Professional Documents
Culture Documents
Laporan Brittle Candy
Laporan Brittle Candy
Laporan Brittle Candy
Salah satu jenis permen yang paling sederhana adalah brittle candy. Permen
ini adalah termasuk jenis soft candy karena ada tambahan bahan 5% berupa kacang-
kacangan dan merupakan jenis amorf (non kristalin) karena tidak mengalami proses
kristalisasi, namun mengalami proses karamelisasi.
Brittle adalah jenis convection yang terdiri dari pecahan permen gula keras
dengan tambahan kacang-kacangan didalamnya seperti pecan, almond, atau kacang
(Kate, 2012). Brittle memiliki banyak variasi nama di seluruh dunia, seperti pasteli
di Yunani (Dinah, 2011), croquant di Prancis, gozinaki di Georgia, chikki di India
dan kotkoti di Bangladesh (Lisa, 2011). Di bagian Timur Tengah, brittle dibuat
dengan pistachio (Joel,2007) sementara banyak negara Asia menggunakan biji
wijen dan kacang. Peanut Brittle adalah resep brittle paling populer di Amerika
Serikat. Pertama muncul istilah ini yaitu pada tahun 1892, meskipun permen itu
sendiri telah ada untuk waktu lebih lama (Chu,2009).
Dalam pembuatan permen brittle, titik kritisnya terdapat pada pemanasan
sampai suhu sekitar 300°F (149-154°C) untuk mencapai tahap hard crack yaitu
tekstur yang diharapkan adalah retak ketika dipatahkan. Bila kurang dari suhu
tersebut, maka tekstur khas brittle tidak akan didapatkan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan praktikum pembuatan permen brittle agar mengetahui cara
pembuatannya dan memahami tingkat warna dan kerapuhan brittle hasil pemanasan
pada suhu tertentu.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
(Honig, 1963).
Permen Brittle adalah termasuk jenis soft candy karena ada tambahan bahan
5% berupa kacang-kacangan dan merupakan jenis amorf (non kristalin) karena
tidak mengalami proses kristalisasi, namun mengalami proses karamelisasi.
Brittle adalah jenis convection yang terdiri dari pecahan permen gula keras
dengan tambahan kacang-kacangan didalamnya seperti pecan, almond, atau kacang
(Kate, 2012). Brittle memiliki banyak variasi nama di seluruh dunia, seperti pasteli
di Yunani (Dinah, 2011), croquant di Prancis, gozinaki di Georgia, chikki di India
dan kotkoti di Bangladesh (Lisa, 2011). Di bagian Timur Tengah, brittle dibuat
dengan pistachio (Joel,2007) sementara banyak negara Asia menggunakan biji
wijen dan kacang. Peanut Brittle adalah resep brittle paling populer di Amerika
Serikat. Pertama muncul istilah ini yaitu pada tahun 1892, meskipun permen itu
sendiri telah ada untuk waktu lebih lama (Chu,2009).
Secara tradisional, campuran gula dan air dipanaskan ke tahap hard crack
sesuai dengan suhu sekitar 300° F (149-154°C), meskipun beberapa resep juga
menambah bahan seperti sirup jagung dan garam pada langkah pertama. Kacang
dicampurkan ketika gula telah terkaramelisasi. Pada titik ini rempah-rempah, ragi
agen, dan sering mentega kacang atau mentega ditambahkan. Adonan permen yang
panas dituangkan ke permukaan datar untuk proses pendinginan, tradisional granit
atau marmer slab. Ketika brittle mendingin, itu dapat dipecah berkeping-keping
(Paula, 2011).
Sifat-sifat sukrosa :
Pb Maks 1,0
Cu Maks 5
Zn Maks 40
Sn Maks 40
Hg Maks 0,03
As Maks 0,1
9. Cemaran mikroorganisme
ALT Maks 500
E. coli Negaif
Salmonella sp. Negaif
Kapang dan khamir Maks 50
Staphylococcus aureus Negatif
2. Soft candy
Soft candy adalah jenis permen yang memiliki bentuk padat dengan tekstur
lunak atau dapat menjadi lunak jika dikunyah. Alikonis (1979), mendefiniskan soft
candy sebagai campuran kristal-kristal sukrosa, sirup glukosa, air dan penambahan
bahan pembentuk gel (gelling agent) yang dapat membentuk gel lunak dan meleleh
pada saat dikunyah di mulut, serta terdapat bahan tambahan seperti flavour dan zat
pewarna.
Badan Standardisasi Nasional (2008) menjelaskan bahwa bahan utama
dalam pembuatan soft candy yaitu gula, atau campuran gula dengan pemanis
lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan
pangan (BTP) yang diijinkan. Sih (2015) menambahkan bahwa bahan tambahan
yang digunakan tidak lebih dari 5%. Contoh dari soft candy adalah marshmallow dan
nougat.
Lukas et al, (2011), menyatakan bahwa proses pengolahan soft candy
terdapat 4 tahap yaitu pencampuran bahan, pemanasan, pendinginan dan
pencetakan. Permen jenis ini memiliki kadar air yang relative tinggi, yaitu antara
6 – 8 %. Ciri khas utama yang dimiliki soft candy yaitu mempunyai tekstur yang
lunak atau chewy, dapat digigit dan tidak lengket di gigi sewaktu dikunyah.
Oleh karena itu, soft candy mudah dibentuk dengan menggunakan tekanan
sehingga diperoleh permen dengan berbagai ragam bentuk yang menarik. Tekstur
chewy tersebut didapat dengan cara penambahan bahan pangan seperti lemak,
gelatin, emulsifier dan bahan tambahan lainnya namun penggunaanya tidak
melebihi 5%.
Salah satu parameter mutu yang sangat berperan dalam karateristik soft
candy adalah tekstur dengan sensasi kenyal, keras, lembut, empuk, atau alot dan
lengket, halus atau kasar berpasir, dan lainnya. Tekstur yang dihasilkan sangat
ditentukan oleh struktur kristal yang terbentuk, yang dapat dikendalikan dengan
cara mengatur komposisi bahan pada tahap pembuatannya.
2.4.2 Suhu
Suhu berhubungan dengan daya larut gula dalam pembuatan permen. Daya
larut tinggi dari sukrosa merupakan sifat yang penting. Menurut Buckle dkk.,
(1987), sari buah harus dikentalkan dengan cepat sampai pada titik kritis bagi
pembentukan gel dan sistem pektin-gula-asam. Pendidihan yang terlalu lama tidak
hanya menyebabkan hidrolisis pektin dan penguapan dari asam, tetapi juga
menyebabkan kehilangan cita rasa dan warna.
2.4.3 Mikroorganisme
Menurut Fardiaz (1992), kapang dan khamir merupakan kelompok
mikrobia yang tergolong dalam fungi dan sering menyerang bahan pangan yang
berkarbohidrat tinggi. Yeast atau khamir umumnya menyukai lingkungan pH
rendah, suhu sedang dan lingkungan aerobik. Yeast merupakan mikroorganisme
bersel tunggal yang memiliki ukuran lebih besar dari bakteri. Stabilitas
mikroorganisme dapat dikendalikan dengan kadar gula yang tinggi dalam kisaran
padatan terlarut antara 65-73%, aw dalam kisaran 0,75-0,83 dengan suhu 105-
106°C selama pendidihan atau pemasakan dan tekanan oksigen rendah selama
penyimpanan (Buckle dkk., 1987).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
Pencampuran 1
Penambahan butter
50gr,kacang sangrai 100
gr dan soda kue 1 sdm
Pencampuran 2
Pendinginan
Uji sensoris
Tahap pertama yang dilakukan pada pembuatan brittle adalah menimbang
bahan yang digunakan. Selanjutnya, dilakukan pemasukkan bahan ke dalam panci
berupa 400 gram gula kristal putih, 100 gram sirup gula dan 200 ml air. Pada
praktikum kali ini dilakukan dengan 3 perlakuan pemberian suhu pemasakan yang
berbeda. Pada perlakuan pertama, semua bahan yang disebut diatas ditambahkan
dengan pemanasan suhu 150oC. Perlakuan kedua dengan suhu 120oC. Dan
selanjutnya pada perlakuan 3, tanpa penambahan sirup glukosa dengan
menggunakan suhu 150oC. Tujuan dari perbedaan suhu dan penambahan bahan
tersebut dilakukan untuk mengetahui perbedaan warna dan tekstur yang dihasilkan
pada brittle. Penambahan gula kristal putih merupakan bahan baku utama
pembuatan candy. Sedangkan penambahan sirup gula sebagai bahan pengganggu
yang dapat menghambat proses kristalisasi.
Kemudian, dilakukan penambahan air untuk mempermudah pencampuran
bahan. Proses ini dilakukan dengan pemanasan yang disertai dengan pengadukan
agar adonan tercampur sempurna. Kemudian apabila suhu sudah mendekati yang
diinginkan, lalu memasukkan 50 gram mentega bersamaan dengan 100 gram
kacang tanah sangrai. Mentaga ditambahkan untuk memberi rasa gurih pada
produk. Selain itu, lemak pada mentega dapat digunakan sebagai bahan
pengganggu kemis yang dapat menurunkan jumlah solute yang digunakan untuk
pembentukan kristal. Penambahan kacang tanah digunakan sebagai penambah
flavor brittle. Setelah itu, aduk hingga semua bahan tercampur rata. Lalu, angkat
bahan dari kompor dan dilakukan penuangan adonan ke loyang yang telah diolesi
mentega. Penuangan ini harus dilakukan secara cepat, karena bahan mudah
mengeras. Pengolesan mentega dilakukan bertujuan agar produk tidak lengket di
cetakan. Kemudian, ratakan adonan pada loyang dan dinginkan. Setelah britlle
dingin, keluarkan dari loyang dan dilakukan pengujian tekstur dan warnanya.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Panelis: 22 orang
Sampel
Parameter
Tanpa glukosa, 150°C
Pengamatan 150°C (391) 120°C (473)
(592)
Aroma gula
Kacang dan Butter, kacang dan gula
Aroma hingga tidak
mentega kuat tapi tidak terlalu kuat
beraroma
Kuning tidak
Warna Kuning cerah Putih pucat, buram
rata
Dominan Butter dan gula
Rasa Sangat manis
butter seimbang
4.2 Pembahasan
Pada praktikum pembuatan brittle candy dengan perlakuan suhu pemanasan yang
berbeda akan menghasilkan karakteristik produk yang berbeda pula baik dari segi
tekstur, warna, rasa dan aromanya. Dari ketiga perlakuan yang dilakukan diberikan
kode masing – masing, yaitu perlakuan suhu 150o diberi kode 391, suhu 150o tanpa
glukosa diberi kode 592, dan suhu 120o diberi kode 473.
4.2.1 Daya Patah / Retak Brittle
Parameter mutu yang penting dalam permen adalah tekstur yang merupakan
jumlah beberapa sifat fisik termasuk densitas, kekerasan, plastisitas atau elest isitas
dan konsistensi. Sifat-sifat tersebut bervariasi dalam jenis permen yang berbeda.
Berdasarkan data pengamatan brittle yang diperoleh, dari ketiga perlakuan yang
diberikan yaitu pada suhu150o memiliki tekstur yang mudah patah, sedangkan pada
perlakuan suhu 150o tanpa glukosa memiliki tekstur yang rapuh dan pada perlakuan
suhu 120o memiliki tekstur yang lembek. Dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan
pertama memiliki tekstur yang paling baik. Perbedaan tekstur yang dihasilkan pada
ketiga perlakuan tersebut dikarenakan semakin tinggi suhu yang digunakan untuk
melakukan pemanasan maka kadar air yang menguap dari bahan semakin banyak.
Hal tersebut menyebabkan air yang tersisa dalam adonan semakin sedikit sehingga
konsentrasi gula semakin tinggi (Putri, 2012).
Penambahan sirup glukosa juga berpengaruh dalam pembentukan tekstur ini.
Dalam pembentukan gel, fruktosa bersama sukrosa berfungsi membentuk tekstur
yang liat, dan menurunkan kekerasan permen yang terbentuk (Koswara, 2009).
Pada perlakuan tanpa penambahan sirup glukosa tekstur brittle melewati kondisi
hard crack sehingga tidak bisa dipatahkan karena terlalu rapuh.
4.2.2 Warna
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan data organoleptik warna brittle
dengan perbedaan suhu yang diberikan. Dapat diketahui bahwa warna brittle pada
perlakuan pertama dengan pemanasan suhu 150oC memiliki warna kuning cerah
dibandingkan dengan brittle yang melalui pemanasan 120oC dan tanpa penambahan
sirup glukosa dan juga dengan dibandingkan dengan perlakuan pemanasan suhu
150oC. Pada perlakuan dua dan tiga memiliki warna yang kurang menarik. Yaitu
pada pemanasan suhu 150oC namun tanpa penambahan sirup glukosa memiliki
warna putih pucat serta buram, sedangkan perlakuan tiga, dengan suhu 120oC
mempunyai warna kuning tidak rata.
Perbedaan suhu pemanasan menunjukkan pengaruh terhadap warna brittle
candy yang dihasilkan. Peningkatan suhu pemanasan menyebabkan warna brittle
yang dihasilkan semakin gelap (coklat). Suhu yang digunakan akan mempengaruhi
kelarutan gula. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka kepekatan dari larutan
tersebut akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa tingkat
kepekatan pada pembuatan permen brittle berbanding lurus dengan suhu. Titik
didih pada suhu 120o akan melarutkkan gula sebanyak 90 % sedangkan pada suhu
150o akan melarutkan gula sebanyak 97 % . Dengan tingginya kelarutan pada gula
maka tingkat karamelisasi pada gula semakin tinggi sehingga menghasilkan warna
yang coklat. (Sutrisno,2009).
4.2.3 Rasa
Dari data hasil praktikum yang diperoleh, dinyatakan bahwa perlakuan suhu
150o memiliki rasa dominan butter, sedangkan pada perlakuan suhu 150 o tanpa
glukosa memiliki rasa sangat manis, dan pada perlakuan suhu 120o memiliki rasa
yang seimbang antara butter dan gula.
Perbedaan variasi rasa ini disebabkan karena adanya pemanasan (suhu
tinggi) yang menyebabkan timbulya reaksi karamelisasi oleh sukrosa. Sukrosa yang
digunakan mempunyai sifat fisik yakni daya pembentukan karamel jika dipanaskan
dan pembentukan kristalnya. Proses karamelisasi memberikan warna kecoklatan
atau bahkan kehitaman serta menghasilkan aroma dan rasa yang khas. Selain itu,
pemanasan menyebabkan terjadinya perubahan dari sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa yang meningkatkan rasa manis (Buckle,dkk., 2009).
Selain itu penambahan butter juga akan memberikan rasa tambahan bukan
hanya manis pada produk brittle. Sehingga brittle yang bagus adalah yang rasanya
bervariasi antara manis dari gula dan khas dari butter. Selain dari butter, sirup
glukosa juga berpengaruh pada parameter rasa brittle. Sirup glukosa dalam
pengolahan permen berfungsi sebagai penguat cita rasa, media pemindah cita rasa,
bernilai gizi tinggi, mencegah pembentukan kristal gula (koswara, 2009).
4.2.4 Aroma
Berdasarkan data hasil praktikum yang diperoleh data bahwa perlakuan
suhu 150o memiliki aroma kacang dan mentega yang kuat, kemudian pada
perlakuan kedua dengan pemanasan suhu 150o tanpa penambahan sirup glukosa
memiliki aroma butter, kacang dan gula tapi tidak terlalu kuat, sedangkan pada
perlakuan ketiga dengan menggunakan suhu 120o memiliki aroma gula hingga tidak
beraroma. Perbedaan aroma ini disebabkan karena terjadinya proses karamelisasi
pada adonan. Karamelisasi sukrosa memberikan kontribusi pada aroma dan warna
coklat (gelap) yang menghasilkan senyawa maltol dan isomaltol yang memiliki
aroma karame kuat dan rasa yang manis (Tjahjaningsih, 1996 dalam Harun dkk.,
2013). Sedangkan, brittle yang dibuat dengan suhu pemanasan
120o C kurang disukai oleh panelis sebab suhu pemanasan yang digunakan kurang
sehingga mengakibatkan terbentuknya off flavor pada produk.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Brittle merupakan jenis permen yang tergolong hard candy dan tergolong
candy amorf dengan suhu pemananasan berkisar antara 149 – 154 oC (hard
crack), biasanya menggunakan kacang sebagai bahan tambahan.
2. Suhu pemanasan terbaik pembuatan brittle yaitu 150oC karena tekstur yang
dihasilkan hard crack dan warnanya coklat sempurna.
3. Penggunaan suhu yang tidak mencapai 150oC mengakibatkan brittle tidak
mencapai kondisi hard crack.
4. Semakin tinggi suhu pemanasan maka brittle yang dihasilkan memiliki
tekstur yang keras dan mudah rapuh karena tercapainya tahap hard crack.
5. Penambahan sirup glukosa mempengaruhi tekstur pada pembuatan brittle.
5.2 Saran
Pada proses pembuatan brittle dibutuhkan ketelitian yang tinggi, selain itu
praktikan melakukan proses juga harus sesuai dengan step pembuatan yang telah
ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., dkk, 1987. Ilmu Pangan, Universitas Indonesia (UI. Press), Jakarta.
Honig, 1963__ Honig, P. 1963. Principles of Sugar Technology Vol III. New York:
Elsevier Publishing Company.
Putri, AR. 2012. Pengaruh Kadar Air terhadap Tekstur dan Warna Keripik
Pisang Kepok (Musa Parasidiacaformatypica). Skripsi. Program Pasca
Sarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Jember: FTP
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN DOKUMENTASI