Serabut adalah bahan bakar padat yang bebentuk seperti rambut, apabila telah mengalami proses pengolahan berwarna coklat muda, serabut ini terdapat dibagian kedua dari buah kelapa sawit setelah kulit buah kelapa sawit.didalam serabut dan daging buah sawitlah minyak CPO terkandung. Panas yang dihasilkan serabut jumlahnya lebih kecil dari yang dihasilkan oleh cangkang, oleh karena itu perbandingan lebih besar serabut dari pada cangkang.disamping serabut lebih cepat habis menjadi abu apabila dibakar, pemakaian serabut yang berlebihan akan berdampak buruk pada proses pembakaran karena dapat menghambat proses perambatan panas pada pipa water wall, akibat abu hasil pembakaran beterbangan dalam ruang dapur dan menutupi pipa water wall,disamping mempersulit pembuangan dari pintu ekspansion door (Pintu keluar untuk abu dan arang) akibat terjadinya penumpukan yang berlebihan.Pada fiber terdapat kandungan antara lain kalium (K) sebesar 9,2 %, natrium (Na) sebesar 0,5 %, kalsium (Ca) 4,9 %, klor (Cl) sebesar 2,5 %, karbonat (CO3) sebesar 2,6 %, nitrogen (N) sebesar 0,04 % posfat (P) sebesar 1,4 % dan silika (SiO2) sebsesar 59,1 %. Abu Fiber sawit mengandung banyak silika, mencapai ± 60%. Selain itu,abu sawit juga mengandung ion alkali (kalium dan natrium. Briket adalah sumber energi alternatif pengganti minyak tanah dan elpiji dari bahan-bahan bekas atau bahan yang sudah tidak terpakai. Dengan penggunaan briket sebagai bahan bakar, maka kita dapat memanfaatkan limbah produksi yang mudah didapat. Selain itu, penggunaan briket dapat menghemat pengeluaran biaya untuk membeli minyak tanah atau gas elpiji. Dengan memanfaatkan limbah produksi sebagai bahan pembuatan briket maka akan meningkatkan pemanfaatan limbah hasil produksi sekaligus mengurangi resiko pertumbuhan sarang penyakit, karena selama ini yang ada hanya dibiarkan begitu saja. Briket yang dikenal sekarang ini adalah briket batu bara, namun batu bara merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui sehingga lama – kelamaan akan habis. Sabut (serabut) kelapa atau dalam bahasa jawa biasa disebut sepet merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu 35 % dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Serat adalah bagian yang berharga dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75 % dari sabut), dan gabus 175 gram (25 % dari sabut). Sabut kelapa ini banyak dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan maupun sebagai media tanam, sabut kelapa juga digunakan sebagai bahan bakar pengganti kayu oleh para penduduk desa. 2.6 Bungkil Kelapa Sawit Bungkil inti sawit (BIS) merupakan salah satu limbah industri kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan dari ekstraksi inti sawit yang diperoleh melalui proses kimia dan mekanik. Bungkil inti sawit (BIS) cukup potensial digunakan sebagai pakan unggas. Pada saat ini Indonesia menyandang posisi sebagai produsen utama kelapa sawit terbesar di dunia, yang pada tahun 2011 produksi kelapa sawit Indonesia 24,1 juta ton dan pada tahun 2012 memiliki target produksi 25,9 juta ton (BPS, 2011). Menurut Sukria (2009) bungkil inti sawit dapat berperan sebagai sumber penguat atau konsentrat pada pakan karena nilai nutrisi yang tinggi. Kandungan protein yang bervariasi (16 –19%) dipengaruhi oleh kualitas buah sawit dan sistem pengolahannya. Amri (2006) menjelaskan tentang potensi bungkil inti sawit sebagai bahan pakan mengandung 15,43% protein kasar, 15,47% serat kasar, 7,71% lemak, 0,83% Ca, 0,86% P dan 3,79% abu. Protein pada bungkil inti sawit memiliki kualitas yang baik meski lebih rendah nilainya dibanding bahan pakan sumber protein lain, salah satu kelemahan bungkil inti sawit adalah tingkat palatabilitasnya yang rendah. Bungkil inti sawit ditambah air sebanyak 600 ml per kg BIS, kemudian ditiriskan, agar tidak terlalu basah. Bahan yang telah ditiriskan, dikukus dandibiarkan sampai uap air keluar dan ditutup, kemudiandibiarkan selama 30 menit. Proses selanjutnyadidinginkan hingga suhunya ± 70oC dan diaduk bersama campuran mineral (KOMPIANG et al.,1994).Setelah itu dicampur dengan kapang Aspergillus niger sebanyak 6-10 g per kilogram bahan, diaduk sampaimerata dan dimasukkan ke dalam loyang plastik (tray ).Selanjutnya difermentasi pada suhu 30 o C selama 3hari, kemudian dilakukan proses enzimatis selama 2hari dengan cara dipadatkan dalam kantong plastik dengan kondisi hampa udara. Pada proses enzimatisdipergunakan suhu ruang dan 40 o C. Tahap selanjutnyaadalah pengeringan dalam oven pada suhu 60 ° Cselama lebih kurang 2 hari