Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 4 - Model in Vitro Farmakokinetik Obat Bolus Intravena - Kelas C
Kelompok 4 - Model in Vitro Farmakokinetik Obat Bolus Intravena - Kelas C
Kelompok 4 - Model in Vitro Farmakokinetik Obat Bolus Intravena - Kelas C
LABORATORIUM BIOFARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2018
I. TUJUAN
1. Memahami proses in vivo dan perkembangan kadar obat dalam darah setelah pemberian
obat secara bolus intravena.
2. Mampu memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada skala semilogaritma.
II. PRINSIP
1. Kompartemen
Pada model 1 kompartemen, obat menganggap tubuh seperti 1 ruang yang sama
dimana obat secara cepat terdistribusi ke semua jaringan. Pada model 2 kompartemen,
obat menganggap tubuh seperti 2 bagian:
(Shargel, 1988).
Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh,
sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga
kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler.
Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial
adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi
khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna (Waldon,
2008).
3. Intravena bolus
Injeksi intravena (bolus) adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke
dalam pembuluh darah vena atau melalui karet selang infuse dengan menggunakan spuit.
Sedangkan pembuluh darah vena adalah pembuluh darah yang menghantarkan darah ke
jantung. Injeksi intravena bertujuan untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorpsi
dari pada dengan injeksi perenteral lain, menghindari terjadinya kerusakan jaringan serta
memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar. (Neal, 2006)
Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai sehingga diberikan melalui
injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi
obat dalam darah tercapai. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika
melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki
bioavailabilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk
membunuh bakteri (Potter dan Perry, 2006). Pemberian bolus intravena dosis kecil ialah
efektif, tetapi kadang harus diberikan berulang (Sumardi dkk, 2015).
Persamaan kinetika obat dalam darah pada pemberian bolus intravena dengan
satu dosis D yang mengikuti model satu kompartemen diberikan dengan persamaan :
C1 = C0 e – k.t
C1 adalah kadar obat dalam waktu t, C0 adalah kadar obat pada waktu 0, k atau ke adalah
konstanta kecepatan eliminasi obat. Dengan menggunakan kadar obat pada berbagai
waktu, harga C0 dan k dapat dihitung dengan cara regresi linier setelah persamaan
ditransformasikan ke dalam nilai logaritmik :
InC1 = InC0 – k.t.
Parameter farmakokinetik dibagi menjadi:
1) Parameter primer
Merupakan parameter yang harganya dipengaruhi secara langsung oleh variabel fisiologis,
yaitu:
a. Clearance (Cl)
Menunjukkan berapa banyak urin yang dikeluarkan per waktu / kemampuan
mengeliminasi (satuannya: volume/waktu). Parameter ini dipengaruhi oleh ginjal.
Rumus : Cl = Konstanta eliminasi (Ke) x Vd (Volume distribusi)
b. Volume distribusi (Vd)
Menggambarkan volume teoritis di mana obat terdistribusi pada plasma darah
Rumus: Vd = Dosis (Do) dibagi Cpo (kadar) <- hanya untuk 1 kompartemen terbuka.
c. Tetapan Kecepatan absorbsi (Ka)
Dipengaruhi oleh enzim, luas permukaan, fili, dan fisiologi usus
2) Parameter sekunder
Dipengaruhi oleh parameter primer
a. Waktu paruh (t1/2)
Jika terjadi gangguan pada ginjal yang menyebabkan clearance terganggu
maka waktu paruh juga terpengaruh. Jika Clearance naik maka t1/2 turun -> karena
obat cepat dieksresi. Jika Clearance turun maka t1/2 naik -> karena obat lama dieksresi.
3) Parameter turunan
parameter ini dipengaruhi oleh parameter primer, sekunder maupun besaran lain,
misalnya
a. Area Under Curve
(AUC) yang dipengaruhi oleh Clearance. Jika fungsi eliminasi turun, AUC akan naik
dan sebaliknya.
b. Klirens dan Volume distribusi
merupakan parameter farmakokinetika primer yang nilainya dipengaruhi
langsung oleh variabel biologis (Shargel, 2005).
4.1 Alat
a) Buret dan Statif
b) Gelas Kimia
c) Hot Plate
d) Kuvet
e) Neraca Analitik
f) Spatel
g) Spektrofotometer UV-Vis
h) Suntikan 5 mL
i) Tabung Kompartemen (Gelas Kimia dengan Keran)
j) Termometer
k) Vial
4.2 Bahan
a) Aquades
b) CTM
4.3 Gambar Alat
V. PROSEDUR.
1.1 Pelaksanaan Uji
Gelas kimia diisi dengan 250 mL aquades dan dipanaskan hingga mencapai suhu
37oC. Dilakukan pembuatan larutan obat CTM 50 mg/mL. Aquadest dimasukkan ke
dalam rangkaian alat pengujian (buret dan gelas kimia dengan keran) lalu dimasukkan
5 mL larutan obat CTM secara sekaligus ke dalam tabung kompartemen (gelas kimia
dengan keran). Dibuka keran pada buret dan gelas kimia dan diatur laju alir kedua alat
sama dan konstan. Cuplikan sebanyak 5 mL diambil pada waktu 15, 30, 45, 60 dan 90,
pada setiap pengambilan cuplikan ditambahkan aquades sebanyak volume cuplikan
(5 mL). Cuplikan disimpan dalam vial lalu dianalisis kadar obatnya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Dihitung parameter farmakokinetiknya antara lain volume
distribusi (Vd), klirens (Cl) dan waktu paruh (T1/2) serta dibuat grafiknya.
0,6
0,4
0,3 Y-Values
Linear (Y-Values)
0,2
0,1
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi (ppm)
Perhitungan
Menit ke-15
A = 0,5885
y = 0,044x + 0,0508
0,5885−0,0508
x= =12,2205 ppm atau 12,2205 g/ml
0,044
5 𝑚𝑙
FK15 = 250 𝑚𝑙 × 3055,1137 g = 61,1023 g
3,055 𝑚𝑔
%terdisolusi = 5 𝑚𝑔
× 100% = 61,1%
Menit ke-30
A = 0,5150
y = 0,044x + 0,0508
0,5150−0,0508
x= 0,044
=10,55 ppm atau 10,55 g/ml
= 2637,5 g
= 2,6375 mg
= 2698,6023 g
= 2,6986 mg
5 𝑚𝑙
FK30 = 250 𝑚𝑙 × 2698,6023 g = 53,9720 g
2,6986 𝑚𝑔
%terdisolusi = 5 𝑚𝑔
× 100% = 53,972%
Menit ke-45
A = 0,4581
y = 0,044x + 0,0508
0,4581−0,0508
x= 0,044
=9,256 ppm atau 9,256 g/ml
= 2314 g
= 2,314 mg
= 2,367972 mg
5 𝑚𝑙
FK45 = × 2367,972 g = 47,35944 g
250 𝑚𝑙
2,367972 𝑚𝑔
%terdisolusi = 5 𝑚𝑔
× 100% = 47,359 %
Menit ke-60
A = 0,4268
y = 0,044x + 0,0508
0,4268−0,0508
x= = 8,545 ppm atau 8,545 g/ml
0,044
= 2316,25 g
= 2,31625 mg
= 2183,609 g
= 2,183609 mg
5 𝑚𝑙
FK60 = × 2183,609 g = 43,672 g
250 𝑚𝑙
2,183609 𝑚𝑔
%terdisolusi = 5 𝑚𝑔
× 100% = 43,672 %
Menit ke-90
A = 0,2018
y = 0,044x + 0,0508
0,2018−0,0508
x= = 3,431 ppm atau 3,431 g/ml
0,044
= 857,75 g
= 0,85775 mg
= 901,422 g
= 0,901422 mg
5 𝑚𝑙
FK90 = 250 𝑚𝑙 × 901,422 g = 18,028 g
0,901422 𝑚𝑔
%terdisolusi = 5 𝑚𝑔
× 100% = 18,028 %
Kurva Semi-log
100
Konsentrasi (ppm)
y = -0,1124x + 14,196
R² = 0,9592
12,2205
10 10,55
9,256 8,545
Konsentrasi
Linear (Konsentrasi)
3,431
1
0 20 40 60 80 100
Waktu (menit)
a) Menentukan k
−𝑘 logCp1 − logCp2
=
2,303 t2 − t1
−𝑘 1,023 − 0,966
=
2,303 45 − 30
0,1312
−𝑘 =
15
0,00874 0,5244
−𝑘 = =
menit jam
b) C0 = g/ml
−𝑘 logCp1 − logCp2
=
2,303 t2 − t1
0.00874 log 𝑥 − 0,966
=
2,303 45 − 0
Log x= 0.176
x= 1.499 ppm
Dosis
c) Vd =
Co
1000µg
Vd =
1.499 µg/ml
Vd = 667.11 ml = 0.667 L
d) Cl = k. Vd
Cl = 0.5244/ jam x 0.667 L
Cl= 0.786 L/jam
e) t1/2 = 0.693/k
t1/2 = 0.693/0,5244
t1/2 = 1.32 jam
VII. PEMBAHASAN
Praktikum uji in vitro farmakokinetik obat pemberian secara bolus intravena
bertujuan untuk mengetahui perkembangan kadar obat setelah pemberian obat dan
menentukan parameter farmakokinetika yang berkaitan dengan pemberian secara bolus
intravena. Parameter farmakokinetik yang diukur yaitu waktu paruh (t1/2), konsentrasi obat
dalam darah pada waktu tertentu (Ct) dan klirens (Cl), dan Volume distribusi(Vd). Waktu
paruh dalam plasma adalah waktu dimana konsentrasi obat dalam plasma menurun
separuhnya dari nilai seharusnya. Klirens suatu obat adalah factor yang memprediksi laju
eliminasi yang berhubungan dengan konsentrasi suatu obat tanpa mempermasalahkan
mekanisme prosesnya. Volume distribusi adalah volume yang didapatkan pada saat obat
didistribusikan.
Bolus intravena merupakan salah satu cara pemberian obat secara intravaskular.
Pada pemberian secara bolus intravena, obat yang diberikan akan sekaligus masuk ke
dalam peredaran darah dan obat tidak akan mengalami proses absorpsi sehingga obat akan
langsung terdistribusi ke jaringan dan di metabolisme sebelum akhirnya diekskresikan.
Selain secara bolus, pemberian obat secara intravaskular juga dapat dilakukan secara
kontinyu dengan suatu kecepatan yang konstan seperti pemberian infus.
Percobaan diawali dengan pembuatan larutan CTM 1 mg/ml sebanyak 5 ml. CTM
berfungsi sebagai obat uji yang diinjeksikan ke dalam darah. CTM ditimbang sebanyak 50
mg dan dilarutkan dalam aquades sebanyak 50 ml sehingga didapat CTM 1 mg/ml.
Buret dipasang pada statif dan dijepit dengan klem, berfungsi sebagai simulasi aliran
darah. Beaker dengan kran dan pompa peristaltic yang berisi aquades berfungsi sebagai
simulasi kompartemen darah atau cairan tubuh. Aquades yang diisikan ke dalam beaker
Larutan aquadest diilustrasikan sebagai volume distribusi obat dalam tubuh. Volume
distribusi (Vd) menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma
atau serum. Volume distribusi yang diperoleh mencerminkan suatu keseimbangan antara
ikatan pada jaringan, yang mengurangi konsentrasi plasma dan membuat nilai distribusi
lebih besar, atau ikatan pada protein plasma yang meningkatkan konsentrasi plasma dan
membuat volume distribusi menjadi lebih kecil. Perubahan-perubahan dalam ikatan dengan
jaringan ataupun dengan plasma dapat mengubah volume distribusi yang ditentukan dari
pengukuran-pengukuran konsentrasi plasma. Pada percobaan ini digunakan satu wadah
sebagai ilustrasi model kompartemen satu terbuka. Model ini menganggap bahwa berbagai
perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan
kadar obat dalam jaringan. Beaker berukuran 100 ml diletakkan di bawah beaker kran untuk
menampung cairan yang keluar dari keran, berfungsi untuk simulasi eksresi.
Larutan obat CTM sebanyak 5 ml dimasukkan ke beaker kran. Setelah CTM terlarut
dalam larutan, dilakukan pengadukan secara terus menerus yang menggambarkan seperti
aliran darah yang mengalir dalam tubuh dengan kecepatan konstan. Kemudian kran beaker
dan kran buret dibuka secara bersamaan dengan kecepatan yang konstan, yang dianggap
sebagai proses eksresi renal, dan dihitung waktunya menggunakan stopwatch. Proses ini
disimulasikan sebagai klirens (Cl). Klirens suatu obat adalah suatu ukuran eliminasi obat
dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya jaringan tubuh atau
organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume
distribusi) dimana obat terlarut didalamnya.
Kecepatan pengeluaran dari beaker harus sama dengan buret. Hal ini bertujuan untuk
menggambarkan sistem distribusi pada sistem peredaran darah. Setelah diadministrasikan,
konsentrasi obat dalam darah akan berkurang per interval waktu dan aquades yang keluar
dari buret dan masuk ke dalam beaker akan menggantikan aquades yang keluar dari beaker.
Hal ini dilakukan karena sistem peredaran darah manusia merupakan sistem peredaran
darah tertutup sehingga volume cairan (darah) yang ada akan konstan sehingga yang
berubah hanyalah konsentrasi obat dalam darah.
Pada interval waktu 15; 30; 45; 60; dan 90 menit setelah alat dijalankan, cuplikan
diambil dengan syringe sebanyak 5 ml, kemudian ditambahkan aquades baru sebanyak
volume yang sama dengan volume cuplikan diambil yaitu 5 ml. Cuplikan yang diambil,
dianggap sebagai cairan yang hilang karena eksresi, sedangkan aquades baru yang
ditambahkan, dianggap sebagai air yang diminum.
Kadar obat pada tiap interval waktu kemudian ditentukan dengan instrumen
spektrofotometer UV, dengan diukur absorbansi atau serapannya pada panjang gelombang
260 nm. Panjang gelombang tersebut merupakan panjang gelombang maksimal obat CTM
sehingga diukur pada 260 nm. Absorbansi yang didapat, kemudian dihitung
konsentrasinya dengan memasukkannya pada persamaan yang didapat dari kurva standar
CTM yang telah dihitung sebelumnya. Setelah didapatkan konsentrasi obat, kemudian
plotkan data konsentrasi obat sebagai fungsi waktu pada skala semilogaritmik dan hitung
nilai Co, K, Vd, Cl, dan t1/2.
VIII. KESIMPULAN
Tuarissa, S., Wullur, A. C., dan Citraningtyas, G. 2014. Profil Penggunaan Obat
Klorfeniramin Maleat pada Masyarakat di Kelurahan Bailang dan
Kelurahan Karombasan Kota Manado. Pharmacon – Jurnal Ilmiah Farmasi
Unsrat. 3(4): 22-37.
Lampiran