Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 4

Fixed Drug Eruption (FDE)/ Erupsi Obat Fikstum

Definisi FDE

FDE adalah salah satu bentuk erupsi kulit karena obat/ dicetuskan oleh obat atau bahan kimia.
Merupakan reaksi rekuren (berulang) yang mungkin disebabkan karena reaksi hipersensitivitas
terhadap senyawa tertentu.

Etiologi FDE

Obat golongan phenolphthalein (obat pencahar), barbiturate, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik,


pyrazolone, dan obat anti inflamasi non steroid. Tidak ada faktor etiologi lain yang dapat
mengelisitasi.

Antibiotik NSAID
 Sulfonamid (cotrimoxazole)  Aspirin
 Tetrasiklin  Oxyphenbutazone
 Penisilin  Phenazone
 Ampisilin  Metimazole
 Amoksisilin  Paracetamol
 Eritromisin  Ibuprofen
 Trimethoprim Phenolpthalein
 Nistatin Codein
 Griseofulvin Hydralazin
Oleoresin
 Dapson Symphatomimetic
 Arsen Symphatolitic
 Garam Merkuri Parasymphatolitic
 P amino salicylic acid  Hyoscine butylbromide
Magnesium hydroxide
 Thiacetazone
Magnesium trisilicate
 Quinine Anthralin
 Metronidazole Chlorthiazone
 Clioquinol Chlorphenesin carbamate
Barbiturat dan Tranquilizer Berbagai penambah rasa dan pewarna makanan (flavour)
 Derivat Barbiturat
 Opiat
 Chloral hidrat
 Benzodiazepine
 Chlordiazepoxide
 Anticonvulsan
 Dextromethorphan
Epidemiologi FDE

Sekitar 10% FDE terjadi pada anak dan dewasa, usia paling muda yang pernah dilaporkan
adalah8 bulan. Kajian oleh Noegrohowati (1999) mendapatkan FDE (63%), sebagai manifestasi
klinis erupsialergi obat terbanyak dari 58 kasus bayi dan anak disusul dengan erupsi
eksantematosa (3%) dan urtikaria(12%). Jumlah kasus bertambah dengan meningkatnya usia, hal
tersebut mungkin disebabkan pajanan obat yang bertambah

Patofisiologi FDE

Walaupun mekanisme sesungguhnya belum diketahui, namun berbagai penyebab terjdinya reaksi
obat secara umum adalah reaksi imunitas tubuh, antara lain:

· Hipersensitivitas TIPE I (Reaksi cepat, reaksi anafilaktik), reaksi ini penting dan sering
dijumpai. Pajanan pertama kali terhadap obat tidak menimbulkan reaksi yang merugikan tetapi
pajanan selanjutnya dapat menimbulkan reaksi. Antibody yang terbentuk ialah IgE yang
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pemberian obat yang sama
menimbulkan degranulasi sel mast dan basofil, dilepaskan bermacam mediator (histamine,
serotonin, bradikinin, heparin). Mediator ini mengakibatkan efek seperti urtikaria, angioderma,
shok anafilaktik.

· Hipersensitivitas Tipe II (reaksi sitotoksik) disebabkan oleh obat yang memerlukan


penggabungan IgG dan IgM di permukan sel. Gabungan obat membentuk antibody-komplemen
yang terfiksasi pada sel sasaran (eritrosit, leukosit, trombosit) juga mengakibatkan lisis sel,
sehingga disebut juga reaksi sitolisis atau sitotoksik. Contohnya penisilin, sefalosporin,
streptomisin, sulfonamide, isoniazid.

· Hipersensitivitas Tipe III (reaksi kompleks imun), ditandai oleh pembentukan komplek antigen-
antibody dalam sirkulasi darah dan mengaktifkan komplemen yang melepaskan mediator
diantaranya enzim-enzim yang merusak jaringan. Komplek imun akan beredar dalam sirkulasi
dan dideposit dalam sel sasaran, contoh penisiline, eritromisin, sulfonamide, salisilat, isoniazid.

· Hipersensitivitas Tipe IV (reaksi alergik selular tipe lambat) melepaskan limfosit dan sel
Langherhans yang mempresentasi antigen kepada limfosit T. Limfosit T mengadakan reaksi
dengan antigen, disebut tipe lambat yaitu terjadi 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen,
contoh dermatitis kontak alergik.

Penilitian Alanko dkk (1992) membuktikan bahwa pada lesi fixed drug eruption terjadi
peningkatan kadar histamine dan komplemen yang sangat bermakna (200-640 nMol/L). Keadaan
ini diduga sebagai penyebab timbulnya rekasi eritema, lepuh dan ras gatal.

Visa dkk (1987) melakukan penelitian untuk mengetahui sel imunokompeten pada fixed drug
eruption dengan teknik imunoperoksidase. Ternyata 60-80% sel infiltrate pada fixed drug
eruption adalah sel limfosit T (T4 dan T8). Terlihat pula peningkatan sel mast sebesar 5-10%
serta ditemukan HLA-DR pada limfosit T (limfosit aktif) yang ada di dermis. Keadaan ini sama
dengan lesi pada hipersensitivitas tipe lambat. Limfosit T yang menetap dilesi kulit berperan
dalam memori imunologis dan menjelaskan rekurensi lesi pada tempat yang sama. Keratosit
pada lesi kulit menunjukkna peningkatan ekspresi ICAM 1 dan HLA DR dan peningkatan
ekspresi ICAM 1 ini menjelaskan migrasi limfosit T ke sel epidermis dan mengakibatkan
kerusakan.

Visa dkk juga menyatakan bahwa mekanisme imunologi bukan satu-satunya penyebab kelainan
ini, akan tetapi faktor genetik turut mendasari terjadinya fixed drug eruption. Keadaan ini dapat
dibuktikan dengan terjadinya kasus fixed drug eruption dalam satu keluarga yang menunjukkan
kesamaan pada HLA B12.

Klinis FDE

Fixed drug eruption dapat timbul dalam waktu 30 menit sampai 8 jam setelah ingesti obat secara
oral. Lesi macula oval atau bulat, bewarna merah atau ke unguan, berbatas tegas, seiring waktu,
lesi bisa menjadi bula, mengalami deskuamasi atau menjadi krusta. Ukuran lesi bervariasi, mulai
dari lentikuler sampai plakat. Lesi awal biasanya soliter, tetapi jika penderita meminum obat
yang sama maka lesi yang sama akan timbul kembali disertai lesi yang baru. Namun jumlah lesi
biasanya sedikit. Timbulnya kembali lesi ditempat yang sama menjelaskan arti kata “fixed” pada
nama penyakit tersebut. Pada kelainan ini biasa terdapat hanya satu lesi atau bisa juga timbul
dibanyak tempat. Mungkin hanya tampak erosi bila bulanya pecah. Lesi biasanya menyembuh
sebagai makula hiperpigmentasi persisten

Tempat predileksinya dapat dijumpai di kulit dan membran mukosa, yakni di sekitar mulut,
didaerah bibir, dan daerah penis pada laki-laki sehingga seringkali disangka penyakit kelamin
karena berupa erosi yang kadang-kadang cukup luas disertai eritema dan rasa panas setempat.

Gejala lokal meliputi rasa gatal dan rasa terbakar , jarang di jumpai gejala sistemik. Tidak
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lesi pada fixed drug eruption jika
menyembuh akan meninggalkan bercak hiperpigmentasi post inflamasi yang menetap pada
jangka waktu yang lama.

Daftar Pustaka

1. Abdullah B. Dermatologi Pengetahuan Dasar dan Kasus di Rumah Sakit. Hal 138-140

2. Beth G. Goldstein, et all. Dermatologi Praktis. Hipokrates. Jakarta. Hal 93-94


3. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi kelima, FKUI, JAKARTA, 2008, hal 154-
156

4. http://dermnetnz.org/reaction/fixed -drug-eruption.html (Diakses 13 Oktober 2016 pukul 18.30


WIB)

5. http://emedicine.medscape.com/article/articledermatologi/fixed-drugeruption (Diakses 13
Oktober 2016 pukul 18.30 WIB)

6. Thomas B, et all. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Third edition. Hal 586-
589

7. Partogi, Donnna. Fixed Drug Eruption. FKUSU.medan. USU e-repository.2009. hal 1-10.
Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3411/1/08E00858.pdf (Diakses 13
Oktober 2016 pukul 18.30 WIB)

You might also like