk,


usia dan jenis kelamin;

c. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, kepadatan penduduk, dan ketinggian di bawah
1000 di atas permukaan laut (Suhendro, 2006).

Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah
mengisap darah,nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau diluar rumah. Tempat
hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang

21
agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat perkembangbiakan,
sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam
waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan akhirnya
menjadi nyamuk dewasa (Siregar, 2004).

Gambar 2.1 siklus hidup nyamuk Aedes Aegepty

2.1.3. Patogenesis dan Patofisiologi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh virus dengue dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan menyebabkan kematian, terutama pada
anak serta sering menimbulkan wabah, jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan
demam berdarah maka virus tubuh nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke
seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian besar berada di kelenjar air liurnya, selanjutnya
waktu nyamuk menggigit orang lain, air liur bersama virus dengue dilepaskan terlebih
dahulu agar darah yang dihisap tidak membeku dan pada saat inilah virus ditularkan ke
orang lain. Di dalam tubuh manusia virus berkembang baik dalam system retikuloendotelial
dengan target utama Virus Dengue adalah APC (antigen presenting cells) dimana pada
umunya berupa monosit atau makropag jarinagn seperti sel kupffer dari hepar juga dapat

22
terkena. Viremia timbul pada saat menjelang gejala klinis tampak hingga 5-7 hari
setelahnya. Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monosit / makropag, sel
limfosit B dan sel limposit T. manisfestasi klinis infeksi virus dengue tergantung pada
bagian faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan
mulai dari tanpa gejala (asimtomatis) demam ringan yang tidak spesifik, demam dengue,
demam berdarah dengue, dan sidrom syok dengue. (Soegeng, 2006).
Ada dua perubahan patofisiologis utama terjadi pada DBD pertama adalah
peningkatan permeabilitas vascular yang meningkatkan kehilangan plasma dari
kompartemen vascular. Keadaan ini mengakibatkan hemokonsentrasi, tekanan nadi rendah,
dan tanda syok lain, bila kehilangan plasma sangat membahayakan, perubahan kedua
adalah gangguan pada hemostasis yang mencakup perubahan vascular, trombositopenia
dan koagulopati, mekanisme yang dapat menunjang terjadinya DBD adalah peningkatan
reflikasi virus dalam makropag oleh anti bodi hetorotipik. Pada infeksi sekunder dengan
virus dari serotype yang berbeda dari yang menyebabkan infeksi primer, antibody reaktif
silang yang gagal untuk menetralkan virus dapat meningkatkan jumlah monosit terinfeksi
saat kompleks antibody virus dengue masuk ke dalam sel (WHO, 2005).
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan
perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada
DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses
imunologi, pada demam dengue ini tidak terjadi, manisfestasi klinis demam dengue timbul
akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. (Soegeng, 2006).

23
Bagan 2.1 Hipotesis secondary heterologous infection (Suhendro, 2006)
2.1.4 Gambaran Klinis Demam Berdarah
Demam dengue ditandai oleh gejala-gejala klinik berupa demam, tanda-tanda
perdarahan, hematomegali dan syok. Gejala - gejala tersebut yaitu demam tinggi yang
mendadak, terus – menerus berlangsung selama 2 sampai 7 hari, naik turun (demam
bifosik). Kadang – kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 400C dan dapat terjadi kejang
demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam berdarah dengue. Pada saat
fase demam sudah mulai menurun dan pasien seakan sembuh hati – hati karena fase
tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari demam.
Gejala klinik dari masing - masing Demam Dengue (DD), Demam berdarah
Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD) dapat dibedakan seperti dijelaskan
dibawah ini.

2.1.4.1 Demam Dengue (DD)


Gejala klinis dari Demam Dengue dapat berbeda tergantung usia dari pasien. Pada
bayi dan anak usia muda mungkin menunjukkan demam yang tidak spesifik, sedangkan
pada anak - anak yang lebih tua mungkin menunjukkan demam yang lebih ringan atau
gejala klasik (WHO,1997). Gejala klasik dari demam dengue antara lain demam tinggi
mendadak, kadang kadang pola bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri
belakang bola mata, nyeri otot, tulang, sendi, mual, muntah dan timbul ruam (WHO, 2005).

24
Ruam ini dapat berbentuk makulopapular yang biasa timbul pada awal timbulnya gejala (1
- 2 hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus (hari
ke 6 atau 7) terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu dapat juga
ditemukan petekia. Dari pemeriksaan darah dapat dijumpai leukopeni dan kadang
trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu berkepanjangan, terutama pada
usia dewasa (Depkes RI, 2007). Pada keadaan wabah dilaporkan adanya demam dengue
yang disertai dengan perdarahan seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran
cerna, hematuri dan menoragi. Keadaan demam dengue dengan perdarahan ini harus
dibedakan dengan demam berdarah dengue, karena pada demam dengue tidak dijumpai
adanya kebocoran plasma yang dapat dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural
efusi dan asites (Depkes RI, 2007).

2.1.4.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)


Gejala klasik dari demam berdarah dengue ditandai dengan 4 manifestasi klinis
utama yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit dan seringkali disertai
pembesaran hati (hepatomegali) dan kegagalan peredaran darah (Nimmannitya, 2009).
Demam tinggi mendadak selama 2 - 7 hari, dengan muka kemerahan. Demam tinggi ini
dapat menimbulkan kejang terutama pada bayi. Keluhan lain seperti anoreksia, nyeri
kepala, otot, tulang dan sendi, serta mual dan muntah sering ditemukan. Biasanya juga
ditemukan nyeri perut di epigastrium dan dibawah tulang iga. Pada beberapa penderita
kadang mengeluh nyeri telan dengan faring hiperemis saat dilakukan pemeriksaan, namun
jarang didapatkan batuk – pilek (Depkes RI, 2007). Bentuk perdarahan yang paling sering
ditemukan adalah pada uji tourniquet, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas
suntikan intravena atau bekas pengambilan darah. Umumnya ditemukan petekie halus yang
tersebar didaerah ekstremitas, aksila, wajah dan palatum mole pada fase awal demam.
Epistaksis dan perdarahan pada gusi lebih jarang ditemukan serta perdarahan pada saluran
cerna kadang ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan perabaan
mulai dari hanya teraba sampai 2 - 4 cm di bawah arcus costae kanan. Pembesaran hati ini
tidak berhubungan dengan berat dan ringannya penyakit tetapi pembesaran hati ini lebih
sering didapatkan pada penderita dengan syok (Depkes, RI, 2007). Fenomena patofisiologi
utama yang membedakan DBD dari DD adalah meningkatnya permeabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, hipotensi, trombositopenia, peningkatan
hematokrit (hemokonsentrasi), hipoproteinemia. Masa krisis terjadi pada akhir fase
demam, dimana terjadi penurunan suhu tiba - tiba yang seringkali disertai dengan gangguan
sirkulasi yang bervariasi beratnya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan terjadi

25
perubahan minimal dan hanya sementara, sedangkan pada kasus berat penderita dapat
mengalami syok (Depkes RI, 2007).

2.1.4.3 Sindrom Syok Dengue (SSD)


Syok biasanya terjadi saat atau segera setelah demam turun, yaitu antara hari ke 3
- 7. Penderita awalnya nampak letargi atau gelisah, kemudian jatuh dalam keadaan syok
yang ditandai dengan kulit dingin, lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat lemah,
tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih sadar walaupun sudah
mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan yang adekuat
biasanya syok dapat teratasi, namun bila terlambat dapat menimbulkan penyulit lainnya
yang dapat memperburuk prognosis. Penyulit lainnya antara lain: asidosis metabolic,
perdarahan hebat saluran cerna, infeksi (pneumonia, sepsis, phlebitis), over hidrasi, gagal
hati (WHO, 1997).
Dari fase klinis yang telah disampaikan diatas pada beberapa kasus gejala yang
timbul cukup ringan dan membaik tanpa perlu dirawat. Bahkan pada beberapa kasus yang
berat perawatan intensif sangat diperlukan.

2.1.4.4 Tanda - tanda Perdarahan


Penyebab perdarahan pada pasien demam berdarah adalah vaskulopati,
trombositopenia gangguan fungsi trombosit serta koagulasi intravasculer yang menyeluruh.
Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti petekie, purpura,
ekimosis dan perdarahan. Petekie merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan.
Muncul pada hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam.
Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.
Trombositopenia pada penderita DBD diduga terjadi akibat peningkatan destruksi
trombosit oleh sistem retikuloendotelial, agregasi trombosit akibat endotel vaskuler yang
rusak serta penurunan produksi trombosit oleh sumsum tulang (Soegijanto,1999).
Perdarahan pada DBD disebabkan oleh tiga kelainan hemostasis utama, yaitu
vaskulopati, kelainan trombosit, dan penurunan kadar faktor pembekuan. Pada fase awal
demam, perdarahan disebabkan oleh vaskulopati dan trombositopenia, sedangkan pada fase
syok dan syok lama, perdarahan disebabkan oleh trombositopenia, kemudian diikuti oleh
koagulopati, terutama sebagai akibat koagulasi intravaskuler diseminata (KID) dan
peningkatan fibrinolisis. Secara klinis, vaskulopati bermanifestasi sebagai petekie, uji
bendung positif, perembesan plasma, dan elektrolit serta protein ke dalam rongga

26
ekstravaskuler. Penyebab utama dari vaskulopati adalah dikeluarkannya zat anafilotoksin
C3a dan C5a (Nasiruddin, 2006).
Penurunan produksi trombosit pada fase awal penyakit (hari sakit ke-1 sampai dengan ke-
4) merupakan penyebab trombositopenia. Pada saat itu sumsum tulang tampak hiposeluler
ringan dan megakariosit meningkat dalam berbagai bentuk fase maturasi. Tampaknya,virus
secara langsung menyerang mieloid dan megakariosit. Pada hari sakit ke-5 sampai dengan
ke-8, terjadinya trombositopenia terutama disebabkan oleh penghancuran trombosit dalam
sirkulasi. Kompleks imun yang melekat pada permukaan trombosit mempermudah
penghancuran trombosit oleh sistem retikuloendotelial dalam hati dan limpa,
mengakibatkan trombositopenia. Tetapi, penghancuran trombosit ini dapat pula disebabkan
oleh kerusakan endotel, antibodi trombosit spesifik, atau koagulasi intravaskular
diseminata (Suhendro, 2006; Nasiruddin, 2006).
Terbentuknya kompleks antigen-antibodi antara antigen virus Dengue dengan
antibodi selain menyebabkan proses terjadinya trombositopenia juga akan mengaktifkan
sistem koagulasi. Proses ini dimulai dari aktivasi faktor XIIa (hegemen) menjadi bentuk
XIIa yang aktif, selanjutnya faktor XIIa akan mengaktifkan faktor koagulasi lainnya secara
berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga terbentuk fibrin. Di samping itu aktivasi faktor
XII akan menggiatkan sistem kinin yang berperan meningkatkan permeabilitas kapiler.
Faktor XIIa juga akan mengaktifkan sistem fibrinolisis melalui proses enzimatis sehingga
terjadi perubahan plasminogen menjadi plasmin, di mana plasmin mempunyai sifat
proteolik dengan sasaran khusus adalah fibrin. Aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis
yang berkepanjangan berakibat menurunnya berbagai faktor koagulasi seperti fibrinogen
II, V, VII, VIII, IX dan X, serta plasminogen. Secara klinis dapat dijumpai gejala
perdarahan berat sebagai akibat trombositopenia berat, masa perdarahan dan masa
protombin yang memanjang, penurunan kadar faktor pembekuan II, V, VII, VIII, IX, dan
X bersama dengan hipofibrinogenemia dan peningkatan produk pemecahan fibrin
(Djajadiman,1999).

2.1.4.5 Syok Pada Penderita

Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah
demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah,
akral teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala
gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau
sementara. Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah

27
beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara 3 – 7, terdapat
tanda kegagalan sirkulasi, kulit terabab dingin dan lembab terutama pada uju ujung jari dan
kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak
teraba. Pada saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut (Hadinegoro dkk, 2001).

2.1.5 Diagnosis DBD

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun


1999 terdiri dari kriteria klinis dan laboratories. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk
mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).

a. Kriteria Klinis:
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-
7 hari. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan: Uji tourniquet positif. petechiae,
ekimosis, puerpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis,
pembesaran hati, syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah (Depkes RI,
2004).

b. Laboratories:

 Trombositopenia dan respons leukosit


Trombisitopenia dan hemokonsentrasi merupakan 2 keadaan yang hampir selalu muncul
pada penyakit akibat infeksi virus dengue. Trombositopenia adalah keadaan dimana hitung
trambosit darah tepi ditemukan sebesar = 100000/mm disertai dengan gejala peningkatan
permeabilitas kapiler, peningkatan hematokrit dan serum protein yang rendah. Pada pasien
DBD hitung trambosit ditemukan rendah selama fase demam dan pada beberapa pasien
ditemukan pada 2 hari atau lebih sebelum onset hipovelemik. Trombositopenia juga
ditemukan pada pasien anak tanpa disertai peningkatan hematocrit, dengan demikian
trambositopenia merupakan test screening paling peka untuk DBD meskipun spesifitasnya
belum diketahui. Jumlah trambosit meningkat dengan cepat selama fase penyumbuhan,
mencapai 25 – 50 % di atas normal. Trambositopenia pada pasien DBD diduga terjadi
akibat penurunan produksi trambosit oleh sumsum tulang. (Djunaedi, 2006)
Menurut Soegijanto tanda dan gejala klnik laboratorium yaitu: Trambositopeni (<
100.000 sel / ml ), Hemokonsentrasi ( kanaikan Ht 20 % dibandingkan fase konvalesen).

28
Bila patokan hemokonsentrasi dan trambositopeni menurut kriteria WHO dipakai secara
murni, maka banyak penderita DBD yang tidak terjaring dan luput dari pengawasan. Untuk
mengantisipasi ini kelompok kerja DBD sepakat jumlah trombosit < 150.000 sel / ml
sebagai batas trambositopeni.
Menurut WHO pentahapan demam berdarah dengue (DBD) diklasifikasikan
menjadi empat tingkat keparahan, dimana derajat III dan IV dianggap DSS. Adanya
trombositopenia dengan disertai hemokonsentrasi membedakan derajat I dan II DHF
dari DF.
Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah
uji tourniquet.
Derajat II: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan
lainnya.
Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kaki dingin dan
lembab dan tampak gelisah.
Derajat IV: syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium


DD Demam disertai 2 leukopenia, trombositopenia, tidak
atau lebih tanda: ada bukti kebocoran plasma
sakit kepala, nyeri
retro-orbital,
mialgia, artralgia
leukopenia,
trombositopenia,
tidak ada bukti
kebocoran plasma
DBD I gejala di atas trombositopenia <100.000,Ht
ditambah uji meningkat ≥20%
bendung positif
DBD II gejala di atas trombositopenia <100.000,Ht
ditambah meningkat ≥20%
perdarahan
spontan

29
DBD III Gejala di atas trombositopenia <100.000,Ht
ditambah meningkat ≥20%
kegagalan
sirkulasi (kulit
dingin dan lembab
serta gelisah)
DBD IV Syok berat disertai trombositopenia <100.000,Ht
dengan tekanan meningkat ≥20%
darah dan nadi
tidak terukur.
Tabel 2.1 derajat demam berdarah (Suhendro, 2006).

 Pemeriksaan Serologis didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang


terjadi setelah infeksi.

o HI (Hemaglutination Inhibition)
Pemeriksaan HI dianggap sebagi tes standar (gold standard). Namun
pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah (serum) dimana spimen
kedua harus diambil pada fase konvalensen (penyembuhan) sehingga tidak
dapat memberikan hasil yang cepat.

o ELISA (IgM / IgG)


Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder
dengan menetukan rasio limit antibody dengue IgM terhadap IgG. Dengan
cara uji antibody dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya
dengan satu sampel darah (serum) saja yaitu darah akut sehingga hasil
cepat di dapat saat ini tersedia Dengu Rapid Test dengan prinsip
pemeriksaan ELISA.
Deteksi Antigen, virus dengue atau bagiannya (RNA) dapat ditemukan dengan cara
hibridisasi DNA-RNA dan amplikasi segmen tertentu dengan metode PCR (polymerase
chain reaction). Cara ini dapat mengetahui serotype virus, namun pemeriksaan ini cukup
mahal, rumit dan membutuhkan peralatan khusus, biasanya digunakan untuk penelitian.
Isolasi Virus, penemuan virus dari sampel darah atau jaringan adalah cara yang paling
konklusif untuk menunjukkan infeksi dengue dan seretopenya, namun perlu perlakuan

30
khusus, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil, sulit dan mahal
(Depkes RI, 2005).

2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian cairan. Harris et al.
(2003) mendemonstrasikan bahwa meminum cairan seperti air atau jus buah dalam 24 jam
sebelum pergi ke dokter merupakan faktor protektif melawan kemungkinan dirawat inap
di rumah sakit.
Setiap pasien tersangka demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di tempat terpisah
dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk (berkelambu).
Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit adalah:
1. Tirah baring.

2. Pemberian cairan.
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam
(susu, air dengan gula/sirup, atau air tawar ditambah dengan garam saja).
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis.
Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik
sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal
karena bahaya perdarahan.
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu:
1. Keadaan umum memburuk.

2. Terjadi pembesaran hati.

3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia.

4. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.

Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan terpasang
pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi,
tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama
pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.
Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan volume
cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian
segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%, Ringer’s lactate (RL) atau

31
bila terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan
disesuaikan dengan perkembangan klinis. Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada
tahap syok hipovolemik kompensasi, sehingga dapat mencegah terjadinya syok
dekompensasi dan ireversibel. Bolus kristaloid isotonik 10-30 ml/kgbb diberikan
dalam 6-10 menit, (WHO kurang dari 20 menit) melalui akses intravaskular atau
intraoseal dengan bantuan syringe pump dan three-way stopcock. Setiap selesai
pemberian bolus dilakukan penilaian keadaan anak. Bila masih terdapat tanda syok
diberikan bolus kristaloid kedua 10-30 ml/kgbb/6-10menit. Bolus selanjutnya baik
kristaloid maupun koloid diberikan sampai perfusi sistemik membaik dan syok
teratasi. Anak yang mengalami syok hipovolemik sering memerlukan cairan
resusitasi 60-80 ml/kgbb dalam satu jam pertama dan 200 ml/kgbb dalam beberapa
jam kemudian. Ekspansi volume intravaskular secara cepat dengan panduan
diuresis dapat mengembalikan tekanan darah dan perfusi perifer. Cairan resusitasi
dapat diberikan secara aman sampai 30% volume intravaskular. Pada kasus syok
berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan, diusahakan
pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan
jumlah 15-29 ml/kg berat badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang
harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan
volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun
plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai.
Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang dapat diberikan pada
pasien demam dengue/DBD:
1. Kristaloid.
a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL).

b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA).

c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan faali (D5/GF).

2. Koloid (plasma).

Transfusi darah dilakukan pada:


1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena).

2. Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan


penurunan kadar Hb dan Ht.

32
Pemberian transfusi profilaksis trombosit atau produk darah masih banyak
dipraktikkan. Padahal, penelitian Lum et al. (2003) menemukan bukti bahwa praktik
ini tidak berguna dalam pencegahan perdarahan yang signifikan. Pemberian
kortikosteroid tidak memberikan efek yang bermakna. Pada pasien dengan syok yang
lama, koagulopati intravaskular diseminata (disseminated intravascular coagulophaty,
DIC) diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan
hemostasis terbukti adanya DIC, heparin perlu diberikan. (Hendarwanto, 1996).

2.1.7 Komplikasi
Infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue biasanya ringan dan
dapat sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang
demam adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. Epistaksis, petekie, dan
lesi purpura tidak umum tetapi dapat terjadi pada derajat manapun. Keluarnya darah dari
epistaksis, muntah atau keluar dari rektum, dapat memberi kesan keliru perdarahan
gastrointestinal. Pada dewasa dan mungkin pada anak-anak, keadaan yang mendasari dapat
berakibat pada perdarahan signifikan. Kejang dapat terjadi saat temperatur tinggi,
khususnya pada demam chikungunya. Lebih jarang lagi, setelah fase febril, astenia
berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikular dapat terjadi.
Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga dapat terjadi berupa
kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan hipoglikemia, ketidak seimbangan
elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial, serta praktik klinis yang buruk (Dengue:
Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control, WHO, 2009). Di daerah
endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi pada orang yang mengalami
demam, atau memiliki tampilan klinis hemokonsentrasi dan trombositopenia (Halstead,
2007).

2.1.9. Pencegahan

1. DBD adalah penyakit menular yang ditandai dengan panas (demam) disertai
pendarahan yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui
gigita nyamuk Aedes Aegypti yang hidup di dalam dan di sekitar rumah.
2. Kenali gejala/tanda awal dan lanjut DBD dan segera lakukan pertolongan
3. Ketahui siklus nyamuk Aedes Aegypti
4. Ketahui cara berkembang biak nyamuk Aedes Aegypti

33
5. Cegah penularan DBD dengan memutus rantai penularan DBD
6. Membentuk Jumantik (Juru Pemantau Jentik) terbukti berhasil menurunkan jumlah
kasus DBD

2.1.10. Prognosis

Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang
didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-
50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat
ditekan <1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan
awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok
berkepanjangan atau perdarahan intrakranial (Halstead, 2007).

2.1.11. Kriteria Memulangkan Pasien.

Pasien dapat pulang jika syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi:


1. Tidak demam selama 24 jam tanpa pemberian antipiretik.
2. Nafsu makan membaik.
3. Tampak perbaikan secara klinis.
4. Hematokrit stabil.
5. Tiga hari setelah syok teratasi.
6. Jumlah trombosit >50.000/ml. Perlu diperhatikan, kriteria ini berlaku bila pada
sebelumnya pasien memiliki trombosit yang sangat rendah, misalnya 12.000/ml.
7. Tidak dijumpai distres pernapasan (Mansjoer, 2001).

34
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan demam dengue. Diagnosis ini
ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan saat pasien datang datang ke rumah sakit. Berdasarkan anamnesis,
pasien mengeluh demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit demam juga
dirasakan tiba-tiba, dari keluhan utama pasien demam dapat disebabkan oleh
berbagai penyebab bisa disebabkan adanya infeksi pada saluran perkemihan,
saluran nafas maupun infeksi lainnya seperti demam berdarah. Demam timbul
setelah pulang dari rumah saudaranya. Menurut ibu pasien, pasien sudah diberikan
obat penurun demam namun hanya turun sebentar. Demam juga terjadi sepanjang
hari dan setiap hari. Tidak terdapat keluhan pada saluran kemih dan saluran napas.
Dengan adanya informasi tersebut menandakan bahwa demam bersifat kontinyu.
Selain demam terdapat juga keluahan seperti nyeri kepala, mual dan muntah 1 kali
serta badan yang terasa pegal, manifestasi klinis tersebut diatas sangat khas terdapat
pada infeksi dan dicurigai akibat infeksi virus karna demam bersifat mendadak dan
karena durasi demam 5 hari, curiga demam dengue.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan tanda-tanda syok baik dari
tanda vital berupa nadi, tekanan darah. Tidak juga terdapat tanda-tanda perdarahan
seperti ptekie, mimisan, perdarah gusi. Terdapat nyeri tekan eigastrium. Saat hari
perawatan ketiga terdapat tanda konvalens berupa white island in the red sea yaitu
berupa titik-titik kulit berwarna putih dan sekitarnya terdapat kemerahan.
Terapi pada pasien ini diberikan terapi cairan berupa cairan kristaloid (RL)
yang diberikan sebanyak 1105 cc/ hari, sehingga diberikan sebanyak 16 tpm. Serta
diberikan terapi simptomatis berupa penurun demam paracetamol dengan dosis 10-
15 mg/kgBB/kali jika masih demam. Dilakukan planning berupa cek dpl/ 8 jam
untuk melihat perkembangan hasil laboratorium terutama trombosit dan hematokrit.

35
DAFTAR PUSTAKA

Suhendro, Leonard Nainggolan, Khie Chen, Herdiman T. Pohan,2006. Demam Berdarah


Dengue In: Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus
Simadibrata K., Siti Setiati. Editors: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. P.1731-1735

Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Jakarta: Dirjen PP& PL.

World Health Organization, 2012. Regional Office for South-East Asia, New Delhi.
Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Hemmorhagic Fever in Small
Hospitals

Kristina, Isminah, Wulandari L. 2004. Demam Berdarah


Dengue..Http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah.h tml.

Halstead, S.B., 2007. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In: Kliegman, Robert
M., Behrman, Richard E., Jenson, Hal B., and Stanton, Bonita F., eds. Nelson
Textbook of Pediatrics 18th ed.. Philadelphia: Saunders Elsevier, 1412- 1414.

Siregar, F.A., 2004, Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di


Indonesia, Digitized by USU Digital Library

Soegijanto, Soegeng, 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosis dan Penatalaksanaan. Edisi 1.
Jakarta: Selemba Medika

Soegijanto Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi kedua. Surabaya : Airlangga
University Press.

Depkes, 2007. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue. www.depkes.go.idWorld Health


Organization (WHO). 1997. Dengue Hemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment,
Prevention, and Control. 2nd ed. Geneva:

36
WHO. World Health Organization (WHO). 1999. Clinical Manifestation and Diagnosis.
Regional Guidelines on Dengue/DHF Prevention and Control. www.searo.who.int

37

You might also like