Professional Documents
Culture Documents
Askep Distress Spiritual
Askep Distress Spiritual
Askep Distress Spiritual
DISUSUN OLEH :
DWI CHRISMON PETER 01.2.16.00535
FEBINDA DWI ARIMBI 01.2.16.00539
IVANA CINDY IRANDA 01.2.16.00543
MEILINDA KRISNA P 01.2.16.00547
NANDA MARIA ULFA 01.2.16.00551
RAHMAT AJI WIBOWO 01.2.16.00555
TIGO KARISMAYANA 01.2.16.00560
YEDIJA DWIKA A.E 01.2.16.00564
1.3 Tujuan
a. Menjelaskan definisi dari distress spiritual
b. Menyebutkan dan menjelaskan etiologi distress spiritual
c. Mejelaskan asuhan keperawatan mengenai distress spiritual
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Distres spiritual adalah suatu keadaan menderita yang berhubungan dengan gangguan
kemampauan untuk mengalami makna hidup melalui hubungan dengan diri sendiri dunia
atau kekuatan yang tinggi (Herdman,2015).
Distress spiritual adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan prinsip-prinsip
kehidupan, keyakinan, atau kegamaan dari pasien yang menyebabkan gangguan pada
aktivitas spiritual, yang merubuan akibat dari masalah - masalah fisik atau psikososial
yang dialami
2.2 Etiologi
1) Faktor Predisposisi
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif
seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi
ini akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan spiritual
seseorang.
Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan,
pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik,
pengalaman sosial, tingkatan sosial.
2) Faktor Presipitasi
a. Kejadian Stresfull
b. Ketegangan Hidup
1. Afiliasi agama :
a. Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau
tidak aktif
a. Praktik kesehatan : diet, mencari dan menerima terapi ritual atau upacara
agama
c. Strategi koping
Pedoman pengkajian spiritual yang disusun oleh Stoll dalam Craven & Hirnle
(1996); mencakup empat area, yaitu :
a. Konsep tentang Tuhan atau Ketuhanan
1) Apakah agama atau Tuhan merupakan hal penting dalam kehidupan Anda?
4) Apakah sakit (atau kejadian penting lainnya yang pernah Anda alami) telah
mengubah perasaan Anda terhadap Tuhan atau praktik kepercayaan yang
anda anut?
Fish dan Shelly dalam Craven & Hirne (1996) juga menambahkan beberapa
pertanyaan yang bermanfaat untuk mengkaji data subjektif, yaitu :
a. Mengapa Anda berada dirumah sakit?
b. Apakah kondisi sakit yang Anda alami telah mempengaruhi cara Anda
memandang kehidupan?
c. Apakah penyakit Anda telah mempengaruhi hubungan Anda dengan orang
yang paling berarti dalam khidupan Anda?
d. Apakah kondisi sakit, yang Anda alami telah mempengaruhi cara Anda
melihat diri Anda sendiri?
e. Apa yang paling Anda butuhkan saat ini?
Pertanyaan juga dapat diajukan untuk mengkaji kebutuhan spiritual anak, antara
lain, sebagai berikut :
a. Bagaimana perasaanmu ketika dalam kesulitan?
b. Kepada siapa engkau meminta perlindungan ketika sedang merasa takut
(selain kepada orangtua)?
c. Apa kegemaran yang dilakukan ketikda sedang merasa bahagia/gembira?
Ketika sedang bersedih?
d. Engaku tahu siapakah Tuhan itu? Seperti apakah Tuhan itu?
a. Afek dan sikap : Apakah klien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi,
apatis, atau prekopusi?
b. Perilaku
1) Apakah klien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci, atau buku
keagamaan?
2) Apakah klien sering kali mengeluh, tidak dapat tidur, bermimpi buruk dan
berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai
atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama?
c. Verbalisasi
1) Apakah klien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah, atau topik keagamaan
lainnya (walaupun hanya sepintas)?
d. Hubungan interpersonal
e. Lingkungan
2.3.3 Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan dengan
teridentifikasi, selanjutnya perawat dank lien menyusun kriteria hasil dan rencana
intervensi. Tujuan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami distress spiritual
harus difokuskan pada menciptakan lingkuan yang mendukung praktik keagamaan
dan keyakinan yang biasanya dilakukan tuuan ditetapkan secara individual dengan
mempertimbangkan riwayat klien, area berisiko, dan tanda-tanda disfungsi, serta data
objektif yang relevan.
Contoh tujuan untuk klien distress spiritual meliputi, klien akan:
Pada dasarnya, perencanaan pada klien dengan distress spiritual dirancang untuk
memenuhi kebutuhan spiritual klien dengan:
b. Membantu klien menggunakan sumber dari dalam dirinya dengan cara lebih efektif
untuk mengatasi yang sedang dialaminya.
d. Membantu klien mencari arti keberadaannya dan situasi yang sedang dihadapinya.
2.3.4 Implementasi
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi dengan
melakukan prinsip – prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut:
1. Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat
2. Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan spiritualnya
3. Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual
4. Mengetahui pesan non-verbal tentang kebutuhan spiritual pasien
5. Berespons secara singkat, spesifik, dan faktual
6. Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati
masalah klien
7. Menerapkan teknik komunikasi terapeutikk dengan mendukung,
menerima,bertanya, memberi informasi, refleksi, serta menggali perasaan dan
kekuatan yang dimiliki klien
8. Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal klien
9. Bersikap empati yang berarti memahami dan mengalami perasan klien
10. Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak berarti menyetujui
klien
11. Menentukan arti dari situasi klien, bagaimana klien berespons terhadap penyakit?
12. Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan hukuman,
cobaan, atau anugrah dari Tuhan?
13. Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban agama
14. Memberi tahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit
1. Bayi. Hospitalisasi dan penyakit yang dialamianak akan memengaruhi rasa percaya
yang mendasar terhadap orang tuanya. Perawat berperan mendukung kebutuhan
spiritual orang tua, yang selanjutnya memungkinkan orang tua untuk memenuhi
kebutuhan bayi. Pemenuhan kebutuhan spiritual pada orang tua dengan bayi yang
dirawat inap adalah dengan mendengarkan, menawarkan dukungan, dan
meningkatkan stabilitas sistem dukungan keluarga. Untuk mencapai hal ini, orang
tua harus dianjurkan untuk tetap mempertahankan kontak dengan bayinya serta
terlibat semaksiamal mungkin dalam merawat bayinya yang sedang sakit.
2. Todler dan anak prasekolah. Menghadapi todler atau prasekolah, perawat
diharapkan melakukan kegiatan kegiatan secara rutin dan berespons terhadap
pertanyaan anak senyata atau sekonkret mungkin. Peran perawat terutama
mendukung keluarga untuk melakukan ritualitas keyakinan agama. Jika keluarga
tidak dapat melakukannya, perawat diharapkan untuk membantu melakukannya.
Anak – anak pada usia ini, sangat peka terhadap isu baik buruk. Oleh karena itu,
jangan sampai mengatakan kepada anak bahwa rasa sakit atau terapi yang
menakutkan merupakan suatu hukuman baginya, walaupun mereka mungkin
merasakan demikian. Perlu ditekankan kepada anak bahwa mereka tetap dicintai
oleh orang tuanya, perawat, dan bahkan Tuhan serta yang lainnya yang merupakan
sumber kekuatan bagi anak.
3. Anak dan remaja. Perawat perlu memahami bahwa pada usia ini, anak dan remaja
sudah tidak beranggapan lagi bahwa penyakitnya disebabkan karena pernah berbuat
salah sehingga mendapat hukuman dari Tuhan. Justru pada masa ini, anak dan
remaja merasa takut dan cemas dengan lingkungan sekitarnya. Penerimaan dan
klarifikasi pengalaman merupakan cara yang efektif untuk membantu menemukan
arti dari peristiwa yang dialaminya.
Perkembangan interaksi dengan teman sebaya tetap merupakan prioritas meskipun
remaja sedang sakit. Oleh karena itu, perawat perlu menjalin hubungan baik dengan
temannya dan menyarankan mereka untuk secara rutin mengunjungi temannya yang
sedang dirawat, kecuali jika kondisi klien tidak memungkinkan. Remaja mempunyai
kemampuan untuk mengonsepsualisasi hubungan personalnya dengan Tuhan. Pada
saat sakit, remaja mungkin mempertanyakan pengalamannya dan mencoba
mengintegrasikan pengalaman tersebut dalam kehidupan mereka, sama halnya
dengan orang dewasa. Perawat sebaiknya menindaklanjuti data tentang kebutuhan
spiritual yang diperoleh pada saat pengkajian, dan jika diperlukan, memfasilitasi
kunjungan pemuka agama atau orang yang dekat dengan remaja sebagimana yang
diinginkannya.
4. Dewasa dan lanjut usia. Klien usia dewasa muda cenderung mengklarifikasi
keyakinan, pribadi, dan komitmennya berdasarkan pengalaman dan hubungan pada
masa lalu. Pada saat ini, klien membina keyakinan pribadi dan mencari arti dari
kehidupan yang dijalaninya. Dalam hubungan jangka panjang dengan klien yang
dirawat, perawat diharapkan bersedia menjadi pendengar aktif, memberi dukungan,
dan membantu memvalidasi perasaan dan pengalaman klien yang selanjutnya akan
memfasilitasi penggalian pengalaman arti kehidupan dan kematian bagi klien, pada
saat bersamaan, perawatan juga perlutetap menjalin hubungan dengan keluarga klien
karena hubungan ini juga akan memberi arti tertentu dalam kehidupan klien. Pada
pasien lanjut usia, perawat perlu mendengarkan dan memberi dukungan kepada
klien yang sedang menghadapi situasi sehat – sakit dengan menunjau kembali
pengalaman masa lalu lansia. Perawat memberi kesempatan kepada lansia untuk
menggali pengalaman masa lalunya dan memahami pengalaman lansia tersebut.
Apabila karena proses penuaan yang dialami lansia, tidak memungkinkan mereka
untuk berhubungan atau berperan serta dalam kegiatan keagamaan, perawat perlu
memfaslitasi hubungan klien lansia dengan individu atau kelompok yang ada
dimasyarakat.
2.3.5 Evaluasi
Perawat perlu mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan asuhan
keperawatan untuk mengevaluasi apakah klien telah mencapai kriteria hasil yang
ditetapkan pada fase perencanaan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara
umum klien:
1) Mampu beristirahat dengan tenang
2) Menyatakan penerimaan keputusan moral/etika
3) Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan
4) Menunjukan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama
5) Menunjukkan efek positif, tanpa perasaan marah, rasa bersalah, dan ansietas
6) Menunjukan perilaku lebih positif
7) Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya.
Sp. 1-P : Bina hubungan saling percaya dengan pasien, kaji faktor penyebab gangguan
spiritual pada pasien, bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan
terhadap spiritual yang diyakininya, bantu klien mengembangkan skill untuk
mengatasi perubahan spiritual dalam kehidupan.
a. Orientasi
Perawat : Assalamualaikum pak, nama saya suster Lily Puspita Rini saya dipanggil
Lily, Nama bapak siapa?
Pasien : Iya suster, nama saya Anton.
Perawat : Bapak suka dipanggil apa?
Pasien : Panggil saja saya Anton.
Perawat : Oh, baik. Saya dari Politeknik Kesehatan Depkes Tasikmalaya Program Studi
Keperawatan Cirebon yang akan merawat bapak selama 2 minggu di sini.
Bagaimana perasaan bapak pagi ini.
Pasien : Saya sedang sedih suster.
Perawat : Bagaimana kalau kita berbicara tentang masalah - masalah yang bapak alami,
kita ngobrol selama 30 menit ya? Dimana menurut bapak tempat yang cocok
untuk kita ngobrol?
Pasien : Di bawah pohon rindang saja suster.
Perawat : Oh disana? Mari pak kalau begitu.
b. Kerja
Sp. 2-P : Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama yang
dianut oleh pasien, fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan
orang lain, bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
a. Orientasi
Perawat : Assalamualaikum, bapak bagaimana keadaan dan perasaan bapak saat ini?
Sudah dicoba melakukan ibadah?
Pasien : Baik suster, sudah.
Perawat : Bagaimana perasaan bapak setelah mencoba?
Pasien : Lebih tenang.
Perawat : Hari ini kita akan mendiskusikan tentang persiapan alat-alat sholat dan cara-
cara menjalankan sholat baik sendiri maupun berjamaah. Bagaimana kalau kita
ngobrol selama 30 menit. Dimana bapak mau ngobrol? Atau bagaimana kalau
disini saja?
Pasien : Iya suster boleh.
b. Kerja
Perawat : Pak, sepengetahuan bapak, apa saja persiapaan sholat, baik alat maupun diri
kita?
Pasien : Pakai sarung, kopiah, dan sajadah.
Perawat : Bagus sekali! Menyiapkan kopiah, sajadah dan sarung dan sebelum sholat
bapa harus mandi dulu dan berwudlu.
Pasien : iya.
Perawat : Coba bapak sebutkan sholat lima waktu dalam sehari?
Pasien : Subuh, dzuhur, ashar, magrib, isya.
Perawat : Sholat subuh jam berapa? Bagaimana ucapannya?
Pasien : jam 4.30 wib. Ussholli fardossubkhi rok’ataini mustaqbilal kiblati fadollillah
hita’ala.
Perawat : Bagus sekali, Selain itu, bapak dapat melakukan sholat berjamaah?
Pasien : Dulu sering tapi sekarang tidak pernah.
c. Terminasi
Perawat : Bagaimana perasaan bapak setelah kita diskusi tentang cara-cara
mempersiapkan alat sholat dan mengerjakan sholat.
Pasien : Lebih tenang dan legah sekarang suster.
Perawat : Berapa kali sehari bapak mencoba? Mari kita buat jadwalnya, kalau sudah
dilakukan beri tanda ya!
Pasien : 3x sehari dzuhur, ashar dan magrib saja suster.
Perawat : Besok saya akan datang untuk mendiskusikan tentang perasaan bapak dalam
melakuakn sholat serta membahas kegiatan ibadah yang lainnya.
Pasien : Iya suster terimakasih.
Perawat : Kalau begitu saya permisi dulu. Sampai jumpa besok. Assalamualaikum.
Pasien : Wa’alaikum salam.
Sp. 1-K : Bantu keluarga mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat
pasien, bantu keluarga untuk mengetahui proses terjadinya masalah spiritual
yang dihadapi.
a. Orientasi
Perawat : Assalamualaikum, bu. Bagaimana keadaan keluarga ibu hari ini?
Ibu : Wa’alaikum salam. Alhamdulilah baik suster.
Perawat : Hari ini kita akan mendiskusikan tentang masalah yang ibu hadapi dalam
merawat atau membantu anak ibu, selama 30 menit. Disini saja yah bu!
Ibu : Iya suster silakan.
b. Kerja
Perawat : Bu, menurut ibu apa masalah yang ibu hadapi dalam merawat atau membantu
anak ibu?
Ibu : Iya suster, anak saya jadi malas sholat dan tidak mau mengikuti pengajian.
Pada hal dia sangatlah rajin beribadah sebelumnya.
Pewat : Apakah hal tersebut terjadi setelah gempa atau akibat tsunami yang lalu. Oh,
jadi masalah yang ibu hadapi adalah susah memberitahu dan mengajak dia
untuk sholat lima waktu ya?
Ibu : Benar suster. Sekarang dia susah banget untuk di ajak sholat semenjak
kejadian stunami itu.
Perawat : Bagaimana dengan kegiatan keagamaan lainnya, apakah anak ibu mau
melakukannya?
Ibu : Tidak suster, dia males malesan saja di rumah. Diemm saja
Perawat : Jadi ibu kewalahan menasehati agar dapat melakukan ibadah dan ini terjadi
sesudah tsunami.
Ibu : Iya, saya sudah angkat tangan menyuruh dia untuk sholat.
Perawat : Ibu, biasanya kalau ada kejadian bencana seperti gempa tsunami, kadang
seseorang akan mengalami kejadian seperti itu anak ibu tersebut. Oleh karena
itu mari saya bantu ibu untuk bersama-sama dan merawat anak ibu ya.
Ibu : Iya suster. Apa yang harus saya lakukan?
Perawat : Bu cara untuk membantu anak ibu yang malas sholat adalah dengan selalu
mengingatkan, mengajak atau memberi contoh solat pada waktu sholat telah
tiba. Selain itu ibu menyiapkan perlengkapan sholat untuk anak ibu misalnya
kopiah, sarung dan sajadah. Lalu bu bersama-sama satu keluarga melakukan
sholat berjamah ya? Jangan lupa mengajak anak-anak untuk bersama-sama
sholat berjamaah. Bila perlu ajak anak ibu untuk menjadi imam.
Ibu : Oh, begitu yah suster. Ings’allah saya akan melakukannya.
Perawat : Iya bu. Setelah sholat ibu ajak anak ibu untuk berdoa semoga diberi kekuatan
dan ketabahan dalam menghadapi masalah akibat adanya bencana alam yang
dialami tersebut.
Ibu : Iyah suster
Perawat : Jangan lupa, agar ibu mengigatkan anak ibu untuk sholat Jum’at berjamaah di
masjid bersama warga lainnya. Ya bu yah?
Ibu : Siap suster.
Perawat : Kemudian, ibu jangan segan-segan untuk meminta nasehat dan bantuan
kepada ustadz setempat. Saya yakin mereka akan dengan senang hati
membantu ibu dan terutama memberi nasehat keagamaan kepada anak ibu.
Ibu : Iya suster
Perawat : Sudah bisa mengerti cara merawat dan membantu anak ibu yang mengalami
masalah tersebut. Dengan demikian, ibu bisa membantu agar dia aktif dan rajin
sholat lima waktu serta mengikuti pengajian, ya kan bu?
Ibu : Terimakasih suster atas nasehat ya.
c. Terminasi
Perawat : Bagaimana perasaan ibu setelah kita diskusi tentang masalah-masalah yang
ibu hadapi dalam merawat anak ibu?
Ibu : Lebih tenang suster dan semangat untuk mengajak anak saya sholat lima
waktu.
Perawat : Bisa ulangi kembali apa saja cara untuk masalah yang ibu hadapi dalam
merawat anak ibu tersebut?
Ibu : Dengan cara menasehati, mengajak dan selalu mengigatkan untuk selalu
beribadah suster.
Perawat : Bagus sekali bu, ibu sudah mengetahui semua permasalahan yang terjadi ya?
Ibu : Iya suster.
Perawat : Kalau begitu saya pamit dulu. Assalamualaikum.
Ibu : Terimakasih bayak suster atas bantuannya. Wa’alaikum salam.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Distress spiritual adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan prinsip-prinsip
kehidupan, keyakinan, atau kegamaan dari pasien yang menyebabkan gangguan pada
aktivitas spiritual, yang merubuan akibat dari masalah - masalah fisik atau psikososial
yang dialami.
3.2 Saran
Mahasiswa perlu mempelajari asuhan keperawatan jiwa distress spiritual yang telah
kelompok paparkan di makalah ini agar menjadi pengetahuan baru bagi perawatannya
kepada pasien dengan gangguan spiritual. Tidak hanya membaca dan mengerti materi ini
namun perlu dipraktekkan saat mahasiswa melakukan raktik klinik.
DAFTAR PUSTAKA