Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 7

Konsep psikologi komunikator

Dalam konsep psikologi komunikator, proses komunikasi akan sukses


apabila berhasil menunjukkan source credibility atau menjadi sumber kepercayaan
bagi komunikan. Holand dan Weiss menyebut ethos sebagai credibility yang
terdiri atas 2(dua) unsur, yaitu keahlian (expertise) dan dapat dipercaya
(Trustworthinnes). Kedua unsur tersebut mutlak harus dimiliki oleh seorang
komunikator agar bersifat kredibel.
Aritoteles menyebutkan karakter komunikator sebagai ethos. Ethos terdiri
dari pikiran baik (good sense), akhlak yang baik (good moral character), dan
maksud yang baik (good will), serta perilaku yang baik (good manner)
Para cendekiawan modern menyebut ethos Aristoteles sebagai (1) Itikad
Baik (good intentions), (2) Dapat Dipercaya (trustwordthinnes), (3) Kecakapan &
Kemampuan (competence & expertness).

Pengertian psikologi komunikator


Menurut Aristoteles Persuasi tercapai karena karakteristik personal
pembicaranya, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita
menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada
orang-orang baik dari pada orang lain : Ini berlaku umummnya pada masalah apa
saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat
terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulisa retorika bahwa kebaikan
personal yang di ungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan
persuasinya; sebaliknya, karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasi
yang paling efektif yang dimilikinya (Aristoteles, 195:45)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Komunikator


Pengaruh komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana dikemukakan
oleh Herbert C. Kelman berupa 3 hal, yaitu internalisasi (internalization),
identifikasi (identification), dan ketundukan (compliance) :
1. Internalisasi (internalization)
Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku
yang dianjurkan itu sesuai dengan system nilai yang dimilikinya, kita
menerima gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain, karena gagasan,
pikiran, atau anjuran tersebut berguna untuk memecahkan masalah,
penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh system nilai kita.
Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar
rasional. Kita menghentikan rokok atas saran dokter, karena kita ingin
memelihara kesehatan kita atau karena merokok tidak sesuai dengan
nilai – nilai yang kita anut. Dimensi ethos yang paling relevan di sini
ialah kredibilitas, keahlian komunikator atau kepercayaan kita pada
komunikator.

2. Identifikasi ( Identification )
Identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal
dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan
hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-
defining relationship) dengan orang atau kelompok itu, hubungan yang
mendefinisikan diri artinya konsep diri. Dalam identifikasi, individu
mendefinisikan peranannya sesuai dengan peran orang lain. “He
attempts to be like or actually to be the other person,” ujar Kelman. Ia
berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain. Dengan
mengatakan pa yang iakatakan, melakukan apa yang ia lakukan,
mempercayai apa yang ia percayai.individu mendefinisikan sesuai
dengan yang mempengaruhinya. Dimensi ethos yang paling relevan
dengan identifikasi adalah atraksi (attractiviness)–daya tarik
komunikator.

3. Ketundukan (compliance)
Ketundukan (compliance) terjadi bila individu menerima pengaruh
dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi
yang menyenangkan dari orang atau kelompok tersebut. Ia ingin
mendapatkan ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang
mempengaruhinya. Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang di
anjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi Karena perilaku tersebut
membantunya untuk menghasilkan efek social yang memuaskan.
Kredibilitas, Atraksi, dan kekuasaan kan kita perinci pada bagian
berikutnya.

1. Kredibilitas
Kredibilitas adalah kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk
menimbulkan kepercayaan. Dalam hal ini, kredibilitas adalah seperangkat
persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini
terkandung dua hal: (1) Kredibilitas adalah persepsi komunikate, tidak
inheren dalam diri komunikator; (2) Kredibilitas berkenaan dengan sifat-
sifat komunikator. Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikan
tentang komunikator sebelum ia memberlakukan komunikasinya disebut
prior ethos (Andersen, 1972:62). Sumber komunikasi memperoleh prior
ethos karena berbagai hal, kita membentuk gambaran tentang diri
komunikator dari pengalamn langsung dengan komunikator itu atau dari
pengalaman wakilan (vicarious experiences). Misalnya, karena sudah lama
bergaul dengan dia dan sudah mengenal integritas kepribadiannya atau
karena kita sudah sering melihat atau mendengarnya dalam media massa.
Sementara itu koehler, anator dan appllbaum meambahkan 4 komponen
kredibilitas yaitu:
(1) dinamisme, Komunikator memiliki dinamisme, bila ia dipandang
sebagai bergairah, bersemangat, aktif, tegas dan berani. Sebaliknya,
komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu-ragu, lesu dan
lemah. Dinamisme umumnya berkenaan dengan cara berkomunikasi.
Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan
kepercayaan.
(2) sosiabilitas, Sosiabilitas kesan komunikate tentang komunikator
sebagai orang periang dan seang bergaul.
(3) koorientasi, kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang
yang mewakili kelompok yang kita senangi, yanng mewakili nilai-nilai
kita.
(4) kharisma, sifat luar biasa yang dimilikikomunikator yanng menarik dan
mengendalikan komunikate, seperti magnet-magnet menarik benda-benda
disekitarnya.

2. Atraksi ( Attactiveness )
Atraksi (attractiveness) adalah daya tarik komunikator yang
besumber dari fisik. Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan
untuk melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik (fisik),
misalnya, komunikator disenangi atau dikagumi yang memungkinkan
komunikate menerima kepuasan.
Shelli Chaiken (1979), menelaah pengaruh kecantikan
komunikator terhadap persuasi dengan studi lapangan. Ia mengkritik
penelitian laboratorium yang meragukan pengaruh atraksi fisik, karena
menghasilkan kesimpulan yang beraneka ragam. Penelitian Laboratoris
terlalu melebih-lebihkan daya tarik fisik, dan menjadikan mahasiswa yang
menjadi objek penelitian terpengaruh oleh penelitian untuk menjawab
sesuai dengan kehendak peneliti.
Seseorang cenderung menyenangi orang yang tampan atau cantik,
yang banyak kesamaan dengan individu lain. Atraksi fisik menyebabkan
komunikator menarik, dan karena menarik ia memiliki daya persuasive.
Everett M.Rogers, setelah meninjau banyak penelitian komunikasi,
ia membedakan antara kondisi homophily dan heterophily. Pada kondisi
pertama, komunikator dan komunikate merasakan ada kesamaan dalam
status sosial ekonomi, pendidikan, sikap dan kepercayaan. Pada kondisi
kedua, terdapat perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan dan
kepercayaan antara komunikate dan komunikator. Komunikasi akan lebih
efektif pada kondisi homophily daripada kondisi heterophily. Karena
itulah komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya
memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan
komunikate. Seseorang dapat mempersamakan dirinya dengan komunikate
dengan menegaskan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan
nilai-nilai sehubungan dengan suatu persoalan. Kesamaan dengan
komunikate cenderung berkomunikasi lebih efektif: pertama, kesamaan
mempermudah penyandibalikkan (decoding), yakni proses penerjemahan
lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan. Kedua,
kesamaan membantu membangun premis yang sama. Ketiga, komunikate
tertarik pada komunikator. Seperti telah berulang kali seseorang sebutkan,
seseorang cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan
disposisional dengan seseorang. Keempat, kesamaan menumbuhkan rasa
hormat dan percaya pada komunikator.

3. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Seperti
kredibilitas dan atraksi, ketundukan timbul dari interaksi antara
komunikator dan komunikate. Kekuasaan menyebabkan seorang
komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena
ia memiliki sumber daya yang sangat penting (critical resources).
Berdasarkan sumber daya yang dimilkinya, French dan Raven
menyebutkan jenis-jenis kekuasaan. Klasifikasi ini kemudian
dimodifikasikan Raven (1974) dan menghasilkan lima jenis kekuasaan :
(1) Kekuasaan koersif (coersive power). Kekuasaan koersif menunjukkan
kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau
memberikan hukuman pada komunikate. Ganjaran dan hukuman itu
dapat bersifat personal (misalnya benci dan kasih sayang) atau
impersonal (kenaikan pangkat atau pemecatan).
(2) Kekuasaan keahlian (expert power). Kekuasaan ini berasal dari
pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang
dimiliki komunikator.
(3) Kekuasaan informasional (informational power). Kekuasaan ini
berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang
dimiliki oleh komunikator.
(4) Kekuasaan rujukan (referent power). Disini komunikate menjadikan
komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya.
Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan bila ia berhasil
menanamkan kekaguman pada komunikate, sehingga seluruh
perilakunya diteladani.
(5) Kekuasaan legal (legitimate power). Kekuasaan ini berasal dari
seperangkat peraturan norma yang menyebabkan komunikator
berwenang untuk melakukan suatu tindakan.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Arni. 2000. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara


Effendy, Onong Uchjana. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syam, Nina. 2011. Psikologi Sebagai AkarIlmu Komunikasi. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media
Liliweri, Alo. 2003. Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya

You might also like