Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. SEKILAS TENTANG INDUSTRI MIGAS DI INDONESIA

1.1.1. Kegiatan Umum Industri Migas

Industri minyak dan gas bumi, adalah kompleks dan memerlukan


teknologi tinggi dan biaya besar. Oleh karena itu industri minyak dan gas
bumi dan panasbumi dapat dikatagorikan industri yang padat teknologi
dan padat modal. Secara umum kegiatan pengusahaan industri minyak
dan gas bumi dapat dibagi menjadi tiga kegiatan pokok yaitu :

(1) Kegiatan up-stream, yaitu kegiatan eksplorasi produksi (EP) meliputi :


a. Eksplorasi (geodesi, geofisika, geologi)
b. Produksi (pengeboran, reservoir, produksi)

(2) Kegiatan down-stream, yaitu kegiatan proses dan pemasaran (PA)


yang meliputi: pengolahan/pemurnian, petrokimia, distribusi,
penyimpanan, transportasi.

(3) Kegiatan penunjang, yaitu kegiatan yang bersifat menunjang kegiatan


utama baik teknis maupun non teknis yang meliputi :
a. Penunjang teknis (mesin, listrik, sipil, elektronika, keselamatan
kerja, lindung lingkungan, dll)
b. Penunjang non teknis (personalia, keuangan, administrasi,
keamanan, training, dll)
Dari uraian singkat di atas terlihat bahwa kegiatan pengusahaan
industri minyak dan gas bumi dan panasbumi melibatkan begitu banyak
cabang disiplin keahlian

1
Di dalam eksplorasi minyak dan gas bumi, urutan pekerjaannya
adalah sebagai berikut

Tahap-1 : Studi pendahuluan/perencanaan


Tahap-2 : Reconnaissance
(foto udara dan/penginderaan jauh, geofisik udara,
geologi lapangan dan stratigrafi struktur, graviti, seismik
dan magnetik)
Tahap-3 : Evaluasi data dari pekerjaan pada tahap-2
Tahap-4 : Studi detail
(geologi permukaan, pemboran struktur/dangkal,
seismik, gravitasi, pemboran stratigrafi/dalam)
Tahap-5 : Perencanaan pemboran eksplorasi
Tahap-6 : Pemboran eksplorasi
Tahap-7 : Evaluasi hasil pemboran untuk menentukan apakah
pekerjaan akan diteruskan atau dihentikan

Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1.1.

2
N
A
R
ORAN O
PEMB B
AAN M
E
TAHAP TAHAP DETAIL NCAN
P EVALUASI
TAHAPAN RECONNAISSANCE
PERE
TAHAP

JENIS
EY
SURV FOTO UDARA
ASI / PENGINDERAAN
OPER JAUH

GEOLOGI
PERMUKAAN
AEROMAG DETAIL
(GEOFISIK UDARA)

PEMBORAN
N STRUKTUR
AA
GEOLOGI ( BOR TANGAN CF)
AN LAPANGAN DANGKAL
NC STRATIGRAFI
RE STRUKTUR SIS
PE NO
N SEISMIK OG
UA DETAIL PR ASI
UL SPEK ( REFLEKSI ) K OR
PRO AN
AH UAN PE SPL
ND ENT OS EK NG
PEN
GRAVITASI
PE PR AN BA
AN
I UNG IK OR EM
UD CEK GRAVITASI SM MB NG
ST
UASI
EVAL DETAIL SEI PE PE

SEISMIK
(refleksi-refraksi)
PEMBORAN
STRATIGRAFI
DALAM

MAGNETIK
DARATAN AAN
MUK
PER
AH
BAW
LOGI
GEO

Gambar 1-1. Urutan Operasi Survai Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi

3
1.1.2. Teori Terbentuknya Reservoir Migas

Minyak dan gas bumi terbentuk dari binatang-binatang purba yang


tertimbun dalam tanah yang kemudian terendapkan baik pada lingkungan
pengendapan darat, laut maupun transisi. Seiring dengan perjalanan
waktu sisa-sisa binatang purba tersebut akan menjadi proses pematangan
menjadi migas dalam batuan induk, kemudian akan bermigrasi sampai
terperangkap kedalam suatu sistim reservoir, dan terakumulasi disana.

1.1.3. Perkembangan Industri Migas di Indonesia

Pengusahan minyak dan gas bumi di Indonesia mencatat kemajuan


pesat sejak Pertamin dan Permina diintegrasikan ke dalam Pertamina.
Seluruh operasi perminyakan yang mencakup berbagai aspek kegiatan,
dapat diarahkan pada sasaran yang dituju oleh Pemerintah.
Peranan minyak, yang menyangkut berbagai aspek pembangunan,
menjadikan minyak sebagai unsur penting didalam ketahanan nasional.
Seluruh bidang perminyakan, produksi, pengolahan, distribusi,
pengangkutan, maupun pemasaran minyak mentah menjadi semakin
penting dan harus dipegang langsung oleh Pertamina.
Sistim bagi hasil, yang diterapkan didalam bidang eksplorasi dan
produksi, bukan saja telah memberikan keuntungan lebih besar kepada
negara, tetapi juga merupakan landasan bagi kerja sama dengan para
kontraktor minyak asing. Peranan Minyak yang kian penting di semua
sektor dan harganya yang terus melonjak, telah menyebabkan
ditingkatkannya pencarian minyak ke daerah-daerah yang lebih sulit.
Pencarian minyak bumi di Indonesia, sampai tahun 60-an masih
terbatas dilakukan di daratan. Sejak penemuan lapangan Cinta (1970)
lapangan minyak pertama di lepas pantai Indonesia, telah membuka
kemungkinan mengerjakan daerah lepas pantai lainnya. Perkembangan
teknologi maju telah memungkinkan pemanfaatan assosiated gas maupun

4
non assosiated gas untuk bahan ekspor (LNG) maupun bahan energi
dalam negeri (LPG).
Sumber-sumber gas dibeberapa tempat, baik di lepas pantai
maupun di daratan dimanfaatkan dengan membangun unit pengolah yang
memproduksi LPG. Beberapa unit pengolah LPG itu terletak di anjungan
lepas pantai, yang dilengkapi dengan tangki penampung dan pelabuhan
pengekspor.
Pemanfaatan sumber gas, untuk menunjang berbagai keperluan
industri dalam negeri pertama kali dilakukan di Sumatra Selatan dengan
suatu jaringan pipa untuk pabrik pupuk Sriwijaya dan di Jawa Barat
dengan sistim pipa gas Jawa Barat untuk mensuplai pabrik pupuk, semen,
pabrik baja Krakatau dan kebutuhan industri dan rumah tangga di daerah
Jakarta.
Penemuan sumber gas di Arun dan Badak, yang merupakan dua
lapangan gas yang besar di dunia, didorong dengan tekhnologi cryogenic,
telah memungkinkan gas diolah menjadi LNG (gas alam cair) sebagai
bahan ekspor. Sekaligus pada tahun 1977 itu, Pertamina mulai memasuki
era perdagangan LNG di dunia.
Naiknya kegiatan perminyakan Indonesia dapat dilihat dari kontrak
bagi hasil. Dari tahun 1979 hingga 1982, Pertamina telah menandatangani
sebanyak 44 kontrak bagi hasil dengan perusahan minyak asing. 12
kontrak ditandatangani tahun 1979, 11 kontrak tahun 1980, 8 kontrak
tahun 1981, dan tahun 1982 – 13 kontrak ditandatangani. Tiga tahun
terakhir KPS juga menunjukkan kenaikan yaitu 7 kontrak tahun 1987, 10
kontrak tahun 1988 dan 40 kontrak dilaksanakan di tahun 1989.
Pertamina dalam usaha-usaha di bidang eksplorasi dan produksi ini
menempuh jalan intensifikasi dan ekstensifikasi. Kegiatan intensifikasi
meliputi peningkatan kegiatan secara kwalitatif di bidang eksplorasi, baik
berupa studi regional, geologi lapangan, geofisik, seismik, pengeboran
eksplorasi dan evaluasi. Selain itu, dilakukan juga peningkatan kwantitatif
di bidang produksi seperti pengembangan lapangan, pembangunan

5
fasilitas produksi, studi reservoir dan studi lapangan produksi yang pernah
ada.
Usaha ekstensifikasi meliputi usaha-usaha untuk menemukan
daerah-daerah baru yang dapat menghasilkan minyak. Pengembangan
kegiatan eksplorasi dan produksi ini, di samping faktor dana, tenaga,
peralatan maupun tekhnologi minyak yang sudah dimiliki, terutama
didorong karena potensi dan kemampuan produksi minyak dan gas bumi.
Untuk dasawarsa mendatang, kemampuan produksi minyak bumi
Indonesia ini amat bergantung pada kegiatan eksplorasi yang dilakukan
sekarang ini serta usaha pengembangan hasil-hasil eksplorasi itu dan
cara-cara tekhnologi maju yang pakai dalam penambangannya. Teknik
pengangkatan minyak tahapan kedua (secondary recovery) dan ketiga
(tertiary recovery) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
produksi pada lapangan-lapangan minyak lama, yang kemampuan
produksi mulai menurun, sekalipun di dalmnya masih terkumpul cadangan
minyak bumi yang cukup besar.
Teknik secondary recondary recovery ini mulai diterapkan, baik oleh
Pertamina sendiri, maupun dengan bekerja sama dengan para KPS.
Secondary recovery di lapangan Rantau, Prabumulih dan Handil dilakukan
dengan menginjeksikan air, sementara di lapangan Minas dengan cara
steanflood. Mulai tahun 1982, selama 12 tahun, dikembangkan pula
secondary recovery dengan dua perusahaan minyak asing mainline
Resources Ltd., untuk lapangan Bunyu, Kalimantan Timur dan lapangan
Suban Jarigi, Sungai Taham dan Kampung minyak di daerah Enim,
Sumatra selatan.
Penemuan-penemuan sumur-sumur dan lapangan baru, baik di
lepas pantai maupun di darat pada sekitar tahun 1970-an telah mampu
memproduksi minyak mentah 1,6 juta barrel/hari. Untuk meningkatkan
produksi, minimal mempertahankan produksi yang ada, diperlakukan dana
yang besar. Untuk itu Pertamina mencari dana pinjaman, yaitu dengan

6
kerja sama patungan atau pinjaman yang tak mengikat, seperti yang
dijalankan dengan INOCO.

1.1.4. Potensi Migas Di Indonesia

a. Klasifikasi Cekungan Sedimen Tersier Di Indonesia

Sampai saat ini telah berhasil di identifikasi 60 Cekungan Tersier di


Indonesia (2,65 juta Km2) yang meliputi 41 cekungan (68,3%) sudah
diekslorasi, dengan rincian 15 cekungan ada penemuan dan sudah
berproduksi, 18 cekungan ada penemuan tetapi belum berproduksi, dan 8
cekungan sudah dieksplorasi tetapi belum ada penemuan. Disamping itu,
masih terdapat 19 cekungan sedimen (31.7%) belum di eksplorasi,
sebagian besar terletak di Kawasan Timur Indonesia atau di daerah
“frontier”.
Secara geologis Indonesia dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu
Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Di Kawasan
Barat Indonesia terdapat 21 cekungan (35%) dengan luas 1,34 juta km2,
memiliki tatanan geologi yang lebih sederhana dibandingkan dengan di
Kawasan Timur Indonesia, yang memiliki 39 cekungan (65%) dengan luas
1,3 juta km2 dengan tatanan geologi yang lebih komplek dan belum
banyak dilakukan penyelidikan.
Kegiatan eksplorasi pada umumnya masih dilakukan pada
cekungan Kawasan Barat Indonesia yaitu pada 19 cekungan (90.47% dari
keseluruhan KBI), sedangkan di Kawasan Timur Indonesia 22 cekungan
(56.41% dari keseluruhan KTI).

b. Sumberdaya Migas Indonesia 2003

Jumlah sumberdaya minyak diharapkan di tempat (RRR) sebesar


385.61 BBO yang terdiri dari 201.47 BBO sumberdaya hipotetik dan
184.14 BBO sumberdaya spekulatip, sedangkan sumberdaya gas sebesar

7
674.07 TCF yang terdiri dari 461.72 TCF sumberdaya hipotetik dan 211.35
TCF sumberdaya spekulatip.
Jumlah Sumberdaya minyak diharapkan terambil (URR) sebesar
102.64 BBO yang terdiri dari 56,61 BBO sumberdaya hipotetik dan 47,03
BBO sumberdaya spekulatip, sedangkan sumberdaya gas sebesar 504.39
TCF yang terdiri dari 334,51 TCF sumberdaya hipotetik dan 169,89 TCF
sumberdaya spekulatip.
Jumlah Potensi Sumberdaya migas diharapkan ditempat (RRR)
dalam satuan Barel Oil Equivalent : 385.61+112.178 = 497.78 BBOE
Jumlah Potensi Sumberdaya migas diharapkan terambil (URR) dalam
satuan Barel Oil Equivalent : 103.64+84.07 = 187.71 BBOE.

c. Sumberdaya Migas Hipotetik Indonesia berdasarkan Posisi


Geologis

Total potensi sumberdaya minyak hipotetik diharapkan di tempat


(RRR) di Indonesia adalah sebesar 201.47 milyar barel minyak meliputi
141.47 milyar barel (70%) di Kawasan Barat Indonesia dan 60 milyar barel
di Kawasan Timur Indonesia (30%). Sedangkan potensi sumberdaya gas
hipotetik diharapkan di tempat (RRR) adalah sebesar 461.71 Tscf meliputi
328.95 Tscf (71%) di Kawasan Barat Indonesia dan 132.77 Tscf (29%) di
Kawasan Timur Indonesia.
Total potensi sumberdaya minyak hipotetik diharapkan terambil
(URR) di Indonesia adalah sebesar 56.6 milyar barel minyak meliputi
37.39 milyar barel (66%) di Kawasan Barat Indonesia dan 19.22 milyar

barel di Kawasan Timur Indonesia (34%). Sedangkan potensi sumberdaya


gas hipotetik diharapkan terambil (URR) adalah sebesar 334.51 Tscf
meliputi 228.39 Tscf (68%) di Kawasan Barat Indonesia dan 106.11 Tscf
(32%) di Kawasan Timur Indonesia.

8
Sumberdaya migas Hipotetik terdapat di 3021 prospek/lead yang
terdiri dari 2584 prospek/lead (85,5%) dikawasan barat dan 437
prospek/lead (14,5%) di Kawasan Timur.

d. Sumberdaya Migas Hipotetik Indonesia berdasarkan Posisi


Geografis

Total potensi sumberdaya minyak hipotetik diharapkan di tempat


(RRR) di Indonesia adalah sebesar 201.47 milyar barel minyak meliputi
111.23 milyar barel (55.21%) terdapat di Darat dan 90.24 milyar barel
terdapat di Lepas Pantai (44.79%). Sedangkan potensi sumberdaya gas
hipotetik diharapkan di tempat (RRR) adalah sebesar 461.71 Tscf meliputi
228.57 Tscf (49.50%) terdapat di Darat dan 233.15 Tscf (50.50%) terdapat
di Lepas Pantai.
Total potensi sumberdaya minyak hipotetik diharapkan terambil
(URR) di Indonesia adalah sebesar 56.61 milyar barel minyak meliputi
35.66 milyar barel (62.99%) terdapat di Darat dan 20.96 milyar barel
terdapat di Lepas Pantai (37.01%). Sedangkan potensi sumberdaya gas
hipotetik diharapkan terambil (URR) adalah sebesar 334.51 Tscf meliputi
177.16 Tscf (52.96%) terdapat di Darat dan 157.35 Tscf (47.04%) terdapat
di Lepas Pantai.

e. Sumberdaya Migas Hipotetik Indonesia berdasarkan Jenis


Operator

Total potensi sumberdaya minyak hipotetik diharapkan di tempat


(RRR) di Indonesia adalah sebesar 201.47 milyar barel minyak meliputi
47.47 milyar barel (23.70%) di operasikan oleh Pertamina dan 153.73
milyar barel di operasikan kontraktor (76.30%). Sedangkan potensi
sumberdaya gas hipotetik diharapkan di tempat (RRR) adalah sebesar
461.71 Tscf meliputi 79.36 Tscf (17.19%) di Operasikan Pertamina dan
328.36 Tscf (82.81%) di operasikan Kontraktor.

9
Total potensi sumberdaya minyak hipotetik diharapkan terambil
(URR) di Indonesia adalah sebesar 56.61 milyar barel minyak meliputi
15.94 milyar barel (28.16%) di operasikan oleh Pertamina dan 40.67
milyar barel di operasikan kontraktor (71.84%). Sedangkan potensi
sumberdaya gas hipotetik diharapkan terambil (URR) adalah sebesar
334.51 Tscf meliputi 53.57 Tscf (16.01%) di Operasikan Pertamina dan
270.94 Tscf (83.99%) di operasikan Kontraktor.

10
Gambr1.2PetonsiMykBuId
11
Gambr1.3PetonsiBuId
12
BAB II
PETROLEUM SYSTEM

2.1. Pengertian
Minyak dan gasbumi bisa terdapat di suatu daerah, terutama sekali
didasarkan pada adanya beberapa parameter yang menjadi persyaratan
mutlak terperangkapnya / terjebaknya minyak dan gasbumi , yaitu adanya:
Batuan induk yang cukup matang, ada jalan migrasi yang baik, adanya
batuanreservoir,adanya perangkap ,dan ada batuan penutup

Gambar 2.1. Petroleum System

2.2. Batuan Induk


Pembentukan minyak dan gasbumi, terjadi karena pengonggokan /
sedimentasi zat organik terutama plankton pada dasar cekungan dan
kemudian tertimbun oleh sedimen halus dalam kondisi reduksi sehingga
terawetkan. Biasanya batuan induk berwama gelap, bertekstur halus

13
misalnya lempung dan serpih. Kemudian karena gradien panas bumi dan
pembebanan, temperatur dan tekanan, zat organik terubah menjadi
minyak dan gasbumi selanjutnya diperas keluar bermigrasi ke batuan
reservoir.
Penentuan batuan induk didasarkan pada hasil test standar yaitu :
TOC (Total Organic Carbon), yaitu karbon organic total. TOC adalah
persentase berat karbon organic dalam suatu contoh batuan, yang
berhubungan langsung dengan besarnya kerogen yaitu 1,2 - 1, 6 kali
TOC. Beberapa perkiraan nilai TOC minimum untuk batuan induk:
 0,4-1,4%(Ronov,1958)
 1,5 % ( Schrayer dan Zarella, 1963)
 0,5% (Welte,1965)

EOM ( Extractable Organic Matter), yaitu zat organik yang dapat di


ekstraksikan. Yang dimaksud adalah hidrokarbon atau non hidrokarbon
yang dapat dilarutkan atau bitumina. Sifat sifat dari EOM menunjukkan
sifat batuan induk. Umumnya ekstrak dari batuan induk susunan utama
dari minyak mentah ( Erdman, 1961) CPI ( Carbon Preference Index )
yaitu indeks preferensi karbon; adalah perbandingan antara volume
anggota n - parafin yang bernomor ganjil tarhadap yang bernomor genap
dari kisaran C21 - C37. Angka ini sangat tinggi untuk organisme yang
masih hidup dan untuk hidrokarbon resen, untuk batuan sedimen tua
angka ini hampir mendekati 1 dan untuk kebanyakan minyak mentah nilai
CPI harus kurang dari 1,15
CIR ( Carbon Isotope Ratio ) yaitu perbandingan isotop karbon Cis/Cl2.
Kisaran nilai CIR untuk minyakbumi adalah 1 % (0,0109 - 0,0110)
LOM (Level Of thermal Maturity ) yaitu tingkat pematangan thermal.
Tingkat pematangan minyak dan gasbumi adalah berkisar antara 75 ° -
165° C. Untuk mencapai temperatur tersebut, batuan induk harus terkubur
cukup dalam di kerak bumi.

14
2. 3. Batuan Reservoir
Bahwa hidrokarbon , biasanya berasal dari batuan induk yang berupa
batuan sedimen berbutir halus yang kaya kerogen. Padahal umumnya
minyak dan gasbumi yang ekonomis, terdapat pada batuan reservoir yang
berupa batuan sedimen berbutir kasar, bersifat permeabel dan tidak
menunjukkan adanya sumber materiai organik. Hal ini jelas menunjukkan
adanya perpindahan fluida dari batuan induk ke batuan reservoir.
Kebanyakan batuan reservoir adalah batuan sedimen. Batuan sedimen
menutupi lebih kurang 75 % dari permukaan bumi dan ketebalannya dapat
mencapai ribuan meter. Batuan reservoir mempunyai susunan yang terdiri
rangka yang tersusun oleh material padat dan bagian ruang pori. Pada
umumnya batuan reservoir dapat berupa batuan sedimen klastik, batuan
karbonat atau miscellaneous, meskipun ada pula batuan beku yang
banyak terjadi rekahan (porositas sekunder)

2.3.1. Batuan Reservoir Klastik


Batuan sedimen klastik tersusun oleh fragmen yang berasal dari
batuan asalnya. Melalui proses pelapukan dan erosi, batuan di permukaan
bumi mengalami disintegrasi membentuk gravel, pasir, lanau dan
lempung. Material lepas tersebut kemudian ditransport oleh air, angin
ataupun glasial atau bisa juga karena proses gravitasi sendiri menuju ke
lingkungan dimana material tersebut nantinya diendapkan, terkumpul
dalam beberapa susunan lapisan dan secara bertahap mengalami
konsolidasi dan membentuk batuan sedimen yang keras.
Ukuran butir penyusun sedimen , dapat disebut gravel (> 2 mm), pasir ( >
1/16 mm ), lanau ( 1/256 mm) dan lempung ( < 1/256 mm)
Hal penting pada batuan sedimen klastik disamping ukuran butirnya juga
jenis butiran mineral penyusunnya, pemilahan butir, dan hubungan antar
butiran tersebut. Batuan sedimen klastik yang tersusun oleh butiran
berukuran gravel dapat disebut konglomerat (bila bentuk butirannya
membulat ) atau disebut breksi ( bila bentuk butirannya cenderung

15
meruncing). Bila mineral penyusunnya berukuran pasir, batuannya
dinamakan batupasir. Untuk yang berukuran lebih halus namanya dapat
batulanau, batuserpih ataupun batulempung, tergantung ukuran butir
masing-masing.

Gambar 2.2. Contoh Batuan Sedimen Klastik

2.3.2. Batuan Reservoir Karbonat


Batuan karbonat terbentuk dari hasil presipitasi dan pengendapan
garam
calsium dan magnesium yang berada di air. Batuan karbonat yang paling
umum dijumpai adalah batugamping dan dolomite. Batugamping dapat
menjadi batuan reservoir kalau memiliki porositas dan permeabilitas yang
memadai.

16
Gambar 2.3. Dolomite

Pada waktu batuan tersebut diendapkan dan mengalami kompaksi


biasanya porositas dan permeabilitas-nya kecil. Terbentuknya porositas
dan permeabilitas pada batugamping dan dolomit biasanya sebagai akibat
proses sekunder , misalnya akibat rekahan dan kemudian diikuti
pelarutan. Porositas pada batuan karbonat biasanya dijumpai pada zona
caliche akibat pelarutan dimana secara berurutan terbentuk zona hardpan
caliche , yaitu zona paling luar yang keras, kemudian nodule caliche yang
berupa nodul- nodul batugamping, dan lebih dalam lagi zona platy caliche
yaitu zona yang berlapis, dan bagian paling dalam adalah chalky caliche
yaitu zona yang lunak , kandungan kapur-nya paling tinggi. Meskipun
demikian, dalam satu tubuh batugamping belum tentu secara lengkap
seluruh urutan zona caliche dijumpai. Porositas pada batuan karbonat
dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu
 Intercrystaline atau porositas primer. Yaitu ruang diantara individu
kristal. Biasanya terisi semen atau material halus sehingga tidak
saling berhubungan. Porositas primer ini tidak efektif dan secara
ekonomis tidak produktif
 Porositas oolitik, terbentuk karena adanya susunan butiran
karbonat berbentuk membulat dengan ukuran yang hampir
seragam, susunan hexagonal akan menghasilkan porositas 26 %.

17
Porositas oolitik bervariasi besarnya karena adanya semen,
susunan butir, pelarutan dan adanya material lain.
 Porositas intergranular, terbentuk karena susunan acak dari
fragmen karbonat pada sedimen klastik

Gambar 2.4. Fracture and Vuggy Porosity

 Vugy porosity, terbentuk sebagai hasil pelarutan pada batuan


karbonat. Porositas ini dicirikan oleh adanya saluran dan rongga
yang lebar.
 Fracture porosity, disebabkan oleh adanya gerakan-gerakan pada
kulit bumi yang menyebabkan terjadinya rekahan-rekahan, dan
pada rekahan tersebut dapat terjadi perpindahan fluida.
 Fossiliferous porosity, terjadi karena fosil pada batuan karbonat
lebih mudah larut, sehingga pada waktu terlarut meninggalkan
rongga kosong.
 Reef porosity, merupakan jenis dari fossillferous porosity yang
terdapat pada koral dan struktur terumbu.

2.4. Batuan Penutup (Cap rock )


Batuan penutup pada suatu reservoir, adalah lapisan batuan yang
karena
sifat fisiknya dapat bertindak sebagai penghalang yang tidak dapat
ditembus oleh fluida , sehingga fluida yang sudah terperangkap tidak

18
dapat lari kemana-mana. Pada suatu saat sifat penghalang ini bisa hilang
karena erosi, retak atau terjadi pergeseran sehingga hidrokarbon dapat
lolos. Closure atau tutupan adalah istilah yang digunakan untuk
menyebutkan penampang vertikal reservoir yang dibatasi oleh suatu
perangkap. Besarnya closure ditentukan oleh luas maksimum dari
perangkap dan oleh besar volume total dari fluida yang ada pada
reservoir. Sering volume hidrokarbon tidak memenuhi seluruh ruangan
yang terdapat pada zone closure

Gambar 3.5. Model Reservoir

Spil point di definisikan sebagai titik yang posisinya paling bawah dari
suatu closure, dan merupakan batas bawah wilayah yang masih potensial
sebagai reservoir. Pay zone biasanya di definisikan untuk menyebut
penampang pada
reservoir yang mengandung hidrokarbon yang dapat diambil.

2.5 Migrasi
Sesuai dengan konsep bahwa minyakbumi terbentuk dari bahan
organik, maka zat organik tersebut tentulah didapatkan tersebar dalam

19
batuan serpih-lempung yang halus yang berperan sebagai batuan induk.
Dengan demikian minyak yang terbentuk terdapat dalam bentuk tetes-
tetes kecil atau mungkin sebagai koloid, sehingga untuk terjadinya suatu
akumulasi komersil perlu adanya pengkonsentrasian, antara lain
keluamya tetes- tetes tersebut ke dalam batuan reservoir dan kemudian
bergerak ke perangkap.
Migrasi primer yaitu keluarnya minyakbumi atau protopetroleum/ fluida
dari batuan induk dan masuk ke batuan reservoir lapisan penyalur ( carrier
bed).
Migrasi Sekunder yaitu pergerakan fluida dalam lapisan penyalur untuk
menuju ke tempat akumulasi. Akumulasi adalah tetes-tetes atau
gumpalan-gumpalan minyak terperangkap dan berkumpul merupakan
suatu akumulasi.

Gambar 2.6. Oil Migration

20
2.5.1. Syarat Fisika Untuk Migrasi
Beberapa persyaratan fisika minyak bumi dapat bermigasi sebagai
berikut:
 Perbedaan tetes dengan fasa kontinyu : kapilaritas / tegangan
permukaan menghalang-halangi bergeraknya tetes.
 Kapilaritas tetes dalam pori. Dalam keadaan statis pada tiap
tonjolan terdapat keseimbangan tekanan sebelah menyebelah
selaput pemisah fasa. Untuk memindahkan setiap tetes fluida
diperlukan suatu tekanan penggeseran ( displacement pressure),
yang tergantung dengan besar pori/besar butir dan tegangan antar
permukaan. Makin kecil besar butir, makin besar tekanan yang
diperlukan

2.5.2. Sumber Tenaga Untuk Migrasi


Selain gradien hidrodinamik dan daya pelampungan, masih ada
beberapa
sumber penggerak yang mungkin adalah : kompaksi, tegangan
permukaan, gravitasi pelampungan, tekanan hidrostatik, tekanan gas,
sedimentasi dan gradien hidrodinamik

2.6. Perangkap Minyak dan Gas bumi


Perangkap minyak dan gas bumi ( traps ) dapat diklasifikasikan
menjadi perangkap struktur , perangkap stratigrafi , atau gabungan/
kombinasi keduanya.

2.6.1. Perangkap Stratigrafi


Perangkap stratigrafi terjadi karena adanya berbagai variasi lateral
dalam susunan litologi suatu lapisan reservoir, sehingga terjadi
penghentian dalam kelanjutan penyaluran minyak dan gas bumi. Prinsip
perangkap stratigrafi adalah minyak dan gas bumi dalam perjalanannya ke

21
atas terhalang dari segala arah sehingga terjebak pada tempat tersebut.
Hal ini terjadi karena adanya perubahan karakteristik batuan reservoir
menjadi batuan lain sebagai akibat perubahan fasies yang menjadi
penghalang permeabilitas. Contoh perangkap stratigrafi adalah perangkap
ketidak selarasan, dan pembajian.

Gambar 2.7. Perangkap

3.6.2. Perangkap Struktur


Perangkap struktur merupakan perangkap yang paling orisinil dan
sampai saat ini merupakan perangkap yang paling penting. Pada
perangkap struktur, berbagai unsur perangkap yang membentuk lapisan
penyekat terjadi karena gejala tektonik atau struktur, misalnya perlipatan
atau patahan.

3.6.3. Perangkap Kombinasi


Banyak perangkap minyak dan gasbumi terjadi sebagai akibat
kombinasi antara perangkap struktur dan perangkap stratigrafi, dimana

22
unsure stratigrafi dan struktur bersama - sama dalam membatasi
bergeraknya minyak dan gas bumi ke tempat lain.

BAB III
KARAKTERISTIK RESERVOIR

3.1. KOMPONEN RESERVOIR MIGAS


Reservoir merupakan suatu tempat terakumulasinya fluida
hidrokarbon (minyak dan atau gas) dan air di bawah permukaan tanah.
Proses akumulasi minyak bumi di bawah permukaan haruslah memenuhi
beberapa syarat, yang merupakan komponen suatu reservoir minyak dan
gas bumi. Empat komponen yang menyusun reservoir adalah sebagai
berikut:

a. Batuan reservoir, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak
bumi, gas bumi atau keduanya. Biasanya batuan reservoir berupa
lapisan batuan yang porous dan permeable.

b. Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan batuan yang bersifat
impermeable, yang terdapat pada bagian atas suatu reservoir,
sehingga berfungsi sebagai penyekat fluida reservoir.

c. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan suatu unsur


pembentuk reservoir yang mempunyai bentuk sedemikian rupa
sehingga lapisan beserta penutupnya merupakan bentuk konkav ke
bawah dan menyebabkan minyak dan/atau gas bumi berada dibagian
teratas reservoir.

d. Kondisi reservoir (tekanan dan temperatur), tekanan dan


temperatur sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik minyak dan

23
gas serta kemampuan minyak dan gas tersebut untuk dapat
diproduksikan ke permukaan.

Karakteristik suatu reservoir sangat dipengaruhi oleh karakteristik


batuan penyusunnya, fluida reservoir yang menempatinya dan kondisi
reservoir itu sendiri. Ketiga faktor itulah yang akan kita bahas dalam
mempelajari karakteristik reservoir.

3.2. BATUAN RESERVOIR MIGAS


Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral, sedangkan suatu
mineral dibentuk dari beberapa ikatan kimia. Komposisi kimia dan jenis
mineral yang menyusunnya menentukan jenis batuan yang terbentuk.

3.2.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir Migas

Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang


berupa batupasir dan karbonat (sedimen klastik) serta batuan shale
(sedimen non-klastik) atau kadang-kadang vulkanik.

a. Batupasir
Batupasir (sandstone) merupakan batuan yang paling sering
dijumpai di lapangan sebagai batuan reservoir. Batupasir
merupakan hasil dari proses sedimentasi mekanik, yaitu berasal
dari proses pelapukan dan disintegrasi, yang kemudian
tertransportasi serta mengalami proses kompaksi dan
pengendapan.
Berdasarkan mineral penyusunnya serta kandungan mineralnya, maka
batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
 Orthoquartzites, adalah batuan sedimen yang terbentuk dengan
unsur silika tinggi, tanpa mengalami metaformosa dan pemadatan.

24
 Graywacke, adalah batupasir yang tersusun dari mineral berbutir
besar, yaitu kwarsa, clay, mika flake {KAl 2(OH)2 AlSi3O10}, magnesite
(MgCO3), fragmen phillite, fragmen batuan beku, feldspar dan
mineral lainnya
 Arkose, adalah batupasir yang tersusun dari kwarsa sebagai
mineral dominan, dan feldspar (MgAlSi 3O8). Arkose juga
mengandung mineral yang bersifat kurang stabil, seperti clay
{Al4Si4O10(OH)8}, microline (KAlSi3O8), biotite {K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)
(OH)2} dan plagioklas {(Ca,Na)(AlSi)AlSi2O8}

b. Batuan Karbonat
Jenis batuan reservoir karbonat yang umum dijumpai adalah
limestone, dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone
adalah kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80 %
Kalsium Karbonat atau Magnesium. Istilah limestone juga dipakai
untuk batuan yang mempunyai fraksi karbonat melebihi unsur non-
karbonatnya. Pada limestone fraksi disusun terutama oleh mineral
kalsit, sedangkan pada dolomite mineral penyusun utamanya adalah
mineral dolomite.

c. Batuan Shale

Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58
% silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide
(FeO) dan Fe2O3, 2 % magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide
(CaO), 3 % potasium oxide (K 2), 1 % sodium oxide (Na 2), dan 5 % air
(H2O).

3.2.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir Migas

25
a. Porositas

Porositas () didefinisikan sebagai perbandingan antara volume


ruang pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-
kecilnya porositas suatu batuan akan menentukan kapasitas
penyimpanan

fluida reservoir. Secara matematis porositas dapat dinyatakan


sebagai :

Vb  Vs Vp
  ........................................................................... (3-1)
Vb Vb

keterangan :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori total batuan.

Gambar 3.1. Porositas

Contoh perhitungan porositas:

Diketahui:

26
volume batuan total (bulk volume/ Vb), cc = 100
volume padatan batuan total (volume grain/Vs), cc = 75

Hitunglah:
Volume ruang pori-pori total batuan (Vp)
Porositas Total ():

Jawab:
Volume ruang pori-pori total batuan
Vp = Vb – Vs
Vp = (100 – 75) cc = 25 cc

Porositas Total ():


25
  100%  25%
100

b. Saturasi Fluida

Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara


volume pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan
volume pori-pori total pada suatu batuan berpori. Pada batuan reservoir
minyak umumnya terdapat lebih dari satu macam fluida, kemungkinan
terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar ke seluruh bagian reservoir.
Secara matematis, besarnya saturasi untuk masing-masing fluida
dituliskan dalam persamaan berikut :

volume pori  pori yang diisi oleh fluida tertentu


S .......... (3-2)
volume pori  pori total

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :

Sg + So + Sw = 1 ..................................................................... (3-3)

Contoh perhitungan Saturasi :

27
Diketahui:
volume pori-pori batuan yang terisi minyak = 400 cm3
volume pori-pori yang terisi gas sebanyak = 75 cm3
volume total pori-pori adalah = 500 cm3

Pertanyaan:
Hitung saturasi masing-masing fluida

Jawab:
400
So   0 ,80
500
75
Sg   0 ,15
500
Sg + So + Sw = 1
Jadi 1 – So – Sg = Sw
1 – 0,8 – 0,15 = 0,05
Jadi So = 0,8, Sg = 0,15 dan Sw = 0,05

c. Permeabilitas

Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang


menunjukkan kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida.
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama oleh percobaan Darcy
(1856) seperti pada Gambar 3.2, yang menghasilkan persaman:

Q ( cm 3 / sec) .  ( centipoise ) . L ( cm )
k ( darcy )  ..................... (3-4)
A ( sq.cm ) . ( P1  P2 ) ( atm )

28
Gambar 3.2. Diagram Penentuan Permeabilitas

Contoh perhitungan permeabilitas:

Diketahui:
Sebuah core dengan panjang (L) 1 cm, luas penampang (A) 1 cm 2,
dijenuhi air (Sw) 100%, beda tekanan (P 1 – P2) 1 atm, menghasilkan laju
produksi air (Qw) sebesar 1 cc/det, dengan viskositas air ( w) 1 cp.

Pertanyaan:
Berapakah permeabilitas core tersebut?

Jawab:
Qw .  w . L
kw 
A . ( P1  P2 )
1 cc/det x 1 cp x 1 cm
kw 
1 cm 2 x1 psi

k w  1 Darcy

Karena core dijenuhi 100% air, maka kw = K.


Jadi harga permeabilitas absolut-nya = 1 darcy.

d. Derajat Kebasahan (Wetabilitas)

29
Wetabilitas adalah kemampuan batuan untuk dibasahi oleh fasa
fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur (immisible). Pada
bidang antar muka cairan dengan benda padat terjadi gaya tarik-menarik
antara cairan dengan benda padat (gaya adhesi), yang merupakan faktor
dari tegangan permukaan antara fluida dan batuan.
Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air
cenderung untuk melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak
akan terletak diantara fasa air. Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-
menarik dengan batuan dan akan lebih mudah mengalir. Gambaran
tentang water wet dan oil wet ditunjukkan pada Gambar 3.3, yaitu
pembasahan fluida dalam pori-pori batuan. Fluida yang membasahi akan
cenderung menempati pori-pori batuan yang lebih kecil, sedangkan fluida
tidak membasahi cenderung menempati pori-pori batuan yang lebih besar.

Gambar 3.3. Pembasahan Fluida dalam Pori-pori Batuan

e. Tekanan Kapiler

Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang


ada antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau
cairan-gas) sebagai akibat dari pertemuan permukaan yang memisahkan
kedua fluida tersebut. Besarnya tekanan kapiler dipengaruhi oleh

30
tegangan permukaan, sudut kontak antara minyak–air–zat padat dan jari-
jari kelengkungan pori.

f. Kompresibilitas

Pada formasi batuan kedalaman tertentu terdapat dua gaya yang


bekerja padanya, yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden)
dan gaya yang timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-
pori batuan tersebut. Pada keadaan statik, kedua gaya berada dalam
keadaan setimbang. Bila tekanan reservoir berkurang akibat pengosongan
fluida, maka kesetimbangan gaya ini terganggu, akibatnya terjadi
penyesuaian dalam bentuk volume pori-pori.

3.3. FLUIDA RESERVOIR MIGAS


3.2.1. Minyak
A. Jenis Minyak

a. Minyak Berat

Minyak berat (low shrinkage crude oil), pada jenis ini diperkirakan
85% mol minyak diproduksikan tetap sebagai cairan pada kondisi
separator.
Diagram fasa dari minyak berat (low shrinkage crude oil)
diperlihatkan pada Gambar 3.4. Sebagai catatan disini adalah bahwa
daerah dua fasa mencakup kisaran tekanan yang lebar dan juga bahwa
temperatur kritis dari minyak adalah lebih tinggi dari temperatur reservoar.
Garis vertikal 1 - 2 - 3 memperlihatkan pengurangan tekanan dengan
temperatur konstan yang terjadi apabila minyak tersebut diproduksikan.
Garis yang putus-putus memperlihatkan kondisi tekanan-temperatur yang
terjadi apabila minyak meninggalkan reservoar dan mengalir melewati
tubing menuju ke separator.

31
Gambar 3. 4. Diagram Fasa Minyak Berat

Titik 1 menunjukkan bahwa keadaan reservoar dikatakan tidak jenuh


(undersaturated), sedangkan titik 2 menunjukkan keadaan reservoar jenuh
(saturated) dimana minyak mengandung gas sebanyak-banyaknya dan
suatu pengurangan tekanan akan menyebabkan pembentukan fasa gas.
Pada titik 3 fluida yang tetap berada di reservoar terdiri dari 75% mol

32
cairan atau 25% mol gas. Titik yang menunjukkan tekanan dan temperatur
di dalam separator terletak hampir dekat dengan garis titik gelembung
yang diperkirakan 85% mol minyak diproduksikan tetap sebagai cairan
pada kondisi seperator. Karena mempunyai prosentase cairan yang cukup
tinggi, maka minyak ini disebut “low shrinkage crude oil”. Apabila
diproduksikan maka minyak berat ini biasanya menghasilkan gas oil ratio
permukaan sebesar 500 scf/stb dengan gravity 30 o API atau lebih. Cairan
produksi biasanya berwarna hitam dan lebih pekat lagi.

b. Minyak Ringan

Minyak ringan (high shrinkage crude oil) hampir sama dengan


minyak berat, bedanya apabila tekanan diturunkan di bawah garis titik
gelembung, prosentase gas akan lebih besar. Diperkirakan 65% fluida
tetap sebagai cairan pada kondisi separator. Oleh karenanya minyak
disebut sebagai minyak ringan (high shrinkage crude oil). Diagram fasa
dari minyak ringan (high shrinkage crude oil) diperlihatkan pada Gambar
3.5. Garis vertikal menunjukkan pengurangan tekanan dengan temperatur
tetap selama produksi. Titik 1 dan titik 2 mempunyai pengertian yang
sama dengan diagram sebelumnya, bedanya apabila tekanan diturunkan
di bawah garis titik gelembung, prosentase gas akan lebih besar. Titik 3
reservoar mengandung 40% mol cairan.

Diperkirakan 65% fluida tetap sebagai cairan pada kondisi separator. Oleh
karenanya minyak disebut sebagai minyak ringan (high shrinkage crude
oil). Jadi minyak ini mengandung relatif sedikit molekul berat bila
dibandingkan dengan minyak berat. Apabila diproduksikan maka minyak
ringan ini biasanya menghasilkan gas oil ratio permukaan sebesar kurang
lebih 8000 scf/stb dengan gravity sekitar 50 o API. Cairan produksi
biasanya berwarna gelap.

33
Gambar 3.5. Diagram Fasa Minyak Ringan

B. Sifat Fisik Minyak

Fluida minyak bumi dijumpai dalam bentuk cair, sehingga sesuai


dengan sifat cairan pada umumnya, pada fasa cair jarak antara molekul-
molekulnya relatif lebih kecil daripada gas. Sifat fisik minyak antara lain:

34
a. Densitas Minyak

Densitas didefinisikan sebagai perbandingan berat masa suatu


substansi dengan volume dari unit tersebut, sehingga densitas minyak ( o)
merupakan perbandingan antara berat minyak (lb) terhadap volume
minyak (cuft). Perbandingan tersebut hanya berlaku untuk pengukuran
densitas di permukaan (laboratorium), dimana kondisinya sudah berbeda
dengan kondisi reservoir sehingga akurasi pengukuran yang dihasilkan
tidak tepat. Metode lain dalam pengukuran densitas adalah dengan
memperkirakan densitas berdasarkan pada komposisi minyaknya.

b. Viskositas Minyak

Viskositas minyak (o) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan


minyak terhadap aliran, atau dengan kata lain viskositas minyak adalah
suatu ukuran tentang besarnya keengganan minyak untuk mengalir,
dengan satuan centi poise (cp) atau gr/100 detik/1 cm.
Secara matematis, besarnya viskositas dapat dinyatakan:

F y
  x ....................................................................... (3-5)
A v

keterangan :
 = viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress
A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm2
y / v = gradient kecepatan, cm/(sec.cm)

c. Faktor Volume Formasi Minyak

Faktor volume formasi minyak (Bo) didefinisikan sebagai volume


minyak dalam barrel pada kondisi standar yang ditempati oleh satu stock
tank barrel minyak termasuk gas yang terlarut, atau dengan kata lain
sebagai perbandingan antara volume minyak termasuk gas yang terlarut

35
pada kondisi reservoir dengan volume minyak pada kondisi standard (14,7
psi, 60 F). Satuan yang digunakan adalah bbl/stb.
Perhitungan Bo secara empiris (Standing) dinyatakan dengan persamaan:

Bo = 0.972 + (0.000147 . F 1.175) ................................................. (3-6)

 g 
F  Rs .   1.25 T ................................................................ (3-7)
 o 
keterangan :
Rs = kelarutan gas dalam minyak, scf/stb
o = specific gravity minyak, lb/cuft
g = specific gravity gas, lb/cuft
T = temperatur, oF.

Contoh Soal Faktor Volume Formasi Minyak (Bo)

Diketahui :
Data lapangan sebagai berikut :
P = 14,70 psi T = 716,67 oR
g = 0,65 o = 0,867475
Rs = 3,5245921 Pb = 764,1893 psi

Pertanyaan :
Berapakan Faktor Volume Formasinya ?

Jawab :
Karena P < Pb maka menggunakan persamaan
1,2
  g 
0,5

B o  0 ,9759  0 ,000120 Rs 
  1,25 (T - 460)
   o  

1 ,2
  0 ,65 
0,5

Bo  0 ,9759  0 ,000120 3 ,524591   1,25 (716,67 - 460)
  0 ,867475  

= 1,09939675 bbl/stb

36
d. Kelarutan Gas dalam Minyak

Kelarutan gas (Rs) adalah banyaknya SCF gas yang terlarut dalam
satu STB minyak pada kondisi standar 14,7 psi dan 60 F, ketika minyak
dan gas masih berada dalam tekanan dan temperatur reservoir.
Kelarutan gas dalam minyak (Rs) dipengaruhi oleh tekanan,
temperatur dan komposisi minyak dan gas. Pada temperatur minyak yang
tetap, kelarutan gas tertentu akan bertambah pada setiap penambahan
tekanan. Pada tekanan yang tetap kelarutan gas akan berkurang terhadap
kenaikan temperatur. Persamaan yang digunakan adalah:
1,2048
 P  API 0 ,00091 ( T - 460) 
Rs   g   1,4  x 10 0 ,0125  .................. (3-8)
 18 ,2  

Contoh Perhitungan Rs

Diketahui :
Data lapangan sebagai berikut :
P = 14,70 psi T = 716,67 oR
g = 0,65 o = 0,867475
o
API = 44,5998 Pb = 764,1893 psi

Pertanyaan :
Berapakan Kelarutan gas dalam minyak (Rs)

Jawab :
1 ,2048
 P  API 0 ,00091 ( T - 460) 
Rs   g   1,4  x 10 0 ,0125 
 18 ,2  
1,2048
 14 ,70  o 
Rs  0 ,65   1,4  x 10 0 ,0125 44.5998 0 ,00091 (716.67 - 460) 
 18 ,2  

= 3,52439 scf/stb

e. Kompressibilitas Minyak

37
Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume
minyak akibat adanya perubahan tekanan. Rumus yang disesuaikan
dengan aplikasi di lapangan, yaitu :

Bob  Boi
Co  ........................................................................ (3-9)
Boi  Pi  Pb 
keterangan :
Bob = faktor volume formasi pada tekanan bubble point
Boi = faktor volume formasi pada tekanan reservoir
Pi = tekanan reservoir
Pb = tekanan bubble point.

3.3.2. Gas
A.Jenis Gas

a. Gas Kondensat,

Adakalanya temperatur reservoar terletak diantara titik kritis dengan


cricondenterm dari fluida reservoar. Sekitar 25 % mol fluida produksi tetap
sebagai cairan di permukaan. Cairan yang diproduksikan dari campuran
hidrokarbon ini disebut “gas kondensat”. Pada titik 1 reservoar hanya
terdiri dari satu fasa dan dengan turunnya tekanan reservoar selama
produksi berlangsung, terjadi kondensasi retrograde dalam reservoar.
Pada titik 2 (titik embun) cairan mulai terbentuk dan dengan turunnya
tekanan dari titik 2 ke titik 3, jumlah cairan dalam reservoar bertambah.
Pada titik 3 ini merupakan titik dimana jumlah maksimum cairan yang bisa
terjadi. Penurunan selanjutnya menyebabkan cairan menguap. Gas oil
ratio produksi dari reservoar kondensat dapat mencapai sekitar 70,000
scf/stb dengan gravity cairan sebesar 60 o API. Cairan produksi biasanya
berwarna cerah

38
Gambar 3.6. Diagram Fasa Gas Kondensat

b. Gas Basah

Pada jenis ini ini fluida berbentuk gas selama dalam reservoir
walaupun terjadi penurunan tekanan akibat produksi. Karena kondisi
seperator terletak di dalam daerah dua fasa, maka cairan akan terbentuk
di permukaan. Diagram fasa dari campuran hidrokarbon terutama
mengandung molekul lebih kecil, umumnya terletak dibawah temperatur
reservoar. Contoh dari diagram fasa untuk gas basah diberikan Gambar
3.7. Dalam kasus ini fluida berbentuk gas secara keseluruhan dalam
pengurangan tekanan reservoar. Karena kondisi separator terletak di
dalam daerah dua fasa, maka cairan akan terbentuk di permukaan. Cairan
ini umumnya dikenal sebagai “kondensat” atau gas yang dihasilkan
disebut “gas kondensat”. Gas basah dicirikan dengan gas oil ratio
permukaan lebih dari 100,000 scf/stb. Asosiasi minyak tangki pengumpul
biasanya adalah air sebagai gravity lebih besar daripada 50 o API.

39
Gambar 3.7. Diagram Fasa Gas Basah

c. Gas Kering

Jenis ini baik pada kondisi reservoir maupun


seperator/permukaan terletak di luar daerah dua fasa, sehingga tidak ada
cairan yang terbentuk dalam reservoir atau di permukaan dan gasnya
disebut “gas alam”.
Diagram fasa untuk gas kering diperlihatkan pada Gambar 3.8. Kata
kering menunjukkan bahwa fluida tidak cukup mengandung molekul
hidrokarbon berat untuk membentuk cairan di permukaan. Tetapi
perbedaan antara gas kering dan gas basah tidak tetap, biasanya sistem
yang gas oil ratio-nya lebih dari 100,000 scf/stb dipertimbangkan sebagai
gas kering.

40
Gambar 3.8. Diagram Fasa Gas Kering

B. Sifat Fisik Gas

a. Densitas Gas

Densitas atau berat jenis gas adalah perbandingan rapatan gas


tersebut dengan rapatan gas standar. Kedua rapatan diukur pada tekanan
dan temperatur yang sama. Biasanya yang digunakan sebagai gas
standar adalah udara kering.

b. Viskositas Gas

Viskositas merupakan ukuran tahanan gas terhadap aliran.


Viskositas gas hidrokarbon umumnya lebih rendah daripada viskositas
gas non hidrokarbon. Bila komposisi campuran gas alam diketahui,
maka viskositasnya dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan :

g 
  gi Yi M i 0 ,5
......................................................... (3-10)
 Yi M i 0 ,5
keterangan :
g = viskositas gas campuran pada tekanan atmosfer
gi = viskositas gas murni

41
Yi = fraksi mpl gas murni
Mi = berat molekul gas murni

c. Faktor Volume Formasi Gas

Faktor volume formasi gas (Bg) didefinisikan sebagai besarnya


perbandingan volume gas pada kondisi tekanan dan temperatur reservoir
dengan volume gas pada kondisi standar (60 F, 14,7 psia). Pada faktor
volume formasi ini berlaku hukum Boyle - Gay Lussac.
Dirumuskan sebagai berikut:

Z r Tr
Bg  0.00504 bbl / scf ............................................. (3-11)
Pr

Contoh Perhitungan Bg :

Diketahui:
Data sebagai berikut :
Z = 0,9 T = 716,67 oR P = 14,7

Pertanyaan:
Hitung Faktor Volume Formasi Gas
Jawab:
Perhitungan Bg dengan persamaan :

ZT
Bg  0 ,00504
p

0 ,9  716 ,67
Bg  0 ,00504
14 ,7

= 0,22097 bbl/scf

42
d. Kompresibilitas Gas

Kompresibilitas gas didefinisikan sebagai perubahan volume gas


yang disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang
mempengaruhinya. Kompresibilitas gas didapat dengan persamaan :

C pr
Cg  ....................................................................... (3-12)
Ppc

keterangan :
Cg = kompresibilitas gas, psi-1
Cpr = pseudo reduced kompresibilitas
Cpc = pseudo critical pressure, psi

2.3.3. Air Formasi

Sifat fisik minyak yang akan dibahas adalah densitas, viskositas,


kelarutan gas dalam air formasi, kompressibilitas air formasi dan faktor
volume air formasi.

a. Densitas Air Formasi

Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per volume, specific


volume yang dinyatakan dalam volume per satuan massa dan specific
gravity, yaitu densitas air formasi pada suatu kondisi tertentu yaitu pada
tekanan 14,7 psi dan temperatur 60 F.

b. Viskositas Air Formasi

Besarnya viskositas air formasi ( w) tergantung pada tekanan,


temperatur dan salinitas yang dikandung air formasi tersebut.

c. Kelarutan Gas dalam Air Formasi

Standing dan Dodson telah menentukan kelarutan gas dalam air


formasi sebagai fungsi dari tekanan dan temperatur. Mereka

43
menggunakan gas dengan berat jenis 0,655 dan mengukur kelarutan gas
ini dalam air murni serta dua contoh air asin.

d. Faktor Volume Formasi Air Formasi

Faktor volume air formasi (Bw) menunjukkan perubahan volume air


formasi dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan. Faktor volume
formasi air formasi ini dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur, yang
berkaitan dengan pembebasan gas dan air dengan turunnya tekanan,
pengembangan air dengan turunnya tekanan dan penyusutan air dengan
turunnya temperatur.
Harga faktor volume formasi air-formasi dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:

Bw = (1 + Vwp)(1 + Vwt) ........................................................... (3-13)

keterangan :
Bw = faktor volume air formasi, bbl/bbl
Vwt = penurunan volume sebagai akibat penurunan suhu, oF
Vwp = penurunan volume selama penurunan tekanan, psi

e. Kompresibilitas Air Formasi

Kompresibilitas air formasi adalah perubahan volume akibat


adanya perubahan tekanan. Besarnya kompressibilitas air murni (Cpw)
tergantung tekanan, temperatur dan kadar gas terlarut dalam air murni.

3.5. TENAGA PENDORONG RESERVOIR


a. Depletion Drive Reservoir

Reservoir juga disebut solution gas drive, dissolved gas drive atau
internal gas drive, hal ini disebabkan karena tenaga pendesak minyaknya
terutama dari perubahan fasa hidrokarbon ringannya yang semula fasa

44
cair menjadi gas. Kemudian gas yang terbentuk ini ikut mendesak minyak
pada saat penurunan tekanan reservoir karena produksi.

Gambar 3.9. Solution Gas Drive Reservoir

Gambar 3.10. Karakteristik Solution Gas Drive Reservoir

45
b. Gas Cap Drive Reservoir

Mekanisme yang terjadi pada gas cap reservoir ini adalah minyak
pertama kali diproduksikan, permukaan antara minyak dan gas akan
turun, gas cap akan berkembang ke bawah selama produksi berlangsung.
Untuk jenis reservoir ini, umumnya tekanan reservoir akan lebih konstan
jika dibandingkan dengan solution gas drive.

Gambar 3.11. Gas Cap Drive Reservoir

Gambar 3.12. Karakteristik Gas Cap Drive Reservoir

46
c. Water Drive Resevoir

Pada reservoir jenis water drive ini, tenaga pendesakan yang


mendorong minyak untuk mengalir adalah berasal dari air yang
terperangkap bersama-sama dengan minyak pada batuan reservoirnya.
Air merupakan fluida pertama yang menempati pori-pori reservoir.

Gambar 3.13. Water Drive Reservoir

Gambar 3.14. Karakteristik Water Drive Reservoir

d. Gravitational Segregation Drive Reservoir

47
Gravity drainage atau gravitational segregation merupakan tenaga
pendorong minyak yang berasal dari kecenderungan gas, minyak, dan air
membuat suatu keadaan yang sesuai massa jenisnya (gaya gravitasi).

Gambar 3.15. Gravity Drainage Drive Reservoir

Gambar 3.16. Karakteristik Gravity Drainage Reservoir

e. Combination Drive Reservoir

48
Tidak jarang dalam keadaan sebenarnya tenaga-tenaga pendorong
ini bekerja bersamaan dan simultan. Bila demikian, maka tenaga
pendorong yang bekerja pada reservoir itu merupakan kombinasi
beberapa tenaga pendorong, sehingga dikenal dengan nama combination
drive reservoir. Kombinasi yang umum dijumpai adalah antara gas cap
drive dengan water drive.

Gambar 3.17. Combination Drive Reservoir

49
Gambar 3.18. Karakteristik Combination Drive Reservoir

3.6. KONDISI RESERVOIR


Kondisi bawah permukaan sangat perlu diketahui, hal ini berguna
untuk mengetahui diantaranya kandungan clay dan garam dimana
berpengaruh dalam perencanaan fluida pemboran, jenis batuan formasi
baik sifat fisik dan sifat mineralnya dapat dianalisa untuk menentukan
lumpur yang sesuai pada masing-masing formasinya, maupun tekanan
dan temperatur formasi. Tekanan dan temperatur dari formasi merupakan
besaran yang sangat penting dan berpengaruh terhadap kondisi bawah
permukaan, baik terhadap batuan maupun terhadap fluidanya (air, minyak
maupun gas). Tekanan dan temperatur dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu adanya faktor kedalaman, letak dari lapisan serta kandungan
fluidanya.

3.6.1. Tekanan Formasi

50
Konsep tekanan adalah gaya persatuan luas yang diterapkan oleh
suatu fluida, hal ini adalah konsep mekanik dari tekanan. Jadi bayangan
tekanan itu terjadi oleh milyaran tabrakan diantara berbagai molekul fluida
atau di dinding tersebut pada setiap detik. Tekanan merupakan sumber
energi yang menyebabkan fluida dapat bergerak. Sumber energi atau
tekanan tersebut pada prinsipnya berasal dari :
1. Pendesakan oleh air formasi yang diakibatkan oleh adanya beban
formasi diatasnya (overburden).
2. Timbulnya tekanan akibat adanya gaya kapiler yang besarnya
dipengaruhi oleh tegangan permukaan dan sifat-sifat kebasahan
batuan.

Pada hakekatnya untuk tekanan dapat terjadi oleh satu atau kedua
sebab sebagai berikut :
- Tekanan hidrostatik
Tekanan ini disebabkan oleh fluida (terutama air) yang mengisi pori-
pori batuan diatasnya. Secara matematis tekanan hidrostatik dapat
dituliskan sebagai berikut :
Ph = 0.052 ρ h , (psi) ………………………….. ( 3
- 14)
Atau :
Ph = (ρ/10) h ,(psi). …………………………. ( 3
- 15)

keterangan :
ρ = densitas fluida, (ppg atau gr/cc)
Ph = tekanan hidrostatik, (psi atau ksc)
H = tinggi kolom fluida, (ft atau meter).

51
Gradien hidrostatik untuk air murni adalah 0,433 psi/ft, sedangkan
air asin adalah 0,465 psi/ft. Penyimpangan dari harga tersebut disebut
tekanan abnormal.
- Tekanan Overburden
Tekanan formasi dalam hal ini adalah tekanan overburden. Tekanan
overburden adalah tekanan yang diderita oleh formasi karena beban
(berat) batuan diatasnya, besarnya tekanan yang diakibatkan oleh berat
seluruh beban yang berada di atas suatu kedalaman tertentu tiap satuan
luas.
berat material berat cairan
Pob  ……………...………………
luas area

(3 – 16)

Gradien tekanan overburden adalah menyatakan tekanan


overburden dan tiap kedalaman.
Pob
Gob  ……………………………………………………… (3 –
D
17)
keterangan :
Gob = gradien tekanan overburden, psi/ft
Pob = tekanan overburden, psi
D = kedalaman, ft

Pada operasi pemboran dikenal pula istilah tekanan rekah formasi


yang ditentukan dengan melakukan Leak off test. Leak off test ini adalah
pengujian tekanan rekah dibawah kaki casing yang dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui besarnya tekanan rekah formasi, sehingga
nantinya dengan mendesain densitas lumpur serta semen tidak melebihi
tekanan rekah formasinya.

3.6.2. Temperatur

52
Dalam kenyataannya temperatur formasi akan bertambah terhadap
kedalamannya, yang sering disebut dengan gradien geothermal. Gradien
geothermis yang tinggi sekitar 4 oF/100 ft, sedangkan yang terendah
0,5oF/100 ft. Besarnya gradien geothermal / temperatur tersebut bervariasi
dari satu tempat dengan tempat yang lainnya dan tergantung pada sifat
daya hantar panas batuannya, tetapi umumnya harga tersebut adalah 2 0F
/ 100 ft.
Hubungan antara temperatur versus kedalaman merupakan fungsi
linier, yang secara matematis dapat juga ditulis dengan persamaan
sebagai berikut :

Td = Ta + G.D ………………………………………………… .(3 – 18)


keterangan :
Td = temperatur formasi pada kedalaman tertentu D ft, 0F
Ta = temperatur rata-rata di permukaan, 0F
G = gradien temperatur, 0F / 100 ft
D = kedalaman, ft

Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah komplesi sumur


dengan melakukan drill stem test. Temperatur formasi ini dapat dianggap
konstan selama kehidupan reservoir, kecuali bila dilakukan proses
stimulasi, karena adanya proses pemanasan.

53
BAB IV
PERHITUNGAN CADANGAN VOLUMETRIK

Sebagai dasar untuk menghitung jumlah cadangan dengan


menggunakan metode volumetris adalah data peta isopach (Gambar
4.1.), data log, analisa core dan data fluida reservoir.

54
Gambar 4.1.
Peta Isopach Reservoir

Perhitungan volume batuan reservoir dengan menggunakan peta


isopach dibedakan menjadi dua persamaan, yaitu persamaan pyramidal
dan trapezoidal.
Persamaan pyramidal digunakan apabila harga An+1/An  0,5, dengan
bentuk persamaan sebagi berikut :

Vb 
h
3

An  An 1  An  An 1  ...................................... (4-1)

Persamaan trapezoidal digunakan apabila harga A n+1/An  0,5, dengan


bentuk persamaan sebagi berikut :

h
Vb   An  An 1  .................................................................. (4-2)
2

keterangan :
Vb : volume batuan, acre-ft.
An : luas yang dibatasi garis kontur isopach terendah, acre.
An+1 : luas yang dibatasi garis kontur isopach diatasnya, acre.
h : interval antara garis kontur isopach,ft.

Data volume batuan tersebut, maka cadangan minyak mula-mula


dapat dihitung dengan menggunakan persamaan, sebagai berikut :

55
7758  Vb    (1  Sw )
N ...................................... (4-3)
Boi

sedangkan untuk gas in place adalah :

43560   Vb    (1  Sw )
G ...................................... (4-4)
Bgi

keterangan :
N : original oil in place, STB.
G : original gas in place, SCF
Vb : jumlah volume batuan mengandung hidrokarbon, cuft.
 : porositas batuan, fraksi.
Sw : saturasi air mula-mula, fraksi.
Boi : faktor volume formasi minyak mula-mula, bbl/STB.
Bgi : faktor volume formasi gas mula-mula, cuft/SCF.
7758 : Konstanta faktor konversi, bbl/acre-ft.
43560 : Konstanta faktor konvers, cuft/acre-ft

Contoh Perhitungan Cadangan Volumetrik


Diketahui:
Diketahui luas planimeter area dari Gambar 4.1. dengan garis isopach A0,
A1, A2, dan seterusnya, sebagai berikut :

Area Produktif Luas Area


acre
A0 450
A1 375
A2 303
A3 231
A4 154

56
A5 74
A6 0

Pertanyaan :
Hitung total volume reservoir dari peta isopach tersebut dan berapa
cadangan minyak mula-mulanya (N) bila diketahui  = 0,19, Sw = 0,30 dan
Boi = 1,27.

Jawab :

Area Luas Area Perbandingan Interval Pers. Volume


Produktif acre Luas Area ft acre-ft
A0 450
A1 375 0.83 5 Trap. 2063
A2 303 0.81 5 Trap. 1695
A3 231 0.76 5 Trap. 1335
A4 154 0.67 5 Trap. 963
A5 74 0.48 5 Pyr. 558
A6 0 0.00 4 Pyr. 99
Total Volume 6712

Untuk skala peta 1 inc = 1000 ft ; 1 inc2 = 22.96 acre


Area A4 :
5
Vb   231  154   963 ac-ft
2
Area A5 :

Vb 
5
3
 
154  74  154  74  558 ac-ft

57
Area A6 :
4
Vb  74   99 ac-ft
3
Cadangan minyak awal (IOIP) :

7758  6712  0 ,19 1  0 ,30 


N
1,27

= 5452842 stb

58

You might also like