Hemoroid New

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS

HEMOROID

Pendamping:

dr. Komang Katrini, M.M

dr. Lie Juliawan

Disusun oleh :

dr. Mediana Aldisa Idjaja

INTERNSIP RSU PARAMA SIDHI SINGARAJA

PERIODE SEPTEMBER 2017 – SEPTEMBER 2018

~1~
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Hemoroid adalah keluhan yang sering dikeluhkan selama kehamilan, dan lebih sering
dikeluhkan saat periode post partum. Hemoroid yang simptomatik bermanifestasi sebagai
pruritus, nyeri dan perdarahan, yang terjadi pada 1/3 wanita yang hamil. Peningkatan tekanan
abdomen yang disebabkan karena pembesaran uterus gravid menyebabkan aliran darah
terganggu dan stasis vena. 1

Biasanya, kontraksi saat defekasi pada pasien dengan konstipasi dan tekanan saat
“mengejan” bisa menyebabkan hemoroid. Hemoroid yang simptomatik pada individu yang
sedang hamil biasanya dilakukan tatalaksana konservatif dengan peningkatan asupan serat dan
air agar feses menjadi lunak. Suppositoria hidrokortison dapat mengurangi bengkak dan
pruritus.1

Jika terapi konservatif tidak berhasil, tindakan bedah dan endoskopi mungkin
diindikasikan. Hemoroid interna aman bila dilakukan terapi dengan endoskopi band ligation,
sclerotherapy, dan koagulasi infrared. Hemoroidektomi pilihan yang aman dilakukan saat
kehamilan bila terapi medikamentosa gagal. 1

~2~
BAB II

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. MS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 30 thn
Status : Menikah
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : diketahui

B. ANAMNESIS
Autoanamnesa, Rabu, tanggal 3 Oktober 2017 Pukul 11.00 WIB
Keluhan Utama : terdapat benjolan yang keluar dari anus
Keluhan Tambahan :-
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli bedah RSU Parama Sidhi, dengan keluhan terdapat
benjolan yang keluar dari anus saat buang air besar, sebesar 0,5 – 1 cm dan terasa
menggaggu. Setiap ingin buang air besar, benjolan tersebut keluar dari anus. Benjolan
tidak dapat masuk sendiri setelah buang air besar selesai, namun dapat masuk dengan
bantuan jari. Buang air besar kadang disertai darah, berwarna merah segar, menetes saat
feses keluar, darah tidak bercampur dengan feses.
Sejak ± 3 tahun yang lalu, saat pasien hamil anak yang kedua, pasien sering
merasakan sulit buang air besar, feses terasa keras sehingga pasien harus mengedan
sangat kuat, dan terkadang disertai nyeri saat buang air besar. Selain itu juga dirasakan
seperti ada benjolan yang mau keluar dari anus sebesar ± 0,5-1 cm saat buang air besar,
kadang disertai darah. Darah tidak bercampur feses, berwarna merah segar, menetes di
akhir setelah feses keluar, banyaknya ± 1 cc.
Pasien jarang mengkonsumsi makanan yang berserat, suka mengkonsumsi
makanan pedas, dan minum kurang dari 8 gelas per hari. Pasien sudah berobat

~3~
sebelumnya, dan mendapatkan obat dalam bentuk suppositoria untuk melunakkan
feses.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat keganasan disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat sakit kuning disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat hemorrhoid disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat keganasan disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat sakit kuning disangkal

Riwayat Alergi Obat : disangkal


Riwayat Kebiasaan :
 Makanan : Pasien mengaku jarang mengkonsumi makanan
berserat, suka makanan pedas, dan sedikit minum air putih (<8 Gelas per
hari)
 Aktivitas : Pasien menyangkal sering melakukan aktifitas yang
berat, duduk atau berdiri yang lama.
 Pola defekasi : Rutin, 1 kali/hari (BAB posisi jongkok) namun BAB
terasa keras sehingga pasien harus mengedan untuk mengeluarkan feses.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital

~4~
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 37, 5 ‘C

Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : Bentuk normal, serumen -/-
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah
Gusi berdarah (-), lidah kotor (-)
Tonsil tidak membesar (T1-T2) tenang
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis
Leher : Kelenjar tyroid tidak teraba membesar
Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Thorax : Simetris saat statis dan dinamis
Pulmo : I= normochest, retraksi -/-, sela iga tidak melebar
P= fremitus taktil vokal hemithorak kanan = kiri
P= sonor pada seluruh lapang paru
A= suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : I= tidak tampak iktus cordis
P= iktus cordis teraba
P= batas pinggang jantung ICS III LPSS
batas kiri jantung ICS V LMCS
batas kanan jantung ICS IV linea sternalis dextra
A= BJ I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : I = datar, jaringan parut (-)

A = bising usus (+) normal

P = timpani

P = supel, defans muskuler (-), nyeri tekan (-)

hepar dan lien tidak teraba membesar

~5~
Ekstremitas : akral hangat, uedem -/-

Status Lokalis

Pemeriksaan colok dubur :

Inspeksi : Fisure (-), Abses (-), hematom perianal (-), skin tag (+), tak tampak benjolan
keluar dari anus

Palpasi : Tonus sphincter ani baik; ampulla recti tidak kolaps; mukosa rektum licin;
teraba massa di jam 3, 7 dan 11; nyeri tekan (+) pada jam 3,7 dan 11; pada
sarung tangan tidak didapatkan darah, lendir (+), feses (-).

Anoskopi : tidak dilakukan.

D. RESUME
 Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan yang keluar dari anus saat buang
air besar, sebesar 0,5 – 1 cm, tidak dapat masuk kembali, harus menggunakan
bantuan jari untuk memasukkan kembali.
 Buang air besar kadang disertai darah, berwarna merah segar, menetes saat feses
keluar, darah tidak bercampur dengan feses, banyaknya ± 1 cc.
 Riwayat keluhan serupa (+) sejak 3 tahun lalu.

~6~
 Pasien jarang mengkonsumsi makanan yang berserat, suka mengkonsumsi
makanan pedas, dan minum kurang dari 8 gelas per hari. Pasien sudah berobat
sebelumnya, dan mendapatkan obat dalam bentuk suppositoria untuk melunakkan
feses.
 Status Lokalis: Pemeriksaan DRE
a. Inspeksi: skin tag (+), tak tampak benjolan keluar dari anus
b. Palpasi : Tonus sphingter ani baik; mukosa rektum licin; ampulla recti tidak
kolaps, teraba massa di jam 3, 7 dan 11; nyeri tekan (+) pada jam 3,7 dan 11;
pada sarung tangan tidak didapatkan darah, lendir (+), feses (-).

E. DIAGNOSIS KERJA
Hemorrhoid interna grade III

F. DIAGNOSIS BANDING

Polip anal
Fistula anal

G. PENATALAKSANAAN
Non farmakologi:
 Perubahan Pola hidup :
Makan-makanan berserat setiap hari, minum air putih minum 8 gelas
sehari, banyak bergerak, banyak berjalan.
 Perubahan pola defekasi :
Hindari mengedan yang berlebih dan lama.

Farmakologi dan Bedah:

Ardium 3 x 1 tab

Hemoroidektomi

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungsionam : Bonam
Quo ad sanactionam : Bonam

~7~
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI TRIGONUM ANALIS2

Trigonum analis dibatasi oleh (Gambar 1 dan 2):

1. Bagian belakang: ujung os coccygis


2. Sisi-sisinya: tuberositas ischiadicum dan ligamentum sacrotuberale yang
bertumpang tindih dengan musculus gluteus maximus.

Gambar 1. Trigonum analis laki-laki dilihat dari bawah (Netter, 2010)

Gambar 2. Trigonum analis dan trigonum urogenital pada perempuan dilihat dari
bawah (Netter, 2010)

~8~
Anus atau lubang bawah canalis analis terletak di garis tengah, dan di samping kanan
dan kiri terdapat fossa ischionalis. Kulit disekitar anus dipersarafi oleh nervus rectalis
(haemorrhoidalis) inferior (Gambar 3). Pembuluh limfe kulit mengalirkan cairan limfe
ke kelompok medial nodi inguinales superficiales (Gambar 4).

Gambar 3. Innervasi trigonum analis (Netter, 2010)

~9~
Gambar 4. Aliran limfe canalis analis (Gray’s Anatomy, 2005)

CANALIS ANALIS2

Gambar 5. Canalis analis (Netter, 2010)

~ 10 ~
Lokasi dan Deskripsi

Panjang canalis analis kurang lebih 1 ½ inci (4 cm), berjalan ke bawah dan belakang dari
ampulla recti sampai anus (Gambar 5). Dinding lateral canalis analis dipertahankan saling
berdekatan oleh m. levator ani dan m. sphincter ani, kecuali saat defekasi (Gambar 7).

Hubungan:
 Ke posterior: Di posterior berhubungan dengan corpus anococcygeum, massa
jaringan fibrosa yang terletak diantara canalis analis dan os coccygis (Gambar 6)
 Ke lateral: Di lateral berhubungan dengan fossa ischioanalis yang berisi lemak.
 Ke anterior: Pada laki-laki di anterior berbatasan dengan corpus perineale, diaphragma
urogenitale, urethra pars membranacea, dan bulbus penis (Gambar 6)
Pada perempuan, di anterior berhubungan dengan corpus perineale, diaphragm
urogenitale, dan bagian bawah vagina (Gambar 6)

Gambar 6. Potongan sagital pelvis perempuan dan laki-laki (Netter, 2010)

~ 11 ~
Gambar 7. Tunika muskularis canalis analis (Schwartz, 2010)

1 Struktur
a. Tunika Mukosa
Tunika mukosa di canalis analis terbagi menjadi 2 bagian, yaitu tunika mukosa
setengah bagian atas canalis analis dan tunika mukosa setengah bagian bawah
canalis analis.

Gambar 8. Tunika mukosa canalis analis (Snell, 2006)

~ 12 ~
Tunika mukosa setengah bagian atas canalis analis mempunyai struktur anatomi
sebagai berikut:

1. Dibatasi oleh epitel selapis kolumnar.


2. Mempunyai lipatan vertikal yang dinamakan columnae anales atau columnae
morgagni dan dihubungkan oleh plicae semilunares yang dinamakan valvulae
anales (sisa membran proctodeum)
3. Persarafannya sama seperti persarafan mukosa rektum berasal dari saraf otonom
plexus hypogastricus (Gambar 3). Mukosanya hanya peka terhadap regangan.
4. Vaskularisasi berasal dari arteri yang memperdarahi usus belakang yaitu a. rectalis
superior, cabang dari a. mesenterica inferior. Aliran darah vena terutama oleh v.
rectalis superior, cabang dari v. mesenterica inferior dan v. porta (Gambar 10).
5. Sistem limfatik terutama ke atas, di sepanjang a. rectalis superior menuju nodi
rectalis superior dan akhirnya ke nodi mesenterici inferior (Gambar 4).

Tunika mukosa setengah bagian bawah canalis analis mempunyai struktur anatomi
sebagai berikut:

1. Dibatasi oleh epitel berlapis gepeng yang secara bertahap bergabung dengan
epidermis perianal di anus (Gambar 8).
2. Tidak mempunyai columna anales (Gambar 8).
3. Persarafan berasal dari saraf somatik nervus rectalis inferior, sehingga peka
terhadap rasa nyeri, suhu, raba, dan tekan (Gambar 3).
4. Suplai arteri berasal dari a. rectalis inferior, cabang dari a. pudenda interna
(Gambar 9). Aliran darah vena oleh v. rectalis inferior, cabang v. pudenda interna
yang mengalirkan darahnya ke v. iliaca interna (Gambar 10).
5. Aliran limfe berjalan ke bawah menuju ke nodi superomediales dari nodi inguinales
superficiales (Gambar 4).

Pecten ossis pubis menunjukkan tempat pertemuan setengah bagian atas dengan
setengah bagian bawah canalis analis (Gambar 8).

b. Tunika Muskularis
Seperti pada bagian atas tractus intestinal, tunika muskularis terbagi atas stratum
longitudinal di bagian luar dan stratum sirkular di bagian dalam (Gambar 7 dan 8).

~ 13 ~
Musculus Sphincter Ani
Canalis analis mempunyai m. sphincter ani internus yang bekerja secara
involunter dan m. sphincter ani externus yang bekerja secara volunter.
M. sphincter ani internus dibentuk oleh penebalan otot polos stratum sirkular
pada ujung atas canalis analis. M. sphincter ani internus diliputi oleh lapisan otot lurik
yang membentuk m. sphincter ani externus volunter (Gambar 8).
M. sphincter ani externus dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
 Pars subcutanea, mengelilingi ujung bawah canalis analis dan tidak melekat pada
tulang.
 Pars superficialis, bagian belakang melekat pada os coccygis dan bagian depan pada
corpus perineale.
 Pars profunda, mengelilingi ujung atas canalis analis dan tidak melekat pada tulang.
Kedua pars puborectalis musculus levator ani bergabung dengan pars
profunda m. sphincter ani externus. Serabut m. puborectalis pada kedua sisi membentuk
sebuah lengkung, yang di depan melekat pada kedua os pubis dan berjalan di sekeliling
junction anorectalis, menarik junction ke depan sehingga canalis analis dan rectum
membentuk sudut yang tajam.
Stratum longitudinal tunika muskularis canalis analis melanjutkan diri ke atas
sebagai stratum longitudinal tunika muskularis rectum. Otot tersebut membentuk
selubung utuh di sekitar canalis analis dan turun ke bawah pada batas di antara m.
sphincter ani internus dan externus. Sebagian stratum longitudinal melekat pada tunika
mukosa canalis analis, sedangkan lainnya berjalan ke lateral ke dalam fossa ischioanalis
atau melekat pada kulit perianalis.
Pada perbatasan di antar rectum dan canalis analis (junction anorektalis), m.
sphincter ani internus, m. sphincter ani externus pars profunda dan m. puborectalis
membentuk cincin yang disebut cincin anorectalis dan dapat diraba pada pemeriksaan
rectal.

2 Vaskularisasi
Arteriae

Arteria rectalis superior memperdarahi setengah bagian atas canalis analis, sedangkan
arteria rectalis inferior memperdarahi setengah bagian bawahnya (Gambar 9).

~ 14 ~
Gambar 9. Aliran arteri canalis analis (Schwartz, 2010)

Venae
Setengah bagian atas dialirkan oleh v. rectalis superior ke v. mesenterica inferior,
sedangkan setengah bagian bawah dialirkan oleh v. rectalis inferior ke v. pudenda interna.
Anastomosis v. rectalis membentuk anastomosis portal sistemik yang penting  plexus
hemorrhoidales (Gambar 10).
Pada tela submucosa canalis analis terdapat plexus venosus yang mengalirkan darahnya
ke atas melalui v. rectalis superior. Cabang-cabang kecil v. rectalis media dan v. rectalis
inferior berhubungan satu dengan yang lain dan dengan v. rectalis superior melalui plexus
ini. Oleh sebab itu plexus venosus rectalis membentuk anastomosis portal sistemik yang
penting karena v. rectalis superior mengalirkan darahnya ke v. porta dan v. rectalis media
serta v. rectalis inferior ke sistem sistemik.

~ 15 ~
Gambar 10. Aliran vena canalis analis (Netter, 2010)

3 Sistem Limfatik
Cairan limfe dari setengah bagian atas canalis analis dialirkan ke nodi rectalis superior
dan nodi mesenterici inferior. Cairan limfe dari setengah bagian bawah canalis analis
dialirkan ke nodi superomediales nodi inguinales superficial (Gambar 4).

4 Innervasi
Tunika mukosa setengah atas bagian canalis analis peka terhadap regangan dan
dipersarafi oleh serabut-serabut sensorik yang berjalan ke atas melalui plexus hypogatricus.
Setengah bagian bawah canalis analis peka terhadap nyeri, suhu, dan raba serta dipersarafi
oleh nervus rectalis inferior. Musculus sphincter ani internus involunter dipersarafi oleh
serabut simpatis dari plexus hypogastricus inferior Musculus sphinter ani externus volunter
dipersarafi oleh n. rectalis inferior, cabang n. pudendus (Gambar 3), dan ramus perinealis
n. sacralis keempat.

DEFEKASI2

Waktu, tempat, dan frekuensi defekasi merupakan suatu kebiasaan. Beberapa orang
defekasi sekali sehari, beberapa orang beberapa kali sehari, dan beberapa orang normal juga
beberapa hari sekali.

~ 16 ~
Keinginan untuk defekasi dimulai dari perangsangan reseptor regangan di dalam
dinding rectum oleh adanya feces di dalam lumen rectum. Kegiatan defekasi melibatkan reflex
koordinasi yang mengakibatkan pengosongan colon descendens, colon sigmoid, rectum dan
canalis analis. Kegiatan ini dibantu oleh peningkatan tekanan intraabdominal dengan kontraksi
otot dinding anterior abdomen. Selanjutnya, kontraksi tonik m. sphincter ani internus, m.
sphincter ani externus, dan m. puborectalis dihambat secara volunter, dan feces dikeluarkan
melalui canalis analis. Tergantung pada kelemasan tela submukosa, tunika mukosa bagian
bawah canalis analis menonjol melalui anus mendahului massa feces. Pada akhir defekasi,
tunika mukosa kembali ke canalis analis akibat tonus serabut-serabut longitudinal dinding
canalis analis serta kontraksi dan penarikan keatas oleh m. puborectalis. Kemudian lumen
canalis analis yang kosong ditutup oleh kontraksi tonik m. sphincter ani.

II.2. HEMOROID

Hemoroid adalah pelebaran pleksus hemorrhoidalis dan tidak merupakan keadaan


patologik. Tindakan hanya dilakukan bila hemoroid menimbulkan keluhan atau penyulit. Kata
hemoroid berasal dari kata haemorrhoides (Yunani) yang berarti aliran darah (haem=darah,
rhoos=aliran) jadi dapat diartikan sebagai darah yang mengalir keluar.5 Bantalan hemoroid
adalah hal yang normal sebagai bagian dari canalis anal. Struktur bantalan hemoroid terdiri
dari pembuluh darah, otot halus, jaringan elastin dan penyambung dengan this tissue aid in
continence untuk mencegah kerusakan dari otot sfingter. Tiga kompleks hemoroid utama
adalah canalis anal transvers lateral kiri, kanan depan, dan kanan belakang. Halangan aliran
darah disekitar canalis anal dan peregangan memicu prolaps jaringan di canalis analis. Seiring
berjalannya waktu, sistem anatomi yang menunjang kompleks hemoroid menjadi lemah,
paparan jaringan ini kemudian keluar dari canalis anal dan menyebabkankan cedera. Hemoroid
diklasifikasikan menjadi hemoroid interna dan eksterna.6

Hemoroid dapat menimbulkan gejala karena banyak hal. Faktor yang memegang
peranan ialah mengedan pada waktu defekasi, konstipasi menahun, kehamilan, dan obesitas.5

Kebiasaan mengedan lama dan berlangsung kronik merupakan salah satu risiko untuk
terjadinya hemoroid. Peninggian tekanan saluran anus sewaktu beristirahat akan menurunkan
aliran balik vena, sehingga vena membesar dan merusak jaringan ikat penunjang. Kejadian
hemoroid diduga berhubungan dengan faktor endokrin dan usia. Hubungan terjadinya

~ 17 ~
hemoroid dengan seringnya seseorang mengalami konstipasi, feses yang keras, multipara,
riwayat hipertensi dan kondisi yang menyebabkan vena-vena dilatasi hubungannya dengan
kejadian hemoroid masih belum jelas hubungannya.6

Hemoroid interna yang merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis superior (v.


hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang terletak pada collum anales posisi
jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat paien dalam posisi litotomi mudah sekali menjadi varises.
Penyebab hemoroid interna diduga kelemahan kongenital dinding vena karena sering
ditemukan pada anggota keluarga yang sama. Vena rectalis superior merupakan bagian paling
bergantung pada sirkulasi portal dan tidak berkatup. Jadi berat kolom darah vena paling besar
pada vena yang terletak pada paruh atas canalis analis. Disini jaringan ikat longgar submukosa
sedikit memberi penyokong pada dinding vena. Selanjutnya aliran balik darah vena dihambat
oleh kontraksi lapisan otot dinding rectum selama defekasi. Konstipasi kronik yang dikaitkan
dengan mengedan yang lama merupakan faktor predisposisi. Hemoroid kehamilan sering
terjadi akibat penekanan vena rectalis superior oleh uterus gravid. Hipertensi portal akibat
sirosis hati juga dapat menyebabkan hemoroid. Kemungkinan kanker rectum juga menghambat
vena rectalis superior.6

Hemoroid eksterna adalah pelebaran cabang-cabang vena rectalis (hemorrhoidalis)


inferior waktu vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus. Hemoroid ini diliputi kulit dan
sering dikaitkan dengan hemoroid interna yang sudah ada. Keadaan klinik yang lebih penting
adalah ruptura cabang-cabang v. rectalis inferior sebagai akibat batuk atau mengedan, disertai
adanya bekuan darah kecil pada jaringan submukosa dekat anus. Pembengkakan kecil
berwarna biru ini dinamakan hematoma perianal.6

Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus, saling berhubungan secara longgar
dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rectum sebelah bawah dan
anus. Pleksus hemoroid interna mengalirkan darah ke v. hemoroid superior dan selanjutnya ke
vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui
daerah perineum dan lipat paha ke daerah v. Iliaka.2

~ 18 ~
a. Tipe Hemoroid

Hemoroid dibedakan atas hemoroid interna dan eksterna. 1

Gambar 11. Perbedaan hemoroid interna dan eksterna (Netter, 2010).

b. Gejala Klinis2

Banyak kasus anorektal, termasuk fissura, fistula, abses, atau iritasi dan gatal (pruritus
ani), memiliki gejala yang minimal dan akan menimbulkan kearah diagnosa hemoroid yang
keliru. Hemoroid biasanya tidak berbahaya. Tetapi pada kenyataanya pasien dapat megalami
perdarahan yang terus menerus sehingga dapat menimbulkan anemia bahkan kematian.

 Hemoroid Eksterna2

Pada fase akut, hemoroid eksterna dapat menyebabkan nyeri, biasanya berhubungan
dengan adanya udem dan terjadi saat mobilisasi. Hal ini muncul sebagai akibat dari trombosis
dari v. hemorrhoid dan terjadinya perdarahan ke jaringan sekitarnya. Beberapa hari setelah
timbul nyeri, kulit dapat mengalami nekrosis dan berkembang menjadi ulkus, akibatnya dapat
timbul perdarahan.

Pada beberapa minggu selanjutnya area yang mengalami trombus tadi dapat mengalami
perbaikan dan meninggalkan kulit berlebih yang dikenal sebagai skin tag. Akibatnya dapat
timbul rasa mengganjal, gatal dan iritasi.
~ 19 ~
 Hemoroid Interna2

Gejala yang biasa adalah protrusio, pendarahan, nyeri tumpul dan pruritus. Trombosis atau
prolapsus akut yang disertai edema atau ulserasi luar biasa nyerinya. Hemoroid interna bersifat
asimtomatik, kecuali bila prolaps dan menjadi stangulata. Tanda satu-satunya yang disebabkan
oleh hemoroid interna adalah pendarahan darah segar tanpa nyeri per rektum selama atau
setelah defekasi. Gejala yang muncul pada hemoroid interna dapat berupa:

1. Perdarahan

Merupakan gejala yang paling sering muncul dan biasanya merupakan awal dari
penyakit ini. Perdarahan berupa darah segar dan biasanya tampak setelah defekasi apalagi jika
fesesnya keras. Selanjutnya perdarahan dapat berlangsung lebih hebat, hal ini disebabkan
karena prolaps bantalan pembuluh darah dan mengalami kongesti oleh sphincter ani.

2. Prolaps

Dapat dilihat adanya tonjolan keluar dari anus. Tonjolan ini dapat masuk kembali secara
spontan ataupun harus dimasukan kembali oleh tangan.

3. Nyeri dan rasa tidak nyaman

Nyeri biasanya ditimbulkan oleh komplikasi yang terjadi (seperti fisura, abses dll)
hemoroid interna sendiri biasanya sedikit saja yang menimbulkan nyeri. Kondisi ini dapat pula
terjadi karena terjepitnya tonjolan hemoroid yang terjepit oleh sphincter ani (strangulasi).

4. Keluarnya Sekret

Walaupun tidak selalu disertai keluarnya darah, sekret yang menjadi lembab sehingga
rawan untuk terjadinya infeksi ditimbulkan akan menganggu kenyamanan penderita dan
menjadikan suasana di daerah anus.

~ 20 ~
Gambar 12. Stadium hemoroid interna (Skandalakis, 1999)

HEMOROID DALAM KEHAMILAN (PERUBAHAN FISIOLOGIS SAAT HAMIL)5

Progesteron dan estrogen, adalah dua dari hormon yang penting saat kehamilan,
memperantai banyak perubahan fisiologis dalam kehamilan. Nilai normal laboratorium pada

~ 21 ~
wanita hamil harus dibedakan dengan yang tidak. Diafragma saat kehamilan dapat meningkat
sampai 4 cm, dan dinding dada bawah dapat melebar hingga 7 cm. Perubahan ini juga terjadi
pada keadaan patologis pada individu yang tidak hamil yang memiliki penyakit jantung atau
hati. Peningkatan progesteron, diikuti dengan penurunan serum motilin, yang dapat dilihat dari
adanya relaksasi otot halus dan dapat terlihat efek multiple dari produksi di beberapa sistem
organ. Dalam abdomen, terjadi penurunan irama otot halus terlihat dari motilitas dan irama
gaster. Sfingter esophagus bawah juga ikut menurun, dan bila dikombinasikan dengan tekanan
intra-abdominal yang meningkat, menyebabkan peningkatan angka kejadian refluks gastro-
esofageal. Motilitas usus halus juga ikut berkurang, menyebabkan waktu transit feses di dalam
usus halus bertambah lama. Absorpsi nutrisi juga ikut berubah. Kehamilan juga biasanya
menyebabkan perubahan dengan manifestasi konstipasi, disebabkan adanya peningkatan
absorpsi natrium dan air di dalam kolon, penurunan motilitas, dan adanya obstruksi mekanik
dari uterus gravid. Peningkatan tekanan di vena porta, yang akhirnya menyebabkan
peningkatan tekanan di sirkulasi kolateral vena, mengakibatkan dilatasi dari vena di
gastroesofageal junction. Hal ini penting hanya bila pasien memiliki varises esophagus dari
sebelum hamil. Hasil tersering dari peningkatan tekanan vena porta adalah dilatasi dari vena
hemoroid yang sering disebut “hemoroid” oleh pasien.

c. Diagnosa
 Inspeksi
Dilihat kulit di sekitar perineum dan dilihat secara teliti adakah jaringan/tonjolan yang
muncul.

 Palpasi

Diraba akan memberikan gambaran yang berat dan lokasi nyeri dalam canalis analis.
Dinilai juga tonus dari sphincter ani. Bisanya hemoroid sulit untuk diraba, kecuali jika
ukurannya besar. Pemeriksaan colok dubur diperlukan menyingkirkan adanya karsinoma
rectum. Jika sering terjadi prolaps, maka selaput lendir akan menebal, bila sudah terjadi jejas
akan timbul nyeri yang hebat pada perabaan.

~ 22 ~
 Anoskopi

Pada anoskopi dicari bentuk dan lokasi hemoroid, dengan memasukan alat untuk
membuka lapang pandang. Telusuri dari dalam keluar di seluruh lingkaran anus. Tentukan
ukuran, warna dan lokasinya.

 Proktosigmoidoskopi

Dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau
keganasan di tingkat yang lebih tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan yang fisiologis
saja ataukah ada tanda yang menyertai.

 Pemeriksaan Feses

Dilakukan untuk mengetahui adanya darah samar.

d. Diagnosa Banding

Jika terjadi rasa nyeri akut di daerah anus, harus dipikirkan adanya fisura ani, rasa nyeri
pada hemoroid jarang terjadi kecuali sudah timbul trombosis atau prolaps. Fisura ani dapat
dilihat di daerah anterior atau posterior dan abses perianal tampak sebagai masa lunak yang
berfluktuasi.

e. Terapi

1. Hemoroid externa

Trombosis akut pada hemoroid eksterna merupakan penyebab nyeri yang konstan pada
anus. Penderita umumnya berobat ke dokter pada fase akut (2- 3 hari pertama). Jika keluhan
belum teratasi, dapat dilakukan eksisi dengan anestesi lokal. Kemudian dilanjutkan dengan
pengobatan non operatif. Eksisi dianjurkan karena trombosis biasanya meliputi satu pleksus
pembuluh darah. Insisi mungkin tidak sepenuhnya mengevakuasi bekuan darah dan mungkin
menimbulkan pembengkakan lebih lanjut dan perdarahan dari laserasi pembuluh darah
subkutan. Incisi tampaknya lebih sering menimbulkan skin tag daripada eksisi.4

~ 23 ~
2. Hemorrhoid Interna

Tabel I. Klasifikasi Hemorrhoid Interna6

Classification Treatment Options

1st Degree – No rectal prolapse  Diet


 Local & general drugs
 Sclerotherapy
 Infrared coagulation

2nd Degree – Rectal prolapse is  Sclerotherapy


spontaneously reducible  Infrared coagulation
 Banding [recurring banding may
require Procedure for Prolapse and
Hemorrhoids (PPH)]

3rd Degree – Rectal prolapse is manually  Banding


reducible  Hemorrhoidectomy
 Procedure for Prolapse and
Hemorrhoids (PPH)

4th Degree – Rectal prolapse irreducible  Hemorrhoidectomy


 Procedure for Prolapse and
Hemorrhoids (PPH)

Dikutip dari : Harrison's™ PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE

- Non Invasive Treatment6

Diperuntukan bagi penderita dengan keluhan minimal. Yang disampaikan meliputi:

a. Nasehat

- Jangan mengedan terlalu lama

~ 24 ~
- Mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi
- Membiasakan selalu defekasi, jangan ditunda
- Minum kira-kira 8 gelas sehari
b. Obat-obatan vasostopik

Kombinasi Diosmin dan Hesperidin (ardium) yang bekerja pada vascular dan
mikro sirkulasi dikatakan dapat menurunkan desensibilitas dan stasis pada vena dan
memperbaiki permeabilitas kapiler.6 Untuk terapi hemoroid interna biasanya diberikan
dosis Diosmin 1350 mg dan Hesperidin 150 mg 2x dalam sehari selama 4 hari
dilanjutkan Diosmin 900 mg dan Hesperidin 100 mg 2x sehari selama 3 hari. Beberapa
peneliti juga mencoba Diosmin 600 mg 3 x sehari selama 4 hari, dilanjutkan dengan
300 mg 2 x sehari selama 10 hari dalam kombinasi Psyllium 11 gram sehari.

- Ambulatory Treatment

 Skleroterapi

Adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya Fenol 5 % dalam minyak
nabati, atau larutan quinine dan urea 5% yang disuntikan ke submukosa dalam jaringan areolar
longgar di bawah jaringan hemoroid. sclerotheraphy dilakukan untuk menimbulkan
peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotic dan meninggalkan parut pada hemoroid.
Secara teoritis, teknik ini bekerja dengan cara mengoblitersi pembuluh darah dan
memfiksasinya ke lapisan mukosa anorektal untuk mencegah prolaps. Terapi ini cocok untuk
hemoroid interna grade I yang disertai perdarahan. Kontraindikasi teknik ini adalah pada
keadaan inflammatory bowel disease, hipertensi portal, kondisi immunocomprommise, infeksi
anorektal, atau trombosis hemoroid yang prolaps. Komplikasi skleroterapi biasanya akibat
penyuntikan cairan yang tidak tepat atau kelebihan dosis pada satu tempat. Komplikasi yang
paling sering adalah pengelupasan mukosa, kadang bisa menimbulkan abses.6

~ 25 ~
Gambar 13. Skleroterapi (diambil dari: www.hcd2.bupa.co.uk/
fact_sheet/html/haemorrhoids.html)

 Infrared Coagulation

Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan radiasi infra merah dengan lampu tungsten-
halogen yang difokuskan ke jaringan hemoroid dari reflector plate emas melalui tabung
polymer khusus. Sinar koagulator infra merah (IRC) menembus jaringan ke submukosa dan
dirubah menjadi panas, menimbulkan inflamasi, destruksi jaringan di daerah tersebut. Daerah
yang akan dikoagulasi diberi anestesi lokal terlebih dahulu. Komplikasi biasanya jarang terjadi,
umumnya berupa koagulasi pada daerah yang tidak tepat.6

Gambar 14. Infrared coagulation (diambil dari: www.hcd2.bupa.co.uk/


fact_sheet/html/haemorrhoids.html)

~ 26 ~
 Cryotheraphy

Teknik ini didasarkan pada pembekuan dan pencairan jaringan yang secara teori
menimbulkan analgesia dan perusakan jaringan hingga terbentuk jaringan parut.6

 Rubber Band Ligation

Merupakan pilihan kebanyakan pasien dengan derajat I dan II yang tidak menunjukkan
perbaikan dengan perubahan diet, tetapi dapat juga dilakukan pada hemoroid derajat III.
Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat diatasi dengan ligasi menurut Baron
ini.6

Dengan bantuan anoskop, mukosa diatas hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik
atau dihisap kedalam lubang ligator khusus. Rubber band didorong dan ligator ditempatkan
secara rapat di sekeliling mukosa pleksus hemorrhoidalis. Nekrosis karena iskemia terjadi
dalam beberapa hari. Mukosa bersama rubber band akan lepas sendiri. Fibrosis dan parut akan
terjadi pada pangkalnya. Komplikasi yang sering terjadi berupa edema dan trombosis.6

Untuk pasien dengan terapi laser dengan prolaps, Rubber Band Ligation adalah cara
terpilih di AS untuk terapi hemoroid internal. Dengan prosedur ini, jaringan hemorrhoid ditarik
ke dalam double-sleeved cylinder untuk menempatkan karet disekeliling jaringan. Seiring
dengan jalannya waktu, jaringan dibawahnya akan mengecil.6

Gambar 15. Rubber Band Ligation (dari www.pph.com )

~ 27 ~
- Surgical Approach6

Hemorrhoidectomy

Merupakan metoda pilihan untuk penderita derajat III dan IV atau pada penderita yang
mengalami perdarahan yang berulang yang tidak sembuh dengan cara lain. Penderita yang
mengalami hemoroid derajat IV yang mengalami trombosis dan nyeri yang hebat dapat
segera ditolong dengan teknik ini. Prinsip yang harus diperhatikan pada hemorrhoidectomy
adalah eksisi hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan, dengan tidak
mengganggu sphincter ani.

Langkah-langkahnya adalah, pertama, anoderm harus dijaga selama operasi dan


hemorrhoidectomy tidak pernah dilakukan sebagai ekstirpasi radikal. Jaringan yang
patologis diangkat. Sphincter dengan hati-hati diekspos dan ditinggalkan selama
pengangkatan hemoroid. Kepastian hemostasis harus benar-benar diperhatikan.

Di Amerika, teknik tertutup yang digambarkan oleh Ferguson dan Heaton lebih dikenal
karena:

- Mengambil jaringan patologis


- Perbaikan jaringan cepat
- Lebih nyaman
- Gangguan defekasi minimal
Hemorrhoidectomy terbuka dipopulerkan oleh Milligan-Morgan, tahun1973. Ada 2
variasi daras tindakan bedah hemorrhoidectomy, yaitu:

1. Open hemorrhoidectomy
2. Closed hemorrhoidectomy
Perbedaannya tergantung pada apakah mukosa anorectal dan kulit perianal ditutup atau
tidak setelah jaringan hemorrhoid dieksisi dan diligasi.

Open Hemorrhoidectomy6

Dikembangkan oleh Milligen-Morgan, dilakukan apabila terdapat hemoroid yang telah


mengalami gangrenous atau meliputi seluruh lingkaran ataupun bila terlalu sempit untuk
masuk retractor. Teknik Open Hemorrhoidectomy (Miligan-Morgan):

~ 28 ~
1. Posisi lithotomy
2. Infiltrasi kulit perianal dan submukosa dengan larutan adrenalin:saline = 1 : 300.000
3. Kulit diatas tiap jaringan hemorrhoid utama dipegang dengan klem arteri dan ditarik
4. Ujung mukosa setiap jaringan hemorrhoid diperlakukan serupa diatas.
5. Insisi bentuk V pada anoderma dipangkal hemorrhoid kira-kira 1,5–3 cm dari anal
verge.
6. Jaringan hemorrhoid dipisahkan dari spincter interna dengan jarak 1,5–2 cm
7. Dilakukan diatermi untuk menjamin hemostasis
8. Dilakukan transfixion dengan chromic/catgut 0 atau 1-0 pada pangkal hemorrhoid.
9. Eksisi jaringan hemorrhoid setelah transfiksi dan ligasi pangkal hemorrhoid

Closed Hemorrhoidectomy6

Dikembangkan oleh Ferguson dan Heaton. Ada 3 prinsip pada teknik ini, yaitu:

1. Mengangkat sebanyak mungkin jaringan vaskuler tanpa mengorbankan anoderm.


2. Memperkecil serous discharge post op dan mempercepat proses penyembuhan dengan
cara mendekatkan anal kanal dengan epitel berlapis gepeng (anoderm)
3. Mencegah stenosis sebagai komplikasi akibat komplikasi luka terbuka luas yang diisi
jaringan granulasi.
Indikasi :

1. Perdarahan berlebihan
2. Tidak terkontrol dengan rubber band ligation.
3. Prolaps hebat disertai nyeri.
4. Adanya penyakit anorectal lain.
Teknik-teknik closed hemorrhoidectomy

Ferguson Hemorrhoidectomy

- Posisi LLD
- Jaringan hemorrhoid diidentifikasi dan di klem
- Kulit diatas anal verge diincisi sampai anal kanal diatas jaringan hemorrhoid
- Jar hemorrhoid external maupun internal dibebaskan dari bagian subcutan
spincter interna maupun eksterna dan dieksisi seluruhnya.
- Jaringan hemorrhoid yang tersisa diangkat dengan undermining mukosa.

~ 29 ~
- Ligasi dengan catgut 2 – 0 atau 3 – 0, bias dengan dexon 4-0 atau 5 – 0 dengan
vicril

Gambar 15. Ferguson Hemorrhoidectomy (diambil dari: www.pph.com )

Operasi Hemoroid Tanpa Rasa Sakit

Pada saat ini telah banyak kemajuan pada teknik operasi dalam mengurangkan rasa
sakit pasca operasi, malahan pada akhir-akhir ini telah dikembangkan cara operasi tanpa rasa
sakit. Tenik operasi itu pertama kali dikembangkan oleh Longo, seorang spesialis bedah bangsa
Italia.5

Tindakan bedah hemoroid umumnya menyebabkan rasa sakit hebat, apabila muko-
kutan yakni bagian kulit tipis yang meliputi lubang anus terpaksa dilukai. Bagian yang sangat
sensitif Ano-Cutan, mempunyai sensor syaraf rasa raba dan rasa sakit yang sangat rapat
sebagaimana perabaan ujung jari tangan yang sangat nyeri apabila terluka pada teknik operasi
tanpa rasa sakit, bagian muko-kutan sengaja tidak dilukai, dan pleksus hemoroid yang melipat
keluar yang tidak mempunyai sensor rasa sakit, dipotong dan difiksasi kembali kearah
proksimal.5

~ 30 ~
Gambar 16. Stapled hemorrhodopexy (diambil dari: www.pph.com)

e. Tatalaksana Hemoroid pada Kehamilan7,8

Penanganan hemoroid pada wanita hamil terdiri dari kombinasi perbaikan pola hidup
dan pemberian obat-obatan. Jika diperlukan tindakan operasi untuk hemoroid yang sulit
diatasi secara konservatif, sebaiknya ditunda sampai ditunda sampai janin viable (dapat
hidup) dan dianjurkan dengan anestesi lokal.

1. Non farmakologis: perbaikan pola hidup, pola makan dan pola defekasi. Perbaikan
defekasi disebut bowel management programme (BMP) yang terdiri dari diet cairan,
serat tambahan, pelican feses dan perubahan perilaku buang air. Dianjurkan posisi
jongkok saat defekasi dan menjaga kebersihan local dengan cara merendam anus dalam
air selama 10-15 menit 3x sehari. Edukasi untuk tidak banyak duduk atau tidur, banyak
bergerak atau jalan. Minum air 30-40 cc/kgBB/hari, dan mengkonsumsi banyak serat
sekitar 30 gram/hari, seperti buah-buahan, sayuran, sereal dan bila perlu suplementasi
serat komersial.
2. Farmakologis:
a. Laxative: terdiri dari suplemen serat dan pelicin feses. Suplemen serat yang
banyak digunakan adalah psyllium atau isphagula Husk, dianjurkan
mengkonsumsi banyak air untuk mencegah konstipasi.

~ 31 ~
b. Simtomatik: untuk menghilangkan gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah
anus.
c. Hentikan perdarahan: campuran diosmin (90%) dan hesperidin (10%)
3. Invasif: bila pengobatan farmakologis dan non farmakologis tidak berhasil. Tindakan
minimal invasif yang dilakukan diantaranya: skleroterapi, ligasi hemoroid, dan laser.
Pembedahan dilakukan hanya pada hemoroid grade III dan IV dengan penyulit prolaps,
thrombosis, atau hemoroid yang besar dengan perdarahan berulang. Pilihan
pembedahan yang dilakukan adalah hemoroidektomi baik secara terbuka maupun
tertutup.

~ 32 ~
DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Gastroenterology. Pregnancy in GIT Disorders. Available from:


http://d2j7fjepcxuj0a.cloudfront.net/wp-content/uploads/2011/07/institute-
PregnancyMonograph.pdf
2. Snell, Richard S, .2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa Liliana
Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta.
3. Netter, Frank H. 2010. Netter’s Clinical Anatomy. 2nd edition. Saunders Elsevier:
Philadelpia
4. F. Charles Brunicardi. 2010. Schwartz's Principles of Surgery. 9th Edition. The McGraw-
Hill Companies, Inc: United States of America
5. Courtney M. Townsend Jr. 2007. Sabiston Textbook of Surgery. 18th edition. Saunders, An
Imprint of Elsevier: Philadelpia
6. Longo, et all. 2012. Harrison's™ PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE. 18th Edition.
McGraw-Hill Companies, Inc: United States of America.
7. Arthur Staroselsky, et all. Hemorrhoids in Pregnancy. Canadian Fam Physician. 2008
February; 54(2): 189–190. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2278306/
8. American College of Gastroenterology. 2013. Pregnancy in Gastrointestinal Disorders.
2013: 4-6. Available from: http://d2j7fjepcxuj0a.cloudfront.net/wp-
content/uploads/2011/07/institute-PregnancyMonograph.pdf

~ 33 ~

You might also like