Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

tahun 2011 jumlah penyandang diabetes melitus di dunia 200 juta jiwa,

Indonesia menempati urutan keempat terbesar dalam jumlah penyandang

diabetes melitus di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Pada

tahun 2011, terdapat sekitar 6,5 juta penduduk Indonesia yang mengidap

diabetes melitus (Dayana et al., 2011). Data riskesdas 2013, menyatakan

bahwa prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di

Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan

Kalimantan Timur (2,3%). Menurut Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah 2012, prevalensi kasus diabetes melitus tipe 2 mengalami

penurunan dari 0,63% menjadi 0,55% pada tahun 2012. Prevalensi

tertinggi adalah Kota Magelang sebesar 7,93% pada tahun 2012.

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin. (ADA, 2010). Hal ini disebabkan karena jumlah insulin yang

dihasilkan pankreas tidak cukup untuk proses metabolisme yang normal.

Sel-sel beta pada pulau-pulau Langerhans pankreas menghasilkan

hormon insulin dan glukagon yang terlibat dalam pengaturan kadar gula

darah (Beck, 2011).

1
Diabetes melitus dapat menyerang warga dari segala lapisan

umur, sosial dan ekonomi. Bukan hanya masyarakat yang berpenghasilan

tinggi, tetapi masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah baik

yang bertempat tinggal di perkotaan maupun di pedesaan. Seiring

dengan gaya hidup yang tidak sehat, faktor risiko diabetes melitus seperti

hipertensi, hiperglikemi, obesitas abdominal/sentral, pola makan yang

tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik serta merokok menyebabkan

masyarakat yang berisiko diabetes melitus akan semakin meningkat

setiap tahunnya (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2008).

Hasil penelitian Adiningsih (2011) terhadap faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 ditemukan bahwa

faktor risiko pada diabetes melitus tipe 2 diantaranya riwayat keluarga

dengan diabetes melitus, merokok, perilaku hidup yang kurang sehat

yaitu berat badan lebih, kurang aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet

tidak sehat/tidak seimbang, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)

atau Gula Darah Puasa terganggu dan merokok.

Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang akan

diderita seumur hidup. Dalam penanganan penyakit tersebut selain

dokter, perawat, ahli gizi dan tenaga kesehatan lain, peran pasien dan

keluarga menjadi sangat penting. Salah satu upaya yang baik untuk

menangani diabetes melitus agar tidak berlanjut pada komplikasi adalah

pencegahan dengan melakukan perubahan gaya hidup dan pola makan.

Konseling pada penyandang diebetes melitus tentang gizi dan gaya hidup

yang sehat merupakan metode yang digunakan untuk meningkatkan

kesadaran penyandang diabetes melitus agar mengubah pola makan dan

2
gaya hidup menjadi lebih sehat (Pusthika, 2011). Terapi dietetik

merupakan salah satu pilar pengendalian Diabetes Melitus, kepatuhan

dalam melaksanakan diet menjadi harapan bagi tim kesehatan. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien termasuk dalam

melaksanakan program diet pada pasien Diabetes Melitus. (Senuk et al.,

2013)

Kepatuhan merupakan tingkat pasien dalam melaksanakan cara

pengobatan dan perilaku yang disarankan dokter atau paramedis,

sebagaimana ketentuan yang disarankan kepada siapa saja. Banyak

penyandang diabetes melitus yang mengalami kegagalan dalam

pengobatan, hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya

tidak menjalani diet dengan baik (Tjokroprawiro, 2003 dalam Astuti, R.

2012). Faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan diet adalah karena

pasien belum pernah mendapatkan informasi tentang diet diabetes

melitus. Informasi ini dapat berasal dokter, perawat atau petugas

kesehatan lainnya. (Rosiana, 2012) serta faktor lainnya adalah motivasi,

daya ingat dan niatnya (Basuki, 2004).

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

pengaruh konseling gizi terhadap kepatuhan diet pasien diabetes melitus

dengan melihat kontrol gula darah. Hal ini dapat dijadikan sebagai media

penyuluhan kesehatan mengenai penyakit diabetes melitus dan

pencegahan terhadap komplikasi yang saat ini dilakukan oleh tenaga

kesehatan terutama ahli gizi.

3
B. Perumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh pola makan pada pasien diabetes melitus

sebelum dan sesudah diberi konseling oleh ahli gizi?

2. Apakah ada pengaruh kadar gula darah pada pasien diabetes melitus

sebelum dan sesudah diberi konseling oleh ahli gizi?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pegaruh konseling gizi yang diberikan oleh

ahli gizi terhadap kepatuhan diet pada pasien diabetes melitus.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh konseling terhadap pola makan pada

pasien diabetes melitus sebelum dan sesudah diberi konseling

gizi oleh ahli gizi.

b. Mengetahui pengaruh konseling terhadap kadar gula darah

pada pasien diabetes melitus sebelum dan sesudah diberi

konseling gizi oleh ahli gizi..

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Dapat meningkatkan pemahaman peneliti tentang penyakit diabetes

melitus serta konseling ahli gizi dengan media pembantu konseling.

4
2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat menjadi data awal untuk peneliti selanjutnya

serta menjadi referensi.

3. Bagi Pendidikan

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman bagi

pendidikan gizi, untuk memasukan materi pemberian konseling ahli

gizi. Hal ini sangat diperlukan karena pemberian konseling dari ahli gizi

mengambil peran dalam kontrol gula darah dan kepatuhan diet pasien

diabetes melitus.

4. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat menambah informasi kepada masyarakat

mengenai pentingnya konseling gizi dalam upaya pencegahan

komplikasi pada penyakit diabetes melitus.

E. Keaslian Penelitian

1. Dayana et al., (2011) melakukan penelitian yang berjudul Hubungan

Metode Edukasi Gizi Tentang Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap

Perubahan Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP (PostPrandial) Pada

Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kedungkandang Kota

Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

metode edukasi gizi terhadap perubahan glukosa darah 2 jam pp

(postprandial) pada pasien diabetes melitus tipe 2. Subjek dari

penelitian ini adalah penyandang diabetes melitus tipe 2 dengan kadar

glukosa darah 2 jam pp (postprandial) ≥200 mg/dl yang menjadi pasien

di Puskesmas Kedungkandang Kota Malang. Penelitian ini

5
menggunakan rancangan True Experiment dengan menggunakan

Pretest Posttest with Control Group. Dalam rancangan ini ini dilakukan

randomiasai (R), dimana intervensi pada setiap sampel yang terpilih

dari populasi (subjek) yang dilakukan berdasarkan acak atau random.

Kemudian dilakukan pretest (O1), diikuti intervensi (X1 dan X2) setelah

beberapa waktu dilakukan posttest (O2).

Hasil dari penelitian ini tidak ada perbedaan yang signifikan

antara metode konseling dengan metode pemberian leaflet terhadap

perubahan kadar glukosa darah 2 jam pp subyek, namun terdapat

perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam pp yang bermakna

sebelum dan sesudah konseling dan sesudah pemberian leaflet.

Jika dihubungkan dengan penelitian yang akan dilakukan,

kedua penelitian ini sama-sama melihat pengaruh konseling gizi

terhadap perubahan kadar glukosa darah. Selain konseling, media

edukasi gizi yang digunakan yaitu leaflet. Penelitian ini hanya melihat

perubahan kadar glukosa darah dengan konseling dan media edukasi

gizi. Penelitian yang akan dilanjutkan selain konseling dan media

edukasi gizi yaitu leaflet. Selain melihat kadar glukosa darah dari

media tersebut, penelitian yang akan dilakukan melihat juga dari segi

pola makan dan kepuasan terhadap konseling gizi yang diberikan

selama pasien terdiagnosis diabetes melitus tipe 2 serta pemberian

media edukasi gizi diberikan langsung oleh ahli gizi ditempat tersebut

yang bertujuan untuk membantu jalannya koneling gizi.

6
2. Penelitian ini dilakukan oleh Naja et a., (2013) dengan judul Factor

Associated with Consulting a Dietitian for Diabetes Management: a

Cross-Sectional Study. Penelitian ini melihat frekuensi dan faktor-

faktor yang mempengaruhi konseling gizi pada pasien diabetes melitus

di Libanon dan memberikan informasi langkah-langkah perbaikan yang

dapat memandu perencanaan, organisasi dan pemberian perawatan

untuk penyakit kronis pada umumnya dan penyakit diabetes melitus

pada khususnya. Subjek penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang

direkrut dari klinik di dua tempat medis utama pusat di Beirut yang

memiliki jumlah pasien diabetes melitus yang tinggi. Penelitian ini

menggunakan desain penelitian cross-sectional untuk survei pasien

rawat jalan penyakit diabetes melitus tipe 2 dalam dua tempat

kesehatan pusat di Libanon. Pasien yang didiagnosis diabetes melitus

tipe 2 diundang untuk mengisi kuesioner yang terdiri dari lima bagian

yaitu karakteristik sosio-demografis, riwayat penyakit, persepsi pasien

mengenai manajemen diabetes melitus tipe 2, modifikasi gaya hidup

dan rujukan yang diberikan oleh dokter kepada ahli gizi.

Hasil dari penelitian ini adalah sebanyak 75% peserta percaya

bahwa ahli gizi dapat membantu mereka dalam mengubah pola

makan, tetapi hanya 38% yang berkonsultasi pada ahli gizi. Faktor

penentu utama dalam penggunaan pelayanan konseling oleh ahli gizi

adalah adanya rujukan dari dokter, adanya asuransi kesehatan rawat

jalan dan keyakinan bahwa ahli gizi dapat membantu mereka dalam

mengubah pola makan.

7
Penelitian yang akan dilakukan adalah salah satunya peran ahli

gizi dalam memberikan konseling dan edukasi gizi yang nantinya akan

berpengaruh pada pola makan dan kadar glukosa darah pasien

diabetes melitus tipe 2. Dengan memberikan konseling dan edukasi

langsung dari ahli gizi diharapkan peran ahli gizi akan terus berjalan

dengan terkendalinya kadar glukosa darah yang dilihat dari pola

makan dan risiko lebih lanjut untuk komplikasi.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Astuti Rahayu et al., (2012) dengan

judul Hubungan Frekuensi Pemberian Konsultasi Gizi dengan

Kepatuhan Diit Serta Kada Gula Darah Penyandang Diabetes Melitus

Tipe II Rawat Jalan di RS Tugurejo Semarang. Penelitian ini melihat

frekuensi pemberian konsultasi gizi dengan kepatuhan diet pasien

diabetes melitus. Subjek penelitian ini adalah semua pasien diabetes

melitus rawat jalan pada bulan juli 2012 di Rumah Sakit Tugurejo

Semarang. Desain penelitian menggunakan cross-sectional dengan

penentuan sampel menggunakan teknik Consecutive Sampling dan

diperoleh sebanyak 34 orang. Data yang diambil terdiri dari data

primer dan sekunder, data primer yang diambil meliputi identitas

subyek, tingkat pendidikan, pengetahuan gizi subyek, frekuensi

konsultasi gizi yang diperoleh dengan cara wawancara sedangkan

data sekunder meliputi kadar gula darah pasien.

Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan frekuensi pemberian

konsultasi gizi dengan kepatuhan diet penyandang diabetes melitus

dengan frekuensi pemberian konsultasi gizi terbanyak dengan kategori

8
cukup dan kepatuhan diet berkategori cukup patuh. Serta ada

hubungan kepatuhan diet dengan kadar gula darah penyandang

diabetes melitus dengan subyek yang mengalami diabetes melitus,

kepatuhan diet berkategori cukup patuh dan kadar gula darah sewaktu

berkategori >200 mg/dl.

Penelitian yang akan dilakukan dengan menggunakan desain

Experimental Pre-Post Design, sama halnya melihat kadar gula darah

dan kepatuhan diet dari pemberian konseling oleh ahli gizi. Dengan

pemberian intervensi, diharapkan melihat perubahan kadar gula darah

dan kepatuhan diet pasien diabetes melitus dan mengaktifkan kembali

peran ahli gizi dalam pemberian konseling gizi.

You might also like