Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mutakhir (State of The Art Review)


Penelitian mengenai rele jarak saat ini telah banyak dilakukan. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait rele jarak tersebut, dijadikan
sebagai acuan (referensi) dalam pengembangan pembahasan pada usulan tugas
akhir ini. Hal ini dilakukan bertujuan untuk menentukan batasan – batasan
masalah yang akan dibahas pada penelitian ini. Adapun beberapa tinjauan
mutakhir dari referensi penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

1) Penelitian yang berjudul “Studi Pengaruh Mutual Indutance Terhadap Setting


Rele Jarak Pada Saluran Transmisi Double Circuit 150 kV Antara GI Kapal –
GI Pemecutan Kelod” oleh Ahmad Ridwan (2010)

Penelitian tersebut membahas mengenai pengaruh mutual inductance


terhadap setting rele jarak pada saluran transmisi double ciruit 150 kV antara GI
Kapal – GI Pemecutan Kelod.

2) Penelitian yang berjudul “Analisis Setting Rele Jarak Pada Sistem SUTT 150
kV Pembangkit Celukan Bawang” oleh Bhimantara Ari Sugandi (2010)
dengan metode analisis perhitungan.

Penelitian tersebut membahas mengenai besar nilai setting dan pembagian


zone pengaman yang sesuai untuk rele jarak pada saluran Gilimanuk – Celukan
Bawang, saluran Celukan Bawang – Pemaron, dan saluran Kapal – Celukan
Bawang. Rele jarak yang digunakan pada analisis tersebut adalah jenis rele
Quadramho.

5
6

3) Penelitian yang berjudul “Setting Rele Jarak Pada Sistem SUTT 150 kV GI
Kapal – GI Padang Sambian Menggunakan Metode Adaptive Neuro – Fuzzy
Inference System (ANFIS)” oleh M. Nordiansyah (2014) dengan metode
ANFIS.

Penelitian tersebut membahas tentang menentukan setting rele jarak pada


sistem SUTT 150 kV GI Kapal – GI Padang Sambian menggunakan metode
Adaptive Neuro – Fuzzy Inference System (ANFIS).

4) Penelitian yang berjudul “Comparative Evaluation of Adaptive and


Conventional Distance Relay for Parallel Transmission Line with Mutual
Coupling” oleh S.G. Srivani, Chandrasekhar Reddy Atla, dan K.P. Vittal
(2008) dengan metode simulasi pada PSCAD / EMTDC.

Penelitian ini membahas tentang evaluasi perbandingan adaptif rele jarak


dengan konvensional rele jarak pada jaringan transmisi dengan memperhitungkan
mutual coupling.

2.2 Sistem Proteksi (Pengaman Sistem)


Tingkat keandalan suatu sistem tenaga listrik ditinjau dari frekuensi
pemadaman dan waktu pemadaman. Semakin tinggi frekuensi pemadaman dan
semakin lama waktu pemadaman, maka tingkat keandalan sistem tenaga listrik
tersebut semakin rendah. Pemadaman tersebut biasanya dapat terjadi dikarenakan
adanya gangguan pada sistem tersebut, baik berupa gangguan internal sistem
ataupun gangguan eksternal dari sistem tenaga listrik. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut dibutuhkan mekanisme yang dapat menghindari frekuensi
pemadaman dan waktu pemadaman yang terlampau sering dalam waktu yang
cukup lama. Oleh sebab itu, dibutuhkan sistem proteksi (pengaman sistem) untuk
mengamankan jaringan tenaga listrik.
Suatu sistem proteksi jaringan SUTT dapat dibagi dalam dua bagian yakni
(Parhusip,dkk,2012):
7

a) Proteksi utama
Sistem proteksi yang diharapkan bekerja sesegera mungkin ketika terjadi
kondisi abnormal atau gangguan pada daerah pengamanan.
b) Proteksi cadangan
Sistem proteksi yang dimungkinkan apabila pengaman utama tidak dapat
bekerja. Pada proteksi cadangan ini pula dapat dibagi menjadi dua kategori
yaitu :
 Sistem proteksi cadangan lokal
Sistem proteksi cadangan yang dapat bekerja, apabila pengaman utama
yang sama gagal bekerja, contoh : penggunaan OCR dan GFR.
 Sistem proteksi jarak jauh
Sistem proteksi ini dapat bekerja apabila pengaman utama di tempat lain
gagal bekerja.
Pada dasarnya sistem proteksi harus memenuhi syarat – syarat diantaranya
adalah (Aljufri,dkk,2011) :
a) Cepat yakni mampu bekerja secepat mungkin memisahkan bagian yang
mengalami gangguan dari sistem jaringan yang normal.
b) Sensitif yakni peka terhadap gangguan sekecil apapun.
c) Selektif yakni mampu mengetahui letak gangguan dan memilih pemutus
jaringan terdekat, dengan begitu saluran yang mengalami gangguan saja yang
dipisahkan dari sistem.
d) Andal yakni hanya akan bekerja bila diperlukan (bila kondisi abnormal atau
bekerja saat terjadi gangguan saja) dan tidak bekerja saat kondisi sistem
jaringan dalam keadaan normal.
Adapun tujuan adanya proteksi pada suatu sistem diantaranya adalah
(Tobing,2008) :
a) Mengurangi kerugian produksi
b) Menempatkan dan memisahkan gangguan dari peralatan
c) Mengetahui jenis gangguan
d) Melindungi sistem
8

e) Meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan oleh adanya gangguan pada


sistem
f) Melindungi sistem dari jatuh tegangan (drop voltage) untuk mempertahankan
kestabilan
g) Melindungi keselamatan manusia (pekerja)

2.3 Rele Jarak (Distance Relay)


Rele proteksi merupakan salah satu komponen penting dalam sistem
pengamanan saluran transmisi yang digunakan untuk mengamankan jaringan
sistem tenaga listrik. Fungsi utamanya adalah ketika terdapat gangguan pada
sistem, maka peralatan sensing pada rele bekerja mendeteksi adanya gangguan
tersebut dan selanjutnya sinyal dikirim menuju circuit breaker (pemutus) untuk
memutuskan jaringan yang mengalami gangguan (Permana,2010). Salah satu rele
proteksi yang digunakan pada sistem jaringan tenaga listrik adalah rele jarak
(distance relay).
Rele jarak adalah rele pengaman utama pada saluran transmisi. Rele ini
menggunakan pengukuran tegangan dan arus untuk mendapatkan impedansi
saluran yang diamankan. Rele akan bekerja jika impedansi terukur di dalam batas
setting. Rele jarak bergantung pada jarak gangguan yang terjadi terhadap rele
proteksi dan tidak bergantung pada besarnya arus gangguan yang terjadi
(Wisatawan,dkk,2012).

Gambar 2.1 Daerah Pengamanan (Zone) Rele Jarak


(Sumber : PLN,2006)
9

Rele jarak (distance relay) membagi daerah operasinya menjadi beberapa


daerah (zone), dimana di setiap area (zone) memiliki reaksi rele jarak yang
berbeda – beda. Berikut ini penjelasan area cakupan (zone) pada rele jarak
(distance relay) (Wisatawan,dkk,2012) :
a) Zone 1 : merupakan daerah proteksi utama. Pada daerah ini rele jarak bekerja
seketika (instantaneous), tanpa adanya perlambatan waktu. Batas zona 1 ini
yaitu dari lokasi rele jarak sampai 80% panjang saluran transmisi.
b) Zone 2 : merupakan daerah proteksi cadangan dari zone 1, dengan daerah
bekerja meliputi seluruh daerah pada saluran pertama ditambah dengan 20%
daerah yang berada setelah bus depan. Dengan kata lain 100% panjang saluran
pertama ditambah 20% panjang saluran berikutnya, berarti daerah proteksi
rele jarak sampai 120% panjang saluran transmisi. Reaksi rele jarak ini
mengalami perlambatan waktu, karena daerah ini adalah daerah cadagan zone
1.
c) Zone 3 : merupakan daerah proteksi cadangan dari zone 2, dengan daerah
meliputi seluruh daerah pada saluran pertama dan kedua ditambah 20%
panjang saluran ketiga. Dengan kata lain zone 3 ini bekerja mengamankan
220% dari panjang saluran pertama. Dikarenakan fungsinya sebagai cadangan
dari zone 2, maka perlambatan waktunya lebih besar daripada zone 2.
Selain zone 1, zone 2, dan zone 3, biasanya rele jarak juga memiliki daerah
(zone) pembalikan arah daerah ketiga (zone 3 reversed). Zone 3 reversed ini
berfungsi untuk menutupi kelemahan pada zone 3, dikarenakan zone ini mudah
terpengaruh jika sistem mengalami kondisi ayunan daya (power swing). Kondisi
ini mengakibatkan nilai impedansi pada saat beban lebih mendekati nilai
impedansi saat gangguan sehingga rele jarak dapat bekerja. Oleh sebab itu,
dengan adanya zone 3 reversed, maka rele jarak tidak bekerja apabila terjadi
ayunan daya (power swing).
10

2.3.1 Prinsip Kerja Rele Jarak


Rele jarak mengukur tegangan pada titik rele dan arus gangguan yang terlihat
dari rele, dengan membagi besaran tegangan dan arus. Sehingga perhitungan
impedansi dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini (Tobing,2008) :
= / ......................................................................................................(2.1)
Dimana :
= Impedansi (Ω)
= Tegangan (V)
= Arus gangguan (A)
Rele jarak bekerja dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Rele akan trip jika nilai impedansi gangguan lebih kecil daripada impedansi
setting (Zf < Zset).
b) Rele tidak akan trip jika nilai impedansi gangguan lebih besar daripada
impedansi setting (Zf > Zset).
Rele jarak (distance relay) didalam mengamankan saluran transmisi memiliki
4 komponen dasar yakni seperti penjelasan berikut ini (Titarenko dan
Noskov,1987) :

Gambar 2.2 Rangkaian Komponen Dasar Rele Jarak (Distance Relay)


(Sumber : Titarenko dan Noskov,1987)
11

a) Huruf C merupakan komponen starting, komponen ini berfungsi sebagai


pembatas gangguan sehingga apabila gangguan terjadi di luar zone maka rele
tidak boleh bekerja.
b) Huruf P yang ditunjukkan pada gambar di atas ditandai sebagai komponen
power directional, komponen ini berperan mengijinkan suatu pengaman
bekerja apabila terdapat gangguan dengan arah dari bus ke saluran transmisi
yang diamankan.
c) Huruf D pada gambar di atas menunjukkan komponen distance yang berfungsi
menentukan nilai impedansi dari perbandingan tegangan dan arus (Ur/Ir)
sehingga dapat mengukur jarak dari pengaman ke titik gangguan yang terjadi.
d) Sedangkan huruf T adalah komponen time delay, komponen ini merupakan
rangkaian waktu dimana nilainya tergantung dari jarak pengaman ke titik
gangguan.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa arus dan tegangan yang terbaca
pada CT dan VT dibandingkan pada komponen power directional (P) dan
komponen distance (D) untuk memperoleh arah gangguan dan nilai impedansi
gangguan, kemudian dari hasil perbandingan tersebut pula ditentukan gangguang
yang terjadi termasuk zone 1, zone 2, atau zone 3 sehingga rele dapat bereaksi.

2.3.2 Setting Rele Jarak


Dalam setting rele jarak, pertama – tama ditetapkan terlebih dahulu nilai
impedansi di sistem tenaga primer. Sehingga impedansi sekunder dapat dihitung
dengan persamaan berikut ini (Samuel,dkk,2012) :
= ( ) .........................................................................................(2.2)

Dimana :
= Impedansi sekunder (Ω)
= Impedansi primer (Ω)
= Rasio Transformator Arus (A)
= Rasio Transformator Tegangan (V)
12

Sedangkan berikut ini adalah penjelasan setting rele jarak pada setiap zona
(Suprijono,2012) :
1) Setting zone 1
Setting zone 1 tidak mencakup 100% saluran yang diamankan (diproteksi).
Zone 1 biasanya diseting 80% dari panjang saluran transmisi. Hal – hal yang perlu
diperhatikan dalam setting zone 1 ini adalah :
a) Unit zona 1 tidak diperbolehkan bekerja apabila terdapat gangguan di
terminal ujung saluran dan bekerja seketika apabila terdapat gangguan
terdeteksi. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3, apabila terjadi
gangguan pada F1 atau pada F2 maka rele R1 dan R4 bekerja. Apabila
gangguan terjadi pada F1 maka seharusnya hanya rele – rele pada saluran
tersebut yang bekerja, yakni rele R1 dan R2, sedangkan rele R4 tidak
bekerja.

Gambar 2.3 Jangkauan Zone 1 Tidak Boleh Hingga Terminal Depan


(Sumber : Suprijono,2012)
b) Jangkauan zona 1 tidak boleh kurang dari 50% panjang saluran,
dikarenakan tahanan gangguan. Sebab akan ada daerah pada saluran
tersebut yang tidak mempunyai proteksi seketika.

2) Setting zone 2
Setting zone 2 ini biasanya diseting mencakup hingga beberapa bagian saluran
depan kedua. Impedansi setting zone 2 ini yakni 100% saluran depan ditambah 20
% saluran depan kedua. Prinsip penyetelan rele pada zona 2 yakni :
a) Zona 2 harus mencakup minimum gangguan di rel depan, dikarenakan
adanya variasi nilai tahanan gangguan. Rele zona 2 diseting 20% lebih
besar dari impedansi gangguan, dengan memberi tahanan gangguan
terbesar yang mungkin terjadi.
13

b) Unit zona 2 dengan memperhatikan bila adanya transformator di rel depan,


maka zona ini tidak boleh bekerja bila adanya gangguan pada
transformator tersebut. Zona ini sebenarnya dapat mencakup gangguan
pada transformator, asalkan waktu kerja zona ini lebih lama dari waktu
kerja rele – rele proteksi cadangan trafo terlama yang mungkin terjadi.
Dikarenakan zona ini ditujukan sebagai proteksi cadangan utama pada
saluran transmisi, maka waktu penyetelan tidak diperkenankan lebih besar
dari waktu penyetelan terlama dari proteksi cadangan. Penyetelan zona 2
hampir selalu tidak boleh mencakup gangguan pada transformator di rel
depan.

3) Setting zone 3
Jangkauan zona 3 merupakan cadangan unit zona 2 sehingga jangkauannya
lebih jauh dari jangkauan zona 2. Jangkauan zona ini biasanya diseting 220%
melewati saluran di depan dan saluran di depan kedua. Transformator berada di
rel depan, maka zona 3 diseting lebih kecil dari impedansi saluran di depan
ditambah reaktansi transformator. Bila waktu penyetelan proteksi cadangan
terlama transformator lebih kecil dari waktu penyetelan zona 3, maka penyetelan
zona 3 tidak perlu dirubah. Tetapi bila lebih besar dari waktu penyetelan zona 3,
maka waktu penyetelan zona ini dapat diperbesar. Rata – rata waktu penyetelan
zona 3 lebih besar dari waktu cadangan rele – rele transformator.

2.3.3 Karakteristik Rele Jarak (Distance Relay)


Karakteristik rele jarak adalah penerapan dari prinsip dasar rele jarak.
Berdasarkan karakteristik kerjanya, rele jarak dapat dibagi menjadi beberapa jenis
diantaranya (Tobing,2008) :

2.3.3.1 Karakteristik Impedansi


Karakteristik ini mempunyai lingkaran dengan titik pusat di tengah.
Kelemahannya adalah tidak berarah, karena kedua besaran yang dibandingkan
yakni arus dan tegangan dibangkitkan secara mekanis. Masing – masing kopel
14

yang dibangkitkan tidak tergantung fasanya. Rele bekerja untuk gangguan di


depan dan di belakang rele. Sebagai sistem pengaman, rele ini harus dilengkapi
dengan rele arah (directional) sebagai rele pengukur.

Gambar 2.4 Karakteristik Impedansi


(Sumber : Parhusip,dkk,2012)

2.3.3.2 Karakteristik Mho (Admitansi)


Rele jenis ini bersifat directional, sehingga tidak perlu ditambahkan elemen
penyearah karena rele hanya akan mengamankan gangguan di depannya. Namun
rele jenis ini memiliki keterbatasan dalam mengantisipasi gangguan tanah high
resistance.

Gambar 2.5 Karakteristik Operasi Dari Rele Jarak Tipe Mho


(Sumber : Suprijono,2012)

Dari gambar di atas terlihat bahwa karakteristiknya berupa lingkaran yang


melalui titik asal (0,0). Impedansi yang terukur hanya dalam satu arah saja,
15

dengan demikian rele ini secara otomatis bersifat rele jarak terarah
(Suprijono,2012).

2.3.3.3 Karakteristik Reaktansi


Impedansi yang dilihat pada rele jarak jenis ini tidak memperhatikan adaanya
tahanan busur, karena dianggap tahanan busur untuk berbagai gangguan hampir
sama. Rele ini hanya mengukur komponen reaktif dari impedansi jaringan. Rele
ini memiliki sifat tidak berarah (non directional), sehingga perlu ditambah rele
arah (directional) dalam pengaplikasiannya pada jaringan transmisi. Dengan
setting jangkauan resistif yang cukup besar, maka rele ini dapat mengantisipasi
gangguan tanah dengan nilai tahanan yang tinggi.
Jika reaktansi yang dilihat rele lebih kecil dari reaktansi yang diatur, maka rele
akan bekerja. Rele ini baik digunakan untuk pengamanan gangguan tanah
dikarenakan karakteristik rele jenis ini kurang dipengaruhi oleh adanya tahanan
busur sewaktu terjadinya hubung singkat satu fasa ke tanah. Berikut ini
merupakan gambar dari karakteristik reaktansi :

Gambar 2.6 Karakteristik Reaktansi Dengan Starting Mho


(Sumber : Parhusip,dkk,2012)

2.3.3.4 Karakteristik Quadrilateral


Karakteristik rele jenis ini adalah kombinasi dari 3 jenis yakni : resistif,
reaktansi, dan berarah. Dengan setting jangkauan resistif cukup besar, maka
16

karakteristik rele ini dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan yang
tinggi (high resistance). Namun kecepatannya sedikit lebih lambat dari jenis Mho.

Gambar 2.7 Karakteristik Quadrilateral


(Sumber : Parhusip,dkk,2012)

2.3.4 Pola Proteksi Rele Jarak (Distance Relay)


Dalam mengamankan saluran transmisi dari berbagai gangguan yang dapat
terjadi, rele jarak diharapkan dapat ditripkan dengan seketika pada kedua sisi
ujung saluran. Oleh sebab itu, rele jarak perlu dilengkapi fasilitas teleproteksi
(PLN,2006). Pola proteksi pada rele jarak ditentukan berdasarkan kebutuhan
untuk keamanan perlatan dan keandalan operasi sistem, selain itu pula tidak
mengesampingkan aspek – aspek investasi. Berikut ini berbagai jenis pola
proteksi pada rele jarak (Parhusip,dkk,2012) :
a) Pola proteksi dasar (basic)
Pola proteksi ini bekerja secara instant pada area setting zone 1, bekerja
dengan back up time untuk zone 2 dan zone 3 tanpa dilengkapi teleproteksi.

Gambar 2.8 Pola Proteksi Basic


(Sumber : Parhusip,dkk,2012)
17

b) Pola proteksi dilengkapi teleproteksi


Berikut ini pola proteksi pada sistem jaringan tenaga listrik yang dilengkapi
dengan teleproteksi (Sudrajat,dkk,2014) :
 Permissive Underreach Transfer Trip Scheme (PUTT)
Peralatan teleproteksi (TP) pada pola ini akan mengirim sinyal ke
peralatan teleproteksi (TP) pada gardu induk di depannya, apabila rele
mendeteksi gangguan pada zona 1. Pada gardu induk yang menerima
sinyal, apabila rele mendeteksi gangguan pada zona 2 dan menerima
sinyal TP, maka rele akan memberikan perintah trip waktu zona 1. Berikut
ini skema PUTT :

Gambar 2.9 Skema PUTT


(Sudrajat,dkk,2014)

 Permissive Overreach Transfer Trip (POTT)


Peralatan teleproteksi (TP) mengirim sinyal ke peralatan teleproteksi (TP)
pada gardu induk di depannya apabila mendeteksi gangguan zona 2. Pada
gardu induk yang menerima sinyal, apabila rele jarak mendeteksi
gangguan pada zona 2, maka memberikan perintah trip pada waktu zona 1.
Berikut ini skema POTT :

Gambar 2.10 Skema POTT (Sudrajat,dkk,2014)


18

 Blocking Scheme
Peralatan teleproteksi pada pola ini mengirim sinyal ke peralatan
teleproteksi pada gardu induk di depannya apabila rele mendeteksi
gangguan pada reverse zone. Pada gardu induk yang menerima sinyal,
apabila rele mendeteksi gangguan pada forward zone zona 2, maka rele
akan memberikan perintah blocking. Apabila rele tidak menerima sinyal
namun mendeteksi gangguan pada daerah depan (zone 2), maka rele akan
memberikan perintah trip seketika. Berikut ini skema Blocking :

Gambar 2.11 Skema Blocking


(Sudrajat,dkk,2014)
2.4 Mutual Induktansi (Mutual Inductance)
Induktansi merupakan sifat suatu rangkaian listrik yang dapat menyebabkan
timbulnya ggl (gaya gerak listrik atau potensial listrik) di dalam rangkaian sebagai
akibat perubahan arus yang melewati rangkaian tersebut (self inductance) atau
akibat perubahan arus yang melewati rangkaian lainnya (induktansi bersama atau
mutual inductance) (Anindita,dkk,2013). Induktansi ini dapat muncul dikarenakan
adanya medan listrik yang ditimbulkan oleh arus listrik.
Bila arus mengalir dalam suatu rangkaian listrik, maka timbul medan listrik.
Gambar 2.12 menunjukkan suatu saluran dengan medan listrik yang terjadi. Garis
– garis flux tersebut membentuk lingkaran – lingkaran tertutup yang meliputi
rangkaian. Perubahan arus dalam kedua penghantar tersebut menyebabkan suatu
perubahan banyaknya garis flux yang meliputi rangkaian. Setiap perubahan flux
yang meliputi suatu rangkaian akan mengibas tegangan dalam rangkaian tersebut
(Mismail,1983).
19

Gambar 2.12 Medan Listrik Di Sekitar Penghantar


(Sumber : Mismail,1983)

2.5 GMD (Geometric Mean Distance) dan GMR (Geometric Mean Radius)
Pada saluran transmisi double circuit, induktansi juga dipengaruhi oleh GMD
(Geometric Mean Distance) dan GMR (Geometric Mean Radius). Radius rata –
rata geometris (GMR) dari suatu luas adalah limit dari jarak rata – rata geometris
(GMD) antara pasangan elemen dalam suatu luas tersebut, bila jumlah elemen
tersebut diperbesar hingga tak terhingga (Sujatmiko,2009). Berikut ini persamaan
GMD dan GMR (El – Hawary,2000) :

/
=( ) ..................................................................(2.3)
/
=( ′ ′ ′ ′ ) ....................................................................(2.4)
/
=( ′ ′ ′ ′ ) ...................................................................(2.5)
/
=( ′ ′ ′ ′ ) ....................................................................(2.6)
Dimana :
GMD = Geometric Mean Distance
Deq = Jarak yang diukur dari titik pusat penghantar (m)

/
= (( )( )( )) .....................................................(2.7)
/
= ( ′( ′ )) ................................................................................(2.8)
/
= ( ′( ′ )) ................................................................................(2.9)
/
= ( ′( ′ )) ..............................................................................(2.10)
Dimana :
20

GMR = Geometric Mean Radius


r = Jari jari penghantar (cm)
Deq = Jarak yang diukur dari titik pusat (m)

Gambar 2.13 Double Circuit Conductor


(Sumber : El – Hawary,2000)

2.6 Impedansi Saluran Transmisi


Pada perhitungan setting rele jarak, impedansi adalah parameter pokok yang
digunakan. Impedansi pada saluran transmisi terdiri dari impedansi urutan positif,
impedansi urutan negatif, dan impedansi urutan nol. Berikut ini persamaan
impedansi (Samuel,dkk,2012) :
Z = R + j (XL + XC).......................................................................................(2.11)
Dengan :
Z = Impedansi (Ω)
R = Resistansi (Ω)
XL = Reaktansi induktif (Ω)
XC = Reaktansi kapasitif (Ω)
Sedangkan untuk mencari total impedansi pada saluran transmisi dapat
dihitung dengan persamaan :
Z = R + j (XL + XC) x L ................................................................................(2.12)
Dengan :
Z = Impedansi (Ω)
R = Resistansi (Ω)
XL = Reaktansi induktif (Ω)
21

XC = Reaktansi kapasitif (Ω)


L = Panjang saluran (km)

2.7 Rele Jarak Numerik


2.7.1 Gangguan Fasa (Phase Fault)
Gambar 2.14 menunjukkan saluran yang mengalami gangguan antar fasa.
Apabila impedansi dari rele menuju titik gangguan adalah sama pada kedua fasa B
dan C, self impedance adalah Zs, mutual impedance antar fasa adalah Zm. Jika
tegangan dan arus fasa B dan C adalah Vb, Vc, Ib, Ic, serta tegangan pada titik
gangguan adalah Vf, maka Vb dan Vc dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut (Toshiba,2005) :
Vb = Zs x Ib + Zm x Ic + Vf ................................................................................................................. (2.13)
Vc = Zs x Ic + Zm x Ib + Vf ................................................................................................................. (2.14)
Dari persamaan tersebut, diperoleh :
Vb – Vc = (Zs – Zm) x (Ib – Ic) .......................................................................(2.15)
Dimana :
Zs = Self impedance
Zm = Mutual impedance
Ketika setiap fasa saluran adalah simetris, positive sequence – zero sequence
impedance Z1 dan Z0 sesuai dengan metode komponen simetris yang didefinisikan
oleh persamaan berikut, menggunakan self impedance Zs dan mutual impedance
Zm maka :
Z1 = Zs – Zm ..................................................................................................(2.16)
Z0 = Zs + 2 Zm ............................................................................................................................................ (2.17)
Dimana :
Z1 = Positive sequence impedance
Z0 = Zero sequence impedance
Persamaan 2.7 dapat ditulis kembali sebagai berikut :
Z1 = (Vb – Vc) / (Ib – Ic) ................................................................................(2.18)
Seperti yang ditunjuk di atas, positive sequence impedance digunakan untuk
setting rele terhadap gangguan fasa.
22

Gambar 2.14 Gangguan Antar Fasa (Two Phase Fault)


(Sumber : Toshiba,2005)

2.7.2 Gangguan Terhadap Tanah (Earth Fault)


Gambar 2.15 merupakan saluran yang mengalami gangguan satu fasa ke tanah
(single phase earth fault). Pengukuran jarak hingga ke titik gangguan terhadap
gangguan satu fasa ke tanah, tidak mudah dilakukan. Hal ini dikarenakan
impedansi saluran zero sequence termasuk earth return umumnya berbeda dengan
impedansi positive sequence.

Gambar 2.15 Gangguan Satu Fasa Terhadap Tanah


(Sumber : Toshiba,2005)

Dengan asumsi urutan positif, urutan negatif, dan urutan nol adalah V1F, V2F,
dan V0F, tegangan pada titik rele dari setiap sirkit simetris ditunjukkan pada
persamaan di bawah ini (Toshiba,2005) :
V1 = Z1 x I1 + V1F .........................................................................................(2.19)
V2 = Z1 x I2 + V2F .........................................................................................(2.20)
V0 = Z0 x I0 + Z0m x I0m + V0F ......................................................................(2.21)
Dimana :
V1 = Relay point positive sequence voltage (V)
V2 = Relay point negative sequence voltage (V)
23

V0 = Relay point zero sequence voltage (V)


V1F = Fault point positive sequence voltage (V)
V2F = Fault point negative sequence voltage (V)
V0F = Fault point zero sequence voltage (V)
I1 = Relay point positive sequence current (A)
I2 = Relay point negative sequence current (A)
I0 = Relay point zero sequence current (A)
I0m = Adjacent line zero-sequence current (A)
Z1 = Fault point - relay point positive-sequence impedance (Ω)
Z0 = Fault point - relay point zero-sequence impedance (Ω)
Z0m = Adjacent line zero-sequence mutual impedance (Ω)

Gambar 2.16 Saluran Ekivalen Gangguan Satu Fasa Ke Tanah


(Sumber : Toshiba,2005)

2.7.3 Sistem Zone Time Delay


Sistem proteksi pada rele jarak dibagi dalam 3 zone dan masing – masing
mempunyai waktu tunda berbeda – beda. Pembagian zone ini bertujuan untuk
memperoleh koordinasi dalam mengamankan sistem dari berbagai gangguan yang
dapat terjadi. Pada zone pertama 80% dari panjang saluran yang diamankan, zona
kedua adalah 120% dari panjang saluran, dan zona ketiga adalah 220% dari
panjang saluran yang diamankan (PLN,2006). Berikut ini ketentuan pembagian
time delay setiap zone :
24

a) Time delay dan setting pada zone 1


Secara umum zone 1 diset 80% dari panjang saluran. Pada saat pengukuran
bisa saja terjadi kesalahan pengukuran pada rele jarak, hal ini dapat terjadi
disebabkan karena kesalahan perbandingan dari trafo arus (CT), trafo
tegangan (PT), dan impedansi saluran. Dengan mempertimbangkan adanya
kesalahan – kesalahan dari data saluran, CT, PT, dan peralatan penunjang lain
sebesar 10% - 20%, maka zone 1 rele diset 80% dari panjang saluran yang
diamankan (PLN,2006) :
Zone 1 reach = 0,8 x panjang saluran pertama (ZAB) ............................(2.22)
Td1 = Waktu penundaan Zone 1 = 0 (tanpa perlambatan waktu)

Gambar 2.17 Skema Proteksi Zone 1 Pada Rele Jarak


(Sumber : Mason,1956)

b) Time delay dan setting pada zone 2


Pada zone 2 ditentukan lebih panjang daripada zone 1, dengan demikian waktu
tundanya lebih lama dibanding zone 1. Pada zone 2 secara umum diset 100%
dari panjang saluran pertama dan 20% dari panjang saluran kedua, dengan
waktu tunda (time delay) sekitar 0,4 – 0,8 detik. Zone 2 ini dimaksudkan
sebagai pengaman cadangan apabila zone 1 gagal bekerja.
Zone 2 min = 1,2 x panjang saluran pertama (ZAB) ...............................(2.23)
25

Gambar 2.18 Skema Proteksi Zone 2 Min Pada Rele Jarak


(Sumber : Mason,1956)

Zone 2 maks = 0,8 x (ZAB + k . ZBC) ......................................................(2.24)


(k = faktor infeed)
Zone 2 maks ini diusahakan memberikan pengaman cadangan sejauh mungkin
setelah Z1.
Td2 = 0,4 - 0,8 detik

Gambar 2.19 Skema Proteksi Zone 2 Maks Pada Rele Jarak


(Sumber : Mason,1956)

c) Time delay dan setting pada zone 3


Zone 3 ditentukan 220% dari panjang saluran yang diamankan dan waktu
tunda yang digunakan sekitar 1,2 – 1,6 detik. Zone 3 difungsikan sebagai
pengaman cadangan apabila pada zone 2 gagal beroperasi.
Zone 3 min = 1,2 x (ZAB + k . ZBC) ........................................................(2.25)
(k = faktor infeed)
26

Gambar 2.20 Skema Proteksi Zone 3 Min Pada Rele Jarak


(Sumber : Mason,1956)

Zone 3 maks = 0,8 x (ZAB + k . 0,8 (ZBC + k . ZCD)) ...............................(2.26)


(k = faktor infeed)
Td3 = 1,2 – 1,6 detik

Gambar 2.21 Skema Proteksi Zone 3 Maks Pada Rele Jarak


(Sumber : Mason,1956)

2.8 Artificial Neural Network


Artificial Neural Network merupakan representasi buatan manusia untuk
mensimulasikan proses pembelajaran yang terjadi pada otak manusia. Syaraf
tiruan diimplementasikan menggunakan peralatan bantu berupa komputer
terutama untuk menyelesaikan proses pehitungan dan penyimpanan informasi
yang diberikan selama proses pembelajaran. Jaringan syaraf tiruan terdiri dari
beberapa neuron yang saling berhubungan. Informasi yang diterima neuron akan
ditransformasikan melalui jaringan keluarannya ke neuron yang lain, hubungan
ini dikenal dengan nama bobot. Informasi tersebut disimpan pada suatu nilai
tertentu pada bobot tersebut. Input diproses oleh suatu fungsi perambatan yang
27

akan menjumlahkan nilai semua bobot yang datang. Penjumlahan ini kemudian
dibandingkan dengan nilai ambang (thershold) tertentu melalui fungsi aktivasi
setiap neuron. Nilai input melewati nilai threshold maka neuron diaktifkan dan
neuron tersebut akan mengirimkan nilai output melalui bobot-bobot output ke
semua neuron yang terhubung, demikian seterusnya. (Arjana, 2007)

2.8.1 Proses pembelajaran Artificial Neural Network


Artificial Neural Network memiliki struktur yang tidak dapat diubah,
jaringan ini terdiri dari sejumlah neuron dan memiliki nilai tertentu yang
menunjukkan berapa besar koneksi antara neuron. Perubahan yang terjadi selama
proses pembelajaran adalah perubahan nilai bobot. Nilai bobot akan bertambah
jika informasi yang diberikan tersampaikan, sebaliknya nilai bobot yang
menghubungkan kedua neuron dikurangi. Proses pembelajaran dilakukan dengan
input berbeda, maka nilai bobot diubah secara dinamis hingga mencapai suatu
nilai yang seimbang. Input yang mengindikasikan bahwa nilai telah tercapai
berhubungan dengan target output yang diharapkan dan sistem dianggap
konvergen. Proses pembelajaran Artificial Neural Network dibedakan menjadi dua
yaitu :
1. Supervised ( terawasi )
Proses pembelajaran terawasi, satu pola input akan diberikan ke satu
neuron pada lapisan input. Pola ini dirambatkan sepanjang jaringan sampai
ke neuron pada layer outputnya. Layer output ini akan membangkitkan
pola output yang akan dicocokkan dengan pola output target. Perbedaan
yang terjadi antara pola output hasil pembelajaran dengan pola target,
maka akan muncul error. Nilai error masih cukup besar harus dilakukan
lagi proses pembelajaran lagi sampai nilai error mencapai nilai yang
diharapkan. Pola input mempunyai pasangan output yang bersesuaian.,
penimbang (bobot) dibangun menuju kesesuaian respon pasangan input–
output dari pola yang diajarkan.
28

2. Unsupervised (tidak terawasi)


Proses pembelajaran ini tidak diperlukan target output. Metode ini tidak
dapat ditentukan hasil seperti yang diharapkan. Proses pembelajaran nilai
bobot disusun dalam range tertentu atau jaringan akan menentukan sendiri
pasangan output dari input yang diberikan padanya, dengan dasar nilai
kesesuaian dengan pola yang pernah diterima sebelumnya. (Arjana, 2007)

2.9 Metode Backpropagation


Artificial Neural Network Backpropagation merupakan algoritma
pembelajaran yang terawasi, biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak
lapisan untuk mengubah bobot yang terhubung dengan neuron pada lapisan
tersembunyi ( Hidden Layer ). Algoritma backpropagation menggunakan error
ouput untuk mengubah nilai bobotnya arah Mundur ( backword ). Error output
ini, tahap perambatan maju (forword propagation ) harus dikerjakan terlebih
dahulu. Artificial Neural Network backpropagation terdiri atas satu atau lebih unit
lapisan layer pemroses. Unit layer paling bawah (awal) adalah layer input yang
berfungsi menerima input dari luar. Layer atasnya adalah layer hidden. Layer
yang paling atas adalah layer output. Keluaran setiap sel pada layer input
terhubung dengan semua sel pada layer hidden dan keluarannya terhubung dengan
semua sel pada layer ouput. (Isnanto, 2008)
Jaringan backpropagation dilatih dengan metode pelatihan pengawasan,
jaringan dilatih dengan pasangan pola berisi pola input (Xi) dan pola output (Yk).
Informasi yang masuk melalui layer input menuju layer hidden, kemudian menuju
layer output dan hasil dari proses pembelajaran merupakan tanggapan jaringan
terhadap informasi yang masuk. Perbedaan antara keluaran inputnya dengan
keluaran target yang di inginkan, bobot koreksi akan disesuaikan mulai dari
lapisan keluaran output menuju lapisan masukan sampai perbedaan seminimal
mungkin. Inputan sebuah vektor X = (X1Xi Xn) dimasukan ke layer input
jaringan. Unit inputan mendistribusikan nilai tersebut pada unit layer hidden
sehingga net masukan pada masing-masing unit hidden yang ke J adalah :
(Isnanto, 2008)
29

Z_inj = v0j + ∑
I=1
Xi.vji……………………………………………………………...(2.38)
Keterangan:
Vij = bobot pada hubungan dari unit input ke i dengan unit layer hidden ke j.
V0j = bobot awal bias.
Z_inj = sinyal input unit hidden

Struktur Artificial Neural Network multi layer perceptron dapat dilihat


pada gambar sebagai berikut:

X J1 K
1 1

X J2 K Layer
Layer 2 Y
2 Output
input
X K
J3 error
3 3

X Jn
n K
n
Layer Hidden

Gambar 2.22 Struktur Artificial Neural Network Backpropogation


(Insnanto, 2008)
Keterangan :
X = masukan (input)
J = 1 s/d n (n=10)
k = jumlah unit pengolah pada lapisan keluaran
Y = keluaran hasil

You might also like