Professional Documents
Culture Documents
Laporan Praktikum Farmakologi II Stimulansia
Laporan Praktikum Farmakologi II Stimulansia
Oleh
Kelompok 1
Latar Belakang
Stimulansia, analeptika, atau konvulsan adalah obat yang efek utamanya
menyebabkan perangsangan pada sistem saraf pusat (SSP). Sediaan obat untuk merangsang
SSP dapat berasal dari alam maupun sintetik. Perangsangan SSP pada umumnya melalui dua
mekanisme, yaitu (1) mengadakan blockade system penghambat, (2) meninggikan
perangsangan sinaps (Louisa dan Dewoto 2007).
Daya kerja stimulansia SSP dapat dibedakan berdasarkan lokasi dan titik tangkap
kerjanya, yaitu: (1) stimulansia cortex cerebri, yang dapat meningkatkan persepsi, respon,
tremor, gelisah, dan delirium. Konvulsi adalah gerak otot klonik atau tonik yang
involuntar.Sifat konvulsan yang ditimbulkan adalah aspontan (ada rangsangan terlebih
dahulu), simetris (tremor yang terjadi bersamaan pada anggota tubuh kanan dan kiri), dan
klonis (kontraksi ada fase istirahat), contohnya adalah cafein, (2) stimulansia medulla
oblongata yang dapat menyebabkan peningkatan frekuensi pernapasan dan jantung, serta
menimbulkan tremor, sifat konvulsannya adalah spontan(tidak perlu rangsangan), asimetris,
dan klonis, misalnya cardiazol, (3) stimulansia medulla spinalis yang kerjanya dapat
merangsang medulla spinalis, bagian lain dari SSP, serta mempengaruhi reflek, sifat
konvulsannya aspontan, simetris, dan tetanis, contohnya adalah striknin (Sunaryo 1995).
Tujuan
Mengetahui prinsip kerja dari obat stimulansia sistem saraf pusat dan gejala klinis
yang menyertainya.
TINJAUAN PUSTAKA
Obat stimulan saraf pusat dibagi menjadi tiga yaitu stimulan cortex cerebri, stimulan
medulla oblongata, dan stiulan medulla spinalis. Stimulan cortex cerebri adalah stimulan
yang bekerja pada cortex cerebri yang bekerja meningkatkan persepsi, respon, tremor, gelisah
dan delirium. Contoh obat stimulan cortex cerebri adalah caffeine dan amphetamin. Caffein
adalah zat alami yang ditemukan dalam daun, biji, dan buah-buahan lebih dari 60 tanaman.
Efek utama caffein yaitu meningkatkan kewaspadaan, caffein juga merangsang pelepasan
asam dalam perut, dan juga merupakan diuretik yang membantu menghilangkan cairan dari
tubuh dan dapat menyebabkan hilangnya air dan kalsium (Savitz 2008). Amfetamin adalah
kelompok obat psikoaktif sintetis. Obat-obatan yang mengandung amfetamin diresepkan
untik narkolepsi, obesitas, dan perhatian eficit/hyperactiity disorder (Brands et al.1998).
Stimulan medulla oblongata adalah obat-obat yang bekerja pada medulla oblongata
yang dapat menyebabkan hiperaktivitas, peningkatan frekuensi penapasan dan jantung seta
tremor. Contoh obat stimulan medulla oblongata adalah cardiazol. Cardiazol termasuk dalam
obat analeptika yang mampu menstimulasi bagian sistem saraf tertentu terutama pusat
pernafasan dan pusat vasomotor dalam medulla oblongata. Pada dosis tinggi cardiazol dapat
menyebabkan spasmus otot (Sunaryo 1995).
Stimulan medulla spinalis adalah obat-obat yang bekerja pada medulla spinalis yang
mempengaruhi reflek. Contoh obat ini adalah striknin. Striknin adalah bubuk kristal putih
tidak berbau dan pahit yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, dihirup melalui
hidung, atau dicampur dalam larutan dan diberikan secara intravena. Striknin adalah racun
yang kuat, hanya sejumlah kecil diperlukan untuk menghasilkan efek yang parah. Keracunan
striknin dapat menimbulkan efek bagi kesehatan yang sangat serius dan merugikan, termasuk
kematian (Mistretta 2010).
METODOLOGI
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum yaitu spuid 1 ml, jam dan kandang hewan..
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu katak, mencit, caffein, striknin, cardiazol,
dan amfetamin.
Prosedur Percobaan
Stimulansia cortex cerebri. Katak normal dilakukan pemeriksaan terhadap status
fisiologisnya (posisi tubuh, reflek, rasa nyeri, tonus, frekuensi napas dan jantung). Caffein
disuntikkan secara SC pada daerah abdominal melalui saccus limphaticus femoralis dengan
dosis bertingkat mulai 0.05 ml, 0.1 ml, 0.2 ml, dan seterusnya. Katak diamati perubahan
fisiologisnya setiap 10 menit pada setiap dosis penyuntikan. Pemberian obat dan pengamatan
dihentikan setelah terjadi konvulsi pada katak. Bagian otak dari katak dirusak satu persatu
mulai dari cortex cerebri, medulla oblongata dan medulla spinalis untuk mengetahui titik
tangkap kerja dari obat tersebut.
Stimulansia cortex cerebri. Mencit normal dilakukan pemeriksaan terhadap status
fisiologisnya (aktivitas motorik tubuh, reflek, salivasi, defekasi, tonus otot, frekuensi napas
dan jantung). Amphetamin disuntikkan secara SC pada daerah punggung dengan dosis
bertingkat mulai 0.05 ml, 0.1 ml, 0.2 ml, dan seterusnya. Diamati perubahan fisiologis
mencit setiap 10 menit pada setiap dosis penyuntikan.
Stimulansia medulla oblongata. Katak normal dilakukan pemeriksaan terhadap
status fisiologisnya. Cardiazol disuntikkan secara SC pada daerah abdominal melalui saccus
limphaticus femoralis dengan dosis bertingkat mulai 0.05 ml, 0.1 ml, 0.2 ml, dan seterusnya.
Diamati perubahan fisiologis katak setiap 10 menit pada setiap dosis penyuntikan. Pemberian
obat dan pengamatan dihentikan setelah terjadi konvulsi pada katak. Bagian otak dari katak
dirusak satu persatu mulai dari cortex cerebri, medulla oblongata dan medulla spinalis untuk
mengetahui titik tangkap kerja dari obat tersebut.
Stimulansia medulla spinalis. Katak normal dilakukan pemeriksaan terhadap status
fisiologisnya. Striknindisuntikkan secara SC pada daerah abdominal melalui saccus
limphaticus femoralis dengan dosis bertingkat mulai 0.05 ml, 0.1 ml, 0.2 ml, dan seterusnya.
Diamati perubahan fisiologis katak setiap 10 menit pada setiap dosis penyuntikan. Pemberian
obat dan pengamatan dihentikan setelah terjadi konvulsi pada katak. Bagian otak dari katak
dirusak satu persatu mulai dari cortex cerebri, medulla oblongata dan medulla spinalis untuk
mengetahui titik tangkap kerja dari obat tersebut.
20 0.2 45o ++ ++ ++ 80 68 -
10 0.1 45o ++ ++ ++ 96 72 -
0 0,05 40 o + + + 80 76 Tetanis
10 0.01 - - - - - -
Tabel 4. Pemberian Amphetamin pada mencit
Dosis Aktivitas Defekasi/Urinasi/ Tonus Frek. Napas Frek. Jantung
Menit Refleks Konvulsi
(ml) (kotak) Salivasi otot (menit) (menit)
0 0.05 16 +++ - + 100 108 -
Kafein mempengaruhi susunan saraf pusat yaitu pada korteks cerebri sebagai
stimulansia. Pemberian sediaan pada katak melalui subkutan, efek maksimum baru muncul
pada menit ke-40 pasca injeksi. Hal ini ditandai dengan posisi sudut kaki yang sudah sejajar
dengan bidang datar, frekuensi napas dan jantung yang kian melemah, tonus otot yang tegang
dan tremor kaki yang simetris dan klonis. Hal ini sesuai dengan data literatur bahwa daya
kerja kafein terjadi relatif lebih cepat, setelah sekitar 30 menit akan mencapai maksimum dan
akan hilang perlahan-lahan setelah 2-3 jam (Djojodibroto 2009). Efek stimulansia kafein
dapat dilihat dari keadaan katak yang tidak bisa diam dan ditandai dengan lompatan katak
yang semakin tinggi, tremor, terkadang mengalami gangguan ritme jantung, serta daerah
abdomen mulai kembung (Nehlig et al. 1992). Terjadinya bloating atau kembung di daerah
abdomen karena, kafein adalah zat yang dapat merangsang saluran pencernaan dan spasmus
dalam usus yang turut menyebabkan kembung.
Kardiazol merupakan obat yang berfungsi sebagai stimulansia medulla oblongata.
Efek obat ini adalah adanya hipereaktivitas, terjadinya peningkatan frekuensi nafas dan
jantung, serta tremor (Rahminiwati et al 2015). Konvulsi yang muncul akibat stimulan
medulla oblongata bersifat spontan, asimetris, dan klonik. Pada percobaan ini, secara umum
terjadi peningkatan reflek, tonus otot, dan respon nyeri seiring peningkatan dosis kardiazol
yang diinjeksikan. Selain itu, secara umum juga terjadi peningkatan frekuensi nafas dan
jantung seiring peningkatan dosis kardiazol yang diinjeksikan. Pemberian pada dosis 0.2
katak mulai menunjukkan gejala konvulsi dan posisi kaki lurus. Perusakan pada korteks
cerebri, katak masih menunjukkan respon konvulsi sedangkan pada perusakan medulla
oblongata, konvulsi berhenti dan perut katak mengempis.
SIMPULAN
Beberapa sediaan yang dapat digunakan sebagai stimulan sistem saraf pusat antara
lain amphetamin dan kafein sebagai stimulansia korteks cerebri, cardiazol sebagai
stimulansia medula oblongata, dan striknin sebagai stimulansia medula spinalis.
DAFTAR PUSTAKA
Brands B, Sproule B, dan Marshman J. 1998. Drugs and Drug Abuse 3rd Edition. New York
(US): Addiction Research Foundation.
Djojodibroto D. 2009. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta(ID): EGC.
Louisa M dan Dewoto HR . 2007. Perangsangan Susunan Saraf Pusat Edisi 5. Jakarta(ID):
UI Pr.
Mistretta, Paul. 2010. Strychnine Human Health and Ecological Risk Assesment. New York
(US): Syracuse Enviromental Research Associates Inc.
Nehlig A, Daval JL, Debry G. 1992. Caffeine and the central nervous system:
mechanisms of action, biochemical, metabolic and psychostimulant effects.
Brain Res Brain Res Rev. May-Aug;17(2):139-70.
Rahminiwati et al. 2015. Panduan Praktikum Farmakologi Veteriner II. Bogor: FKH IPB.
Savitz, DA. 2008. Caffeine and miscarriage risk. Epidemiology. 19 (1): 55-62.
Sunaryo. 1995. Farmakologi dan Terapi: Perangsangan Susunan Saraf Pusat Edisi Keempat.
Jakarta (ID): Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal.
223-224.
Sunaryo. 2005. Perangsang susunan Saraf Pusat. Sulistia G.Ganiswara (ed.) dalam
Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Universitas Indonesia.