Professional Documents
Culture Documents
PRESENTASI KASUS Faris
PRESENTASI KASUS Faris
Disusun oleh:
Faris Bariqi
20174011049
Pembimbing:
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. W
Jenis kelamin : Laki-Laki
Umur : 66 tahun
Alamat : Temanggung
Tanggal masuk : 11 Februari 2018
No RM : 077067
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Benjolan pada lipat paha kanan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki berusia 66 tahun datang ke poliklinik bedah karena merasakan
benjolan pada lipat paha kanannya. Benjolan tidak terasa nyeri, menghilang
ketika berbaring, dan muncul ketika berdiri atau mengangkat beban.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami hal serupa sebelumnya, dengan diagnosis hernia
inguinalis lateralis dextra, dilakukan operasi di Parakan pada tahun 2014
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat hipertensi : Hipertensi terkontrol
Riwayat peny. jantung : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : Diagnosis AKI oleh spesialis penyakit dalam
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat keluhan serupa.
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
Tekanan darah: 160/90 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,5
2
Head to toe
Kepala : CA(-/-), SI (-/-),
Leher : Lnn tidak membesar
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi dada (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : SDV (+/+), ronkhi (-/-), cor S1-S2
regular
Abdomen : Inspeksi : datar
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Urogenitalia : Tidak terpasang Kateter
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
3
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
E. DIAGNOSIS
Status fisik ASA II pada pasien hernia inguinalis lateralis dextra residif.
F. PENATALKASANAAN
1. Terapi awal
- Inj. Ceftriaxon 2x1gr
2. Asesmen anestesi pra operasi
Subjective
Riwayat Penyakit Sekarang : Benjolan pada lipat paha kanan
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi
Riwayat Penyakit Keluarga : (-)
Riwayat Operasi : (-)
Kebiasaan Sehari-hari : Operasi hernia pada 2014
Alergi : (-)
Obat yang dikonsumsi : (+)
Objective
Pemeriksaan fisik : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra
Residif
Hasil Pemeriksaan Penunjang : Acute Kidney Injury
Assessment
ASA : II
Planning
4
Rencana Pelayanan : Regional Anesthesia
Rencana Anestesi : Umum
Daftar Masalah : Geriatri, Acute Kidney Injury
Saran Persiapan Tindakan Anestesi : Puasa, Premed, sedia 1 klf PRC
Rencana Analgesi Post Anestesi : Drip
3. Intra operasi
Dilakukan operasi hernia repair dengan teknik anestesi regional pada tanggal
13 Januari 2018 pukul 10.55 WIB.
Laporan Anestesia
a. Jenis anesthesia : besar
b. Risiko anesthesia : besar
c. Monitoring : EKG, TD, N, SpO2
TD : 160/80 mmHg, N: 76x/menit, RR: 20x/menit, SpO2 100%
d. Prainduksi
ASA: II
BB: 60 kg
Jantung: dbn
e. Induksi
Pasien posisi duduk dengan kepala menunduk Inj. Bupivacain 20 mg +
Fentanyl 25 mcg intra ruang subarachnoid pasien diposisikan telentang
5
f. Maintenance
O2 2,5 l/m, monitor tanda vital pasien
Cairan :
Maintenance : (10 x 4 )+(10x2)+(40x1)= 100 ml
S.O : Bb x konstanta operasi besar = 60x8 = 480ml
Pengganti Puasa : 8 x maintenance = 8x100 = 800
6
Monitoring dengan skor Bromage
b. Bangsal
- Pengawasan TD/N/RR tiap ½ jam pada 2 jam pertama
- Program cairan : Tutofusin ops + fentanyl 100 mcg + antrain 1 gr
20 tpm makro
- Program analgetik : inj. Tramadol 100 mg
- Diit bebas
- Mobilisasi 24 jam setelah operasi selesai
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hernia
1. Definisi
2. Etiologi
Faktor predisposisi dari hernia secara umum dibagi menjadi dua, yaitu,
kelemahan dinding abdomen dan peningkatan tekanan abdomen.
Kelemahan dinding abdomen dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
usia, kelemahan jaringan dan otot, adanya daerah yang luas di regio
inguinal, dan akibat dari trauma. Peningkatan tekanan intra abdomen dapat
terjadi karena obesitas, kebiasaan mengangkat benda berat, batuk kronik,
pasien hamil, dan kebiasaan mengejan atau riwayat konstipasi.
3. Patofisiologi
4. Klasifikasi
8
Hernia diklasifikasikan berdasarkan beberapa unsur. Berdasarkan
tempatnya, hernia pada regio abdomen secara umum dibagi menjadi lima:
a. Hernia femoralis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah fosa
femoralis.
e. Hernia Inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela
paha (regio inguinalis) melalui canalis inguinalis
Berdasarkan mobilitas dari isi hernia, hernia dibagi menjadi dua yaitu,
hernia reponibel dimana isi hernia dapat kembali masuk, biasanya ketika
pasien berbaring, sedangkan hernia ireponibel terjadi ketika isi hernia
terjepit sehingga tidak dapat kembali ke posisi awal.
5. Penegakkan Diagnosis
9
mengangkat beban berat dapat meningkatkan tekanan intra abdomen yang
dapat menimbulkan hernia. Beberapa kondisi penyakit seperti BPH, tumor
rekti, batuk kronis, dan striktur uretra adalah beberapa contoh yang dapat
meningkatkan tekanan intra abdomen.
6. Tatalaksana
Tatalaksana pasien hernia dapat dibagi menjadi non operatif dan operatif.
Tatalaksana non operatif tidak akan benar-benar menyembuhkan kondisi
hernia. Untuk tatalaksana non operatif, pasien bisa diposisikan dengan posisi
Trendelenburg dimana pasien berbaring dengan posisi kaki lebih tinggi dari
kepala. Hal ini dilakukan dengan maksud agar hernia perlahan-lahan dapat
masuk kembali.
Terapi definitif pada kasus hernia adalah operasi hernia repair. Hernia
repair adalah operasi yang terdiri dari tiga bagian, herniotomy, hernioplasty,
dan hernioraphy. Herniotomy adalah proses memotong kantong hernia dengan
tujuan meniadakan kemungkinan isi abdomen untuk masuk ke kantong hernia.
Hernioplasty adalah proses mengembalikan isi hernia keposisi awalnya.
Hernioraphy adalah proses memperkuat daerah disekitar cincin hernia dengan
cara menjahit dan memberikan suatu lapisan sintetis untuk memperkuat
10
jaringan dan otot disekitarnya dengan harapan mencegah munculnya hernia
lagi.
11
Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya
dikombinasikan dengan anesthesia umum ringan
12
2. Status Fisik Pasien
Pada dasarnya, setiap pasien harus dinilai status fisiknya, untuk
menunjukkan apakah kondisi tubuhnya normal atau memiliki kelainan
yang membutuhkan perhatian khusus. Status fisik dinyatakan dalam status
ASA (American Society of Anesthesiologists), dibagi menjadi beberapa
tingkatan, yaitu:
13
dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya
diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi
berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya
obat. Adapun langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal adalah
sebagai berikut:
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral
dekubitus. Beri bantal kepala, selain nyaman untuk pasien juga
supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal
agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Penusukan jarum spinal dapat dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5.
Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla
spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-
2% 2-3ml.
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil
27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum
suntik biasa spuit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm
agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau
kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat
timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang,
mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang spuit berisi
obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan
likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk
analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum
flavum dewasa ± 6cm.
14
Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh
dengan mencampur anastetik local dengan dextrose.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1. Lidokaine (xylobain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis
20-100mg (2-5ml)
2. Lidokaine (xylobain, lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis
1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik,
dosis 5-20mg (1-4ml)
4. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)
Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun
sebagai berikut: 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide
hydrochloride. Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang
lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long Secara
komersial bupivakain tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan
kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris
menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan
dan pasca bedah.
5. Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Fentanyl bekerja
di dalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek
samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada
pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering
terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi
15
jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek
samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap.
BAB III
PEMBAHASAN
16
BAB IV
KESIMPULAN
Anestesi regional spinal adalah suatu umum adalah salah satu metode anestesi
yang diinduksi dengan menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam
cairan cerebro-spinal (CSF). Dalam hal ini, hanya persepsi nyeri yang hilang,
sedangkan kesadaran pasien tetap terjaga. Tindakan anestesi yang memadai meliputi
tiga komponen yaitu sedasi (tidak tertidur/mengantuk/tenang), analgesi (tidak
merasakan sakit) dan relaksasi otot rangka (kelumpuhan otot skelet). Oleh karena itu
anestesi regional tidak memenuhi trias anestesi. Agen anestesi local diinjeksikan
kedalam ruang subarachnoid dengan dosis tertentu untuk memblok penjalaran impuls
saraf. Terdapat beberapa teknik anestesi regional diantaranya blok sentral yaitu
anestesi spinal, kaudal dan epidural, serta blok perifer yan gterdiri atas anestesi
topical, local, dan blok lapangan. Masing-masing teknik digunakan sesuai dengan
keadaan pasien dengan mempertimbangkan indikasi dan kontraindikasi.
17
DAFTAR PUSTAKA
Mangku, G. dan Senapathi, I.G.A. 2010. Buku Ajar Ilmu Anastesi dan Reanimasi.
Indeks Jakarta, Jakarta. 42-45, 60-63.
Pramono, Ardi, Sp.An. Buku Kuliah Anestesi. FK UMY. Jakarta : EGC, 2015
Schwartz S, Shires G, Spencer F. Principles of Surgery. Edisi 10. New york :
McGraw-Hill Education. 2015
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2010
Soenarto, Ratna. Chandra, S. Buku Ajar Anestesiologi. Departemen Anestisiologi dan
Intensive Care Fakultas kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta. 2012
Wrobel, M. Werth, M. Pokok-Pokok Anestesi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012
18