KONSEP

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Spritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa
dan Maha Pencipta sedangkan kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan
untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai
serta rasa ketertarikan dan kebutuhan untuk memberi dan mendapatkan maaf
(Ambarwati, 2012).
Monod (2012) menyatakan distress spiritual muncul ketika kebutuhan
spiritual tidak terpenuhi, sehingga dalam menghdapi penyakitnya pasien
mengalami depresi, cemas, dan marah kepada tuhan. Distress spiritual dapat
menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan
dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006).
Dalam ilmu keperawatan spiritual juga sangat
diperhatikan.Berdasarkan konsep keperawatan, makna spiritual dapat
dihubungkan dengan kata-kata : makna, harapan, kerukunan, dan sistem
kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman, 1997). Dyson mengamati bahwa perawat
menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan seseorang dengan
dirinya sendiri, orang lain, dan dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual
mencakup hubungan intra-, inter-, dan transpersonal. Spiritual juga diartikan
sebagai inti dari manusia yang memasuki dan mempengaruhi kehidupannya
dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan perilaku serta dalam hubungannya
dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan (Dossey & Guzzetta, 2000).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian dari Distress Spiritual ?
2. Apa saja Karakteriktik Distress Spritual ?
3. Apa saja Etiologi Distress Spiritual ?
4. Apa saja Manifestasi Klinik Distress Spiritual ?
5. Apa saja Penatalaksanaan Distress Spiritual ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian dari Distress Spiritual
2. Untuk mengetahui Karakteristik dari Distress Spiritual
3. Untuk mengetahui Etiologi dari Distress Spiritual
4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari Distress Spiritual
5. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari Distress Spiritual

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan


mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain,
seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya
(EGC, 2008). Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah
gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang
dan diintegrasikan biologis dan psikososial (EGC, 2011).

Distress spiritual adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan


prinsip-prinsip kehidupan, keyakinan, atau keagaman dari pasien yang
menyebabkan gangguan pada aktivitas spiritual, yang merubuan akibat dari
masalah-masalah fisik atau psikososial yang di alami. (Dochterman,2004).

Distress spiritual adalah gangguan pada prinsip hidup yang meliputi


aspek dari seseorang yang menggabungkan aspek psikososial dan biologi
seseorang. (Wilkinson, Judith M., 2007)

2.2 Karakteristik
Nanda (2005) meliputi empat hubungan dasar yaitu :
1. Hubungan dengan diri
a. Ungkapan kekurangan
1. Harapan
2. Arti dan tujuan hidup
3. Perdamaian/ketenangan
b. Penerimaan
c. Cinta
d. Memaafkan diri sendiri

3
e. Keberanian
1. Marah
2. Kesalahan
3. Koping yang buruk
2. Hubungan dengan orang lain
a. Menolak berhubungan dengan tokoh agama
b. Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga
c. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung
d. Mengungkapkan pengasingan diri
3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam
a. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas (bernyanyi,
mendengarkan musik, menulis)
b. Tidak tertarik dengan alam
c. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan
4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya
a. Ketidakmampuan untuk berdo’a
b. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan
c. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan
d. Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama
e. Tiba-tiba berubah praktik agama
f. Ketidakmampuan untuk introspeksi
g. Mengungkapkan hidup tanpa harapan, menderita

2.3 Etiologi

Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :


a. Pengkajian Fisik  Abuse

4
b. Pengkajian Psikologis  Status mental, mungkin adanya depresi, marah,
kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah,
dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).
c. Pengkajian Sosial Budaya  dukungan sosial dalam memahami keyakinan
klien (Spencer, 1998).

1. Faktor Predisposisi

Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif


seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses
interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi
perkembangan spiritual seseorang.

Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan,


pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik,
pengalaman sosial, tingkatan sosial.

2. Faktor Presipitasi

a. Kejadian Stresfull

Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena


perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat
karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.

b. Ketegangan Hidup

Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya


distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan,

5
perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual
baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.

2.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien distres spiritual (melalui
wawancara) adalah:
a. Selalu menanyakan kebenaran keyakinan yang dianutnya (contohnya pasien
kurang atau tidak yakin lagi dengan nilai yang selama ini dianutnya).
b. Merasa tidak nyaman terhadap keyakinan atau nilai yang dianutnya
c. Ketidakmampuan melakukan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukannya
secara rutin
d. Perasaan ragu terhadap nilai atau keyakinan yang dimilikinya
e. Menyatakan perasaan tidak ingin hidup
f. Merasakan kekosongan jiwa yang berkaitan dengan keyakinan yang
dimilikinya
g. Mengatakan putus hubungan dengan orang lain atau Tuhan
h. Mengekspresikan perasaan marah, takut, cemas terhadap arti hidup ini,
penderitaan atau kematian.

2.5 Mekanisme Koping

Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres
spiritual:
1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain.
2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif
thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan
pelayanan langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat,
petunjuk dan umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku
berdasarkan keyakinan spiritualnya.

6
5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan
dukungan kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk
(2003) menambahkan dukungan apprasial yang membantu seseorang untuk
meningkatkan pemahaman terhadap stresor spiritual dalam mencapai
keterampilan koping yang efektif.
Menurut Mooss (1984) yang dikutip Brunner dan Suddarth
menguraikan yang positif (Teknik Koping) dalam menghadapi stress, yaitu:
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan
individu dalam memanfaatkannya menghadapi stres yang disebabkan
situasi dan lingkungan (Pearlin & Schooler, 1978:5). Karakterisik di bawah
ini merupakan sumber daya psikologis yang penting, diantaranya adalah:
1. Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres,
sebagaimana teori dari Colley’s looking-glass self : rasa percaya diri,
dan kemampuan untuk mengatasi masalah yg dihadapi.
2. Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri
sendiri dan situasi (internal control) dan external control (bahwa
kehidupannya dikendalikan oleh keberuntungan, nasib, dari luar)
sehingga pasien akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya
(looking for silver lining).

2. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)


Upaya memahami dan menginterprestasikan secara spesifik
terhadap stres dalam mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull).
Dalam menghadapi situasi stres, respond individu secara rasional adalah
dia akan menghadapi secara terus terang, mengabaikan, atau
memberitahukan kepada diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan sesuatu

7
yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan berakhir dengan
sendirinya. Sebagaian orang berpikir bahwa setiap suatu kejadian akan
menjadi sesuatu tantangan dalam hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan
semua permasalahan dengan melakukan kegiatan spiritual, lebih
mendekatkan diri kepada sang pencipta untuk mencari hikmah dan makna
dari semua yang terjadi.
3. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu
dalam mengatasi situasi stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang
bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV akan
melakukan aktivitas yang dapat membantu peningkatan daya tubuhnya
dengan tidur secara teratur, makan seimbang, minum obat anti retroviral
dan obat untuk infeksi sekunder secara teratur, tidur dan istirahat yang
cukup, dan menghindari konsumsi obat-abat yang memperparah keadan
sakitnya.

2.6 Penatalaksanaan
a. Terapi Aktivitas
1. Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri.
Berdasarkan dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa (PPDGJ) di Indonesia III aspek spiritual tidak digolongkan secara
jelas apakah masuk kedalam aksis satu, dua, tiga, empat atau lima
2. Memantau keefektifan dan efek samping obat yang diminum
3. Mengukur vital sign secara periodik
b. Manipulasi lingkungan
1. Memodifikasi ruangan dengan menyediakan tempat ibadah.
2. Menyediakan sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan
spiritual.
3. Melibatkan pasien dalam kegiatan spiritual secara berkelompok

You might also like