Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 48

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Penyakit Jantung Koroner

1. Definisi

Penyakit jantung koroner adalah gangguan pada arteri coronaria

yang berfungsi mensuplai darah kebutuhan jantung sendiri sehingga

jantung akan mengalami kekurangan darah dan segala manifestasinya

(Bustan, 2015).

Penyakit jantung koroner terjadi akibat adanya penyumbatan

pembuluh arteri oleh plak yang menghambat suplai oksigen dan nutrisi ke

jantung (Risa dan Haris, 2014).

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit jantung dan

pembuluh darah karena terganggunya pembuluh jantung (arteri koronaria)

yang tugasnya menyuplai kebutuhan darah ke otot-otot jantung.

(Pudiastuti, 2013)

Penyakit Jantung Koroner adalah suatu penyakit pada jantung yang

terjadi karena adanya kelainan pada pembuluh koroner (yaitu sepasang

pembuluh nadi cabang pertama dari aorta yang mengantarkan zat-zat

makanan tang, diburuhkan bagi jaringan-jaringan dinding jantung).

5Kelainan pembuluh darah koroner ini berupa penyempitan pembuluh

darah sebagai akibat dari proses atherosclerosis (yaitu pengeresan dinding

darah karena penimbunan lemak yang berlebihan). (Sumiati, dkk. 2010)

8
9

2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi

Jantung adalah organ yang memompa darah melalui pembuluh

darah menuju ke seluruh jaringan tubuh. Sistem kardiovaskular terdiri dari

darah, jantung, dan pembuluh darah. Darah yang mencapai sel-sel tubuh

dan melakukan pertukaran zat dengan sel-sel tersebut harus di pompa

secara terus-menerus oleh jantung melalui pembuluh darah. Sisi kanan dari

jantung, memompa darah melewati paru-paru, memungkinkan darah

untuk melakukan pertukaran antara oksigen dan karbondioksida (Tortora,

2012).

Ukuran jantung relatif kecil, pada umumnya memiliki ukuran yang

sama, tetapi memiliki bentuk yang berbeda seperti kepalan tangan setiap

orang. Dengan panjang 12cm, lebar 9cm, tebal 6 cm, dan berat 250 gr pada

wanita dewasa dan 300 gr pada pria dewasa (Tortora, 2012).

Gambar 2.1 Anatomi Jantung


Sumber: Tortora, 2012
10

Sirkulasi koroner

Walaupun jantung memompa darah keseluruh tubuh, jantung tidak

menerima nutrisi dari darah yang dipompanya. Nutrisi tidak dapat

menyebar cukup cepat dari darah yang ada dalam bilik jantung untuk

memberi nutrisi semua lapisan sel yang membentuk dinding jantung.

Untuk alasan ini, miokardium memiliki jaringan pembuluh darah sendiri,

yaitu sirkulasi koroner (Tortora, 2012).

Jantung kaya akan pasokan darah, yang berasal dari arteri

koronaria kiri dan kanan. Arteri-arteri ini muncul secara terpisah dari sinus

aorta pada dasar aorta, dibelakang tonjolan katup aorta. Arteri ini tidak di

blockade oleh tonjolan katup selama sistol karena adanya aliran sirkular

dan tetap sepanjang siklus jantung.

Arteri koronaria kanan berjalan diantara trunkus pulmonalis dan

atrium kanan, menuju sulkus AV. Saat arteri tersebut menuruni tepi bawah

jantung, arteri terbagi menjadi cabang descendens posterior dan cabang

marginal kanan. Arteri koronaria kiri berjalan dibelakang trunkus

pulmonalis dan kemudian berjalan diantara trunkus pulmonalis dan atrium

kiri. Arteri ini terbagi menjadi cabang sirkumfleksa, marginal kiri, dan

descendens anterior. Terdapat anastomosis antara cabang marginal kanan

dan kiri, serta arteri descendens anterior dan posterior, meskipun

anastomosis ini tidak cukup untuk mempertahankan perfusi jika salah satu

sisi sirkulasi koroner tersumbat.


11

Sebagian besar darah kembali ke atrium kanan melalui sinus

koronarius dan vena jantung anterior. Vena koronaria besar dan kecil

secara berturut-turut terletak paralel terhadap arteri koronaria kiri dan

kanan, dan berakhir di dalam sinus. Banyak pembuluh-pembuluh kecil

lainnya yang langsung berakhir di dalam ruang jantung, termasuk vena

thebesian dan pembuluh arterisinusoidal. Sirkulasi koroner mampu

membentuk sirkulasi tambahan yang baik pada penyakit jantung iskemik ,

misalnya oleh plak ateromatosa. Sebagian besar ventrikel kiri disuplai oleh

arteri koronaria kiri, dan oleh sebab itu adanya sumbatan pada arteri

tersebut sangat berbahaya. AVN dan nodus sinus disuplai oleh arteri

koronaria kanan pada sebagian besar orang, penyakit pada arteri ini dapat

menyebabkan lambatnya denyut jantung dan blockade AV (Aaronson,

2010).

Gambar 2.2 Arteri dan vena dibagian anterior


Sumber: Tortora, 2014
12

b. Histologi Pembuluh Darah

Pembuluh darah yang lebih besar umumnya memiliki struktur 3

lapis. Lapisan dalam yang tipis disebut tunika intima, terdiri dari selapis

(monolayer) sel endotel (endotelium) yang disokong oleh jaringan ikat.

Sel-sel endotel yang melapisi lumen vascular dirapatkan oleh suatu tight

junction, yang membatasi difusi molekul besar melewati endothelium. Sel-

sel endotel memiliki peran krusial dalam mengendalikan permeabilitas

vascular, vasokonstriksi, angiogenesis, dan regulasi hemostatis. Intima

relatif lebih tebal pada arteri yang lebih besar, dan mengandung beberapa

sel otot polos dalam arteri yang lebih besar, dan mengandung beberapa sel

otot polos dalam arteri dan vena yang berukuran besar dan sedang.

Lapisan tengah yang tebal, tunika media, dipisahkan dari tunika

intima oleh suatu selubung berfenestrasi (berperforasi), lamina elastika

interna, yang sebagian besar tersusun atas elastin. Lapisan media ini

mengandung sel otot polos yang terbenam dalam matriks ekstraselular

yang terutama tersusun atas kolagen, elastin, dan proteoglikan. Sel-sel

tersebut berbentuk seperti silinder yang memanjang dan irregular dengan

ujung tumpul, dan memiliki panjang 15-100 m. Dalam sistem arterial, sel-

sel ini tersusun secara sirkular atau dalam spiral bersusun rendah, sehingga

lumen vaskular menyempit saat sel-sel berkontraksi. Masing-masing sel

cukup panjang untuk melapisi sekeliling arteriol kecil beberapa kali.

Sel-sel otot polos yang berdekatan membentuk gap junction. Ini

merupakan area dari kontak selular yang berdekatan dimana susunan kanal
13

besar yang disebut konekson menghubungkan kedua membrane sel,

memungkinkan otot polos membentuk sinsitium, dimana depolarisasi

menyebar dari satu sel ke sel di sebelahnya.

Lamina elastika eksterna memisahkan antara tunika media dari

lapisan bagian luar, tunika adventisia. Lapisan ini mengandung jaringan

kolagen yang menyokong fibroblast dan saraf. Pada arteri dan vena besar,

adventitia mengandung vasa vasorum, yaitu pembuluh darah kecil yang

juga menembus ke dalam bagian luar media dan menyuplai dinding

vascular dengan oksigen dan nutrisi.

Protein elastin didapatkan terutama dalam arteri. Molekul elastin

tersusun menjadi jalinan serabut yang berbentuk kumparan acak. Molekul

(seperti pegas) ini memungkinkan arteri melebar selama sistol dan

kemudian kembali mengecil selama diastol agar menjaga darah tetap

mengalir kedepan. Hal ini sangat penting untuk aorta dan arteri elastik

besar lainnya, dimana media mengandung lapisan elastin berfenetrasi yang

memisahkan sel-sel otot polos menjadi lapisan konsentrik multipel

(Lamela).

Protein fibrosa kolagen terdapat dalam ketiga lapisan dinding

vascular, dan berfungsi sebagai kerangka yang menahan sel otot polos

tetap pada tempatnya. Pada tekanan internal yang tinggi, jalinan kolagen

menjadi sangat kaku, dan membatasi pelebaran pembuluh darah. Hal ini

sangat penting untukvena, yang memiliki kandungan kolagen lebih banyak

dari arteri (Aaronson, 2010).


14

c. Fisiologi

Semua jaringan tubuh selalu bergantung pada aliran darah yang

disalurkan oleh kontraksi dan denyut jantung. Jantung mendorong darah

melintasi pembuluh darah untuk disampaikan dalam jumlah yang cukup.

Jantung berfungsi untuk menjalankan sistem sirkulasi dan transportasi

dalam tubuh. Pada dasarnya sistem sirkulasi terdiri dari 3 komponen dasar

yaitu :

- Jantung berfungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap

darah untuk menimbulkan gradien tekanan yang diperlukan agar

darah mengalir ke jaringan.

- Pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk mengarahkan dan

mendistribusikan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan

kemudian mengembalikannya ke jantung.

- Darah berfungsi sebagai medium transportasi tempat bahan-bahan

yang akan disalurkan dilarutkan, diendapkan.

Siklus jantung adalah urutan kejadian mekanik yang terjadi selama

satu denyut jantung tunggal. Saat menuju akhir diastole (G) semua rongga

jantung berelaksasi. Katup antara atrium dan ventrikel terbuka (katup AV:

kanan, trikuspid ; kiri, mitral), karena tekanan atrium tetap sedikit lebih

besar daripada tekanan ventrikel sampai ventrikel benar-benar

mengembang. Katup aliran keluar pulmonal dan aorta (semilunar)

menutup, saat arteri pulmonalis dan tekanan aorta lebih besar daripada
15

tekanan ventrikel. Siklus dimulai ketika nodus sinoatrial menginisiasi

denyut jantung.

Sistol atrium (A)

Kontraksi atrium melengkapi pengisian ventrikel. Saat istirahat,

atrium member konstibusi kurang dari 20% volume ventrikel, namun

proporsi ini meningkat sesuai denyut jantung, karena diastol memendek

dan terdapat lebih sedikit waktu untuk pengisian ventrikel. Tidak terdapat

katup antara vena dan atrium dan sejumlah darah mengalami regurgitasi

ke dalam vena. Gelombang dari tekanan atrium dan vena merefleksiakan

sistol atrium. Volume ventrikel setelah pengisian dikenal sebagai volume

akhir diastolik, dan besarnya 120-140 ml. Tekanan equivalen adalah

kurang dari 10mmHg, dan lebih besar ada ventrikel kiri daripada ventrikel

karena lebih muskular dan oleh sebab itu dinding ventrikel kiri lebih kaku.

EDV (end diastolic volume) merupakan suatu penentu penting dalam

kekuatan kontraksi selanjutnya depolarisasi atrium menyebabkan

gelombang P pada EKG.

Sistol ventrikel

Kontraksi ventrikel menyebabkan peningkatan tajam tekanan

ventrikel dan katup AV menutup begitu tekanan ini melampaui tekanan

atrium. Penutupan katup AV menyebabkan bunyi jantung pertama (S1).

Depolarisasi ventrikel berkaitan dengan kompleks QRS dan EKG. Selama

fase awal kontraksi ventrikel, tekanan ventrikel lebih kecil daripada

tekanan arteri pulmonal dan aorta, sehingga katup aliran keluar tetap
16

menutup. Ini merupakan kontraksi isovolumetrik (B), karena volume

ventrikel tidak berubah. Tekanan yang meningkat menyebabkan katup AV

menonjol ke dalam atrium, sehingga ,menyebabkan gelombang tekanan

atrium yang kecil (gelombang c), yang diikuti oleh suatu penurunan

(penurunan x).

Ejeksi

Katup-katup aliran keluar terbuka saat tekanan dalam ventrikel

melampaui tekanan pada arteri masing-masing.n perhatikan bahwa

tekanan arteri pulmonal 15 mmHg diperkirakan lebih kecil daripada

tekanan aorta 80 mmHg. Aliran kedalam arteri pada awalnya sangat cepat

(fase ejeksi cepat c), namun saat kontraksi semakin menghilang, jeksi

menjadi berkurang (fase ejeksi menurun d). Ejeksi cepat kadang-kadang

terdengar sebagai murmur. Kontraksi aktif menghilang selama paruh

kedua ejeksi, dan otot berpolarisasi.ini berkaitan dengan gelombang T

pada EKG. Tekanan ventrikel selama vase ejeksi menurun adalah sedikit

lebih kecil daripada tekanan arteri, namun darah terus mengalir keluar

ventrikel karena adannya momentum. Pada akhirnya aliran secara cepat

berbalik sehingga menyebabkan penutupan katup aliran keluar dan suatu

peningkatan kecil tekanan aorta, takik dikrotik. Penutupan katup

semilunaris berkaitan dengan bunyi jantung kedua (S2). Jumlah darah

yang diejeksikan ventrikel dalam satu denyut disebut isi sekuncup yaitu

70ml. oleh sebab itu, sekitar 50ml darah tertinggal dalam ventrikel pada

akhir sistol(volume akhir sistolik). Proporsi EDV yang diejeksikan adalah


17

fraksin ejeksi. Selama dua pertiga akhir sistol, tekanan atrium meningkat

kibat pengisian vena (gelombang v).

Diastol-relaksasi dan pengisian kembali.

Setelah penutupan katup aliran keluar, ventrikel secara cepat berelaksasi.

Namun demikian, tekanan ventrikel tetap lebih besar daripada tekanan

atrium dan katup AV tetap menutup. Ini disebut relaksasi isovolumetrik

(E). Saat tekanan ventrikel menurun dibawah tekanan atrium, maka katup

AV terbuka dan tekanan atrium menurun (penurunan y) saat ventrikel terisi

kembali (pengisian kembali ventrikel sangat cepat F). ini dibantu oleh

recoil elastic dinding ventrikel, yang sebenarnya menyedot darah. Bunyi

jantung ketiga (S3) dapat terdengar pada orang muda, atau saat EDP tinggi.

Saat ventrikel benar-benar berelaksasi, pengisian kembali melambat. Ini

berlanjut selama dua pertiga akhir diastole akibat aliran vena. Saat istirahat,

diastole dua kali lebih panjang dari sistol, namun menurun secara

proporsional selam altihan dan saat laju denyut jantung akan meningkat.

Nadi

Nadi disebabkan oleh gelombang tekanan yang bergerak menuruni cabang

vascular. Bentuk dari nadi arterial dimodifikasi oleh kompliansi dan ukuran

arteri. Suatu arteri yang kaku, seperti pada usia yang menua atau

aterosklerosis, menyebabkan nadi teraba lebih jelas. Nadi juga lebih tajam

saat ukuran arteri berkurang. Pantulan yang mencerminkan arteri dari titik-

titik dimana resistensi terhadap aliran meningkat, misalnya saat arteri

bercabang, dan dapat menyebabkan peningkatan puncak selanjutnya. Nadi


18

vena jugularis mencerminkan atrium kanan, dan berkaitan dengan

gelombang a,c,v, dan penurunan x dan y (Aaronson, 2010).

3. Etiologi

Menurut Gray, Dawkins et al (2005) penyebab penyakit jantung

koroner adalah sebagai berikut:

a) Penyakit jantung koroner ditimbulkan akibat kekakuan pembuluh

darah, penyempitan lubang pembuluh karena tersumbat gumpalan

benda asing, kolesterol/gelembung udara.

b) Trombosis

Plak arteriosclerosis banyak mengandung lemak yang sifatnya rapuh.

Plak dapat rontok apabila aliran darah deras disebabkan tensi tinggi.

c) Resistensi insulin dengan tanda-tanda kadar glukosa darah dan insulin

tinggi

Penyebab penyakit jantung koroner secara umum dibagi atas dua,

yakni menurunnya asupan oksigen yang dipengaruhi oleh aterosklerosis,

tromboemboli, vasopasme, dan meningkatnya kebutuhan oksigen

miokard. Dengan perkataan lain, ketidak seimbangan antara kebutuhan

oksigen miokardium dengan masukannya. Dikenal 2 keadaan

ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan oksigen itu, yaitu

hipoksemia (iskemia) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskuler (arteri

koronaria) dan hipoksia (anoksia) yang disebabkan kekurangan oksigen

dalam darah. Perbedaannya ialah pada iskemia terdapat kelainan vaskuler


19

sehingga perfusi ke jaringan berkurang dan eliminasi metabolit yang

ditimbulkannya (misal asam laktat) menurun juga sehingga gejalanya akan

lebih cepat muncul. (Winandar, 2014)

Ruptur dari plak aterosklerosis dianggap penyebab terpenting dari

angina pektoris tidak stabil (APTS) sehingga tiba-tiba terjadi oklusi

(sumbatan) subtotal atau total dari arteri koronaria yang sebelumnya

mempunyai penyumbatan/penyempitan minimal. Biasanya ruptur terjadi

pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal. Terjadinya

ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan

menyebabkan aktivasi timbulnya trombus. Bila trombus menutup

pembuluh darah 100% akan menyebabkan infark dengan elevasi segmen,

sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan

stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

4. Manifestasi Klinis

Menurut Mahreswati (2012) gejala penyakit jantung koroner

adalah sebagai berikut :

a) Nyeri Dada (Angina)

Rasa sakit yang disebut sebagai angina, biasanya dipicu oleh tekanan

fisik dan emosional. Hal itu biasanya hilang dalam beberapa menit

setelah menghentikan aktivitas yang menyebabkan tekanan.


20

b) Sesak nafas

Jika jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi

kebutuhan tubuh, dapat mengalami sesak nafas atau kelelahan ekstrem

tanpa tenaga.

c) Serangan Jantung

Jika arteri koroner menjadi benar-benar diblokir, mungkin mengalami

serangan jantung.

Sedangkan menurut Pudiastuti (2013) gejala-gejala penyakit

jantung koroner adalah :

a) Nyeri dada

Gejala nyeri dada dirasakan oleh sekitar 1/3 penderita PJK. Nyeri

dirasakan dibagian tengah dan menyebar ke leher, lengan, dagu.

b) Berdebar-debar (palpitasi)

c) Sesak nafas

5. Patofisiologi

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapsitas suplai oksigen oleh

pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya

iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan

menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, menekan

fungsi miokardium.

Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk

mengubah metabolism aerob menjadi metabolisme anaerob. Metabolisme


21

anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila

dibandingkan dengan metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan

siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar.

Hasil akhir metabolism anaerob (asam laktat) akan tertimbun sehingga

menurunkan pH sel.

Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energy yang tersedia, serta

asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan

kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang, serabut-

serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu,

gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal,

bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi.

Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung

menyebabkan perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika

bervariasi sesuai dengan ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan

derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunnya

fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya

volume sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali berdenyut).

Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistol, akan memperbesar

volume ventrikel. Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat, tekanan

akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan

meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh perubahan daya kembang

dinding jantung akibat iskemia. Dinding yang kurang lentur semakin

memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu.


22

Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi

adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum

timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan respons kompensasi

simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya

nyeri, sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin.

Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang

terserang iskemia cukup luas atau merupakan respon vagus.

Iskemia miokardium biasanya disertai oleh dua perubahan EKG

akibat elektrofisiologi sel, yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen

ST. Suatu varian angina lainnya disebut juga angina Prinzmental

disebabkan oleh spasme arteria koroner yang berkaitan dengan elevasi

segmen ST.

Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila

ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki.

Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik dan elektrokardigrafi

yang terjadi semuanya bersifat reversible.

Angina pektoris adalah nyeri episodik atau sensasi seperti

ditekan/diremas pada dada yang disebabkan oleh iskemia miokard

reversibel. Rasa tidak nyaman dapat menjalar ke leher, rahang, dan lengan

(terutama bagian kiri), dan yang lebih jarang ke punggung. Ini merupakan

manifestasi dari iskemia miokardium (Aaronson, 2010).


23

6. Klasifikasi

Klasifikasi penyakit jantung koroner (PJK) sampai saat ini masih

belum ada yang spesifik, hal ini disebabkan karena manifestasi klinisnya

yang berbeda dan bervariasi diantara satu penderita dengan penderita yang

lain. Saat timbulnya juga tidak menentu, gejala yang ditimbulkan juga

tidak sesuai dengan penemuan patologik. Dengan demikian penderita

PJK mungkin tampil dengan: (Iman Soeharto, 2004)

1) Angina Pektoris Stabil

2) Angina Pektoris Tidak Stabil (ATS)

3) Infark Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI)

4) Infark Miokard dengan ST-elevasi (STEMI)

Selain bisa juga bermanifestasi sebagai payah jantung atau

gangguan irama jantung.

(1) Angina Stabil

Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koronaria yang

arterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan alirannya

sewaktu kebutuhan oksigen meningkat. Peningkatan kerja jantung

dapat menyertai aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga.

Apabila plak ateroma yang berada di Arteri Koronaria stabil,

maka serangan angina pektoris selalu timbul pada kondisi yang sama

yaitu pada waktu terjadi peningkatan beban jantung. Dengan demikian

diagnosis angina pektoris stabil dapat ditegakkan pada anamnesis

apabila didapati bahwa serangan timbul setiap kali melakukan


24

aktivitas fisik dan hilang dengan istirahat atau dengan pemberian

nitrat, lamanya serangan tidal lebik dari 5 menit, tidak disertai keluhan

sistemik, gejala angina pektoris sudah dialami lebih dari 1 bulan, dan

beratnya tidak berubah dalam masa beberapa tahun terakhir.

(2) Angina Pektoris tidak Stabil (ATS)

Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan

nyeri dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada

yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut biasanya

timbul pada saat melakukan aktivitas dan segera hilang bila aktivitas

dihentikan. Merupakan kompleks gejala tanpa kelainan morfologik

permanen miokardium yang disebabkan oleh insufisiensi relatif yang

sementara di pembuluh darah koroner.

Angina pektoris dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung,

ke rahang atau ke daerah abdomen. Penyebab angina pektoris adalah

suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium

dibandingkan kebutuhan. Jika beban kerja suatu jaringan meningkat

maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Pada jantung yang sehat,

arteria koronaria berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan

oksigen ke otot jantung. Namun jika arteria koronaria mengalami

kekakuan atau menyempit akibat arterosklerosis dan tidak dapat

berdilatasi sebagai respon peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka

terjadi iskemi miokardium.


25

Sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob

untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Cara ini tidak efisien dan

menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH

miokardium dan menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan angina

pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka

suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses

fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak

menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya penimbunan asam laktat

maka nyeri angina pektoris berkurang. Dengan demikian, angina

pektoris merupakan suatu keadaan yang berlangsung singkat.

Angina pektoris tidak stabil adalah kombinasi angina stabil

dengan angina prinzmetal. Dijumpai pada individu dengan

perburukan penyakit arteri koronaria. Angina ini biasanya menyertai

peningkatan beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat

arterosklerosis koronaria, yang ditandai oleh trombus yang tumbuh

dan mudah mengalami spasme. Apabila keadaan plak pada arteria

koronaria menjadi tidak stabil, misalnya mengalami pendarahan,

ruptur atau terjadi fissura, sehingga terbentuk trombus di daerah

plak yang menghambat aliran darah koronaria dan terjadi serangan

angina pektoris. Serangan angina pektoris jenis ini datangnya tidak

tentu waktu, dapat terjadi pada waktu penderita sedang melakukan

aktivitas fisik atau dalam keadaan istirahat, dan gejalanya

bervariasi tergantung bentuk ukuran dan keadaan trombus.


26

Beberapa kriteria dapat dipakai untuk mendiagnosis angina

pektoris tidak stabil, yaitu:

a. Angina pektoris kresendo yaitu angina yang terjadi peningkatan

dalam intensitas, frekuensi, dan lamanya episode angina pektoris

yang dialami selama ini.

b. Angina at rest / nocturnal.

c. “New-onset exertional Angina” yaitu yang baru timbul dalam

kurang 2 bulan.

d. Nyeri dada yang timbul 2 minggu sebelum kejadian infark

miokard akut (IMA).

(3) Infark Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI)

Angina tidak stabil dikelompokkan bersama-sama NSTEMI

dimana NSTEMI ditemukan bukti kimiawi yang menunjukkan adanya

nekrosis miokard.

(4) Infark Miokard dengan ST-elevasi (STEMI / IMA)

Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat

aliran darah ke otot jantung terganggu.

a. Infark Subendokard

Infark yang terjadi pada sepertiga sampai seperdua dari ketebalan

dinding ventrikel. Umumnya diakibatkan oleh hipoperfusi dari

jantung seperti pada stenosis aorta, syok hemoragik, dan dapat

pula akibat trombus pada arteri koronaria yang lisis sebelum

terjadi nekrosis pada miokard.


27

b. Infark Transmural

Nekrosis miokard yang terjadi pada seluruh atau hampir seluruh

ketebalan dinding miokard (endokardium sampai epikardium).

Umumnya disebabkan oleh aterosklerosis arteri koronaria,

perubahan plak secara akut, dan trombosis.

Pada publikasi akhir-akhir ini lebih lazim dipergunakan sebutan

Infark Miokard Non Q wave daripada Infark Miokard

Subendokard, atau Transmural. Sebutan ini juga membedakan

diri daripada infark miokard dengan gelombang Q yang patologis.

7. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi adalah ruptur miokardial, gumpalan

darah, aritmia (gangguan irama jantung), gagal jantung atau syok dan

perikarditis.

a. Ruptur Miokardial

Otot jantung yang mengalami kerusakan akan menjadi lemah,

sehingga kadang mengalami robekan karena tekanan dari aksi pompa

jantung. Dua bagian jantung yang sering mengalami robekan selama

atau setelah suatu serangan jantung adalah dinding otot jantung dan

otot yang mengendalikan pembukaan dan penutupan salah satu katup

jantung (katup mitralis).


28

b. Bekuan Darah

Menurut Mahdiana (2011) Pada sekitar 20-60% orang yang pernah

mengalami serangan jantung, terbentuk bekuan darah didalam

jantung.

Komplikasi yang dapat terjadi menurut Ladita (2015), yaitu:

- Angina (nyeri dada)

Saat pembuluh darah menyempit, jantung tidak menerima suplai

darah yang cukup saat kebutuhan meningkat dari biasanya, yaitu

saat aktivita fisik. Hal ini dapat menyebabkan angina atau sesak nafas.

- Serangan jantung

Jika plak pecah, dan terbentuk bekuan darah, maka pembuluh darah

bisa tersumbat total, ini yang menyebabkan serangan jantung.

Berkurangnya aliran darah ke jantung, berefek pada kerusakan

otot jantung. Tingkat kerusakannya tergantung seberapa cepat kita

mendapat pengobatan.

- Gagal jantung

Jika beberapa bagian jantung secara kronis kekurangan oksigen dan

nutrisi karena berkurangnya aliran darah, atau jantung pernah

mengalami kerusakan akibat serangan jantung, jantung menjadi

terlalu lemah untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan tubuh. kondisi ini disebut gagal jantung.


29

- Arrhythmia

Suplai darah yang tidak memadai ke jantung atau kerusakan pada

jaringan jantung, dapat menganggu impuls listrik jantung anda,

menyebabkan ritme jantung abnormal.

8. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Mary DiGiulio, dkk, 2014 intervensi keperawatan pada

pasien Penyakit jantung koroner, yaitu:

 Monitor tanda-tanda vital–tanda-tanda hipertensi, denyut jantung

tidak teratur.

 Monitor elektrokardiogram –mencari kerusakan organ akhir, tanda-

tanda penyakit penyakit jantung.

 Monitor lab –periodic lipid panel, fungsi lever untuk pasien pada

statin.

 Monitor myalgia (nyeri otot).

 Menjelaskan kepada pasien:

- Berhenti merokok.

- Kurangi asupan alkohol.

- Beralih ke diet rendah lemak, rendah kolesterol, dan

meningkatkan asupan serat pangan.

- Meningkatkan aktivitas harian.

- Menurunkan berat badan.

- Manajemen stress.
30

- Program rehabilitasi jantung di RS.

Diagnosa keperawatan dan juga intervensi keperawatan pada

asuhan keperawatan pasien jantung koroner (Doengoes, 2000) :

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan

jantung atau sumbatan pada arteri koronaria.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan

mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri dada,

menunjukan adanya penurunan tekanan dan cara

berelaksasi.

Rencana :

 Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.

 Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi,

kesadaran).

 Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri

dada.

 Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.

 Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik

relaksasi.

 Kolaborasi dalam pemberian oksigen dan obat-obatan (beta

blocker, anti angina, analgesik)

 Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan

dengan narkosa.
31

2. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemia

pada miokard.

Tujuan : Setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunjukkan

peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas

(tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak

adanya angina.

Rencana :

 Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama

dan sesudah melakukan aktivitas.

 Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih

dahulu.

 Anjurkan pada pasien agar tidak mengedan pada saat buang air

besar (BAB).

 Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh di

lakukan oleh pasien.

 Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas

melebihi batas.

3. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan

perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload

atau peningkatan SVR, miocardial infark.

Tujuan : Tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan

tindakan keperawatan.
32

Rencana :

 Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan

pada posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).

 Kaji kualitas nadi.

 Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.

 Auskultasi suara nafas.

 Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.

 Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi

kafeine.

 Kolaborasi dalam : pemeriksaan serial EKG, foto thorax,

pemberian obat-obatan anti disritmia.

4. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan pe

nurunan tekanan darah, hipovolemia.

Tujuan : Selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi

penurunan perfusi jaringan.

Rencana :

 Kaji adanya perubahan kesadaran.

 Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan

penurunan kualitas nadi perifer.

 Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion),

erythema, edema.

 Kaji respirasi (irama, kedalaman dan usaha pernafasan).


33

 Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, kon

stipasi).

 Monitor intake dan out put.

 Kolaborasi dalam : Pemeriksaan BGA, BUN, Serum ceratinin

dan elektrolit.

5. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan

dengan penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium,

penurunan plasma protein.

Tujuan : Tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama

dalam perawatan.

Rencana :

 Auskultasi suara nafas (kaji adanya crackless).

 Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya

edema.

 Ukur intake dan output (balance cairan).

 Kaji berat badan setiap hari.

 Ajurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal

2000 cc/24 jam.

 Sajikan makan dengan diet rendah garam.

 Kolaborasi dalam pemberian deuritika.


34

9. Faktor Resiko yang Menyebabkan Penyakit Jantung Koroner

Menurut Pujiastuti (2013) ada faktor risiko yaitu :

a. Faktor yang tidak dapat diubah, yaitu:

1) Usia

Umur adalah : usia masa perjalanan hidup (KBBI)

Makin bertambahnya usia, risiko terkena PJK makin tinggi

dan dimulai pada usia 40 tahun ke atas. 1 dari 9 wanita berusia 45-60

tahun menderita PJK dan 1 dari 3 wanita berusia diatas 60 tahun

menderta PJK. Sedangkan 1 dari 2 wanita meninggal karena penyakit

jantung dan stroke.

Pertambahan usia meningkatkan risiko terkena serangan

jantung koroner secara nyata pada pria maupun wanita. Hal ini

mungkin merupakan pencerminan lamanya terpajan faktor risiko

digabung dengan kecenderungan bertambah beratnya derajat tiap-tiap

faktor risiko, seiring dengan pertambahan usia.

Memasuki usia 45 tahun bagi pria karena itu sangat penting

bagi kaum pria untuk menyadari kerentanan mereka dan mengambil

tindakan positif untuk mencegah datangnya penyakit jantung

sedangkan pada wanita adalah pada saat memasuki usia 55 tahun atau

pada saat mengalami menopause dini (sebab akibat operasi), dalam

hal ini wanita akan menyusul kaum pria dalam hal risiko penyakit

jantung setelah mengalami menopause.


35

2) Jenis Kelamin

Jenis kelamin laki-laki lebih besar terkena PJK dibandingkan

dengan wanita. Akan tetapi, pada wanita yang sudah menopause risiko

PJK meningkat. Hal itu berkaitan dengan penurunan hormon estrogen

yang berperan penting dalam melindungi pembuluh darah dari

kerusakan yang memicu terjadinya aterosklerosis.

Penyakit jantung koroner banyak dijumpai pada laki-laki

daripada perempuan. Proses atherosclerosis terjadi dalam waktu yang

lama sejak usia umur 15 tahun. Pada laki-laki pertengahan tahun

manula yaitu usia 40 tahun ke atas kenaikan kadar kolesterol dalam

darah mempunyai risiko yang tinggi khususnya LDL untuk

pembentukan penyakit jantung koroner. Perempuan mempunyai

pelindungan alami dari penyakit jantung koroner, yakni hormon

estrogen yang bisa sangat membantu dalam mengendalikan

kolesterol. Namun jika perempuan sudah mencapai usia menopouse,

pelindung alami tersebut sudah tidak berproduksi kembali, dan itu

yang kemudian akan menjadikan perempuan juga rentan terkena

penyakit jantung koroner apabila tidak berpola hidup yang sehat.

Wanita mempunyai faktor risiko terkena serangan penyakit

jantung lebih rendah daripada pria. Penyakit jantung koroner jarang

terjadi pada wanita pre-menopause, kecuali apabila terdapat faktor

risiko yang multipel (berganda). Namun, ada kekecualian pada wanita

dengan penyakit diabetes mellitus dan obesitas. Pada wanita pasca


36

menopause, risiko terkena serangan jantung koroner mendekati risiko

pada pria sehingga penting sekali mengendalikan faktor risiko pada

wanita menopause.

3) Keturunan (Genetik)

Riwayat penyakit jantung didalam keluarga pada usia dibawah

55 tahun merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan.

b. Faktor risiko yang dapat diubah

1) Diet (Pola makan)

Diet atau pola makan memegang peranan penting dalam

pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular. Pada penderita

penyakit kardiovaskular orang yang mengkonsumsi makanan berserat

sekitar 35 gram/hari memiliki risiko terkena penyakit jantung 1/3 kali

lebih rendah dibandingkan dengan orang yang mengkonsumsi serat

kurang dari 15 gram perhari. Pola makan rendah kalori dengan biji-

bijian, buah serta sayuran dapat membantu menurunkan kadar

kolesterol dan mempertahankan berat badan.

2) Dislipidemia

Kenaikan kadar kolesterol berbanding lurus dengan

peningkatan terjadinya serangan PJK. Peningkatan dan penurunan

HDL merupakan faktor risiko yang penting pada PJK.

3) Obesitas (Kegemukan)

Seorang disebut obesitas bila berat badannya melebihi 20%

dari berat badan normal dan mengalami penimbunan lemak yang


37

berlebihan. 30% kematian akibat PJK terjadi pada mereka yang

menderita obesitas dan umumnya proses aterosklerosis dimulai

penderita obesitas pada usia 50 tahun.

4) Diabetes Mellitus

Peningkatan kadar gula dapat menimbulkan berbagai macam

akibat, antara lain :

a) Penebalan membran basal pembuluh darah kecil; sebagai akibat

terjadi penurunan suplai darah dan oksigen, yang selanjutnya

menyebabkan asidosis atau darah bersifat lebih asam. Keadaan

ini menyebabkan afinitas hemoglobin untuk mengikat oksigen

meningkat sehingga suplai oksigen ke jaringan berkurang. Hal ini

menjadi salah satu faktor pemacu terjadinya aterosklerosis.

b) Kerusakan struktur pembuluh darah; kerusakan pada tingkat

molekuler terutama diakibatkan oleh adanya disfungsi endotel

pembuluh darah. Seperti yang telah diuraikan pada bab 3,

disfungsi endotel mengakibatkan pembuluh darah kurang mampu

berdilatasi yang dimediasi oleh asetilkolin maupun nitric oxide

(NO). Sebaliknya, terjadi peningkatan pembentukan prostanoid,

zat-zat yang berperan dalam vasokonstriksi pembuluh darah,

meningkatkan agrehasi trombosit dan proliferasi sel otot polos.

Kesemuanya ini berperan terhadap kejadian trombosis dan PJK.

c) Resistensi insulin; insulin sendiri telah diketahu berperan dalam

menghasilkan NO, zat yang berperan dalam vasodilatasi


38

pembuluh darah dan menghambat pembentukan molekul adhesi

sehingga menghambat agregasi trombosit. Pada penderita

kencing manis, resistensi insulin menyebabkan penurunan

produksi NO.

d) Pada DM terjadi peningkatan C-reactive protein (CRP) dan

interleukin-6, suatu pertanda peradangan dan dislipidemia yang

turut memacu proses aterosklerosis.

5) Hipertensi (Tekanan darah tinggi)

Tekanan darah tinggi menimbulkan daya regang yang dapat

mencederai endotel arteri, terutama di daerah percabangan atau

belokan. Tempat-tempat ini banyak terdapat di arteri koroner dan

arteri di otak. Cedera yang berulang-ulang menimbulkan peradangan

yang akhirnya terjai plak dengan segala konsekuensinya. Hipertensi

yang tidak diobati jelas akan memberi komplikasi ke otak, jantung,

ginjal, mata dan pembuluh darah berupa stroke, PJK, gagal jantung,

gagal ginjal dan penyakit pembuluh darah. Jadi hipertensi harus

dicegah dan apabila sudah menderita penyakit hipertensi, penyakit itu

harus diobati.

6) Inflamasi faktor-faktor resiko baru

Para ahli mulai mencari faktor lain dan menemukan bahwa

inflamasi (peradangan) berpedan dalam proses aterosklerosis. Sebagai

contoh, pada wanita yang memiliki sel darah putih (6.700-15.000/CC)

lebih banyak mengalami serangan jantung dan stroke dibanding yang


39

sel darah putih rendah (2.500 – 4.700/CC). Saat ini, proses inflamasi

sudah menjadi topik paling hangat yang didiskusikan oleh para ahli

kedokteran karena proses inflamasi dianggap bertanggung jawab

terhadap sebagian besar penyakit mulai dari kanker, penyakit jantung,

stroke, kencing manis, hipertensi, reumatik, asma, alzheimer (pikun),

parkinson, radang lambung, radang usus dan masih banyak lagi.

7) Lain-lain

a) Merokok

Merokok adalah salah satu faktor risiko utama PJK. Beberapa

laporan secara konsisten menunjukkan bahwa risiko PJK 2-4 kali

lebih tinggi pada laki-laki dan perempuan perokok berat (> 20 batang

per hari) dibandingkan yang tidak merokok. Mekanisme bagaimana

rokok mempengaruhi PJK masih belum jelas.

Menurut WHO, konsumsi rokok di Indonesia mencapai 199

miliar batang/tahun. Jumlah ini merupakan urutan ke-5 setelah RRC,

AS, Jepang, dan Rusia. Seorang ahli polusi udara dari London

bernama Ivan Vince mengatakan bahwa rokok mengeluarkan lebih

banyak partikel dibandingkan dengan mesin diesel. Apabila seseorang

merokok, iritan yang ada dalam asap rokok selain berpengaruh

langsung pada paru-paru yang menyebabkan batuk-batuk, sesak, dan

kanker paru, juga masuk ke dalam darah yang mengakibatkan antara

lain: denyut jantung lebih cepat, pembuluh darah cepat dan kaku dan

mudah spasme, sel-sel darah lebih gampang menggumpal, ditambah


40

lagi oksigen di dalam darah berkurang karena tempatnya diambil alih

oleh karbon monoksida. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa

perokok memiliki risiko 2 kali lebih mudah mendapat serangan

jantung dibandingkan orang yang tidak merokok.

Merokok merupakan kebiasaan menghisap setiap tembakau

yang telah diolah setiap harinya. Seseorang dikatakan perokok berat

apabila telah menghabiskan lebih dari 12 batang setiap harinya.

Rokok menyimpan 4000 macam racun yang berbahaya bagi

kesehatan. Kebiasaan merokok membuat resiko sakit jantung lebih

tinggi karena nikotin dalam rokok dapat meracuni saraf tubuh,

meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh

darah tepi. Selain itu rokok akan mempercepat denyut jantung dan

merendahkan kemampuan jantung dalam membawa dan mengirimkan

oksigen, menurunkan level HDL serta menyebabkan pengaktifan

platelet (sel-sel pengumpalan darah).

Namun resiko merokok ini dapat langsung menurun setelah

berhenti. Tahun pertama perokok meninggalkan kebiasaannya maka

resiko jantungnya akan sama dengan non perokok.

b) Kurang Bergerak

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa olahraga

menyehatkan badan, sebaliknya kurang bergerak (physical inactivity)

menimbulkan berbagai macam penyakit. Hasil dari banyak studi


41

membuktikan bahwa aktivitas fiisk menurunkan angka kejadian

hipertensi, kegemukan, stroke, osteoporosis, kencing manis dan PJK.

c) Stress

Stress dan kecemasan mempengaruhi fungsi biologis tubuh.

Pada saat stres peningkatan respons syaraf simpatik memicu

peningkatan tekanan darah dan terkadan disertai dengan kadar

kolesterol darah. Sehingga, orang yang mudah stress akan berisiko

terkena PJK dibandingkan degan orang yang tidak mudah mengalami

stress.

10. Pemeriksaan Penunjang

a. Elektrokardiogram (EKG)

Ludwig dan Waller telah menemukan bahwa rangsangan

elektris irama jantung dapat di monitor dari kulit seorang dengan

menggunakan alat capillary electrometer pada tahun 1880-an.

Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik hasil pencatatan aksi

potensial atau perubahan kelistrikan yang dihasilkan oleh kontraksi

otot jantung (Atrium dan Ventrikel). Aksi potensial adalah aktivitas

listrik yang menyebabkan kontraksi otot. Kondisi ini berlangsung

karena adanya konduktivitas sel miokard (Udjianti, 2010)

EKG penting untuk diagnosis dan penatalaksanaan kelainan

irama jantung. EKG membantu mendiagnosis penyebab nyeri dada;

dan ketepatan penggunaan trombolisis pada infark miokard


42

tergantung padanya. EKG dapat membantu mendiagnosis penyebab

sesak nafas (Udjianti,2010).

b. Foto Rontgen Dada

Foto rontgen dada merupakan metoda untuk mendapatkan

gambaran jantung untuk menentukan secara keseluruhan dari

ukuran jantung dan untuk mendeteksi bendungan di paru-paru.

Meskipun demikian, gambaran jantung yang didapat bersifat statik,

dan informasi yang lebih terperinci dapat diperoleh dari

ekokardiografi (Iman Soeharto, 2004).

Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen

ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita sudah

berada pada penyakit jantung koroner lanjut. Mungkin saja penyakit

jantung koroner lama yang sudah berlanjut pada payah jantung.

Gambarannya biasanya jantung terlihat membesar (Iman Soeharto,

2004).

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui

kenaikan enzim jantung pada infark miokardium akut. Pemeriksaan

lipid darah seperti kadar kolesterol, HDL, LDL, dan kadar trigliserida

perlu dilakukan untuk menemukan faktor resiko seperti

hiperlipidemia. Dan pemeriksaan gula darah juga perlu dilakukan

untuk menentukan Diabetes Mellitus yang juga merupakan faktor

resiko terjadinya PJK.


43

d. Uji Latihan Jasmani

Uji latihan jasmani dilakukan dengan alat treadmill atau

sepeda Ergometer yang dihubungkan dengan monitor dan alat rekam

EKG sampai pasien mencapai kecepatan jantung maksimal.

Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat

terjadi berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk

adanya PJK. Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga

serap, hingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat gambaran

EKG tampak normal (Winandar, 2012).

e. Kateterisasi Jantung

Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostic invasif dimana

satu atau lebih kateter dimasukkan ke jantung dan pembuluh darah

tertentu untuk mengukur tekanan dalam berbagai kamar jantung dan

untuk menentukan saturasi oksigen dalam pembuluh darah. Sejauh ini

kateter jantung paling sering digunakan untuk mengkaji potensi arteri

koronaria pasien dan untuk menentukan terapi yang diperlukan.

Selama kateterisasi jantung elektokardiogram pasien dipantau dengan

osiloskop. Karena pemasukan kateter ke dalam jantung dapat

mengakibatkan disritmia fatal, maka peralatan resusitasi harus siap

tersedia bila prosedur ini dijalankan (Agri, 2012).


44

11. Terapi yang Diberikan untuk Penyakit Jantung Koroner

Menurut Dadang (2014) pengobatan yang dapat diberikan pada

penderita Jantung Koroner adalah :

a. Obat-Obatan

1) Golongan nitrat

2) Antagonis kalsiva

3) Beta-Bloker

4) Obat antiagregasi (penghambat penggumpalan darah)

- Aspirin dosis rendah

- Ticlopidine (aqulan, ticlid, cartrillet)

- Clopidogrel (plavix)

- Heparin dan warfarin

- Obat antiaregasi alternatif

5) Trombolitik (obat pelarut gumpalan darah)

b. Balon dan Pemasangan Stent pada Arteri Koroner

Balon arteri koroner adalah suatu teknik menggunakan balon

halus yang dirancang khusus untuk membuka daerah sempit dalam

lumen arteri koroner. Apabila pada kateterisasi jantung ditemukan

penyempitan yang cukup signifikan misalnya penyempitan 80% maka

biasanya dokter jantung menawarkan agar dilakukan balonisasi dan

pemasangan stent. Istilah kedokteran yang lengkap dari balon arteri

koroner adalah percutaneus transluminal coronary angioplasty atau

disingkat PTCA.
45

Persiapan dan prosedur melakukan balon arteri koroner

hampir sama seperti melakukan kateterisasi jantung. Pasien diberi

keterangan lengkap mengenai sebab dilakukan balon, apa saja

keuntungan yang diperoleh dan juga komplikasi yang mungkin terjadi

misalnya diseksi (pembuluh darah robek), tamponade (darah

tertimbun di ruang selaput jantung), terjadi trombus sampai serangan

jantung atau gagal jantung. Serta kesediaan pasien utnuk dilakukan

operasi jantung apabila terjadi komplikasi tersebut.

c. Operasi Bypass (Bypass Surgery)

Pada tahun 1957, Mason Sone mendemonstrasikan cine

coronary angiography, suatu cara untuk mengetahui letak

penyempitan arteri koroner secara tepat. Hal ini memungkinkan para

ahli bedah untuk melakukan pembedahan, yaitu menyambungkan

pembuluh darah baru dari pangkal aorta ke distal penyempitan

sehingga darah tetap dapat mengalir melalui bypass. Tujuan operasi

bypass adalah untuk meningkatkan suplai darah ke miokard sehingga

dapat meredakan keluhan nyeri dada, menurunkan kejadian serangan

jantung dan memperpanjang hidup pasien.

Pasien PJK yang dianjurkan menjalani operasi bypass adalah

mereka yang berdasarkan hasil kateterisasi jantung ditemukan

adanya:

1) Penyempitan > 50% dari arteri koroner kiri utama (left

maindisease) atau left main equivalent, yaitu penyempitan


46

menyuplai left main artery,misalnya ada penyempitan dibagian

proximnal dari arteri anterior desenden dan arteri circumflex.

2) Penderita dengan 3 vessel disease (tiga arteri koroner semuanya

mengalami penyempitan yang bermakna) sehingga fungsi

jantung mulai menurut (ejection fraction < 50%)

3) Penderita yang gagal dilakukan balonisasi dan stent

4) Penyempitan 1 atau 2 pembuluh, namun pernah mengalami henti

jantung

5) Anatomi pembuluh darah suitable (sesuai) untuk operasi bypass.

Sedangkan pasien PJK yang tidak dianjurkan untuk operasi

bypass adalah: usia lanjut, tidak ada gejala angina, fungsi

ventrikel kiri jelek <30%, struktur arterik koroner yang tidak

memungkinkan untuk disambung.

Komplikasi operasi bypass yang sering terjadi adalah

perdarahan, infeksi, serangan jantung atau gangguan irama sampai

pasien meninggal, gagal ginjal, stroke, dan gangguan pernapasan.

Pasien yang sudah dilakukan operasi byypass perlu mengikuti

program rehabilitasi.

d. Rehabilitasi fisik

e. Psikoterapi termasuk terapi psikoreligi


47

12. Pengobatan

PJK adalah penyakit akibat penyempitan arteri koroner sehingga

suplai darah ke otot jantung berkurang. Maka, obat untuk PJK tidak lain

adalah obat yang dapat meningkatkan suplai darah ke otot jantung.

(Mahdiana, 2011)

Obat yang meningkatkan suplai darah adalah:

a. Golongan Nitrat

Contoh obat golongan nitrat adalah nitroglycerin, contoh yang

lain adalah isosorbid dinitrat (ISDN) yang kemudian diproduksi jenis

baru yaitu isosorbid mononitrat yang memiliki efek kerja lama.

Mekanisme kerja nitrat adalah meningkatkan produksi nitric

oxide (NO), zat yang memiliki efek melebarkan pembuluh darah

terutama di vena dan sedikit pada arteri sehingga nitrat dapat

menurunkan beban jantung dan memperbaiki sirkulasi koroner.

Efek samping yang paling sering di timbulkan dari preparat

nitrat adalah sakit kepala.

b. Obat-obat Antiagregasi (penghambat penggumpalan darah)

Apabila terjadi penyempitan di pembuluh darah, darah perlu

dibuat tidak mudah bergumpal agar tetap dapat mengalir dengan baik.

Oleh sebab itu, setiap penderita PJK perlu diberikan obat penghambat

penggumpalan darah kecuali ada kontraindikasi.

1) Aspirin Dosis Rendah


48

Aspirin adalah nama dagang dari asam salisisat yang

pertama diproduksi oleh pabrik obat Bayer pada tahun 1899

sebagai obat penurun panas dan antisakit. Pada 1827, Lerouk dari

Perancis pertama kali menemukan salisin, bahan aktif dalam kulit

pohon willow, dan pada tahun 1838 Piria memproduksi asam

salisiat dari salisin. Pada 1899, Dreser memperkenalkan asam

asetil salisilat (aspirin) menjadi obat dan sejak itulah aspirin

populer digunakan di Amerika Serikat sebanyak 20 ton aspirin

dikonsumsi setiap tahun.

Aspirin dosis rendah (Baby aspirin/aspirin berdosis 81

mg). Setiap tablet aspirin mengandung asam salisiat 500 mg. Ada

suatu penelitian yang menemukan bahwa aspirin memiliki efek

antiagregasi atau efek menghambat penggumpalan sel darah.

Aspirin selain berbentuk tablet yang dikonsumsi secara per oral

juga diperkenalkan oleh Bayer dalam bentuk aspirin kristal yang

larut dibawah lidah, seperti nitrogliserin sublingual yang populer

(dilator arteri koroner untuk serangan jantung).

Efek ini terjadi karena aspirin menghambat aktivitas

enzim cyclo-oxygenase pada trombosit yang selanjutnya

menghambat produksi tromboksan, zat yang memiliki efek

merangsang agregasi trombosit dan vasokontriksi. Adanya efek

antiagregasi ini membuat aspirin dianjurkan pada penyakit-


49

penyakit gangguan peredaran darah termasuk Penyakit Jantung

Koroner dan Stroke.

Selain mengiritasi lambung, efek samping lain dari aspirin

adalah menyebabkan trombositopeni (jumlah trombosit

berkurang). Dengan demikian aspirin dosis kecil tidak dianjurkan

pemberiannya (kontra-indikasi) pada pasien yang menderita:

tukak lambung, penyakit perdarahan, wanita hamil, dan pasien

yang sensitif.

Sehubungan dengan efek samping tersebut di atas, aspirin

tidak dianjurkan dipakai sebagai obat pencegahan primer

penyakit jantung koroner. Kemudian hal-hal yang perlu

diperhatikan bagi pasien yang sedang menggunakan aspirin

adalah apabila mau dilakukan pencabutan gigi atau operasi kecil,

aspirin harus dihentikan sekurang-kurangnya tiga hari

sebelumnya. Sedangkan, mereka yang akan menjalani operasi

besar, aspirin harus dihentikan tujuh hari agar tidak terjadi

perdarahan.

Aspirin menghambat pembentukan hormon dalam tubuh

yang dikenal sebagai prostaglandins. Siklooksigenase, sejenis

enzim yang terlibat dalam pembentukan prostaglandins dan

tromboksan, terhenti tak berbalik apabila aspirin mengasetil

enzim tersebut. Prostaglandins ialah hormon yang di hasilkan di

dalam tubuh dan mempunyai efek berbagai di dalam tubuh


50

termasuk proses penghantaran rangsangan sakit ke otak dan

pemodulatan termostathi potalamus. Tromboksan pula

bertanggung jawab dalam penganggregatan platlet. Serangan

jantung disebabkan oleh penggumpalan darah dan rangsangan

sakit menuju ke otak. Oleh itu, pengurangan gumpalan darah dan

rangsangan sakit ini disebabkan konsumsi aspirin pada kadar

yang sedikit dianggap baik dari segi pengobatan. Namun, efeknya

darah lambat membeku menyebabkan perdarahan berlebihan bisa

terjadi. Oleh itu, mereka yang akan menjalani pembedahan atau

mempunyai masalah perdarahan tidak di perbolehkan

mengkonsumsi aspirin.

2) Ticlopidine (Agulan, Ticlid, Cartrilet)

Ticlipidine adalah obat antiagregasi seperti aspirin

sehingga memiliki indikasi seperti aspirin, walaupun cara kerja

berbeda dari aspirin. Efek samping yang dilaporkan selain

menyebabkan iritasi lambung, juga bisa menyebabkan sel darah

putih berkurang, berak-berak dan bercak merah di kulit. Karena

efek samping ini, maka tidak dianjurkan pada orang tua.

Contoh obat yang mengurangi beban jantung dan

mengurangi kebutuhan atas oksigen dari otot jantung adalah:

a) Beta-bloker

Beta-bloker adalah obat yang memperlambat denyut

nadi dan membuat jantung tidak berkontraksi terlalu kuat.


51

Obat ini memblokade reseptor beta di jantung, sehingga

adrenalin tidak lagi memiliki efek pada jantung jadi beta-

bloker disebut juga sebagai penghambat aktivitas saraf

simpatis. Beta-bloker merupakan salah satu obat penting

untuk penderita penyakit jantung koroner, karena obat ini

memperlambat denyut jantung dan melemahkan kontraksi

otot jantung. Dengan demikian jantung tidak membutuhkan

banyak suplai darah dan oksigen, atau dengan kata lain obat

ini menurunkan beban jantung.

b) Antagonis kalsium

Obat golongan ini dapat memblokade kanal kalsium

di membran sel otot jantung dan sel otot polos pembuluh

darah dengan menghambat ion kalsium masuk kedalm sel

otot jantung dan arteri, antagonis kalsium memiliki efek

menghambat kontraktilitas jantung, menghambat laju

jantung, dan menyebabkan relaksasi pembuluh darah.

Akibatnya beban jantung berkurang dan kebutuhan atas

oksigen juga berkurang.

Indikasi pemberian antagonis kalsium yaitu sebagai

obat anti hipertensi (terutama nifedipin dan amlodipin), anti

angina dan anti aritmia (terutama verapamil dan diltiazem).

Antagonis kalsium tidak banyak efek samping.


52

13. Pencegahan

Menurut Risa dan Haris (2014) resiko penyakit jantung koroner

dapat dicegah sejak dini dengan melakukan pola hidup yang sehat yaitu :

a) Hindari makanan dengan kandungan kolesterol jahat yang tinggi

Menurut Asosiasi Penyakit Jantung Amerika, toleransi konsumsi

kolesterol dalam satu hari bagi orang normal adalah 300 mg.

Sementara itu, pada orang yang telah divonis memiliki kolesterol

tinggi berkisar 200 mg per hari.

b) Konsumsi makanan dengan kandungan serat yang tinggi

Serat dibagi menjadi dua jenis yaitu serat larut dan serat tak larut, serat

yang larut dalam tubuh dapat mengikat kolesterol dan mengeluarkan

dari tubuh. Peran inilah yang mampu menurunkan kadar kolesterol

dalam darah hingga menurunkan risiko penyakit jantung. Serat larut

banyak tekandung pada buah dan sayur.

c) Hindari mengkonsumsi alkohol

Alkohol dapat menaikkan tekanan darah, memperlemah otot jantung,

mengentalkan darah, dan menyebabkan kejang arteri yang berdampak

pada serangan jantung.

d) Hindari stres berlebihan

Stress dapat menyebabkan arteri yang tertimbun plak menyempit dan

menurunkan aliran darah hingga 27%.


53

e) Hentikan kebiasaan merokok

Zat-zat kimia yang terkandung di dalam rokok akan merusak arteri

yang penting bagi kinerja jantung.

f) Kendalikan tekanan darah

Tekanan darah yang tinggi menyebabkan pembesaran otot jantung kiri

sehingga jantung berisiko mengalami gagal fungsi.

g) Olahraga secara teratur

Olahraga dapat mencegah obesitas, menjaga tekanan darah agar tidak

meningkat, menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL).

B. Penelitian Terkait

Berdasarkan penelitian Restu Andrean Dhayu (2015) dengan judul

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Jantung Koroner di Rumah

Sakit Islam Siti Khodijah Palembang 2015. Populasi dalam penelitian ini

adalah semua pasien yang mengalami penyakit jantung yang dirawat di Rumah

Sakit Islam Siti Khadijah Palembang pada tahun 2014. Pengambilan sampel

menggunakan tekhnik simple random sampling. Hasil penelitian diperoleh

bahwa ada hubungan bermakna antara umur (p value = 0,000), jenis kelamin

(p value = 0,002), dan riwayat penyakit (p value = 0,002) dengan penyakit

jantung koroner.

Dari hasil penelitian Zahrawardani (2013) dengan judul Analisis Faktor

Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner di RSUP Dr. Kariadi Semarang

dengan 128 sampel yang diteliti, bahwa ada hubungan bermakna antara usia (p
54

value = 0,019), kolesterol total (p value = 0,004), kadar trigleserida (p value =

0,019), hipertensi (p value = 0,002), dan diabetes melitus (p value = 0,020)

dengan penyakit jantung koroner.

Berdasarkan hasil penelitian Nanda Ladita (2015) dengan judul Faktor

Resiko yang Dapat Diubah dan Tidak dapat Diubah pada Pasien Penderita

Penyakit Jantung Koroner di RSUP Ham Medan. Hasil penelitian faktor resiko

terbanyak pada pasien penyakit jantung koroner adalah jenis kelamin (p value

= 0,028), umur > 45 tahun (p value = <0,004), hipertensi (p value = 0,021),

diabetes melitus (p value = 0,008), dan merokok (p value = <0,001).

Berdasarkan hasil penelitian Amelia Farahdika (2015) dengan judul

Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Jantung Koroner pada Usia dewa

Madya di RSUD Kota Semarang. Hasil penelitian didapatkan bahwa faktor

yang berhubungan dengan penyakit jantung koroner pada usia dewasa madya

adalah dislipidemia (p value = 0,001), kebiasaan merokok (p value = 0,027),

hipertensi (p value = 0,002), diabetes melitus (p value = 0,001), obesitas (p

value = 0,011), dan stess (p value = <0,001).


55

C. Kerangka Teori

Skema 2.1
Kerangka Teori

Yang tidak dapat di ubah :


D.
- Usia
E. - Jenis kelamin
- Keturunan (genetic)

Yang dapat di ubah : Jantung Koroner


- Diet (pola makan)
- Gaya hidup
- Dislipidemia
- Obesitas
- DM
- Hipertensi
- Inflamasi
- Merokok dan minuman
alkohol
- Kurang bergerak
- Stress

Sumber : Pudiastuti, 2013

You might also like