Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa
otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
Latihan Range of Motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan
dalam proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada pasien dengan stroke. Latihan ini adalah salah satu
bentuk intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk keberhasilan
regimen terapeutik bagi pasien dan dalam upaya pencegahan terjadinya kondisi
cacat permanen pada pasien paska perawatan di rumah sakit sehingga dapat
menurunkan tingkat ketergantungan pasien pada keluarga. Lewis (2007)
mengemukakan bahwa sebaiknya latihan pada pasien stroke dilakukan beberapa
kali dalam sehari untuk mencegah komplikasi.
Melakukan mobilisasi persendian dengan latihan ROM dapat mencegah
berbagai komplikasi seperti infeksi saluran perkemihan, pneumonia aspirasi,
nyeri karena tekanan, kontraktur, trombloplebitis, dekubitus sehingga mobilisasi
dini penting dilakukan secara rutin dan kontinyu. Memberikan latihan ROM
secara dini dapat meningkatkan kekuatan otot karena dapat menstimulasi motor
unit sehingga semakin banyak motor unit yang terlibat maka akan terjadi
peningkatan kekuatan otot (Potter & Perry, 2005).
Penelitian sebelumnya menyatakan latihan Range Of Motion (ROM)
berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot dan kemampuan fungsional,
namun tidak berpengaruh pada luas gerak sendi (Maria Astrid, 2011). Menurut
Potter & Perry (2005), mobilisasi persendian dengan latihan ROM merupakan
salah satu bentuk rehabilitasi awal pada penderita Stroke.

1
Stroke merupakan penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf
lokal atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi
syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain:
kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas
(pelo), mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain
(Riskesdas, 2013).
Stroke telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di Negara-negara yang
sedang berkembang. Menurut WHO, setiap tahunnya diperkirakan 15 juta orang
tersebar di seluruh dunia menderita stroke, dimana kurang lebih 5 juta orang
meningal dan 5 juta orang mengalami cacat permanen. Stroke merupakan
penyebab kematian utama urutan kedua pada kelompok usia diatas 60 tahun, di
Indonesia insiden stroke cenderung meningkat setiap tahunnya meskipun sulit
mendapat data akurat ( Ginanjar,2009).
Menurut riset kesehatan daerah departemen kesehatan republik Indonesia
2011, dalam laporannya mendapatkan bahwa di Indonesia, setiap 100 orang. 8
orang diantaranya terkena stroke. Stroke merupakan penyebab utama kematian
pada semua umur, dengan porsi 15,4%. Setiap 7 orang yang meninggal di
Indonesia, 1 diantaranya karena stroke (depkes RI,2011). Hasil riskesdas 2013
menunjukan prevelensi stroke di Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 8,3% per
1000 penduduk ( Depkes RI,2013) dan menurut Gemari (2007) diramalkan pada
tahun 2020, prevelensi stroke akan meningkat menjadi dua kali lipat.
Berdasarkan hasil peneitian yang telah dilakukan di RSUD Dr. Moewardi
dengan menggunakan instrument lembar observasi derajat kekuatan otot
ekstermitas disertai pengukuran derajat penilaian kekuatan otot tersebut analisa
data diukur dengan uji Wilcoxon pada signifikan 95%. Penelitian tersebut
dilakukan terhadap pasien Stroke yang belum dilakukan ROM dengan keuatan
otot yang rendah, peneliti melakukan terapi ROM setelah dilakukan beberapa
kali peneliti melakuka penilaian kembali terhadap kekuatan otot pasien. Setelah

2
dilakukan penilaian kembali setelah dilakukan ROM ternyata ada peningkatan
derajat kekuatan otot pada pasien. Sesudah terai ROM kekeuatan ototnya
minimal pada derajat mampu menggerkan persendian dan maksimal pada derajat
mampu menggerakan sendi, dapat melawan gravitasi, dan kuat terhadap tahanan
ringan. (irdawati,2008).
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk memfokuskan
masalah pada penerapan prosedur ROM pada pasien dengan gangguan mobilitas
fisik akibat stroke, sehingga penelitian ini berjudul "Penerapan Prosedur Range
Of Motion (ROM) Pada Pasien Dengan Gangguan Mobilitas fisik Akibat Stroke
Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo".

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan prosedur Range Of Motion (ROM) pada pasien dengan
gangguan mobilitas fisik akibat stroke?

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah menggambarkan penerapan
prosedur Range Of Motion (ROM) pada pasien dengan gangguan
mobilitas fisik akibat stroke.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tentang prosedur Range Of Motion (ROM)
b. Menjelaskan tentang gangguan mobilitas fisik

D. Manfaat Studi Kasus


Studi kasus ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Pasien
Membudayakan pengelolaan pasien Stroke dalam pemenuhan kebutuhan
aktivitas.
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

3
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan
dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas pada pasien stroke.
3. Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan,
khususnya studi kasus tentang pelaksanaan pemenuhan kebutuhan
aktivitas pada pasien Stroke.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Prosedur Range Of Motion (ROM)


1. Pengertian
Range Of Motion (ROM) adalah jumlah maksimum gerakan yang
mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu
sagital, transversal, dan frontal. Pengertian ROM lainnya adalah latihan
gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan
otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai
gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan Range Of Motion
(ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan meggerakan persendian
secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot
(Potter & Perry, 2005). Range Of Motion adalah gerakan dalam keadaan
normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersnagkutan (Suratun, dkk,
2008).

2. Tujuan ROM
Tujuan dari ROM yaitu untuk mempertahankan atau memelihara
fleksibilitas dan kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian,
merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan
kontraktur, dan mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan.

3. Manfaat ROM
ROM bermanfaat untuk menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan
otot dalam melakukan pergerakan, mengkaji; tulang, sendi, otot,
mencegah terjadinya kekakuan sendi, memperlancar sirkulasi darah,
memperbaiki tonus otot, meningkatkan mobilitas fisik sendi,
memperbaiki toleransi otot untuk latihan.

5
4. Indikasi ROM
Indikasi ROM yaitu untuk pasien dengan Stroke atau penurunan
kesadaran, pasien dengan kelemahan otot, fase rehabilitasi fisik dan
pasien dengan tirah baring lama.

5. Kontraindikasi ROM
ROM tidak boleh dilakukan pada pasien dengan thrombus/emboli pada
pembuluh darah, kelainan sendi atau tulang dan klien fase imobilitas fisik
karena kasus penyakit (jantung).

6. Jenis-jenis ROM
ROM ada 2 jenis, yaitu:
a. ROM Aktif
ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan seseorang (pasien)
dengan menggunakan energi sendiri.
b. ROM Pasif
ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal
dari orang lain (perawat) atau alat mekanik. Kekuatan otot 50%.
Indikasi latihan pasif adalah pasien dengan semikoma dan tidak
sadar, pasien dengan keterbatasan mobilitas fisik atau tidak
mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak
secara mandiri, pasien dengan tirah baring total atau pasien
dengan paralisis ekstremitas total (Suratun, dkk, 2008).
7. Prosedur ROM
a) Persiapan pasien
Meliputi: Tanda-tanda vital dalam batas normal, Kaji klien dan
rencanakan program latihan yang sesuai untuk klien.
b) Fase orientasi
Meliputi: Memberi salam, memperkenalkan diri, menjelaskan
tujuan tindakan, menjelaskan langkah prosedur dan menanyakan
kesiapan pasien.

6
c) Fase Kerja
1) Cuci tangan
2) Anjurkan klien berbaring dalam posisi yang nyaman
3) Latihan sendi bahu
(a) Satu tangan perawat menopang dan memegang siku,
tangan yang lainnya memegang pergelangan tangan.
(b) Luruskan siku pasien, gerakan lengan pasien menjauhi
dari tubuhnya kearah perawat (Abduksi).
(c) Kemudian Gerakkan lengan pasien mendekati
tubuhnya (Adduksi).
(d) Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh
tempat tidur telapak tangan menghadap ke bawah (rotasi
internal)
(e) Turunkan dan kembalikan ke posisi semula dengan siku
tetap lurus
(f) Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh
tempat tidur, telapak tangan menghadap keatas (rotasi
eksternal)
(g) Turunkan dan kembalikan ke posisi semula dengan siku
tetap lurus
(h) Hindari penguluran yang berlebihan pada bahu
(i) Lakukan sebanyak 10 kali atau sesuai toleransi
4) Latihan sendi siku
(a) Pasien dalam posisi telentang
(b) Perawat memegang pergelangan tangan pasien dengan
satu tangan, tangan lainnya menahan lengan bagian atas
(c) Posisi tangan pasien supinasi, kemudian lakukan
gerakan menekuk (fleksi) dan meluruskan (ekstensi)
siku
(d) Instruksikan agar pasien tetap rileks
(e) Pastikan gerakan yang diberikan berada pada midline
yang benar
7
(f) Perhatikan rentang gerak sendi yang dibentuk, apakah
berada dalam jarak yang normal atau terbatas
(g) Lakukan pengulangan sebanyak 10 kali
5) Latihan lengan
(a) Pasien dalam posisi telentang
(b) Perawat memegang area siku pasien dengan satu
tangan, tangan yang lain menggenggam tangan pasien
ke arah luar (telentang/supinasi) dan ke arah dalam
(telungkup/pronasi)
(c) Instruksikan agar pasien tetap rileks
(d) Lakukan pengulangan sebanyak 10 kali
6) Latihan sendi pergelangan tangan
(a) Pasien dalam posisi telentang
(b) Perawat memegang lengan bawah pasien dengan satu
tangan, tangan yang lainnya memegang pergelangan
tangan pasien, serta tekuk pergelangan tangan pasien ke
atas dan ke bawah
(c) Instruksikan agar pasien tetap rileks
(d) Lakukan pengulangan sebanyak 10 kali
7) Latihan sendi jari-jari tangan
(a) Pasien dalam posisi telentang
(b) Perawat memegang pergelangan tangan pasien dengan
satu tangan, tangan yang lainnya membantu pasien
membuat gerakan mengepal/menekuk jari-jari tangan
dan kemudian meluruskan jari-jari tangan pasien
(c) Perawat memegang telapak tangan dan keempat jari
pasien dengan satu tangan, tangan lainnya memutar ibu
jari tangan pasien
(d) Tangan perawat membantu melebarkan jari-jari pasien
kemudian merapatkannya kembali
(e) Instruksikan agar pasien tetap rileks

8
(f) Lakukan pengulangan sebanyak 10 kali
8) Latihan sendi pangkal paha
(a) Pasien dalam posisi telentang
(b) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan
satu tangan pada tumit
(c) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8
cm dari tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi badan
pasien
(d) Gerakkan kaki mendekati badan pasien
(e) Kembali ke posisi semula
(f) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki
dan satu tangan yang lain di atas lutut
(g) Putar kaki menjauhi perawat
(h) Putar kaki ke arah perawat
(i) Kembali ke posisi semula
(j) Hindari pengangkatan yang berlebihan pada kaki
(k) Lakukan pengulangan sampai 10 kali
9) Latihan sendi lutut
(a) Pasien dalam posisi telentang
(b) Satu tangan perawat dibawah lutut pasien dan pegang
tumit pasien dengan tangan yang lain
(c) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha
(d) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin
(e) Turunkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat
kaki ke atas
(f) Pastikan gerakan yang diberikan berada pada midline
yang benar
(g) Perhatikan rentang gerak sendi yang dibentuk, apakah
berada dalam jarak yang normal atau terbatas
(h) Lakukan pengulangan sebanyak 10 kali
10) Latihan sendi pergelangan kaki

9
(a) Pasien dalam posisi telentang
(b) Perawat memegang separuh bagian atas kaki pasien
dengan satu jari dan pegang pergelangan kaki dengan
tangan lainnya
(c) Putar kaki ke dalam sehingga telapak kiri menghadap ke
kaki lainnya (inversi)
(d) Kembalikan ke posisi semula
(e) Putar kaki keluar (eversi)
(f) Kembalikan ke posisi semula
(g) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien
dan tangan yang lainnya di atas pergelangan kaki. Jaga
kaki lurus dan rileks
(h) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari kaki ke arah dada
pasien (dorso fleksi)
(i) Kembalikan ke posisi semula
(j) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien (plantar
fleksi)
(k) Kembalikan ke posisi semula
(l) Instruksikan agar pasien tetap rileks
(m) Lakukan pengulangan sebanyak 10 kali
11) Latihan sendi jari-jari kaki
(a) Pasien dalam posisi telentang
(b) Perawat memegang pergelangan kaki pasien dengan
satu tangan, tangan yang lainnya membantu pasien
membuat gerakan menekuk jari-jari kaki dan kemudian
meluruskan jari-jari kaki pasien
(c) Tangan perawat membantu melebarkan jari-jari kaki
pasien kemudian merapatkan kembali
(d) Instruksikan agar pasien tetap rileks
(e) Lakukan pengulangan sebanyak 10 kali
12) Dokumentasikan respon pasien selama latihan

10
B. Konsep Dasar Kebutuhan Mobilitas fisik
1. Pengertian
Mobilitas fisik adalah kemampuan seseorang untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk bergerak. Kehilangan
kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini
membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilitas fisik diperlukan untuk
meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya
penyakit degenerative, dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra
tubuh) (Wahit & Nurul, 2008).
Mobilitas dan imobilitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan
klien untuk bergerak dengan bebas. (Novaeastari, E & Supartini, Y,
2015).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas fisik


Menurut Wahit & Nurul (2008) mobilitas fisik dipengaruhi oleh:
a. Gaya hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya,
nilai-nilai yang dianut, serta lingkungan tempat tinggal.
b. Ketidakmampuan
Kemampuan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk
aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum, ketidakmampuan ada
dua macam yaitu ketidakmampuan primer danketidakmampuan
sekunder. Ketidakmampuan primer disebabkan oleh penyakit atau
trauma (misal, paralisis akibat gangguan atau cedera pada medulla
spinalis). Sedangkan ketidakmampuan sekunder terjadi akibat
dampak dari ketidakmampuan primer (misal, kelemahan otot dan
tirah baring).

11
c. Tingkat energi
d. Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilitas
fisik. Dalam hal ini, cadangan energi yang dimiliki individu
bervariasi.
e. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam
melakukan mobilitas fisik. Pada individu lansia, kemampuan
untuk melakukan aktivitas dan mobilitas fisik menurun sejalan
dengan penuaan.

3. Alat Ukur Mobilitas Fisik


Saat mengkaji data tentang masalah imobilitas, perawat
menggunakan pengkajian inspeksi dan palpasi. Selain itu, perawat juga
memerika hasil tes laboratorium serta mengukur berat badan, asupan
cairan, dan haluaran cairan pasien. (Wahit & Nurul, 2008).
Salah satu cara mengkaji kemampuan mobilitas fisik seseorang
yaitu dengan memeriksa kekuatan otot. Menurut (Jabbar, 2012) kekuatan
otot yaitu kontraksi maksimal yang dihasilkan oleh otot, merupakan suatu
kemampuan untuk membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan.
Untuk memeriksa kekuatan otot ada 2 cara yaitu:
a. Pasien diminta menggerakkan bagian ekstremitas atau tubuhnya
dan pemeriksa menahan gerakan ini
b. Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau tubuh pasien
sedangkan pasien diminta menahan gerakan tersebut.
Mengukur/menilai kekuatan otot pasien dengan memakai skala klasik 0,
1, 2, 3, 4, dan 5 sebagai berikut:
a. Skala 0
Artinya tidak mampu bergerak/lumpuh total.
b. Skala 1

12
Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan
pada persendian yang harus digerakan oleh otot tersebut
c. Skala 2
Dapat menggerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah
misalnya telapak tangan diminta telungkup atau bengkok tapi jika
ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak
d. Skala 3
Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya dapat
menggerakkan telapak tangan dan jari
e. Skala 4
Tangan dan jari dapat bergerak dan dapat melawan hambatan
yang ringan
f. Skala 5
Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal

13
4. Proses Terjadinya Gangguan Mobilitas Fisik

(Nanda, 2013)

14
BAB III
METODOLOGI STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus


Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus.
Dimana dalam studi kasus ini peneliti akan meneliti tentang penerapan prosedur
Range Of Motion (ROM) pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik akibat
Stroke.

B. Subyek Studi Kasus


Subyek penelitian ini dilakukan terhadap dua orang pasien yang memiliki
gangguan mobilitas fisik akibat Stroke di RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Sedangkan yang menjadi objek penelitian yaitu prosedur ROM terhadap dua
orang pasien yang memiliki gangguan mobilitas fisik akibat Stroke di RSUPN
Cipto Mangunkusumo.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien usia dewasa, pasien
dengan diagnosa medis Stroke, pasien yang sudah dirawat 2 hari atau lebih,
pasien Stroke tidak dengan nyeri berat. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah bukan pasien dewasa, pasien dengan diagnosa medis bukan Stroke, pasien
yang dirawat kurang dari 2 hari, pasien Stroke dengan nyeri berat, pasien Stroke
yang menolak mengikuti penelitian.

C. Fokus Studi Penelitian


Fokus studi penelitian ini adalah penerapan prosedur Range Of Motion (ROM)
pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik akibat Stroke. Pasien diamati secara
mendalam selama 6 hari yaitu pada tanggal 21 mei 2018 sampai 26 mei 2018
mulai dari pengumpulan data, diagnosa, implementasi penerapan prosedur ROM
sampai evaluasi.

15
D. Definisi Operasional
Pada bagian ini berisi tentang penjelasan/definisi yang dibuat oleh peneliti
tentang fokus studi yang dirumuskan secara operasional yang akan digunakan
pada studi kasus dan bukan merupakan definisi konseptual berdasarkan literatur.
1. Latihan Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
meggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan
massa otot dan tonus otot
2. Gangguan mobilitas fisik adalah terhambatnya kemampuan seseorang
dalam bergerak bebas.

E. Instrumen Studi Kasus


Instrumen yang digunakan dalam studi ini adalah instrumen lembar observasi,
checklis, dan pedoman wawancara.

F. Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan observasi,
wawancara dan dokumentasi berupa rekam medis, pemeriksaan penunjang dan
catatan keperawatan.

G. Tempat dan Waktu Studi Kasus


Studi kasus dilakukan pada tanggal 21 mei sampai 26 mei 2018 di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo Gedung A Lantai 5 Zona A.

H. Analisis Data dan Penyajian Data


Setelah data terkumpul peneliti akan membandingkan data tersebut dengan
penelitian sebelumnya. Studi kasus ini disajikan secara tekstular/narasi.

I. Etika Studi Kasus


Penelitian ini memperhatikan prinsip-prinsip etik, yaitu:

16
1. Respect for persons
a) Menanyakan pada subyek atas ketersediaan untuk diwawancara.
b) Menjelaskan tujuan studi kasus.
c) Membuat informed consent.
2. Beneficience dan Non Maleficience
a) Memaksimalkan manfaat
b) Meminialkan resiko kerugian
c) Menjaga kesejahteraan dan keamanan
d) Kepentingan subyek studi kasus tidak boleh dikalahkan oleh
kepentingan studi kasus.
3. Justice
a) Pembagian beban dan manfaat secara rata
b) Tidak membedakan perlakuan subyek satu dengan lainnya.
Untuk mencegah pelanggaran prinsip etik tersebut maka akan disampaikan
penjelasan dan pernyataan persetujuan (informed consent).

17
DAFTAR PUSTAKA

Bakara, D.M., Warsito, S. (2016). Latihan Range Of Motion (Rom) Pasif Terhadap

Rentang Sendi Pasien Pasca Stroke. Idea Nursing Journal Vol. VII No. 2.

Dinata, C.A., Safrita, Y., Sastri, S. (2013). Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke

Pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok

Selatan Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 201. Jurnal Kesehatan Andalas.

Gemari. (2008) Faktor Resiko Stroke . Gemari edisi 94.

Ginanjar. 2009. Stroke hanya menyerang orang tua? Yogyakarta: Bentang

Pustaka.

Irdawati. (2008). Perbedaan Pengaruh Latihan Gerak Terhadap Kekuatan Otot pada

Pasien Stroke Non Hemorargik Hemiparase Kanan Dibandingkan dengan

Hemiparase Kiri. Diakses dari http://ejornal.undip.ac.id, pada tanggal 14 Mei

2018.

Lewis. (2007). Medical Surgical Nursing Edition St Louis. Diakses dari

http://ejornal.co.id, pada tanggal 17 Mei 2018.

Marlina. (2011). Pengaruh Latihan Rom Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot

Pada Pasien Stroke Iskemik Di Rsudza Banda Aceh. Idea Nursing Journal Vol. I

II No. 1.

Novieastari, E., & Supartini, Y. (2015). Keperawatan Dasar Manual Keterampilan

Klinis Edisi Indonesia. Elsevier.

18
Nurul, Wahit. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia:Teori dan aplikasi Dalam

Praktek.Jakarta : EGC.

Potter dan Perry. (2009). Fundamental keperawtan . Jakarta: ECG.

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Suratun. (2008). Klien Gangguan System Musculoskeletal: Seri Asuhan Keperawatan.

Jakarta : EGC

Sukmaningrum, F., Kristiyawati, S.P., Solechan, A. (2011). Efektivitas Range Of Motion

(ROM) Aktif-Asistif: Spherical Grip Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas

Atas Pada Pasien Stroke Di RSUD Tugurejo Semarang. 327-678-1-SM.

19

You might also like