Professional Documents
Culture Documents
Referat HIV
Referat HIV
beberapa hal. Dalam menentukan diagnosis awal dapat dilihat dari riwayat
penyakit-penyakit yang pernah diderita yang menunjukkan gejala HIV dan pada
menjadi sumber informasi awal penularan penyakit, hal ini seperti yang terlihat
Tabel 2.5.1 Cara menentukan diagnosis dini infeksi HIV berdasarkan riwayat dan
pemeriksaan fisik25
1
Pemeriksaan laboratorium dalam menentukan diagnosis infeksi HIV
spesifik. Berbeda dengan virus lain, antibodi tersebut tidak mempunyai efek
dengan melakukan biakan virus, antigen virus (p24), asam nukleat virus.25,26
Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Sesuai dengan pedoman
nasional, diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan Rapid Test
yang berbeda atau 2 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1
pemeriksaan ELISA.27,28
Pada pemeriksaan ELISA, hasil test ini positif bila antibodi dalam serum
minggu 23 masa sakit telah diperoleh basil positif, yang lama-lama akan menjadi
negatif oleh karena sebagian besar HIV telah masuk ke dalam tubuh .Interpretasi
pemeriksaan ELISA adalah pada fase pre AIDS basil masih negatif, fase AIDS
basil telah positif. Hasil yang semula positif menjadi negatif, menunjukkan
ELISA dinyatakan positif. Bila terjadi serokonversi HIV pada test ELISA dalam
keadaan infeksi HIV primer, harus segera dikonfirmasikan dengan test WB ini.
Hasil test yang positif akan menggambarkan garis presipitasi pada proses
protein struktur utama virus. Setiap protein terletak pada posisi yang berbeda pada
2
garis, dan terlihatnya satu pita menandakan reaktivitas antibodi terhadap
envelope pita glikoprotein terlihat pada garis. Serum yang tidak menunjukkan
Hasil indeterminate harus dievaluasi dan diperiksa secara serial selama 6 bulan
sebelum dinyatakan negatif. Bila hanya dijumpai 1 pita saja yaitu p24, dapat
diartikan hasilnya fase positif atau fase dini AIDS atau infeksi HIV-1.31,32
disebut antibody negative window period. Pada awal infeksi, antibodi terhadap
Sebaliknya antibodi antigen inti (p24) yang muncul pada infeksi awal, jumlahnya
menurun pada infeksi lanjut. Pada infeksi HIV yang menetap, titer antigen p24
meningkat, dan ini menunjukkan prognosis yang buruk. Penurunan cepat dan
anak dimana stadium klinis HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4 stadium. Jika
dilihat dari gejala yang terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah
3
Clinical Stage 1
Asymptomatic
Persistent generalized lymphadenopathy
Clinical Stage 2
Clinical Stage 3
Clinical Stage 4
4
organs) cardiomyopathy
Central nervous system Reactivation of American
toxoplasmosis trypanosomiasis
HIV encephalopathy (meningoencephalitis or
Cryptococcosis, extrapulmonary myocarditis)
(including meningitis)
Disseminated nontuberculosis
Mycobacteria infection
Progressive multifocal
leukoencephalopathy
Candida of the trachea, bronchi, or
lungs
CD4+ dan kondisi tubuh penderita yang berhubungan dengan diagnosa HIV.
5
Penatalaksanaan HIV/AIDS
pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV),
Terapi anti-HIV yang dianjurkan saat ini adalah HAART (Highly Active
antiretroviral. Terapi ini terbukti efektif dalam menekan replikasi virus (viral
load) sampai dengan kadar di bawah ambang deteksi. Waktu memulai terapi ARV
harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam
jangka panjang. ARV dapat diberikan apabila infeksi HIV telah ditegakkan
6
Obat ARV direkomendasikan pada semua pasien yang telah menunjukkan
gejala yang termasuk dalam kriteria diagnoss AIDS atau menunjukkan gejala
yang sangat berat tanpa melihat jumlah CD4+. Obat ini juga direkomendasikan
pada pasien asimptomatik dengan jumlah limfosit CD4 kurang dari 200 sel/mm3.
untuk memulai terapi. Pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari
350 sel/mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml terapi ARV dapat dimulai,
namun dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien
dengan jumlah limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load kurang dari
100.000 kopi/ml. Keadaan untuk memulai terapi ARV ditunjukkan pada tabel
2.7.2.37
Terapi HIV/AIDS saat ini adalah terapi kimia yang menggunakan obat
ARV yang berfungsi menekan perkembangbiakan virus HIV. Obat ini adalah
inhibitor dari enzim yang diperlukan untuk replikasi virus seperti reverse
transcriptase (RT) dan protease. Inhibitor RT ini terdiri dari inhibitor dengan
7
senyawa dasar nukleosid (nucleoside-based inhibitor) dan nonnukleosid
transkriptase selama proses transkripsi RNA virus pada DNA host. Analog NRTI
Obat yang termasuk NNRTI antara lain Efavirenz (EFV) Nevirapine (NVP),
Delavirdine.36,37,38
Setelah sintesis mRNA dan poliprotein HIV terjadi, tahap selanjutnya protease
Dengan pemberian PI, produksi virion dan perlekatan dengan sel pejamu masih
terjadi, namun virus gagal berfungsi dan tidak infeksius terhadap sel. Yang
(SQV).36,37,38
8
Terapi lini pertama yang direkomendasikan WHO adalah kombinasi dua
obat golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI. Kombinasi ini
mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan kombinasi obat yang lain dan
thiacytadine (3 TC atau FTC) merupakan obat pilihan dalam terapi lini pertama. 3
TC atau FTC dapat dikombinasi dengan analog nukleosida atau nukleotida seperti
AZT, TDF, ABC atau d4T. Didanosine (ddI) merupakan analog adenosine
direkomendasikan untuk terapi lini kedua. Obat golongan NNRTI, baik EFV atau
NVP dapat dipilih untuk dikombanasikan dengan obat NRTI sebagai terapi lini
golongan NRTI apabila obat golongan NNRTI sulit untuk diperoleh. Pemilihan
regimen obat ARV sebagai lini pertama dapat dilihat pada gambar 2.7.2.38
9
Evaluasi pengobatan dapat dilihat dari jumlah CD4+ di dalam darah dan
HIV. Kegagalan terapi dapat dilihat secara klinis dengan menilai perkembangan
penyakit secara imunologis dengan penghitungan CD4+ dan atau secara virologi
jumlah CD4+.38
menahan efek samping dari obat, sehingga terjadi disfungsi organ yang cukup
berat. Hal tersebut dapat dipantau secara klinis, baik dari keluhan atau dari hasil
yang dapat muncul pada awal pengobatan ARV. Sindrom ini ditandai oleh
Keadaan tersebut terjadi terutama pada pasien dengan gangguan kebalan tubuh
yang telah lanjut. Kembalinya fungsi imunologi dapat pula menimbulkan gejala
lini pertama dan didapat tanda terjadinya toksisitas dapat dipertimbangkan untuk
10
Tabel 2.7.3 Langkah pertimbangan untuk mengganti terapi ARV.40
pertama dengan rejimen lini kedua. Rejimen lini kedua pengganti harus terdiri
dari obat yang kuat untuk melawan galur/strain virus. Terapi lini kedua yang
utama golongan PI dalam terapi lini kedua. Golongan NRTI yang menjadi pilihan
untuk terapi lini kedua adalah ddI atau TDF. Penambahan golongan NNRTI dapat
digunakan apabila pada terapi lini pertama menggunakan 3 obat golongan NRTI.
Pemilihan regimen obat ARV untuk lini kedua dapat dilihat pada gambar 2.8.5.40
11
Tabel 2.7.4 Terapi lini kedua pengobatan ARV.40
dengan virulensi rendah yang ada di sekitar kita, sehingga jenis infeksi sangat
12
Tabel 2.7.5 Infeksi Oportunistik pada penderita HIV/AIDS41
noninfeksius dari luar (eksogen), di sisi lain juga terjadi paparan secara hematogen
13
pulmonologis, terutama akibat infeksi oportunistik merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas utama serta bisa terjadi pada semua stadium dengan
berbagai manifestasi. 42
80%) penderita AIDS mendapatkan paling sedikit satu episode PCP pada
terjadi. Pada pneumonia yang sedang-berat atau berat, penderita harus di rawat di
rumah sakit karena mungkin memerlukan bantuan ventilator (sekitar 40% kasus).
Obat pilihan adalah kotrimoksazol intravena dosis tinggi. Terapi antibiotika ini
intravena, dapat melanjutkan terapi dengan antibiotika per oral untuk jika sudah
Alternatif terapi lainnya untuk PCP berat adalah pentamidin intravena (pilihan
kedua) dan klindamisin plus primakuin (pilihan ketiga), sedangkan PCP ringan-
14
Tuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan problem penting pada
infeksi HIV/AIDS dan menjadi penyebab kematian pada sekitar 11% penderita.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), pada akhir tahun 2000 kira-
kira 11,5 juta orang penderita infeksi HIV di dunia mengalami ko-infeksi M.
terjadi.44
tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada koinfeksi TBC-HIV harus
memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada (tabel
pada penderita yang menerima Obat Anti Tuberkulosis (OAT) selama 6 bulan
karena rangsangannya terhadap aktivitas sistem enzim liver sitokrom P450 yang
suppresion dan timbulnya resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat
pula mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya
kadar rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak
efektifnya sehingga terjadi penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai
resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau
15
menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar rifampicin dalam
darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya obat ARV dan
Tabel 2.7.4 Rekomendasi untuk memulai terapi TBC pada penderita HIV/AIDS 45
paling sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS. Penyakit yang disebabkan oleh
batang tubuh, tungkai atas dan bawah, muka dan rongga mulut. Bentuk lesi berupa
16
Cara penularannya melalui kontak seksual. Karsinoma sel skuamosa tipe in situ
keganasan kulit non melanoma serta nevus displastik dan melanoma, merupakan
Seperti halnya keganasan lain, tetapi sarkoma Kaposi akan lebih efektif
bila dalam keadaan baru dan besarnya terbatas. Radiasi, kemoterapi dan
sangat menular, sebaiknya penderita dirawat di Rumah Sakit tipe A atau B yang
Unit sesuai dengan gejala klinis yang menonjol pada penderita. Harapan untuk
sembuh memang sulit, sehingga perlu perawatan dan perhatian penuh, termasuk
memberikan dukungan moral sehingga rasa takut dan frustrasi penderita dapat
dikurangi. Guna mencegah penularan di rumah sakit terhadap penderita lain yang
hal perlakuan spesimen yang potensial sebagai sumber penularan. Petugas yang
yang jasa pelindung, pelindung mata, melindungi kulit terluka dari kemungkinan
kontak dengan cairan tubuh penderita dan mencegah supaya tidak terkena
bahan/sampah penderita.44,45
17
c. Pencegahan
Cara penularan dan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tidak
HIV.
Seorang wanita hamil yang telah terinfeksi HIV, risiko penularan kepada
18
Untuk mencegah agar virus HIV tidak ditularkan ke orang lain dapat
dilakukan dengan cara bimbingan kepada penderita HIV yang berperilaku seksual
tidak aman, supaya menjaga diri agar tidak menjadi sumber penularan. Pengguna
kepada orang lain untuk dipakai; donor darah tidak dilakukan lagi oleh penderita
seropositif dan wanita yang seropositif lebih aman bila tidak hamil lagi.
19