Download as txt, pdf, or txt
Download as txt, pdf, or txt
You are on page 1of 6

1.

Mengetahui definisi
2. Mengetahui dasar teori
3. Mengetahui gangguan pemprosesan sensori
4. Mengetahui prinsip terapi SI
5. Mengetahui komponen kunci utama
6. Mengetahui kelompok diagnosa medis terkait gangguan SI
7. Mengetahui skema konsep, proses dan pengembangan
8. Mengetahui problem dan kemampuan pada anak dengan gangguan SI
9. Mengetahui system indra
10. Mengetahui intervensi
Fisioterapi pada CP Diplegia Spastik
11.23 No comments

Deskripsi Problematik Fisioterapi

� Permasalahan Utama ( impairment )

Adanya abnormalitas tonus postural ( spastisitas ) menyebabkan kontrol gerak yang


tidak terkendali sehingga mempengaruhi postur tubuh. Apabila tidak segera ditangani
maka akan terjadi permasalahan lain berupa deformitas yaitu kontrakur otot,
kekakuan sendi, skoliosis.
� Keterbatasan Fungsional ( functional limitation )
Akibat adanya postur tubuh yang jelek dan kontrol gerak yang tidak terkendali maka
akan mempengaruhi aktifitas fungsional sehari-hari yaitu makan, memakai baju,
mandi, bermain.
� Keterbatasan berpartisipasi dalam masyarakat
Dengan terbatasnya aktifitas sehari-hari maka anak penderita CP tersebut akan
terbatas aktifitas di luar rumah seperti bergaul dengan anak-anak atau orang-yang
tinggal di dekat tempat tinggalnya.

Tekhnologi Intervensi Fisioterapi

Teknologi intervensi fisioterapi yang digunakan untuk menangani permasalahan yang


ada pada kondisi CP spastik diplegi meliputi latihan pada mobilitas trunk,
stretching pasif dan latihan gerak aktif dengan pendekatan terapi dengan permainan
serta latihan berjalan.

1. ) Mobilisasi trunk.
Latihan mobilitas trunk merupakan latihan yang diberikan baik pasif maupun aktif ke
seluruh luas gerak tubuh ( fleksi, ekstensi, side fleksi dan rotasi trunk) dengan
tujuan untuk memperbaiki co-contraksi otot-otot trunk dan untuk memperoleh
fleksibilitas dari trunk yang diharapkan dapat memperbaiki postur pada kondisi CP
diplegi spastik yang cenderung kifosis. Pada akhir gerakan pasif dapat disertai
dengan pemberian stretching ( penugluran jaringan ) dan elongasi (pemanjangan trunk
ke arah atas).

2. ) Stretching
Streching merupakan suatu bentuk terapi yang di susun untuk mengulur struktur
jaringan lunak yang mengalami pemendekan secara patologis dan dengan dosis tertentu
dapat menambah range of motion. Passive stretching dilakukan ketika pasien dalam
keadaan rileks, menggunakan gaya dari luar, dilakukan secara manual atau dengan
bantuan alat untuk menambah panjang jaringan yang memendek (Kisner & Colby, 1996).
Diharapkan dengan rileks tersebut dapat mengurangi spastisitas pada ekstrimitas
bawah khususnya kedua tungkai.

3. ) Latihan gerak aktif dengan pendekatan terapi dengan permainan


Selain berguna untuk mengembangkan potensi anak, bermain juga menjadi media terapi
yang baik bagi anak-anak yag bermasalah. Bermainm merupakan media yang baik dan
sebagai stimulasi anak dengan gangguan perkembangan. Pada CP bermain dapat melatih
ketrampilan motorik halus dan kasarnya. Dalam bermain anak CP diberikan keleluasaan
gerak untuk mengikuti permainan.

4. ) Latihan pola jalan ( aktifitas fungsional )


Latihan pola jalan dilakukan dengan tujuan mengajarkan pola jalan yang benar pada
anak sehingga anak dapat berjalan dengan pola yang baik dan benar. Pada akhirnya
dapat melatih kemandirian anak dalam melakukan aktifitas fungsional.

RENCANA PELAKSANAAN STUDI KASUS

A. Rencana Pengkajian Fisioterapi

Rencana pengkajian fisioterapi (assessment) sangat penting dalam proses fisioterapi


karena dengan cara ini fisioterapi mampu mengidentifikasi masalah yang ada.
Kemudian hasil dari identifikasi ini akan menjadi dasar untuk menentukan rencana
atau program fisioterapi, mengevaluasi perkembangan penderita cerebral palsy dan
dengan assessment pula akan diketahui metode yang sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi penderita cerebral palsy. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan
dalam pemeriksaan yaitu (1) kesan umum pasien, (2) tonus otot postural, (3)
pertumbuhan dan perkembangan anak, (4) kemampuan fungsional anak, (5) masalah
primer dan sekunder yang dihadapi anak, (6) deformitas. Langkah-langkah pemeriksaan
yang akan dilakukan sebagai berikut :

1. Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan cara tanya
jawab dengan pasien ( autoanamnesis ) atau dengan orang lain paling dekat dengan
pasien ( heteroanamnesis ) tentang keadaan pasien.
Anamnesis terdiri dari atas :
� Anamnesis umum
� Anamnesis ini meliputi (1) identitas pasien (nama,jenis kelamin, usia,
alamat) (2) riwayat kelahiran (kelahiran normal, caesar atau dengan bantuan alat ),
(3) riwayat penyakit sekarang.
� Keluhan utama
� Meliputi permasalahan yang saat ini dihadapi oleh anak semisal anak tidak
mampu berjalan dengan normal atau berjalan dengan alat bantu, ataupun tidak mampu
melakukan aktiftasnya sehari-hari semisal bermain.
� Riwayat keluarga
� Meliputi keterangan mengenai adanya anggota keluaraga dengan riwayat cerebral
palsy.
2.Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi :


a. Vital sign
Pemeriksan vital sign meliputi :
� Tekanan darah
� Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter. Pengukuran tekanan darah
dilakukan sebelum, selam dan sesudah dilakukan interven�s fisioterapi. Jira pasien
anak-anak maka menggunakan manset anak-anak, jira pasien dewasa maka menggunakan
manset dewasa.
� Nadi
� Pemeriksaan nadi diukur pada arteri radialis dengan menggunakan tiga jari
secara palpasi. Pemeriksan nadi juga dapat dilakukan pada arteria femoralis,
arteria dorslis pedis, arteria temporal dan lain-lain.
� Suhu tubuh
� Pemeriksaan suhu tubuh dilakukan secara manual unutk mengetahui apakah pasien
sedang demam atau tidak. Hal ini unutk mengetahui apakah terapi bisa dilakukan atau
tidak.
� Tinggi badan
� Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan pita ukur.
� Berat badan
� Pengukuran berat badan dilakukan dengan timbangan berat badan.
b. Inspeksi
Inspeksi dilakukan dengan tujuan mengetahui keadaan pasien secara umum..
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat dan mengamati pasien. Inspeksi
terdiri atas
� Inspeksi statis
� pasien tidak melekukan aktifitas dan terapis mengamati pasien ketika duduk,
berbaring ditempat tidur dan berdiri. Hal hal yang menjadi perhatian adalah
ekspresi wajah, apakah ada oedem pada anggota gerak dan apakah pasien cenderung
muncul pada pola snergis,
� Inspeksi dinamis
� pada pemeriksan ini yang perlu diperhatikan adalah gerak gerik yang mampu
dilakukan pasien terutama perubahan posisi dan bagaiman pasien melakukannya.
c. Palpasi
Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kualitas tonus otot, kekuatan
otot, ada tidaknya spasme, kontraktur otot, dan atropy otot.

d. Auskultasi
Auskultasi bertujuan untuk mengetahui adanya kelainan pada paru atau jantung.
Pemeriksaan ini dengan menggunakan stetoskop.

3. Pemeriksaan gerak dasar

a. Gerak Aktif
Merupakan pemeriksaan gerak dimana pasien diminta melakukan gerakan secara mandiri
atau tanpa bantuan. Dari pemeriksaaan ini akan diketahui : kemampuan penderita
untuk melakukan gerak aktif, kordinasi geraknya, ada tidaknya nyeri gerak, LGS
aktif.

b. Gerak Pasif
Merupakan pemeriksaan gerak dimana gerakan pasien dibantu oleh terapis. Dari
pemeriksaan ini dapat diketahui : LGS pasif, ada tidaknya spastisitas, ada tidaknya
kontraktur otot.

4. Pemeriksaan spesifik

Pemeriksan spesifik meliputi pemeriksaaan ligkup gerak sendi ( LGS), pemeriksaan


tonus otot untuk mengetahui tingkat spastisitas menggunakan skala asworth,
pemeriksaan reaksi otomatis, pemeriksaan reflek patologis, pemeriksaan deformitas,
pemeriksaan intrapersonal dan interpersonal, dan pemeriksaan aktifitas fungsional.

a. ) Pemeriksaan LGS
Pemeriksaaan LGS dilakukan pada sendi bahu, siku, pergelangan tangan, panggul
lutut, pergelangan kaki. Alat ukur yang digunakan goniometer.

b. ) Pemeriksaan tonus otot


Pemeriksaan tous otot dengan menggunakan skala asworth, dimana peningkatan tonus
otot dapat dinilai sebagai berikut :
Nilai Keterangan
0 Tidak ada peningkatan tonus otot
1 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai denagan terasanya tahanan minimal
( catch and release ) pada akhirt ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau
ekstensi.
2 Ada penigkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya pemberhentian gerakan (
catch ) dan diikuti dengan adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM, tetapi secara
umum sendi tetap mudah digerakkan.
3 Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM, tetapi sendi
masih mudah digerakkan.
4 Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan.
5 Sendi atau ekstrimitas kaku ( rigid ) pada geraka fleksi atau ekstensi.

Sumber : Bobath Center of London

c. ) Pemeriksaan reaksi otomatis


Pada pemeriksaan ini akan diperoleh penurunan atau hilangnya reaksi-reaksi otomatis
antara lain:
1. Reaksi tegak (Righting reaction) dengan cara anak diposisikan duduk kemudian
trunk digerakkan ke belakang, ke samping dan ke depan maka anak akan mempertahankan
posisi kepala tetap tegak.
2. Reaksi keseimbangan (Equilibrium Reaction) dilakukan pada saat duduk, berdiri
dan berjalan. Reaksi keseimbangan duduk dengan cara: anak diposisikan duduk bersila
maupun W sit kemudian secara perlahan-lahan dilepas, reaksi ini baik bila penderita
mampu mempertahankan keseimbangan. Reaksi keseimbangan berdiri dengan cara: anak
diposisikan berdiri di atas lantai, terapis berada di belakang anak, kemudian
terapis melihat ada tidaknya reaksi pada kedua kaki untuk berdiri. Reaksi
keseimbangan berjalan dengan cara: anak diposisikan berdiri di atas lantai, terapis
berada di belakang anak, kemudian terapis menginstruksikan anak untuk berjalan,
terapis mengamati ada atau tidaknya reaksi pada kedua tungkai untuk melangkah.
3. Reaksi ekstensi protektif (Protective Reaction) dengan cara anak diposisikan
duduk kemudian di dorong ke salah satu sisi, dilihat apakah lengan bereaksi
mempertahankan badan dengan ekstensi lengan.
d. ) Pemeriksaan reflek patologis
Pemeriksaan disesuaikan dengan usia anak. Secara fisiologis beberapa reflek yang
terdapat pada bayi seharusnya tidak dijumpai lagi pada anak yang sudah besar. Namun
bila reflek-reflek ini masih ada, hal ini menunjukkan adanya kemunduran fungsi
susunan saraf. Teknik untuk menimbulkan reflek dengan memposisikan reflek yang akan
diperiksa, yaitu:
1. Babynski, cara anak diposisikan tidur terlentang, gores pada bagian lateral
telapak kaki, positif jika timbul gerakan ekstensi jari-jari diikuti abduksi jari-
jari kaki,
2. Morro reflex, dengan cara anak diposisikam tidur terlentang dan diberi
tekanan pada kepalanya secara mendadak. Reflek ini akan hilang pada usia anak 4
bulan,
3. Grasp reflek, dengan cara permukaan palmar tangan diberi stimulasi, reaksi
positif tangan akan menggenggam,
4. Asimetrical tonic neck reflex, dengan cara posisikan anak terlentang, kepala
mid position, ekstensi lengan dan tungkai kemudian diberikan stimulasi dengan
memutar kepala ke samping. Reaksi ini dikatakan positif bila penderita
mengekstensikan lengan dan tungkai homolateral serta fleksi lengan dan tungkai
heterolateral,
5. Simetrical tonic neck reflex, dengan cara anak diposisikan terlentang kepala
mid position, ekstensi lengan dan tungkai kemudian diberikan stimulasi dengan
memfleksikan kepala, reaksi positif bila penderita memfleksikan lengan dan
mengekstensikan tungkainya.
e. ) Pemeriksaan Deformitas
Pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya permasalahan baru, semisal semakin usia
anak penderita CP bertambah maka spastisitas bisas emakin menigkat, sehingga akan
berakibat timbulnya deformitas seperti dislokasi sendi panggul dan kontraktur otot-
otot ekstrimitas bawah. Deformitas lainnya yang timbul yaitu apabila penderita CP
tidak ditangani secara maksimal maka bisa terjadi skoliosis akibat muskuloskeletal
yang tidak bisa bergerak seimbang akibat perubahan postur.

f. ) Pemeriksaan Intrapersonal dan Interpersonal


Aspek yang dinilai adalah sejauh mana pasien dapat bekerjasama dengan terapis pada
saat pelaksanaan terapi. Menolak atau tidaknya anak saat dilakukan terapi, semisal
anak menangis atau senang.

g. ) Pemeriksaan Aktifitas Fungsional


Pemeriksaan aktifitas fungsional disesuaikan dengan kemampuan anak dan dilakukan
untuk menilai seberapa besar tingkat kemandirian anak, apakah anak dapat melakukan
aktifitas sehari-hari nya secara mandiri, dibantu sebagian atau sepenuhnya. Untuk
melakukan pemeriksaan ini dapat digunakan
Gross Motor Function Measurement (GMFM).

GMFM adalah suatu jenis pengukuran klinis untuk mengevaluasi perubahan fungsi gross
motor pada penderita CP. Terdiri dari 88 item pemeriksaan, aktifitas pada posisi
berbaring dan berguling (17 item), duduk (20 item), berlari dan melompat (12 item).
Penilaian GMFM terdiri dari 4 skor yaitu 0, 1, 2 dan 3 yang masing-masing mepunyai
arti yang sama meskipun deskripsinya berbeda tergantung item kemampuan yang
dinilai. Keterangan nilai GMFM, sebagai berikut:

0: tidak memiliki inisiatif;


1: ada inisiatif;
2: sebagian dilengkapi;
3: dilengkapi;
NT: Not Tested (tidak di tes).

B. Problematik fisioterapi

Permasalahan pada CP yaitu adanya gangguan tonus postural tubuh akibat adanya
spastisitas sehingga control gerak terganggu dan juga mengakibatkan postur tubuh
yang salah. Dari permasalahan yang telah disebutkan pada akhirnya akan mengganggu
aktifitas fungsional sehari-hari anak penderita CP.

C. Rencana penatalaksanaan Fisioterapi

1 .) Tujuan pelaksanaan terapi latihan


� Untuk menurunkan abnormalitas tonus ( spastisitas ) terutama pada kedua
tungkai bawah.
� Mencegah terjadinya kontraktur sehingga mencegah deformitas.
� Memperbaiki kemampuan aktifitas fungsional melalui peningkatan pada
keseimbangan dan memperbaiki postur tubuh sehingga diharapkan bertambahnya tingkat
kemandirian anak dengan kasus cerebral palsy dalam melakukan aktifitas sehari-
harinya semisak bermain.
2. ) Rencana pelaksanaan fisioterapi
� Latihan mobilisasi trunk
� Tujuan dari latihan mobilitas trunk ini adalah untuk memperbaiki postur yaitu
dengan cara mendudukkan pasiel long sittig dan kedua tungkai membuka lebar
( abduksi tanpa eksternal rotasi ). Fisioterapis dibelakang pasien, tangan menempel
bahu kemudian diberikan pressure tapping pada segmen lumbal, thorak atas dan bawah.
� Streching secara pasif
� Streching atau penguluran jaringan lunak ini merupakan cara yang digunakan
untuk menurunkan spastisitas sehingga bias merileksasikan kerja otot-otot yang
berlebihan ( over use ). Pada kondisi CP diplegi spastis biasanya dilakukan
stretching pada group otot
� hamstring
� adductor lutut
� abductor lutut
� otot perut
� illiopsoas dan
� pelvic tilting.
� Latihan gerak aktif dengan menggunakan permainan
� Latihan ini diberikan dengan melibatkan anak secara aktif. Pada pendekatan
ini anak akan diberikan bentuk-bentuk latihan aktifitas fungsional yang akan
dilakukan bersamaan dengan bermain untuk tujuan meningkatkan aktivitas fungsional,
seperti latihan berdiri dan berjalan.
� Latihan aktifitas fugsional dengan mengajarkan pola jalan yang benar.
� Anak akan diajari berjalan dengan pola yang benar, karena pada umumnya anak
CP akan berjalan dengan pola salah akibat dipengaruhi adanya spastisitas. Seperti
yang telah disebutkan bahwa spastisitas akan mengganggu kenormalan postur tubuh dan
control gerak. Padahal pada pola jalan yang benar dibutuhkan postur tubuh yang baik
dan control gerak yang baik pula.
D. Rencana Evaluasi Hasil Terapi

Evaluasi dilakukan untuk mngetahui tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan terapi


yang diberikan. Evaluasi dilakukan sesaat setelah terapi dan pada akhir pelaksanaan
program terapi. Beberapa pengukuran yang dilakukan meliputi :
1.) evaluasi spastisitas dengan menggunakan skala asworth,
2 ) evalusi gross motor, keseimbangan dan kemampuan berjalan ( aktifitas fungsional
) dengan menggunakan GMFM.

Sumber : http://ortotik-prostetik.blogspot.com/2008/12/penatalaksanaan-terapi-
latihan-pada.html

You might also like