Percobaan I Revisi

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 37

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIK

PENENTUAN KALOR REAKSI DENGAN KALORIMETER


DISUSUN OLEH KELOMPOK II
Ika Chasanatun Ni’mah 24030116140090
Yessica Febrilia 24030116130091
Lutfi Maulana 24030116130092
Ayu Sri Wahyuni 24030116130093
Wardah Nabilah 24030116140094
Alifa Husnun Kholieqoh 24030116130095

Asisten :
Rani Rahmawati 24030114130111

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
PERCOBAAN I

PENENTUAN KALOR REAKSI DENGAN KALORIMETER

I. TUJUAN
Menentukan kalor reaksi atau pelarutan dengan kalorimeter

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Termokimia
Kajian tentang kalor yang dihasilkan atau dibutuhkan oleh reaksi kimia
disebut termokimia. Termokimia merupakan cabang dari termodinamika
karena tabung reaksi dan isinya membentuk sistem. Jadi kita dapat mengukur
(secara langsung dengan cara mengukur kerja atau kenaikan temperatur)
energi yang dihasilkan oleh reaksi sebagai kalor dan dikenal sebagai Joule.
Berganti dengan kondisinya, apakah dengan perubahan energi dalam atau
perubahan entalpi. Sebaliknya jika tahu C atau H suatu reaksi kita dapat
meramalkan jumlah energi yang dihasilkannya sebagai kalor (Atkins, 1994).
Kimia termo mempelajari perubahan panas yang mengikuti reaksi kimia
dan perubahan-perubahan fisika (pelarutan, peleburan dan sebagainya).
Satuan tenaga panas biasanya dinyatakan dengan kalori, joule atau kilo kalori.
1 Joule = 10-7erg = 0,24 kal
1 kal = 4,184 joule
Untuk menentukan perubahan panas yang terjadi pada reaksi kimia,
dipakai kalorimeter. Besarnya panas reaksi kimia dapat dinyatakan pada :
 Tekanan tetap
 Volume tetap
(Sukardjo, 1989)
Sebagian besar reaksi kimia yang terjadi,disertai dengan penyerapan
atau perubahan energi. Energi merupakan kemampuan untuk melakukan kerja.
Ketika sistem bekerja / melepaskan kalor, kemampuan untuk melakukan kerja
berkurang dengan kata lain energinya berkurang (Chang, 2010)

II.2. Kalor Reaksi (Panas Reaksi)


Kalor reaksi dapat dinyatakan sebagai perubahan energi produk dan
reaktan pada volume konstan (E) atau pada tekanan konstan (H), sebagai
contoh adalah reaksi :

Reaktan (T) → Produk (T)

E = Eproduk – Ereaktan

Pada temperatur konstan dan volume konstan.

H = Hproduk – Hreaktan

Pada temperatur konstan dan tekanan konstan.

Satuan SI untuk E dan H adalah joule, yaitu satuan energi tetapi satuan
umum yang lain adalah kalori. Umumnya harga E atau H untuk tiap reaktan
dan produk dinyatakan sebagai Joule mol-1 atau kJ mol-1 pada temperatur
konstan tertentu, biasanya 298 K.

Jika E atau H positif, reaksi dinyatakan “endotermis” dan jika E


atau H negatif, reaksi disebut “eksotermis” (Atkins, 1994).

Proses pelepasan energi sebagai kalor disebut eksoterm. Semua reaksi


pembakaran adalah eksoterm. Proses yang menyerap energi sebagai kalor
disebut endoterm, contohnya adalah penguapan air. Proses endoterm dalam
sebuah wadah adiabatik menghasilkan penurunan temperatur sistem, proses
eksoterm menghasilkan kenaikan temperatur. Proses endoterm yang
berlangsung dalam wadah diatermik, pada kondisi eksoterm dalam wadah
diatermik menghasilkan aliran energi ke dalam sistem sebagai kalor. Proses
eksoterm dalam wadah diatermik menghasilkan pembebasan energi sebagai
kalor dalam lingkungan (Dogra, 1990).

II.3. Pengukuran Panas Reaksi


Proses reaksi diukur dengan bantuan kalorimetri. Harga E diperoleh
apabila reaksi dilakukan dalam kalorimeter bom, yaitu pada volume konstan
dan H adalah proses reaksi yang diukur dengan tekanan konstan dalam gelas
piala atau labu yang diisolasi, botol termos, labu dewar, dan lain-lain. Karena
diperinci dengan baik, maka panas yang dikeluarkan atau diabsorpsi hanyalan
fungsi-fungsi keadaan, yaitu Qp = H atau Qv = E adalah fungsi keadaan.
Besaran-besaran ini dapat diukur oleh persamaan :

𝑇2
Q = E atauH = ∫𝑇1 𝐶1 (produk, kalorimeter) dT

Dimana C1 dapat berupa Cv untuk pengukuran E dan Cp untuk H. Dalam


banyak percobaan, C1 untuk kalorimetri dijaga tetap konstan (Dogra, 1990).

II.4. Penetapan Panas Reaksi

II.13.1.Panas Pembentukan
Merupakan panas reaksi pada pembentukan 1 mol suatu zat dari
unsur-unsurnya. Jika aktivitas pereaksinya 1, hal ini disebut panas
pembentukan standar H (Sukardjo, 1989).

II.13.2.Panas Pembakaran
Merupakan panas yang timbul pada pembakaran 1 mol suatu
zat. Biasanya panas pembakaran ditentukan secara eksperimen pada V
tetap dalam bomb-kalorimeter. Sehingga dapat dicari H :

H = E + P .V (Sukardjo, 1989)


II.13.3.Hukum Thermanetral
Pada pencampuran larutan encer dua buah garam dari asam dan
basa kuat, perubahan panasnya nol bila tidak terjadi reaksi antara
keduanya. Misal :

KNO3(aq) NaBr(aq) KBr(aq) NaNO3(aq)H = 0

K(aq) NO3(aq) Na(aq) Br(aq) K(aq) Br(aq) Na(aq) NO3(aq)


H = 0

Disini ternyata bahwa pereaksi dan hasil reaksi sama, sehingga


H = 0. Bila pada pencampuran tersebut terjadi reaksi kimia, hukum
di atas tidak berlaku lagi (Sukardjo, 1989).

II.13.4.Hukum Ketetapan Panas Netralisasi


Panas yang timbul pada penetralan asam kuat dan basa kuat,
tetap untuk tiap-tiap mol H2O yang terbentuk. Bila asam atau basanya
lemah, panas netralisasi tidak lagi tetap, sebab ada panas yang
diperlukan untuk ionisasi(Sukardjo, 1989).

Panas reaksi yang mengakibatkan dan melibatkan netralisasi


asam oleh basa dikenal sebagai panas netralisasi. Panas netralisasi
asam kuat dan basa kuat adalah konstan, yaitu -55,90 kJmol-1. Tetapi
panas netralisasi asam lemah dan basa lemah kurang dari -55,90
kJmol-1, karena asam atau basa menjadi ion-ion kation dan anion,
sedangkan asam kuat dan basa kuat terdisosiasi sempurna dan
reaksinya hanyalah :

H+ (dalam air) + OH- (dalam air) = H2O

Sehingga :

H = H ionisasi + H netralisasi (Dogra, 1990)


II.13.5.Panas Pelarutan

II.4.5.1. Integral
Sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat dilarutkan
dalam n mol pelarut, panas integral ini besarnya panas
pelarutan tergantung jumlah mol zat pelarut dan zat
terlarut(Dogra, 1990).

II.4.5.2. Diferensial
Sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat terlarut
dilarutkan dalam jumlah larutan yang tidak terhingga,
sehingga konsentrasinya tidak berubah dengan penambahan 1

mol zat terlarut. Secara matematik, didefinisikan

, yaitu perubahan panas diplot sebagai jumlah mol

zat terlarut dan panas pelarutan dideferensial dapat diperoleh


dengan mendapatkan kemiringan kurva pada setiap
konsentrasi. Jadi panas pelarutan deferensial tergantung pada
konsentrasi larutan (Dogra, 1990).

II.13.6.Panas Pembentukan Ion


Pengertian ini diadakan untuk mengadakan perhitungan panas
reaksi untuk larutan-larutan elektrolit(Sukardjo, 1989).

II.13.7.Panas Pembentukan Hidrasi


Merupakan panas yang timbul atau diperlukan pada
pembentukan hidrat-hidrat, seperti :

H = -7960 kal


Besarnya panas hidrasi dapat dicari dari panas pelarutan
integral(Sukardjo, 1989).

II.5. Perubahan Entalpi Standar


Perubahan entalpi pada saat sistem mengalami perubahan fisika/kimia
biasanya dilaporkan untuk proses yang terjadi pada sekumpulan kondisi
standar. Dalam banyak pembahasan kita akan memperhatikan perubahan
entalpi standar H, yaitu perubahan entalpi untuk proses yang zat awal dan
akhirnya ada dalam keadaan standar(Atkins, 1994).

II.5.1. Entalpi Perubahan Fisik


Perubahan entalpi standar yang menyertai perubahan keadaan
fisik disebut entalpi transisi standar dan diberi notasi Htas.
Contohnya adalah entalpi penguapan(Atkins, 1994).

II.5.1.1. Entalpi Penguapan Standar (∆Houap)


Merupakan penguapan entalpi permol jika cairan
murni pada tekanan 1 bar menguap menjadi gas pada tekanan
1 bar, seperti dalam :

H2O(l) → H2O(g) Huap (373 K) =  40,66 kJmol-1

Huap merupakan perubahan entalpi ketika reaktan


dalam keadaan standar berubah menjadi produk dalam
keadaan standar(Atkins, 1994).

II.5.1.2. Entalpi Sublimasi Standar (∆Hosub)


Entalpi standar untuk proses dimana padatan menguap,
tidak bergantung pada jalan antara 2 keadaan yang berarti
nilai H yang sama diperoleh bagaimana pun perubahan
yang dihasilkan.
Contohnya dapat membayangkan sublimasi zat A
terjadi secara langsung.

A(s) → A(g) Hsub (T)

Walaupun demikian hasil keseluruhan yang sama akan


diperoleh jika padatan dianggap meleleh pada temperatur T
dan kemudian menguap pada temperatur tersebut.

A(s)→ A(l) Hfus (T)

A(l)→A(g) Huap (T)

Keseluruhan A(s)→A(g) Hfus (T) + Huap (T)(Atkins,


1994)

II.5.1.3. Entalpi Peleburan Standar (∆Hofus)


Dimana es pada tekanan 1 bar molekul menjadi cair
pada tekanan 1 bar. Contohnya Hfus seperti dalam :

H2O(s) → H2O(l) Hfus (273) = + 6,01 kJ/mol

Karena keseluruhan hasilnya sama, perubahan entalpi


keseluruhan juga sama dalam kedua kasus tersebut dan seperti
disimpulkan bahwa :

Hsub (T) = Hfus (T) + Huap (T)

Kesimpulan bahwa entalpi peleburan selalu positif,


maka entalpi simulasi suatu zat selalu lebih besar dari pada
entalpi penguapannya (Atkins, 1994).
II.5.1.4. Entalpi Pelarutan Standar (∆Hosel)
Perubahan entalpi standar jika zat itu melarut dalam
pelarut dengan jumlah tertentu. Entalpi pembatas adalah
perubahan entalpi standar jika zat melarut dalam pelarut
dengan sejumlah tak hingga, sehingga interaksi antara dua ion
(atau molekul terlarut) untuk zat bukan elektrolit dapat
diabaikan(Atkins, 1994).

II.5.1.5. Entalpi Pengionan


Dua perubahan entalpi yang sangat penting adalah
perubahan entalpi yang menyertai pembentukan kation dan
anion dari atom-atom dan molekul-molekul fase gas.
Entalpi pengionan H adalah perubahan entalpi
standar untuk penghilangan satu elektron.
1. Entalpi Pengionan 1
Merupakan perubahan energi dalam untuk proses yang
sama pada T = 0.
2. Entalpi Perolehan Elektron
Pengaruh entalpi standar yang menyertai pelekatan
elektron pada suatu atom, ion atau molekul dalam fase
gas adalah entalpi peroleh elektron Hea.
E(g) + e-(g) → E- Hea (Atkins, 1994)

II.5.1.6. Entalpi Pembentukan dan Disosiasi Ikatan


Merupakan entalpi standar untuk proses dimana ikatan
A-B dipatahkan.
A-B(g) → A(g) + B(g) H = (A-B)
A dan B dapat berupa atom atau kelompok atom, seperti
dalam :
CH3OH(g) → CH3(g) + OH(g)H(CH3OH)= + 380 kJ/mol
1. Entalpi Ikatan Rata-rata (A-B)
Merupakan nilai entalpi disosiasi ikatan dari ikatan A-B
yang dirata-ratakan dari suatu senyawa serumpun.
2. Entalpi Pengatoman
Perubahan entalpi standar yang menyertai pemisahan
semua atom dalam suatu zat (dapat berupa unsur atau
senyawa) (Atkins, 1994).

II.5.2. Entalpi Perubahan Kimia

II.5.2.1. Entalpi Pembakaran Standar (Hc)


Merupakan entalpi reaksi standar untuk oksidasi zat
organik menjadi CO2 dan H2O bagi semua yang mengandung
C, H, O dan D menjadi N2 bagi senyawa yang mengandung N
(Atkins, 1994).

II.5.2.2. Entalpi Hidrogenasi Standar


Entalpi reaksi standar untuk hidrogenasi senyawa
organik tak penuh. Dua hal yang sangat penting adalah
hidrogenasi etana dan benzena (Atkins, 1994).

II.5.3. Entalpi Pembentukan


Entalpi pembentukan standar (Hf) adalah suatu zat dimana
entalpi reaksi standar untuk pembentukan zat itu dari unsur-unsurnya
dalam keadaan referensinya. Keadaan referensinya suatu unsur adalah
keadaan yang paling stabil pada temperatur tertentu atau tekanan 1 bar.

Entalpi pembentukan standar unsur-unsur dalam keadaan


referensinya adalah nol pada semua temperatur, karena entalpi tersebut
adalah entalpi dari reaksi “nol”.
H 298 = ∑𝑖 𝑛𝑖 Hf (produk) - ∑𝑗 𝑛𝑗Hf (reaktan)

II.6. Variasi Entalpi dengan Temperatur


Entalpi suatu zat bertambah jika zat tersebut dipanaskan, oleh karena itu
entalpi reaksi berubah dengan perubahan temperatur. Karena entalpi setiap zat
dalam suatu reaksi bervariasi dengan cara yang khas (Atkins, 1996).

II.7. Kapasitas Kalor Zat

II.7.1. Kapasitas Kalor pada Volume Tetap


Kapasitas kalor suatu zat dalam keadaan volume konstan dapat
kita misalkan sistem tersebut dipaksa untuk memiliki volume tetap dan
tidak dapat melakukan kerja apapun. Kalor yang diperlukan agar
mengubah temperatur dT adalah dengan Cv sebagai
kapasitas kalor pada volume tetap. Walaupun demikian, karena dU =
dqv sehingga dapat dituliskan sebagai berikut :

berdasarkan persamaan tersebut Cv dapat dinyatakan dengan


dengan volume tetap. Jika satu variabel atau lebih, dijaga agar tetap
selama perubahan variabel yang lain, maka turunannya disebut sebagai
turunan parsial terhadap variabel yang berubah. Kemudian untuk
notasi d diganti dengan dan variabel yang dibuat tetap ditambahkan
sebagai subskrip dimana kali ini yang dibuat tetap adalah suhu (T),
sehingga diperoleh :

(Atkins, 1996)
II.7.2. Kapasitas Kalor pada Tekanan Tetap
Kapasitas kalor gas adalah kalor yang diperlukan untuk
menaikan suhu suatu zat satu Kelvin pada tekanan tetap terhadap suatu
sistem. Maka perubahan energi dalam, kalor, dan kerja pada proses ini
tidak ada yang bernilai nol. Misalkan saja sistem mendapat tekanan
tetap dan dapat memuai atau menyusut ketika dipanaskan. Kalor yang
diperlukan agar menghasilkan perubahan temperatur yang sama dan

dinyatakan sebagai dalam hal ini sistem dapat mengubah


volumenya, sehingga sejumlah energi yang diberikan sebagai kalor
dapat dikembalikan ke lingkungannya sebagai kerja dan tidak
dikhususkan untuk menaikkan temperatur sistem. Oleh karena itu,
secara umum Cv berbeda dengan Cp, karena maka dapat
dituliskan :

Pada kapasitas kalor bertekanan tetap Cp berbeda dengan


kapasitas kalor bervolume tetap Cv, dalam suatu kerja yang diperlukan
untuk mengubah volume sistem jika tekanan dibuat tetap. Kerja ini
terbentuk dengan dua cara, yakni cara pertama adalah kerja mendorong
kembali atmosfer, dan cara yang kedua adalah kerja merentang ikatan
dalam material, termasuk interaksi antarmolekul yang lemah(Atkins,
1996).

II.8. Ketergantungan Reaksi Terhadap Temperatur


Entalpi reaksi dari banyak reaksi penting sudah diukur pada berbagai
temperatur, dan untuk kerja berat, data tepat ini harus digunakan. Walaupun
demikian, jika informasi itu tidak ada, entalpi reaksi pada temperatur yang
berbeda dapat diperkirakan dari kapasitas kalor dan entalpi reaksi pada
temperatur referensi.
Jika perubahan temperatur sangat kecil, dT, maka perubahan entalpi zat
tersebut adalah Cp dT. Oleh karena itu, untuk perubahan temperatur dari
T1 ke T2 entalpi zat berubah dari H (T1) menjadi

Persamaan ini berlaku untuk setiap zat dalam reaksi, entalpi reaksi
standar berubah dari ∆H0 (T1) menjadi

Dengan

∆Cp = { cCp(C) + dCp(D)} – {aCp(A) + bCp(B)}

Dengan Cp (J) sebagai kapasitas kalor molar zat SJ. Lebih ringkasnya,

(Fatimah, 2015)

II.9. Ketergantungan Perubahan Entalpi Reaksi pada Suhu


Bila perubahan entalpi reaksi pada suhu diketahui, maka perubahan
entalpi reaksi pada suhu lain dapat dihitung bila kapasitas kalor pereaksi dan
hasil diketahui untuk daerah suhu, di antaranya :

Untuk reaksi kimia secara umum seperti yang diberikan pada persamaan
:

HCl(g) + 5H2O(g) = HCl in 5H2O H(298K) = -64,06 kJ

Perubahan entalpi diberikan persamaan :

H = ViHi …….. (2.10.1)


Laju perubahan H dengan suhu didapat dengan mendiferensiasi
persamaan 2.10.1 terhadap suhu pada tekanan tetap.

𝑑(∆𝐻) 𝑑𝐻𝑖
[ ] 𝑝 = vi( 𝑑𝑇 ) 𝑝 ………… (2.10.2)
𝑑𝑇

𝑑𝐻
Mengingat bahwa ( 𝑑𝑇 )n = Cp, dapat dilihat bahwa :

𝑑(∆𝐻)
[ ] 𝑝 = vi Cpt = Cp ………… (2.10.3) (Robert, 1981)
𝑑𝑇

II.10. Kalorimetri
Kalorimetri didasarkan kenaikan suhu yang teramat dalam beberapa
medium. Kalor spesifik dari zat adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan
untuk menaikkan suhu dari 1 gram zat pada 1C. Besaran lain yang
berhubungan adalah kapasitas kalor yang merupakan banyaknya kalor yang
dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu zat bermassa pada 1C. Banyaknya
kalor yang keluar maupun masuk dari zat adalah :

q = C .t

t adalah perubahan suhu yang diperoleh dari tf – ti dimana tf


merupakan temperatur final dan ti adalah temperatur initial.

q = C (tf – ti)

Sehingga persamaan kalor spesifik :

q = m . . t

Dimana m merupakan massa dalam gram dari zat yang menyerap kalor
dan c = m. (Chang, 1995).
Alat paling penting untuk mengukur kalor adalah kalorimeter bom
adiabatik. Perubahan keadaan yang dapat berupa reaksi kimia berawal dalam
wadah bervolume tetap yang disebut bom.

Perubahan temperatur T dari kalorimeter yang dihasilkan dari reaksi


sebanding dengan energi yang dibebaskan / diserap sebagai kalor. Oleh karena
itu dengan mengukur T kita dapat menentukan qv. Sehingga kita dapat
mengetahui V konvensi dari T menjadi qv tidak bisa lepas dari kapasitas
kalor C dari kalorimeter. C adalah koefisien perbandingan antara energi yang
diberikan sehingga kalor dan kenaikan temperaturnya disebabkan :

q = C .T

Untuk mengukur C, kita alirkan arus listrik melalui pemanas dalam


kalorimeter dan kita tentukan kerja listrik yang kita lakukan padanya (Atkins,
1994).

II.11. Hukum Hess


Penerapan hukum pertama disebut hukum Hess : “Entalpi reaksi secara
keseluruhan adalah jumlah entalpi reaksi dari reaksi-reaksi individual yang
merupakan bagian dari suatu reaksi” (Atkins, 1994).

Suatu reaksi kimia yang diinginkan dapat ditulis sebagai rangkaian dari
banyak reaksi kimia. Jika seseorang mengetahui panas reaksi dari masing-
masing tahap di atas, maka panas reaksi yang diinginkan dapat dihitung
dengan menambahkan atau mengurangi panas reaksi dari masing-masing
tahap. Prinsip ini dimana panas reaksi ditambahkan atau dikurangi secara
aljabar, disebut hukum Hess mengenai penjumlahan panas konstan.

Dasar dari hukum ini adalah entalpi atau energi internal merupakan
suatu besaran yang tidak tergantung pada jalannya reaksi, yaitu :
H = H1 + H2 + H3 ……… atau

qp = qp + qp + qp ………... (Dogra, 1990)

II.12. Asas Black


Asas Black adalah suatu prinsip dalam termodinamika yang
dikemukakan oleh Joseph Black. Asas ini menjabarkan sebagai berikut: a. Jika
dua buah benda yang berbeda suhunya kemudian dicampur, maka benda yang
panas memberi kalor pada benda yang dingin sehingga suhu akhirnya akan
sama (tetap) b. Jumlah kalor yang diserap benda dingin sama dengan jumlah
kalor yang dilepas benda panas c. Benda yang didinginkan melepas kalor yang
sama besar dengan kalor yang diserap bila dipanaskan Kesimpulan dalam
percobaan asas Black yaitu jumlah kalor yang dilepaskan sama dengan jumlah
kalor yang diterima, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:

Qlepas = Qterima (Mulyono, 2011)

II.13. Reaksi Endoterm dan Eksoterm


Reaksi eksoterm adalah suatu reaksi yang melepaskan kalor, sedang
reaksi endoterm adalah reaksi yang menyerap kalor.

Contoh reaksi eksoterm adalah gamping atau kapur tohor, CaO(s)


dimasukkan ke dalam air.

CaO(s) + H2O(l) → Ca(OH)2(aq)

Reaksi di atas eksoterm, berarti sejumlah kalor yang berasal dari sistem
lepas ke lingkungan. Kandungan kalor sistem menjadi berkurang.

Contoh reaksi endoterm adalah pelarutan amonium khlorida,

NH4Cl.NH4Cl(s) + Air → NH4Cl(aq)


Sistem menyerap sejumlah kalor dari lingkungan sekitar, sehingga jika
wadah reaksi kita raba, terasa dingin. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
kalor sistem setelah reaksi lebih besar dibanding sebelum reaksi.

Contoh yang lebih sederhana dari perubahan fisis. Mungkin contoh ini
dapat memberikan penjelasan lebih baik tentang terjadinya perpindahan kalor
dari lingkungan ke sistem atau sebaliknya. Air mendidih mengandung kalor
lebih banyak bila dibandingkan dengan es. Bila jari disentuhkan ke dalam air
mendidih, akan terasa panas. Rasa panas itu disebabkan oleh adanya
perpindahan kalor dari air mendidih ke jari. Sebaliknya, jika jari menyentuh
es, akan terasa dingin. Rasa dingin itu disebabkan oleh perpindahan kalor dari
jari ke es. Apa yang sebenarnya terjadi dapat dinyatakan sebagai berikut: kalor
berpindah dari benda yang bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih
rendah. Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu. Bila dua
benda yang berlainan suhu disentuhkan dan dibiarkan dalam keadaan
demikian, lama-kelamaan kedua benda memiliki suhu yang sama. Keadaan itu
dinamakan kesetimbangan termal. Jadi pada kesetimbangan termal tidak
terjadi lagi perpindahan kalor dari benda yang satu ke benda lainnya.

III.1.1. Harga ∆H Reaksi Endoterm dan Eksoterm


Pada suatu reaksi yang tergolong eksoterm, terdapat sejumlah
kalor yang berpindah dari sistem ke lingkungan. Hal ini menunjukkan
bahwa Hp lebih kecil dari Hr. Oleh karena itu, ΔH bertanda negatif (-).
Sebaliknya pada reaksi endoterm, Hp lebih besar dari Hr, karena ada
sejumlah kalor yang diserap oleh sistem. Dengan demikian, maka pada
reaksi endoterm ΔH bertanda positif (+). Berikut diberikan diagram
reaksi eksoterm dan reaksi endoterm.

Reaksi eksoterm, Hp < Hr, sehingga ΔH bertanda negatif (-)

Reaksi endoterm, Hp > Hr, sehingga ΔH bertanda positif (+)


III.1.2. Panas Termokimia
Penulisan suatu persamaan reaksi yang disertai dengan harga
perubahan entalpinya dinamakan persamaan termokimia. Berikut
diberikan contoh persamaan termokimia untuk reaksi eksoterm dan
endoterm.

Persamaan termokimia untuk reaksi eksoterm:

CaO(s) + CO2(g) → CaCO3(s) ΔH = - a kJ

Persamaan termokimia untuk reaksi endoterm:

CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g) ΔH = + a kJ

Kedua contoh di atas menunjukkan bahwa apabila suatu


persamaan termokimia eksoterm dibalik, maka persamaan reaksi itu
berubah menjadi endoterm (Petrucci,1987).

II.14. Entropi
Bila suatu sistem mengalami perubahan isotermal dan reversible, maka
besarnya perubahan entropi S ditunjukkan oleh :

T
Sistem Sistem
qs

𝑞𝑠 𝑑𝑞𝑠
S = S2 – S1 S = atau dS =
𝑇 𝑇

Suatu entropi = kalori per derajat, per jumlah zat yang bersangkutan, misalnya
: kal per derajat per mole. Kalori per derajat dianggap sebagai e . u (entropy unit).

Bila panas dilakukan untuk sistem terisolasi, maka untuk proses intermal
reversible.

𝑞𝑟
S gas =
𝑇
Sekeliling : r = reversible

𝑞𝑟
S keliling = -
𝑇

Total S =

S total = S gas + S keliling

S total = 0

Untuk proses isotermal dan reversible, perubahan entropi total dan


sekelilingnya = 0. Demikian pula perubahan entropi untuk proses siklus / cycle = 0.

Untuk proses isotermal tetapi reversible,

Sistem I Sistem II
S1 qT S2

Karena S = S2 – S1, maka perubahan entropi tetap sama dengan proses


isotermal dan reversible.

𝑞𝑟
S = qr = panas yang diserap pada proses reversible dan isotermal
𝑇
(Sukardjo, 1989).
III. METODELOGI PERCOBAAN

IV.1. Alat dan Bahan

III.2.1. Alat
1) Kalorimeter
2) Erlenmeyer
3) Termometer
4) Gelas ukur
5) Pipet tetes

III.2.2. Bahan
1) NaOH 0,5 N
2) CH3COOH 0,5 N
3) Aquades

IV.2. Skema Kerja

IV.1.1. Pengamatan Temperatur

50 ml aquades 50 ml aquades
Gelas Beker Gelas Beker

- Pendinginan hingga suhu 70C - Pemanasan hingga suhu 10C


- Pengukuran suhu kalorimeter - Pengukuran suhu Kalorimeter
- Pencelupan Termometer - Pencelupan Termometer
- Pembacaan skala pada menit 1 - Pembacaan skala pada menit 2
- Pembacaan skala pada menit 3 - Pembacaan skala pada menit 4
- Pembacaan skala pada menit 5 - Pembacaan skala pada menit 6
- Pembacaan skala pada menit 7 - Pembacaan skala pada menit 8
- Pembacaan skala pada menit 9 - Pembacaan skala pada menit10

air panas + air dingin


Gelas Beker
air panas + air dingin
Gelas Beker

- Pencampuran
- Pemasukkan dalam kalorimeter
- Pembacaan skala dari menit 11 ke menit 15
- Pengeluaran larutan dari kalorimeter
- Pengukuran suhu akhir kalorimeter

Hasil

IV.1.2. Penentuan Kalor Netralisasi

50mL CH3COOH 0,5M 50mL NaOH 0,5M

Gelas Beker Gelas Beker

- Pencatatan suhu awal - Pencatatan suhu awal


- Pencampuran

CH3COOH + NaOH
Kalorimeter
- Pembacaan temperatur tiap menit sampai 10 menit
Hasil
IV. DATA PENGAMATAN
IV.1. Pengamatan Temperatur Air

IV.1.1. Pengamatan temperatur air pada suhu 70C


Waktu (menit) Hasil Pengamatan
Awal kalorimeter 28oC
1 67C
3 65C
5 64C
7 63C
9 61C
Akhir kalorimeter 33,5C

IV.1.2. Pengamatan temperatur air pada suhu 10C


Waktu (menit) Hasil Pengamatan
Awal kalorimeter 28oC
2 17C
4 20C
6 21C
8 21C
10 22C

IV.1.3. Pengamatan temperatur air pada suhu campuran


Waktu (menit) Hasil Pengamatan
Awal kalorimeter 28C
11 41C
12 40C
13 40C
14 40C
15 40C
Akhir kalorimeter 33C

IV.2. Pengukuran Kalor Netralisasi


Suhu NaOH = 30C

Suhu CH3COOH = 31C

Waktu (menit) Hasil Pengamatan


Campuran awal 30C
1 30C
2 30C
3 30C
4 31C
5 31C
6 31C
7 32C
8 32C
9 32C
10 32C
HIPOTESIS

Percobaan yang berjudul “Penentuan Kalor Reaksi Dengan Kalorimeter”


bertujuan untuk menentukan kalor reaksi atau kalor pelarutan dengan kalorimeter.
Prinsip percobaan ini adalah Asas Black, yaitu hukum yang mempelajari tentang
perubahan kalor dari sistem ke lingkungan maupun sebaliknya. Kalor yang
dilepaskan sama dengan kalor yang diserap (Qlepas = Qterima). Metode yang digunakan
dalam percobaan ini adalah metode kalorimetri, yaitu metode yang digunakan untuk
menentukan nilai kalor berdasarkan pengamatan perubahan suhu dalam sistem
adiabatik, dengan menggunakan alat kalorimeter. Hasil yang diinginkan berupa nilai
kapasitas kalor kalorimeter dan besar kalor netralisasi pada reaksi NaOH dengan
CH3COOH.
V. PEMBAHASAN

Percobaan yang berjudul “Penentuan Kalor Reaksi Dengan Kalorimeter”


bertujuan untuk menentukan kalor reaksi atau kalor pelarutan dengan kalorimeter.
Prinsip percobaan ini adalah Asas Black, yaitu hukum yang mempelajari tentang
perubahan kalor dari sistem ke lingkungan maupun sebaliknya. Kalor yang
dilepaskan sama dengan kalor yang diserap (Qlepas = Qterima). Metode yang
digunakan dalam percobaan ini adalah metode kalorimetri, yaitu metode yang
digunakan untuk menentukan nilai kalor berdasarkan pengamatan perubahan suhu
dalam sistem adiabatik, dengan menggunakan alat kalorimeter.

V.1. Pengukuran Temperatur


Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kapasitas kalor kalorimeter.
Digunakan air karena air cukup efektif untuk menyimpan panas karena dapat
menyimpan dan melepaskan panas dalam jumlah besar, dengan hanya
mengalami sedikit perubahan suhu. Hal ini dilakukan dengan memanaskan
air terlebih dahulu pada gelas beker 1 dengan suhu 700 C. Pemanasan
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan air dengan suhu tinggi. Pada
gelas beker 2 air didinginkan dengan suhu 100C. kemudian masing-masing
air pada gelas beker diukur suhu nya agar sesuai dengan yang diinginkan.
Sebelum dilakukan pengukuran suhu air tiap menit, terlebih dahulu
mengukur suhu kalorimeter. Suhu kalorimeter diukur untuk mengetahui
perubahan suhu kalorimeter (lingkungan) akibat adanya kalor yang keluar
dari sistem atau masuk ke sistem (air). Masing-masing gelas beker diukur
suhu airnya selama 10 menit dengan selang waktu tiap gelas beker 1 menit,
air yang bersuhu 700C diukur tiap menit ganjil sedangkan air dengan suhu
100C diukur tiap menit genap. Setelah dilakukan pemgukuran waktu pada
masing-masing air dalam gelas beker dituangkan pada kalorimeter secara
bersamaaan dan kalorimeter ditutup. Pada menit ke 11 dilakukan sesuai
keduanya diukur suhunya setiap menit sampai menit ke 15.
Dalam percobaan ini menggunakan air dengan dua suhu yang berbeda
bertujuan untuk mengetahui perbedaan suhu, sesuai dengan Asas Black. Air
pada suhu 70oC akan melepaskan kalor, dan pada suhu 100C akan menyerap
kalor sehingga nilai kapasitas kalornya dapat dihitung. Pengukuran suhu
secara bergantian bertujuan membuktikan prinsip Asas Black yakni suatu
sistem dalam hal ini kalorimeter, air pada suhu tinggi (panas) akan melepas
kalor sehingga suhunya turun, kalor ini disebut kalor serap. Dimana air pada
suhu rendah (dingin) akan menyerap kalor sehingga suhunya akan naik.
Pencampuran air dengan suhu yang berbeda serta pengukura suhunya
memiliki tujuan untuk mengetahui fungsi kalorimeter yakni
mempertahankan suhu.

Hasil yang diperoleh dari pengukuran suhu air panas yang awalnya
700C mengalami penurunan suhu secara berurutan yakni670C, 650C, 640C,
630C dan 610C. Hal ini berarti bahwa air dengan suhu panas akan
melepaskan kalor seiring waktu hingga suhu sistem (air) sama dengan suhu
lingkungan (kalorimeter). Sedangkan pengkuran suhu air dingin yang
awalnya 100C mengalami kenaikan suhu secara berurutan pula yakni 170C,
200C, 210C, 210C dan 220C. Hal ini berarti bahwa pada air dingin akan
mengalami penyerapan kalor agar suhu sistem (air) sama dengan suhu
lingkungan (kalorimeter). Suhu akhir setelah pencampuran yakni konstan
sebesar 40,60C dari menit 11 sampai menit 15.

Reaksi yang berlangsung saat penentuan kapasitas kalor yaitu:

H2O(l) + H2O(l) 2H2O(l)

suhu panas suhu dingin suhu campuran

(Atkins, 1994)
Kapasitas kalor merupakan besaran terukuryang menggambarkan
banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat (benda)
sebesar jumlah tertentu (misalnya 10C) (Yunus,2010). Nilai kapasitas kalor
kalorimeter dihitung menggunakan persamaan Asas Black yakni Qlepas =
Qterima. Hasil perhitungan kapasitas kalor kalorimeter yang diperoleh
adalah44,524242 J/K. Selain menggunakan Asas Black kapasitas kalor juga
dapat ditentukan secara teoritis menggunakan termodinamika.

V.2. Penentuan Kalor Netralisasi


Prinsip percobaan ini adalah asas Black yang menyatakan bahwa kalor
yang dilepas sama dengan kalor yang diterima. Metode yang digunakan
adalah kalorimetri yang berdasarkan pada penyeimbangan suhu dua larutan
dalam suatu sistem adiabatik. Kalor netralisasi adalah kalor yang timbul
pada penetralan asam atau basa kuat, tetap untuk tiap-tiap mol H2O yang
terbentuk (Sukardjo, 1989).

Percobaan menggunakan asam lemah dan basa kuat karna adanya


hukum ketetapan kalor netralisasi, yaitu kalor netralisasi untuk asam atau
basa kuat bernilai tetap karena tidak ada kalor untuk ionisasi. Asam lemah
digunakan karena nilai kalor netralisasinya tidak tetap. Hal ini karena
terdapat kalor untuk ionisasi. CH3COOH digunakan sebagai asam lemah dan
NaOH sebagai basa kuat. 50 ml CH3COOH 0,5 M dimasukkan kedalam
erlenmeyer I dan 50 ml naoh 0,5 M dimasukkan kedalam erlenmeyer II.
Suhu awal dari asam basa tersebut kemudian diukur agar mengetahui bahwa
larutan tersebut mengalami perubahan suhu. Setelah didapat suhu awal,
kedua larutan dicampur dalam kalorimeter dengan sistem terisolasi agar
tidak terjadi interaksi antara sistem dan lingkungan sehingga tidak ada kalor
yang diserap ataupun yang dilepaskan pada saat reaksi berlangsung yang
dapat menyebabkan terjadinya kenaikan suhu. Kalorimeter yang digunakan
sebelumnya diukur suhu awalnya, dan didapat sebesar 28ºC. Pengukuran
kalorimeter di awal bertujuan agar untuk membuktikan kalorimeter dapat
menjaga/mempertahankan kalor. Kemudian larutan dimasukkan kedalam
kalorimeter dan dilakukan pengukuran suhu tiap menit sampai menit yang ke
10. Pencampuran dilakukan agar asam basa ternetralisasi sehingga dapat
ditentukan kalor netralisasinya.

Persamaan Reaksi:

CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3COONa(aq) + H2O(l)

Reaksi Ionnya:

H+ + OH- → H2O

Hasil yang didapat, semakin lama waktu, semakin naik temperaturnya.


Reaksi berlangsung secara eksoterm. sistem melepas kalor sebesar -
223,48221 J ke lingkungan dengan nilai perubahan entalpi sebesar -938,32
kJ.mol. Dalam reaksi ini, yang bertindak sebagai sistem yaitu campuran
larutan CH3COOH dan NaOH, sedangkan yang sebagai lingkungan adalah
kalorimeter. Kalor netralisasi dan perubahan entalpi dapat diperoleh dari
perhitungan.

Nilai kalor netralisasi dipengaruhi beberapa faktor, seperti massa asam


dan basa, perubahan kalorimeter dan zat-zat yang berfungsi sebagai
penyerap kalor dalam sistem kalorimeter. Faktor-faktor tersebut dapat
dinyatakan dapat dinyatakan dalam persamaan hukum Black, yaitu
Qterima=Qlepas. Dalam sistem ini, campuran asam dan basa akan melepas
kalor saat ionisasi asam lemah maupun basa kuat. Secara rinci dapat
dituliskan:

Q terima=Q lepas
(m asam+ m basa) . c netralisasi . ∆T netralisasi = c kalorimeter . ∆T
kalorimeter + mair .c air. ∆Tair

Proses yang terjadi pada percobaan ini adalah proses eksoterm yang
berlangsung dalam wadah diatermik, pada kondisi eksoterm dalam wadah
diatermik menghasilkan aliran energi ke dalam sistem sebagai kalor. Proses
eksoterm dalam wadah diatermik menghasilkan pembebasan energi sebagai
kalor dalam lingkungan (Atkins, 1999).
VI. PENUTUP

VI.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan kapasitas kalorimeter sebesar
44,524242 J/K dan kalor netralisasi reaksi NaOH dan CH3COOH sebesar -
938,32 kJ.mol

VI.2. Saran
Menggunakan variasi asam dan basa yang lain seperti HCl dan KOH
DAFTAR PUSTAKA

Atkins. 1994. Kimia Fisik II. Jakarta: Erlangga

Chang, Raymond. 2010. Chemistry 10th Edition. USA: McGraw Hill Companies

Dogra, SK. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta: UI Press

Fatimah, Is. 2015. Kimia Fisik. Yogyakarta: Deepublish

Mulyono. 2001. Kamus Kimia. Bandung: Ganesindo

Petrucci. 1987. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga

Sukardjo. 1989. Kimia Anorganik. Yogyakarta: Bina Aksara


LEMBAR PENGESAHAN
Semarang, 29 April 2018

Praktikan,

Ika Chasanatun Ni’mah Yessica Febrilia Lutfi Maulana


24030116140090 24030116130091 24030116130092

Ayu Sri Wahyuni Wardah Nabilah Alifa Husnun Kholieqoh


24030116130093 24030116140094 24030116130095

Mengetahui,
Asisten,

Rani Rahmawati
24030114130111
LAMPIRAN
1. Perhitungan
a. Penentuan Kapasitas Kalor Kalorimeter
Diketahui :
 Suhu awal kalorimeter (T0) = 28oC
= (28 + 273) K
= 301 K
 Suhu akhir kalorimeter (T1) = 33oC
= (33 + 273) K
= 306 K
 Volume air panas (Vp)= 50 mL
 Volume air dingin (Vd)= 50 mL
 ρair panas= 0,99099 g/mL
 ρairdingin = 0,99054 g/mL
 cair = 4,2 J g-1 K-1
 Tcampuran = 40,5oC
= (40,5 + 273) K
= 313,5 K
 Tp rata-rata = 64oC
= (64 + 273) K
= 337 K
 Td rata-rata = 20,2oC
=( 20,2 + 273) K
= 293,2 K
 ΔTp = Tprata-rata – Tcampuran
= 337 K – 313,5 K
= 23,5 K
 ΔTd = Tcampuran – Tdrata-rata
= 313,5 K – 293,2 K
= 20,3 K
𝒎
𝝆= ; 𝒎 = 𝝆 .𝒗
𝒗
 mp = ρp . v
= 0,99099 g/mL . 50 mL
= 49,5495 g
 md = ρd . v
= 0,99054 g/mL . 50 mL
= 49,5270 g
 ΔTk= T1 – T0
= 306 K – 301 K
=5K

Maka,

Qlepas = Qterima
mp.Ca.ΔTp = md.Ca.ΔTd + Ck. ΔTk

( 49,5495g)(4,2 J g-1 K-1)(23,5K) = (49,527 g)(4,2 J g-1 K-1)(20,3 K) + Ck(5 K)

4890,53565 J = 4222,67202 J + Ck(5 K)


Ck(5 K) = 4890,53565 J – 4222,67202 J
Ck(5 K) = 667,86363 J
667,86363 J
Ck =
5K
Ck = 44,524242 J/K

b. Penentuan Kalor Netralisasi


Diketahui :
 Suhu awal kalorimeter (T0) = 28oC
=( 28 + 273) K
= 301 K
 Suhu akhir kalorimeter (T1) = 33oC
=( 33 + 273) K
= 306 K
 ΔTk= T1 – T0
= 306 K – 301 K
=5K
 Ck = 44,524242 J/K
 cair = 4,2 J g-1 K-1
 Suhu awal larutan(T0L)= 30oC
=( 30 + 273) K
= 303 K
 Suhu campuran larutan ( T1L) = 30,1oC
=( 30,1 + 273 ) K
= 303,1 K
 ΔT = T1L – T0L
= 303,1 K – 303 K
= 0,1 K
 N NaOH = 0,5 N
 N CH3COOH = 0,5 N
𝑵
𝑵 = 𝑴. 𝒂 ; 𝑴 =
𝒂
𝑵
 MNaOH = 𝒂
𝟎,𝟓 𝑵
= 𝟏
= 0,5 M
𝑵
 MCH3COOH = 𝒂
𝟎,𝟓 𝑵
= 𝟏
= 0,5 M
 Volume NaOH (VNaOH) = 50 mL
 Volume CH3COOH (VCH3COOH) = 50 mL

𝒏
𝑴= ; 𝒏 = 𝑴. 𝑽
𝑽
 n NaOH = MNaOH.VNaOH
= 0,5 M . 50mL
= 25 mmol
 n CH3COOH = MCH3COOH.VCH3COOH
= 0,5 M . 50mL
= 25 mmol

NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O

m 25 mmol 25 mmol - -
r 25 mmol 25 mmol 25 mmol 25 mmol
s - - 25 mmol 25 mmol
 Mr CH3COONa = 82 g/mol
𝒎
𝒏= ; 𝒎 = 𝑴𝒓 . 𝒏
𝑴𝒓
 m CH3COONa = Mr . n
= 82 g/mol . 25 mmol
= 82 g/mol . 25 x 10-3 mol
= 2,05 g

Karena sistem adiabatik, maka Qsistem = 0

Qsistem = Qlarutan + Qreaksi + Qkalorimeter

0 = Qlarutan + Qreaksi + Qkalorimeter

Qreaksi = - ( Qlarutan + Qkalorimeter)

= - ( m.Ca.ΔT+ Ck. ΔTk )

= - ( 2,05 g . 4,2 J g-1 K-1 . 0,1 K + 44,524242 J/K . 5 K )

= - ( 0,861 J + 222,62121 J)

= - 223,48221 J
𝑄𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
ΔH untuk 1 mol H2O ( kalor netralisasi ) = 𝑛

− 223,48221 𝐽
= 0,025 𝑚𝑜𝑙

= - 8939,2884 J/mol

= 8, 9392884 kJ/mol

ΔHorx = ΣΔHof produk - ΣΔHof reaktan

= (ΣΔHof CH3COONa - ΣΔHof H2O) – ( ΣΔHof NaOH - ΣΔHof CH3COOH)

= ( -709,32 kJ/mol – 285,8 kJ/mol) – ( 426,7 kJ/mol – 483,5 kJ/mol)

= -995,12 kJ/mol + 56,8 kJ/mol

= -938,32 kJ.mol

You might also like