Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 28

Case Report Session

PPOK Eksaserbasi Akut

Oleh :
Sri Shinta Agustin 1740312252
Nadia Puspita Dewi 1740312283

Preseptor :
dr. Afriani, Sp.P
dr. Sabrina Ermayanti, Sp.P(K)

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


PERIODE 8 NOVEMBER – 11 DESEMBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL PADANG
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan

shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad SAW, berkat rahmat dan karunia-

Nya penulis dapat menyelesaikan makalah case report session dengan judul

“PPOK Eksaserbasi Akut”. Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas

kepaniteraan klinik senior di bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Di dalam makalah ini telaah kritis

terhadap kasus PPOK eksaserbasi akut terutama dari segi diagnosis dan

manajemen akut dari kasus PPOK eksaserbasi.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

preseptor dr.Afriani, Sp.P yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan

makalah ini. Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat

dan hidayah-Nya kepada Ibu.

Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam

penulisan makalah ini. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran dari berbagai

pihak untuk menyempurnakan makalah ini.

Padang, 22 November 2017

Penulis .............

i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau PPOK merupakan penyakit yang
dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonal yang signifikan
yang dapat menyebabkan komplikasi dengan tingkat keparahan yang berbeda di
setiap individunya. PPOK juga menjadi penyebab utama kematian terbanyak ke-4
di dunia dengan lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2012
yang menyumbang 6% dari total seluruh kematian di dunia serta diperkirakan
akan menjadi penyebab utama kematian nomor 3 pada tahun 2020. Paparan gas
yang beracun seperti asap rokok menjadi satu-satunya penyebab terpenting yang
memberikan peran dalam terjadinya PPOK, selain defisiensi alfa-1 antitripsin
yang menjadi inhibitor sirkulasi utama dari protease purin.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructvive Lung Disease
(GOLD) 2017, PPOK dibagi atas 4 derajat yaitu derajat 1 yang merupakan PPOK
ringan, derajat 2 yang merupakan derajat PPOK yang sedang, derajat 3 adalah
PPOK yang berat dan derajat 4 yang merupakan derajat PPOK yang sangat berat.
Kasus PPOK terutama PPOK eksaserbasi akut biasanya datang ke dokter dengan
keluhan utamanya adalah sesak napas yang merupakan salah satu gejala respirasi
yang sering ditemui. Penegakkan kasus PPOK tidak hanya didapatkan dari
informasi anamnesis dan pemeriksaan fisik semata, namun juga memerlukan
konfirmasi hasil dari pemeriksaan spirometri untuk menilai faal paru yang dialami
oleh setiap orang (terutama penderita PPOK).
Dalam mengenali penyakit tersebut, penting untuk mengetahui diagnosis
dan tatalaksana serta komplikasi yang ditimbulkan dari PPOK terutama pada
kasus PPOK eksaserbasi akut sehingga penulis tertarik untuk mengangkat kasus
PPOK eksaserbasi akut untuk ditelaah secara kritis.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan
penulis tentang PPOK eksaserbasi akut serta pengaplikasiannya dalam
mendiagnosa dan menatalaksana kasus PPOK eksaserbasi akut.

1
1.3 Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan tentang PPOK eksaserbasi akut yang nantinya dapat diterapkan pada
saat bekerja di pusat layanan kesehatan.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan Case Report Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka


dengan mengacu pada berbagai literatur.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinsikan sebagai penyakit
atau gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran
pernapasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini
berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel asing atau gas
yang berbahaya. Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema sering ditemukan
bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda. Akan tetapi menurut
PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK,
karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema
merupakan diagnosis patologi. Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis
yang ditandai oleh pembentukan mukus yang meningkat dan bermanifestasi
sebagai batuk kronik. Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis parenkim
paru yang ditandai oleh pembesaran alveoulus dan duktus alveolaris serta
destruksi dinding alveolar.
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada
Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari
10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka
kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6
dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :
• Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)
• Pertambahan penduduk
• Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an
menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an
• Industrialisasi
• Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan
Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar
penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara

1
klinik timbul gejala sesak terutama pada aktiviti, radiologik menunjukkan
gambaran bekas TB (fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan uji faal paru
menunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok
penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi
Pascatuberkulosis (SOPT).
Fasiliti pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas
sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasiliti pelayanan untuk
penyakit PPOK. Disamping itu kompetensi sumber daya manusianya, peralatan
standar untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah
sakit besar saja, sering kali jauh dari jangkauan Puskesmas.
Pencatatan Departemen Kesehatan tidak mencantumkan PPOK sebagai
penyakit yang dicatat. Karena itu perlu sebuah Pedoman Penatalaksanaan PPOK
untuk segera disosialisasikan baik untuk kalangan medis maupun masyarakat luas
dalam upaya pencegahan, diagnosis dini, penatalaksanaan yang rasional dan
rehabilitasi.
2.3 Faktor Risiko
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting,
jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

2
2.4 Patofisiologi PPOK
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK
yangdiakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya
suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya
peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi
folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar salurannafas
mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil
berkurangakibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang
meningkat sesuai beratsakit.
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam
keadaan seimbang.Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi
kerusakan di paru. Radikal bebasmempunyai peranan besar menimbulkan
kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru.
Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan
menyebabkanterjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan
menimbulkan kerusakan sel daninflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel
makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akanmenyebabkan dilepaskannya faktor
kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotrienB4,tumuor necrosis
factor (TNF),monocyte chemotactic peptide(MCP)-1 danreactive oxygen
species(ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan
protease yang akanmerusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul
kerusakan dinding alveolar danhipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan
menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8,selanjutnya terjadi kerusakan seperti
proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapatkeseimbangan antara oksidan dan
antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofagdan neutrophil akan
mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksidadengan
bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik
akandiubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero,
ion fero denganhalida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl).
Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi
batuk kronissehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi.Penurunan

3
fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan
struktur berupa destruksi alveol yangmenuju ke arah emfisema karena produksi
radikal bebas yang berlebihan oleh leukosit dan polusidan asap rokok.
2.5 Diagnosis PPOK
2.5.1 Anamnesis
PPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien berdasarkan tanda
dan gejala. Diagnosis lain seperti asma, TB paru, bronkiektasis, keganasan dan
penyakit paru kronik lainnya dapat dipisahkan. Anamnesis lebih lanjut dapat
menegakkan diagnosis. Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK
adalah sebagai berikut.
a. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun terakhir
yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat terjadi
sepanjang hari atau intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam hari.
b. Berdahak kronik
Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum. Kadang kadang pasien
menyatakan hanya berdahak terus menerustanpa disertai batuk. Karakterisktik
batuk dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur.
c. Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami
adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini
tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak
napas sesuai skala sesak

Tabel 2. Skala Sesak


Skala Sesak Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas
0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas
berat
1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau
naik tangga 1 tingkat
2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

4
3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau
setelah beberapa menit
4 Sesak bila mandi atau berpakaian

Selain gejala klinis, dalam anamnesis pasien juga perlu ditanyakan riwayat
pasien dan keluarga untuk mengetahui apakah ada faktor resiko yang terlibat.
Merokok merupakan faktor resiko utama untuk PPOK. Lebih dari 80% kematian
pada penyakit ini berkaitan dnegan merokok dan orang yang merokok memiliki
resiko yang lebih tinggi (12-13 kali) dari yang tidak merokok. Resiko untuk
perokok aktif sekitar 25%.
Akan tetapi, faktor resiko lain juga berperan dalam peningkatan kasus
PPOK. Faktor resiko lain dapat antara lain paparan asap rokok pada perokok
pasif, paparan kronis polutan lingkungan atau pekerjaan, penyakit pernapasan
ketika masa kanak-kanak, riwayat PPOK pada keluarga dan defisiensi α1-
antitripsin.
Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada
anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik
dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada
seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua.
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi
paru yang signifikan. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan
yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajad
berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi
toraks.Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut:

 Inspeksi
-Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
-Terdapat purse lips breathing (seperti orang meniup) -Terlihat penggunaan dan
hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas

5
 Palpasi
-Sela iga melebar
 Perkusi
-Hipersonor
 Auskultasi
-Fremitus melemah
-Suara nafas vesikuler melemah atau normal
-Ekspirasi memanjang
-Bunyi jantung menjauh
-Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
2.5.3.1 Pemeriksaan Spirometri
Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya menggunakan
spirometri. The National Heart, Lung, dan Darah Institute merekomendasikan
spirometri untuk semua perokok 45 tahun atau lebih tua, terutama mereka yang
dengan sesak napas, batuk, mengi, atau dahak persisten. Meskipun spirometri
merupakan gold standard dengan prosedur sederhana yang dapat dilakukan di
tempat, tetapi itu kurang dimanfaatkan oleh praktisi kesehatan.
Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV1 (Forced Expiratory
Volume in 1 s) dan FVC (Forced Vital Capacity). FEV1 adalah volume udara
yang pasien dapat keluarkan secara pak dalam satu detik pertama setelah inspirasi
penuh. FEV1 pada pasien dapat diprediksi dari usia, jenis kelamin dan tinggi
badan. FVC adalah volume maksimum total udara yang pasien dapat hembuskan
secara paksa setelah inspirasi penuh.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut.

1. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan
dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
Spirometri : Normal

6
2. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%
3. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum.
Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%
4. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih sering terjadi
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%
5. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai komplikasi
kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%
2.5.3.2 Pemeriksaan Penunjang lain
Spirometri adalah tes utama untuk mendiagnosis PPOK, namun beberapa
tes tambahan berguna untuk menyingkirkan penyakit bersamaan. Radiografi dada
harus dilakukan untuk mencari bukti nodul paru, massa, atau perubahan fibrosis.
Radiografi berulang atau tahunan dan computed tomography untuk memonitor
kanker paru-paru. Hitung darah lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan
anemia atau polisitemia.Hal ini wajar untuk melakukan elektrokardiografi dan
ekokardiografi pada pasien dengan tanda-tanda corpulmonale untuk mengevaluasi
tekanan sirkulasi paru. Pulse oksimetri saat istirahat, dengan pengerahan tenaga,
dan selama tidur harus dilakukan untuk mengevaluasi hipoksemia dan kebutuhan
oksigen tambahan
2.6 Penatlaksanaan PPOK
Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi
non-farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah
mengurangi gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengatasi
ekserbasasi dan komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien,
meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi angka kematian.

7
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan
kebiasaan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan
pernapasan serta memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangkan panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda
dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat
irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan
aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan penyakit.
Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan
merupakan pilihan utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti
kortikoteroid, antibiotic dan antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi
tertentu. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan denganklasifikasi derajat berat penyakit.Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi,nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan
jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator :
a. Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagaibronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
b. Golongan β– 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnyaeksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakanbentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutanatau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik danβ– 2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yangberbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebihsederhana dan mempermudah penderita.

8
d. Golongan xantin.
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas),bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasiakut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
 Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan :
- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
 Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik
ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit
darah
3 . Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal
jantung kanan.

9
BAB 3

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
No RM : 997473
Nama Ibu Kandung : Ny. J
Umur / Tanggal lahir : 58 tahun / 2 April 1959
Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tukang ojek
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Kampung Baru I Pasar Bangko, Jambi
Agama : Islam
Suku : Minang

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Sesak napas meningkat ssejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang


 Sesak napas meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak
tidak menciut, meningkat dengan aktivitas, tidak dipengaruhi oleh emosi,
cuaca dan makanan, sesak sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Di luar
serangan sesak, pasien tidak dapat beraktivitas normal.
 Batuk berdahak yang meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
sukar dikeluarkan. Batuk sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Pasien
berobat ke RSUD Bangko dan dirawat selama 3 hari dan dilakukan
pemeriksaan foto polos toraks dan cek sputum tidak diingat oleh pasien.
 Batuk darah (-), riwayat batuk darah (-).
 Demam (-)
 Nyeri dada (-)

10
 Keringat malam (-).
 Nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-)
 BAB dan BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat DM (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Keganasan (-)

Riwayat Pengobatan Sebelumnya


 Riwayat minum OAT (+) selama 45 hari dan dihentikan oleh spesialis
paru.

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat penyakit TB dalam keluarga (-)
 Riwayat DM dalam kluarga (-)
 Riwayat hipertensi dalam keluarga (-)
 Riwayat penyakit jantung dalam keluarga (-)
 Riwayat keganasan dalam keluarga (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan


 Pasien seorang tukang ojek
 Kebiasaan merokok (+) sebanyak 15 batang/hari selama 46 tahun (IB =
Berat). Pasien berhenti merokok pada tahun 2014.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Vital sign:
 Keadaan Umum : Sedang
 Kesadaran : Composmentis
 Tekanan Darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 90 kali / menit

11
 Suhu : 36,5 ˚C
 Pernapasan : 23 kali / menit
 Sianosis :-/-
 Keadaan gizi : buruk
 Tinggi badan : 165 cm
 Berat badan : 55 kg

Kulit : tidak terdapat kelainan


Kepala : normocephal
Rambut : tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik +/+
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorokan : tidak ada kelainan
Leher : JVP : 5-2 cmH2O
Trakea: tidak ada deviasi trakea
KGB : tidak ada pembedaran KGB
Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 2 jari lateral linea mid
clavicula sinistra RIC V
Perkusi : Atas RIC II
Kanan linea sternalis dextra
Kiri 1 jari medial linea midclavicula RIC V
Sinistra
Auskultasi : bunyi jantung regular, murmur (-)
Paru depan (dada):
Inspeksi : Statis : dada kanan lebih flat dibandingkan dada kiri
Dinamis : pergerakan dada kanan tertinggal dari kiri
Palpasi : Fremitus kanan lebih lemah dari kiri
Perkusi : Kanan redup, kiri sonor
Auskultasi : Suara napas ekspirasi memanjang, wheezing (+)/(+),

12
rhonki (+)/(+)
Paru (punggung):
Inspeksi : Statis : Punggung kanan lebih flat dari kiri
Dinamis : pergerakan punggung kanan tertinggal dari kiri
Palpasi : Fremitus kanan lebih lemah dari kiri
Perkusi : kanan pekak, kiri sonor
Auskultasi : suara napas ekspirasi memanjang, wheezing (+)/(+),
rhonki (+)/(+)
Abdomen :
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia : Tidak diperiksa
Ekstremitas : edema (-)/(-), clubbing finger (-)/(-), sianosis (-)/(-)

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Darah Rutin Faal Hepar
 Hb 12,6 g/dl
 Leukosit 12.680 g/mm3  Bilirubin total 0,7 mg/dl
 Trombosit 312.000  SGOT 64 µ/L
g/mm3  SGPT 117 µ/L
 Ht 39 %
Protein & Elektrolit
 Total Protein 7,2 g/dl  Na 147 Mmol/L
 Albumin 3,5 g/dl  K 4,1 Mmol/L
 Globulin 3,7 g/dl  Cl 109 Mmol/L
Faal Ginjal
 Ureum : 16 mg/dl  Creatinin : 0,8 mg/dl
Gula Darah Sewaktu : 90 mg/dL
Kesan labor :
Leukositosis dan gangguan faal hepar (hipoalbuminemia, globulin ,
SGOT & SGPT).

13
V. GAMBARAN RONTGEN TORAKS

 Tampak perselubungan homogen di hemitoraks kanan dengan S-reversed


phenomenon.
 Tampak infiltrat di lapangan bawah paru kanan
Kesan : Ca paru kanan + Pneumonia

VI. DIAGNOSIS KERJA


Susp. Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx min. Stage IIIa
Ps 70-80 + Susp. PPOK eksaserbasi akut tipe 3 + community acquired
pneumonia perbaikan.

VII. RENCANA PENGOBATAN DAN PEMERIKSAAN


 O2 2-3 liter/menit
 IVFD asering + drip aminofilin 1 amp 12 jam/kolf
 Inj. Ceftriaxon 1 x 2 gr
 Inj. Metilprednisolon 8 x 125 mg
 Inj. Ranitidin 2x 1 amp
 Nebu combivent 6x1
 Nebu fluimucyl 2x1
 Pemeriksaan bronkoskopi
 Pemeriksaan USG thoraks
 Pemeriksaan CT scan thoraks
 Kultur sputum

14
FOLLOW UP

Tanggal 11/11/2017

S: Sesak napas berkurang

Batuk (+) kadang-kadang

O: Keadaan umum: sedang

Kesadaran: CMC

TD: 120/70 mmhg

Nadi: 80 kali/menit

Napas: 22 kali/menit

Pemeriksaan paru:

 Suara napas ekspirasi memanjang, wheezing +/+, rhonki (+)/(+)

A/ Susp. Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx minimal stage IIIa
Ps 70-80 + Susp. PPOK eksaserbasi akut tipe 3 + community acquired
pneumonia perbaikan.

P/ IVFD aserring 12 jam/kolf

Inj. Ceftriaxon 1 x 2 gr

Inj. Metilprednisolon 2 x 125 mg

Nebu combivent 6 x 1 resp

Raba Fluimucyl 2 x 1 resp

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Drip aminofilin 30 cc + NaCl 0,9% 20 cc via syringe pump dengan kecepatan


2,1 cc/jam

Rencana CT-Scan Toraks, bronkoskopi, BTA I-II

Kultur sputum dan sensitivitas kuman banal.

15
Tanggal 12/11/2017

S: Sesak napas berkurang

Batuk (+) kadang-kadang

O: Keadaan umum: sedang

Kesadaran: CMC

TD: 120/70 mmhg

Nadi: 90 kali/menit

Napas: 22 kali/menit

Pemeriksaan paru:

 Suara napas ekspirasi memanjang, wheezing +/+, rhonki (+)/(+)

A/ Susp. Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx minimal stage IIIa
Ps 70-80 + Susp. PPOK eksaserbasi akut tipe 3 + community acquired
pneumonia perbaikan.

P/ IVFD aserring 12 jam/kolf

Inj. Ceftriaxon 1 x 2 gr

Inj. Metilprednisolon 2 x 125 mg

Nebu combivent 6 x 1 resp

Raba Fluimucyl 2 x 1 resp

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Drip aminofilin 30 cc + NaCl 0,9% 20 cc via syringe pump dengan kecepatan


2,1 cc/jam

13/11/2017

16
S: Sesak napas berkurang

Batuk (+) dahak sukar dikeluarkan

Suara serak (+)

O: Keadaan umum: sedang

Kesadaran: CMC

TD: 100/60 mmhg

Nadi: 80 kali/menit

Napas: 20 kali/menit

Pemeriksaan paru:

 Suara napas ekspirasi memanjang, wheezing +/+ minimal, rhonki (+)/(+)


minimal

Hasil Laboratorium  Peningkatan SGOT & SGPT, Leukositosis dengan


perbaikan dari sebelumnya.

A/ Susp. Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx minimal stage IIIa
Ps 70-80 + Susp. PPOK eksaserbasi akut tipe 3 + community acquired
pneumonia perbaikan.

P/ IVFD aserring 12 jam/kolf

Inj. Ceftriaxon 1 x 2 gr

Inj. Metilprednisolon 2 x 125 mg

Nebu combivent 6 x 1 resp

Raba Fluimucyl 2 x 1 resp

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Curcuma 3 x 1 tab

Cek ulang Hb, leukosit, hematokrit, trombosit dan hitung jenis.

17
Tanggal 14/11/2017

S: Sesak napas berkurang

Batuk (+) kadang-kadang

Suara serak (+)

O: Keadaan umum: sedang

Kesadaran: CMC

TD: 120/70 mmhg

Nadi: 80 kali/menit

Napas: 22 kali/menit

Pemeriksaan paru:

 Suara napas ekspirasi memanjang mulai berkurang, wheezing +/+ minimal,


rhonki (+)/(+) minimal dengan intensitas kanan lebih lemah dari kiri.

Hasil Laboratorium

 BTA 1  negatif
 BTA 2  negatif

A/ Susp. Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx minimal stage IIIa
Ps 70-80 + Susp. PPOK eksaserbasi akut tipe 3 + community acquired
pneumonia perbaikan.

P/ IVFD aserring 12 jam/kolf

Nebu combivent 6 x 1 resp

Inj. Metilprednisolon 2 x 125 mg

Tab codein 3 x 10 mg

Inj. Ceftriaxon 1 x 2 gr

18
Tanggal 15/11/2017

S: Sesak napas (-)

Batuk (+) kadang-kadang

Suara serak (+)

O: Keadaan umum: sedang

Kesadaran: CMC

TD: 100/60 mmhg

Nadi: 96 kali/menit

Napas: 18 kali/menit

Pemeriksaan paru:

 Suara napas bronkovesikuler, wheezing (-)/(-), rhonki (-)/(-) minimal dengan


intensitas kanan lebih lemah dari kiri.

A/ Susp. Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx minimal stage IIIa
Ps 70-80 + Susp. PPOK eksaserbasi akut tipe 3 + community acquired
pneumonia perbaikan.

P/ Nebu combivent 6 x 1 resp

Metilprednisolon 2 x 625 mg

Ceftriaxon 1 x 2 gr

Tab codein 3 x 10 mg

NaCl 0,9% 12 jam/kolf

19
20
BAB 4

DISKUSI

Seorang pasien berusia 58 tahun datang dengan keluhan sesak napas


yang meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak napas tidak
menciut, meningkat dengan aktivitas. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh emosi,
cuaca dan makanan, sesak sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Di luar
serangan sesak, pasien tidak dapat beraktivitas normal.
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang
ditandai oleh adanya perlambatan aliran udara yang bersifat irreversible dan
progresif yang disebabkan oleh adanya respon dari inflamasi paru terhadap
partikel atau gas yang merugikan yang masuk ke dalam tubuh dalam waktu yang
lama. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar dan
menyerang sekitar 10 persen pasien yang berusia 40 tahun ke atas.
Komponen pulmoner yang terlibat pada penyakit ini dapat ditandai
dengan adanya keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversible akibat adanya hambatan yang bersifat progresif dan
berhubungan dengan adanya kelainan sistem inflamasi paru terhadap partikel
ataupun gas yang berbahaya. Hal ini disebabkan adanya inflamasi kronik akibat
pajanan partikel atau gas beracun dalam jangka waktu yang lama. Gejala klinis
PPOK adalah batuk, produksi batuk dan gejala memburuk pada musim
hujan/dingin, dan tidak adanya hubungan alergi. Eksaserbasi akut pada PPOK
berarti timbul perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya yang dapat
disebabkan oleh adanya infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan
atau timbulnya komplikasi. Gejala eksaserbasi seperti sesak yang semakin
meningkat, dahak yang dikeluarkan meningkat, dan adanya perubahan warna
sputum. Besarnya pajanan asap rokok bersifat komplek dan dipengaruhi oleh
adanya kuantitas rokok oyang dihisap dan pola penghisapan rokok. Pajanan asap
rokok tersebut menyebabkan adaya kelainan pada mukosa saluran napas,
kapasitas ventilasi maupun kfungsi sawar alveolar/kapiler.
Dari anamnesa yang ditanyakan yang berhubungan dengan keluhan
utama adalah gejala sesak napas akibat penyakit respirasi dan sesak akibat

21
penyakit jantung. Pada kasus didapatkan gejalanya itu merupakan gejala sesak
napas penyakit respirasi. Selanjutnya didapatkan gejala batuk berdahak yang
meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit dengan dahak yang sulit
dikeluarkan dengan batuk sudah dirasakan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah
sakit, dahak tidak terdapat darah dan tidak adanya demam, tidak mengalami
penurunan berat badan dan keringat malam. Pasien memiliki riwayat minum obat
anti tuberkulosis selama 45 hari dan dihentikan langsung oleh Sp.P pada tahun
2016. Salah satu diagnosa banding dari PPOK adalah sindroma obstruksi pasca
tuberkulosis (SOPT) yang dapat muncul dalam selang beberapa bulan hingga
tahun pasca pengobatan TB. Berdasarkan anamnesis dan gejala klinis,
kemungkinan diagnosa ke arah penyakit TB dan SOPT dapat disingkirkan. Selain
itu, informasi yang menunjang diagnosa kecurigaan adanya PPOK adalah adanya
riwayat kebiasaan merokok selama 46 tahun dengan konsumsi perhari sebanyak
16 batang dan ditunjang dengan adanya pemeriksaan fisik dengan bunyi
pernapasan ekspirasi memanjang serta adanya suara napas tambahan berupa
wheezing dan rhonki saat auskultasi.
Dikarenakan adanya peningkatan sesak napas dan batuk dari sebelumnya,
maka dicurigai bahwa adanya infeksi atau faktor lain yang membuat PPOK pasien
menjadi berat. Maka, perlu diselidiki lebih lanjut apakah infeksi yang dimiliki
oleh pasien (pneumonia) dapat menyebabkan terjadinya PPOK eksaserbasi akut.
Dalam penegakkan diagnosa PPOK eksaserbasi akut, maka perlu dilakukan tes
fungsi paru yaitu spirometri untuk menilai faal paru pasien dan juga dilakukan
pemeriksaan dahak untuk menyingkirkan diagnosa tuberkulosis. Namun, pada
pasien ini belum dilakukan pemeriksaan spirometri untuk mengukur faal paru
pasien sehingga pasien masih dinyatakan dengan diagnosa suspek PPOK
eksaserbasi akut.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien adalah dengan pemberian terapi
oksigen yang adekuat. Penatalaksanaan pasien PPOK eksaserbasi akut dengan
terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk
memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa.
Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%. Pemberian nebu
combivent yang mengandung ipatropium brmida dan salbutamol yang bertujuan

22
sebagai bronkodilator pada PPOK karena pada PPOK terjadi obstruksi saluran
napas yang lebih dominan akibat komponen vagal. Perlu juga diberikan antibiotik
apabila pasien mengalami peningkatan jumlah sputum, sputum berubah menjadi
purulen, peningkatan sesak. Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman
setempat dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. PDPI, 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia Jakarta: PDPI.Hlm 1-8.
2. Teramoto S, 2007. COPD Phatogenesis from the Viewpoint of Risk
Factors. Tokyo:Internal Medicine
3. Barnes JP, Hansel TT, 2003. An Atlas of Chronic Obstruktive Pulmonary
Disease COPD. London : The Parthenon Publishing Group Hlm 3-5.
4. Aditama TY, 2001. Penyakit Akibat Merokok. Dalam Masalah Perokok.
Dan Penanggulangannya. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter
Indonesia
5. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2007. Pocket
Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention.
http://www.golcopd.og/download.asp?intId=446 (Diakses 20 November
2017)

24

You might also like