HI Biokim 1

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 5

METABOLISME SEL DARAH MERAH

Untuk melakukan fungsi utamaya mengangkut oksigen, eritrosit harus memenuhi beberapa kriteria:
pertama, harus mempertahankan struktur bikonkaf untuk memaksimalkan pertukaran gas; kedua, harus
dapat berubah bentuk (lentur) agar dapat masuk ke dalam kapiler mikrosirkulasi yang halus; dan
akhirnya, harus memiliki lingkungan internal yang konstan agar hemoglobin tetap berada dalam bentuk
tereduksi sehingga dapat mengangkut oksigen. Selain itu, kelangsungan hidup sel darah merah harus
normal, dan sifat fisik maupun kimiawinya harus dipertahankan dalam suatu spektrum yang sempit.
Untuk melakukannya, metabolisme eritrosit harus menghasilkan energi dan senyawa-senyawa kimiawi
yang mampu membatasi oksidasi berlebihan. Kelainan pada aspek-aspek metabolisme ini menyebabkan
usia eritrosit memendek (hemolisis), dan investigasi mencakup mengategorisasi sifat defek metabolik ini
(Sacher, 2004).

MEMBRAN SEL DARAH MERAH

Membran eritrosit terdiri dari suatu lapisan integral lipid, termasuk fosfolipid dan kolesterol, yang
mengandung protein. Protein-protein ini mungkin terletak internal atau perifer. Komposisi protein lipid
ini penting untuk mempertahankan integritas membran sel darah merah, yang menahan influks tidak
terkontrol ion natrium (terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi di dalam sel darah merah). Membran
menyokong suatu transportasi aktif ion natrium keluar, dan ion kalium ke dalam, sel darah merah.
Proses ini sangat bergantung pada sumber energi yang memadai dalam bentuk glukosa. Protein
membran perifer yang utama, glikoforin, adalah protein terglikosilasiyang mengandung sebagian besar
antigen sel darah merah. Protein ini juga mungkin berperan menunjang sitoskeleton membran sel darah
merah. Protein internal utama disebut spektrin dan dibantu oleh protein kedua, aktin, dalam
membentuk suatu struktur kisi-kisi yang melekat ke ujung sitoplasmik protein-protein integral, sehingga
posisi protein-protein ini mantap dan membentuk suatu kerangka sel. Spektrin juga merupakan
konstituen paling integritas membran SDM normal dan bertanggung jawab memperkuat membran dan
menahan stres yang ditimbulkan oleh sistem sirkulasi. Integritas spektrin dipertahankan dengan
memberikan energi dalam bentuk ATP. Gangguan fosforilasi spektrin menyebablan berkurangnya
integritas membran dan penurunan kelenturan. Diperkirakan bahwa defek inilah yang terjadi pada
sferositosis herediter. Hilangnya membran sel darah merah dikaitkan dengan pembentukan sferosit.
Peningkatan kalsium membran juga menyebabkan peningkatan kekauan membran. Sferosit tidak dapat
melewati pori-pori halus di sinusoid limpa dan mengalami sekuestrasi secara dini atau pengurangan
sebagian dari membrannya sehingga penampakan sel-sel ini khas (Sacher, 2004).
PENILAIAN LABORATORIUM FRAGILITAS SEL DARAH MERAH (FUNGSI MEMRAN)

Kelainan struktural, seperti juga beberapa defek metabolik, dapat menyebabkan sel darah merah rentan
terhadap hemolisis in vitro serta destruksi in vivo. Secara khusus, dalam gangguan sferositosis herediter,
sferosit sangat rapuh apabila terpajan pada stres osmotik. Pada ujin untuk fragilitas osmotik, sel darah
merah dipajankan ke rangkaian larutan salin yang semakin encer untuk menentukan titik yang aliran
internal airnya ke dalam eritrosit menyebabkan eristrosit membengkak dan pecah. Sel normal yang
seperti piringan dapat menyerap air dan membengkak cukup besar sebelum kapasitas membrannya
terlampaui. Sel darah merah dengan rasio luas permukaan-terhadap-volume yang rendah (sferosit) akan
mengalami lisis setelah msuknya sejumlah kecil cairan. Serosit dan sel lain yang mengalami kerusakan
membran akan meletus apabila terpajan ke larutan salin yang konsentrasinya sedikit lebih rendah
daripada salin normal. Peningkatan fragilitas osmotik ini diperparah oleh inkubasi sel pada suhu 370C
selama 24 jam sebelum pajanan pada salin hipo-osmolar. Fragilitas osmotik meningkat pada anemia
hemolitik autoimun, mungkin karena sel lebih kaku daripada normal dan mengalami kerusakan
membran secara bertahap. Sebaliknya, pada thalasemia, anemia defisiensi besi, dan penyakit sel sabit,
sel darah merah memiliki kelebihan membran dan lebih resisten terhadap kerusakan osmotik
dibandingkan normal (Sacher, 2004).

JALUR METABOLISME ERITROSIT

1. Jalur Embden-Meyerhof
Sebagian besar energi yang diperlukan SDM dihasilkan oleh jalur glikolitik Embden-
Meyerhof. Melalui jalur ini, setiap molekul glukosa dimetabolisasi untuk menghasilkan dua
molekul ATP. Jalur ini berfungsi secara anaerobis, sehingga glukosa tidak mengalami
metabolisasi penuh untuk menghasilkan molekul ATP dalam jumlah maksimum. Sel darh merah
memerlukan energi untuk beberapa fungsi metabolik, yang mencakup hal-hal berikut:
a. Pemeliharaan hemoglobin sebagai pigmen respirasi
b. Pemeliharaan gradien elektrolit antara plasma dan sitoplasma eritrosit
c. Pemeliharaan jalur-jalur metabolik oksidasi-reduksi
d. Sintesis lipid dan nukleutida
Gangguan pembentukan energi dapat memengaruhi masing-masing atau semua jalur di
atas, yang kemudian dapat menyebabkan kelangsungan hidup eritrosit memendek (Sacher,
2004).
2. Jalur Pentosa Fosfat
Seperti disebutkan sebelumnya, jalur Embden-Meyerhoff menghasilkan dua molekul
ATP netto dan mungkin merupakan sumber energi utama bagi eritrosit. Jalur metabolik eritrosit
utama lainnya adalah jalur pentosa fosfat, dengan glukosanya diubah menjadi 6-fosfoglukonat
dengan keberadaan enzim glukosa-6fosfat dehidrogense (G-6-PD). Dalam proses ini, suatu
kofaktor nukleotida piridin, nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADP), diubah menjadi
bentuk NADPH+ + H+ tereduksi. Kofaktor tereduksi ini menghasilkan potensial pereduksi dalam
bentuk ion hidrogen untuk suatu senyawa yang disebut glutation, yang merupakan reservoar
utama potensial pereduksi di eritrosit. Dalam proses ini terlibat serangkaian proses langsung
antara, yang merupakan suatu proses yang memperbarui dirinya sendiri dalam keberadaan
beberapa enzim. Gangguan produksi glutation tereduksi dan NADP, yang dapat terjadi pada
defisiensi G-6-PD, berkaitan dengan peningkatan stres oksidatif di membran eritrosit dan banyak
protein internal. Secara khusu, rantai globin pada hemoglobin dapat mengalami oksidasi dan
kehilangan kemampuan untuk menjaga besi fero dalam bentuk tereduksi. Hal ini menyebabkan
terbentuknya besi feri teroksidasi dan hemoglobin yang tidak stabil, yang tidak dapat berfungs
sebagai pigmen respirasi. Hasil akhirnya adalah pemendekan usia sel darah merah dan
hemolisis. Sekitar 5 sampai 10% glukosa dimetabolisasi oleh jalur pentosa fosfat. Ketidak
mampuan menetralkan stres oksidatif yang ditimbulkan oleh obat atau defisiensi genetik
berbagai enzim dapat menyebabkan penimbunan hidrogen peroksida dan oksidan lain. Hal ini
dapat dilihat pada pewarnaan supravital sebagai agregat globin yang mengalami denaturasi
(badan heinz) (Sacher, 2004).
Gangguan yang paling sering berkaitan dengan gangguan netralisasi oksidatif adalah
defisiensi enzim G-6-PD. Enzim ini berperan penting dalam pembentukan NADPH, sangat
polimorfik, dan diwariskan dalam kromosom X. lebih dari 50 varian struktural telah diketahui
selain varian-varian normal, tipe A dan tipe B. tipe A bermigrasi lebih cepat daripada tipe B pada
elektroforesis, dan ditemukan terutma pada orang berkulit hitam. Tipe B lebih sering ditemukan
pada orang berkulit putih. Telah ditemukan bayak varian struktural lain yang memiliki aktivitas
nromal atu hampir normal; nemun, varian-varian lain mungkin disfungsional atau defisien.
Karena pewarisannya terkait kromosom X, kelainan lebih sering ditemukan pada perempuan
(Sacher, 2004).
3. Jalur Methemoglobin Reduktase
Jalur-jalur lain yang penting dalam metabolisme sel darah merah adalah jalur
methemoglobin reduktase NAD+ dan NADP+. NAD+ dan terutama NADP+ bertanggung jawab
memelihara hemoglobin dalam bentuk tereduksi atau fero. Hemoglobin fero adalah suatu
pengangkut oksigen karena mempertahankan besi hem dalam keadaan tereduksi atau fero.
Kedua jalur ini juga bertanggung jawab dalam reduksi NAD+ dan NADP= dan memerlukan enzim
methemoglobin reduktase spesifik. Tanpa adanya enzim-enzim ini, terjadi penimbunan
methemoglobin, yang merupakan hem bentuk teroksidasi. Bentuk hemoglobin ini,
methemoglobin, kehilangan kemampuan mengikat oksigen pernapasan (Sacher, 2004).
4. Pembentukan 2,3-Difosfogliserat (2,3-DPG)
Jalur integral lain yan penting untuk fungsi hemoglobin normal adalah pirau Luebering-
Rapaport, yng bertanggung jawab untuk produksi 2,3-DPG. Senyawa fosfat organik ini penting
karena meningkatkan pengeluaran oksigen dari hemoglobin sehingga mempermudah
penyaluran oksigen ke jaringan di mana terdapat tegangan oksigen yang rendah. Senyawa ini
terdapat di sel darah merah dalam konsentrasi yang lebih tinggi daripada di sel lain. Senyawa ini
memiliki afinitas kuat terhadap hemoglobin A dan tidak berikatan dengan hemoglobin lain,
terutama hemoglobin janin (hemoglobin F). dengan demikian, senyawa ini berperan dalam
menggeser kurva dsosiasi hemoglobin ke arah kanan, dan penting dalam memperhitungkan usia
darah yang disimpan untuk transfusi (Sacher, 2004).

Ronald A Sacher/Tinjauan Klinis Pemeriksaan Laboratorium/Jakarta/EGC/2004

You might also like