Laporan Brittle Candy

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 26

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permen atau candy adalah sejenis gula-gula (confectionary) yang


merupakan makanan berkalori tinggi yang pada umumnya berbahan dasar gula, air,
dan sirup fruktosa. Kadar gula dalam permen adalah tinggi, sehingga dapat
menyebabkan gigi berlubang. Permen merupakan suatu produk pangan yang
disukai semua orang mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Hal ini karena
permen dapat dikonsumsi di mana pun dan kapan pun. Minat konsumen pada
permen, terutama permen keras dapat menjadi peluang bisnis yang menguntungkan,
tetapi karena permen ini sangat umum dikonsumsi, orang jarang memperhatikan
kandungan gizi permen. Seiring berjalannya waktu, kesadaran masyarakat akan
kesehatan meningkat. Masyarakat menjadi semakin kritis dalam memilih semua
produk makanan yang akan mereka konsumsi. Hal ini memacu para produsen untuk
membuat produk pangan yang selain memiliki penampakan yang menarik juga
memiliki kandungan gizi yang baik (Pratiwi dkk., 2008).
Candy atau permen menurut jenisnya dikelompokkan menjadi dua macam
yaitu permen kristalin (krim) dan permen non kristalin (amorphous). Permen
kristalin biasanya mempunyai rasa yang khas dan apabila dimakan terdapat rasa
krim yang mencolok. Contoh permen kristalin adalah fondant, dan fudge.
Sedangkan permen non kristalin (amorphous) terkenal dengan sebutan “without
form”, berdasarkan teksturnya dibedakan menjadi hard candy (hard boiled sweet),
permen kunyah (chewy candy) atau soft candy, gum dan jellies. Produk
confectionery lainnya adalah Karamel atau Toffee (termasuk soft candy) dan cotton
candy (permen tradisional).
Pada praktikum kali ini kami melakukan proses pembuatan permen yang
berjenis hard candy. Dikatakan hard candy karena ada tambahan bahan 5% berupa
kacang-kacangan dan merupakan jenis amorf (non kristalin) karena tidak
mengalami proses kristalisasi, namun mengalami proses karamelisasi.

Salah satu jenis permen yang paling sederhana adalah brittle candy. Permen
ini adalah termasuk jenis soft candy karena ada tambahan bahan 5% berupa kacang-
kacangan dan merupakan jenis amorf (non kristalin) karena tidak mengalami proses
kristalisasi, namun mengalami proses karamelisasi.
Brittle adalah jenis convection yang terdiri dari pecahan permen gula keras
dengan tambahan kacang-kacangan didalamnya seperti pecan, almond, atau kacang
(Kate, 2012). Brittle memiliki banyak variasi nama di seluruh dunia, seperti pasteli
di Yunani (Dinah, 2011), croquant di Prancis, gozinaki di Georgia, chikki di India
dan kotkoti di Bangladesh (Lisa, 2011). Di bagian Timur Tengah, brittle dibuat
dengan pistachio (Joel,2007) sementara banyak negara Asia menggunakan biji
wijen dan kacang. Peanut Brittle adalah resep brittle paling populer di Amerika
Serikat. Pertama muncul istilah ini yaitu pada tahun 1892, meskipun permen itu
sendiri telah ada untuk waktu lebih lama (Chu,2009).
Dalam pembuatan permen brittle, titik kritisnya terdapat pada pemanasan
sampai suhu sekitar 300°F (149-154°C) untuk mencapai tahap hard crack yaitu
tekstur yang diharapkan adalah retak ketika dipatahkan. Bila kurang dari suhu
tersebut, maka tekstur khas brittle tidak akan didapatkan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan praktikum pembuatan permen brittle agar mengetahui cara
pembuatannya dan memahami tingkat warna dan kerapuhan brittle hasil pemanasan
pada suhu tertentu.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Permen

Permen adalah produk pangan yang banyak digemari. Permen atau


kembang gula merupakan produk sejenis gula-gula (confectionary) yang dibuat
dengan mendidihkan campuran gula dan air bersama dengan bahan perwarna dan
pemberi rasa sampai mencapai kadar air kira-kira 3% (Buckle et al., 1987).
Permen berdasarkan bahan dasarnya dibagi menjadi dua yaitu hard candy
dan soft candy. hard candy adalah permen dengan bahan hampir semuanya gula
dengan tambahan sedikit flavoring dan pewarna sedangkan soft candy adalah
permen dengan bahan dasar gula dengan bahan tambahan 5%. Berdasarkan pada
tekstur, permen dibagi menjadi dua yaitu kristalin karena mengalami proses
kristalisasi dan amorf (non kristalin) yaitu tidak mengalami proses kristalisasi.
Ada berbagai jenis permen yang dikenal saat ini. Secara garis besar permen
dibagi menjadi dua kelompok yaitu permen keras dan permen lunak. Menurut SNI
3547-1-2008, permen keras merupakan jenis makanan selingan berbentuk padat,
dibuat dari gula atau campuran gula dengan pamanis lain, dengan atau tanpa
penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan,
bertekstur keras, tidak menjadi lunak jika dikunyah. Sementara definisi permen
lunak menurut SNI 3547-2-2008 adalah makanan selingan berbentuk padat, dibuat
dari gula atau campuran gula dengan pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan
bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan.
Tabel 1. Permen berdasarkan teksturnya

Sifat tekstur Contoh


Gula Kristal (crystalline
sugar)
a. Kristal besar Rock candy
b. Kristal kecil Fondan, fudge
Gula non-Kristal (non-
crystalline sugar)
a. Hard candies Sour balls, butterscotch
b. Britles Peanut brittle
c. Chewy candies Caramel, taffy
d. Gummy candies Marshmallow, jellies, gumdrops

(Honig, 1963).

Tabel 2. Tahap-tahap perubahan bentuk gula (sukrosa) selama


pemasakan.

Tahap Suhu (˚C) Produk


campuran gula dan air
Thread 110 – 113 Syrup
Soft ball 113 – 116 Fondant,Fudge,Penuche
Firm ball 119 – 121 Caramels
Hard ball 121 – 129 Divinity,Marshmallows
Soft crack 132 – 143 Butterscotch, Taffy
Hard crack 149 – 154 Brittles, Glace
(Honig, 1963).

2.2 Permen Brittle

Permen Brittle adalah termasuk jenis soft candy karena ada tambahan bahan
5% berupa kacang-kacangan dan merupakan jenis amorf (non kristalin) karena
tidak mengalami proses kristalisasi, namun mengalami proses karamelisasi.
Brittle adalah jenis convection yang terdiri dari pecahan permen gula keras
dengan tambahan kacang-kacangan didalamnya seperti pecan, almond, atau kacang
(Kate, 2012). Brittle memiliki banyak variasi nama di seluruh dunia, seperti pasteli
di Yunani (Dinah, 2011), croquant di Prancis, gozinaki di Georgia, chikki di India
dan kotkoti di Bangladesh (Lisa, 2011). Di bagian Timur Tengah, brittle dibuat
dengan pistachio (Joel,2007) sementara banyak negara Asia menggunakan biji
wijen dan kacang. Peanut Brittle adalah resep brittle paling populer di Amerika
Serikat. Pertama muncul istilah ini yaitu pada tahun 1892, meskipun permen itu
sendiri telah ada untuk waktu lebih lama (Chu,2009).
Secara tradisional, campuran gula dan air dipanaskan ke tahap hard crack
sesuai dengan suhu sekitar 300° F (149-154°C), meskipun beberapa resep juga
menambah bahan seperti sirup jagung dan garam pada langkah pertama. Kacang
dicampurkan ketika gula telah terkaramelisasi. Pada titik ini rempah-rempah, ragi
agen, dan sering mentega kacang atau mentega ditambahkan. Adonan permen yang
panas dituangkan ke permukaan datar untuk proses pendinginan, tradisional granit
atau marmer slab. Ketika brittle mendingin, itu dapat dipecah berkeping-keping
(Paula, 2011).

2.3 Fungsi Bahan-Bahan dalam Pembuatan Permen Brittle

2.3.1 High Fructose Syrup

Fruktosa mempunyai kemanisan yang lebih tinggi dibanding sukrosa yaitu


1,12 kali. Dalam pembentukan gel, fruktosa bersama sukrosa berfungsi membentuk
tekstur yang liat, dan menurunkan kekerasan permen jelly yang terbetuk.

High Fructosa Syrup dalam pengolahan permen berfungsi sebagai penguat


cita rasa, media pemindah cita rasa, bernilai gizi tinggi, mencegah pembentukan
kristal gula dan mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan
tekanan osmosa yang tinggi serta aktivitas air (aw) yang redah. Penambahan gula
dalam kadar tinggi kan menyerap dan mengikat air sehingga mikroba tidak bebas
menggunakan air untuk tumbuh pada produk yang ditumbuhi (Koswara, 2009).
2.3.2 Gula (Sukrosa)

Penambahan sukrosa dalam pembuatan produk makanan berfungsi untuk


memberikan rasa manis, dan dapat pula sebagai pengawet, yaitu dalam konsentrasi
tinggi menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menurunkan
aktivitas air dari bahan pangan.

Sukrosa merupakan disakarida yang banyak terdapat di pasaran. Sukrosa


banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan dan kopyor. Kelarutan sukrosa dalam air
sangat tinggi dan jika dipanaskan kelarutannya makin bertambah tinggi. Jika
dipanaskan sukrosa akan membentuk cairan jernih yang segera akan berubah warna
menjadi coklat membentuk karamel (Koswara, 2009).

Sifat-sifat sukrosa :

– Kenampakan dan kelarutan, semua gula berwarna putih, membentuk


kristal yang larut dalam air.
– Rasa manis, semua gula berasa manis, tetapi rasa manisnya tidak sama.
– Hidrolisis, disakarida mengalami proses hidrolisis menghasilkan
moosakarida. Hidrolisis sukrosa juga dikenal sebagai inversi sukrosa dan hasilnya
berupa campuran glukosa dan fruktosa disebut “gula invert”. Inversi dapat
dilakukan baik dengan memanaskan sukrosa bersama asam atau dengan
menambahkan enzim invertase.
– Pengaruh panas, jika dipanaskan gula akan mengalami karamelisasi.
– Sifat mereduksi, semua monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa
berperan sebagai agensia pereduksi dan karenya dikenal sebagai gula reduksi
(Gaman dan Sherrington, 1994).
2.3.3 Mentega
Mentega tergolong lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak
(edible fat consumed uncooked). Mentega memiliki fungsi diantaranya yaitu
sebagai sumber energi, meningkatkan daya terima makanan, membentuk struktur,
serta memberikan cita rasa enak
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3744-1995), mentega adalah
produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau
campurannya, dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan lain yang
diizinkan, serta minimal mengandung 80 % lemak susu.
Lemak mentega berasal dari lemak susu hewan, dikenal sebagai butter fat.
Mentega mengandung sejumlah asam butirat, asam laurat, dan asam linoleat. Asam
butirat dapat digunakan oleh usus besar sebagai sumber energi, juga dapat berperan
sebagai senyawa antikarsinogenik (antikanker).
Asam laurat merupakan asam lemak berantai sedang yang memiliki potensi sebagai
antimikroba dan antifungi. Asam linoleat pada mentega dapat memberikan
perlindungan terhadap serangan kanker
Jika mentega ditambahkan ke dalam sirup yang didihkan pada suhu tinggi akan
menghasilkan flavor yang menarik dan karakteristik (khas). Sampai saat ini tidak
ada jenis lemak nabati yang dapat menghasilkan flavor yang sama dengan mentega
jika ditambahkan dalam larutan gula mendidih. Meskipun demikian, jenis-jenis
lemak tertentu dikembangkan untuk memperoleh flavor yang mirip flavor yang
dihasilkan mentega (Koswara, 2009).

2.4 Klasifikasi Candy

2.4.1 Berdasarkan bahan dasar


Berdasarkan bahan dasar, candy dapat dibagi menjadi dua kalsifikasi yaitu
hard candy (permen keras) dan soft candy (permen lunak). Adapun penjelasan
masing-masing jenis candy, yaitu:
1. Hard candy
Hard Candy adalah jenis permen yang mempunyai tekstur keras dan tampak
bening serta mengkilap (glossy) (Ramadhan, 2012). Cara mengkonsumsi hard
candy dengan soft candy sangat berbeda. Pada hard candy karena mempunyai
tekstur yang keras karena bahan yang digunakan maka permen tersebut dikonsumsi
dengan cara menghisap, sedangkan soft candy memiliki tekstur yang lunak
sehingga dikonsumsi dengan cara dikunyah.
Sih (2015) menyatakan bahwa yang membedakan antara hard candy dan
soft candy adalah bahan yang digunakan. Pada hard candy gula yang digunakan
hampir semua jenis gula, kemudia ditambahkan sedikit flavoring dan pewarna.
Contoh dari hard candy adalah lollipop dan rock candy.
Menurut Anni (2008), hard candy mengalami pemasakan pada suhu antara
140–150 °C dan menghasilkan produk dengan penampilan bening. Semakin tinggi
suhu yang digunakan untuk pembuatan hard candy maka kekerasannya semakin
tinggi dan kadar air semakizn rendah.
Kristalisasi dalam hard candy akan terjadi secara spontan tetapi dapat
dicegah dengan cara penambahan bahan-bahan penghambat kristalisasi, seperti
sirup glukosa dan gula invert yang tidak dapat mengkristal. Penggunaan bahan
tersebut dalam pembuatan hard candy dapat menghambat terjadinya kristalisasi dan
pertumbuhan inti kristal.
Menurut Jakson (1995), dalam pembuatan hard candy dengan cara yang
salah dapat terjadi dua kerusakan, yaitu rekristalisasi (graning) dan lengket
(stickness). Rekristalisasi atau graning diakibatkan oleh kombinasi sukrosa dan
sirup glukosa yang tidak tepat, sedangkan stickness merupakan peristiwa
kandungan air sebagai akibat gula invert akan menyebabkan permen menjadi lebih
higroskopis. Kerusakan tersebut dapat diatasi dengan cara menggunakan
perbandingan sukrosa dan sirup glukosa dengan tepat. Menurut Sri (2009), standar
mutu hard candy dapat ditentukan berdsarkan spesifikasi dalam SNI yang
membahas tentang candy tahun 2008.
Tabel 1. Standar Parameter Spesifikasi
mutu hard candy
No.
1. Keadaan (bentuk, Normal
rasa, bau)
2. Kadar air (%) Maks 3,5
3. Abu total (%) Maks 2,0
4. Gula reduksi (%) Maks 22
5. Sukrosa (%) Min 40
6. Pemanis buatan (tidak
disebutkan)
7. Pewarna Yang diizinkan
depkes
8. Cemaran logam

Pb Maks 1,0
Cu Maks 5
Zn Maks 40
Sn Maks 40
Hg Maks 0,03
As Maks 0,1
9. Cemaran mikroorganisme
ALT Maks 500
E. coli Negaif
Salmonella sp. Negaif
Kapang dan khamir Maks 50
Staphylococcus aureus Negatif

2. Soft candy
Soft candy adalah jenis permen yang memiliki bentuk padat dengan tekstur
lunak atau dapat menjadi lunak jika dikunyah. Alikonis (1979), mendefiniskan soft
candy sebagai campuran kristal-kristal sukrosa, sirup glukosa, air dan penambahan
bahan pembentuk gel (gelling agent) yang dapat membentuk gel lunak dan meleleh
pada saat dikunyah di mulut, serta terdapat bahan tambahan seperti flavour dan zat
pewarna.
Badan Standardisasi Nasional (2008) menjelaskan bahwa bahan utama
dalam pembuatan soft candy yaitu gula, atau campuran gula dengan pemanis
lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan
pangan (BTP) yang diijinkan. Sih (2015) menambahkan bahwa bahan tambahan
yang digunakan tidak lebih dari 5%. Contoh dari soft candy adalah marshmallow dan
nougat.
Lukas et al, (2011), menyatakan bahwa proses pengolahan soft candy
terdapat 4 tahap yaitu pencampuran bahan, pemanasan, pendinginan dan
pencetakan. Permen jenis ini memiliki kadar air yang relative tinggi, yaitu antara
6 – 8 %. Ciri khas utama yang dimiliki soft candy yaitu mempunyai tekstur yang
lunak atau chewy, dapat digigit dan tidak lengket di gigi sewaktu dikunyah.
Oleh karena itu, soft candy mudah dibentuk dengan menggunakan tekanan
sehingga diperoleh permen dengan berbagai ragam bentuk yang menarik. Tekstur
chewy tersebut didapat dengan cara penambahan bahan pangan seperti lemak,
gelatin, emulsifier dan bahan tambahan lainnya namun penggunaanya tidak
melebihi 5%.
Salah satu parameter mutu yang sangat berperan dalam karateristik soft
candy adalah tekstur dengan sensasi kenyal, keras, lembut, empuk, atau alot dan
lengket, halus atau kasar berpasir, dan lainnya. Tekstur yang dihasilkan sangat
ditentukan oleh struktur kristal yang terbentuk, yang dapat dikendalikan dengan
cara mengatur komposisi bahan pada tahap pembuatannya.

2.4.2 Berdasarkan tekstur


Berdasarkan teksturnya candy dapat dibagi menjadi dua kalsifikasi yaitu
candy kristalin dan candy amorf (tidak terbentuk kristal). Pada candy kristalin,
sukrosa merupakan bahan baku utama dalam pembuatan semua jenis permen
berkristal. Anni (2008), menambahkan bahwa permen kristalin biasanya mempunyai
rasa yang khas dan apabila dimakan terdapat rasa krim yang mencolok.
Edi dan Nany (2007) menjelaskan bahwa perbandingan komposisi pemanis
sangat menentukan tingkat kekerasan dan kemanisan dari permen tersebut.
Komposisi sukrosa yang terlalu tinggi menghasilkan permen yang keras. Kristal akan
tersuspensi dalam larutan gula jenuh dan terbentuk pada proses kristalisasi ketika
pemberian panas dihentikan. Candy kristalin memiliki dua ukuran kristal, yaitu
ukuran besar dan kecil. Ukuran besar akan tampak seperti kaca, contohnya adalah
rock candy. Sedangkan ukuran kecil akan bertekstur halus dan mudah patah,
contohnya adalah fondant dan fudge. Pendinginan campuran gula untuk candy
kristalin harus lebih lambat atau pendinginannya tidak boleh terganggu.
Soft candy (permen lunak) menurut SNI 3547-2-2008 adalah makanan
selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan pemanis lain,
dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan
(BTP) yang diijinkan, bertekstur relatif lunak atau menjadi lunak jika dikunyah.
Tidak seperti permen keras yang hanya terdiri dari satu jenis permen, permen lunak
terdiri dari beberapa jenis permen.
Candy amorf merupakan permen tanpa pola kristal. Permen ini meliputi
beberapa tipe seperti: 1) Chewy amorphous candies (karamel dan Taffies); 2)
Candy amorf keras (Brittle); dan 3) Gummy amorphous (Marshmallows dan
gumdrops).

2.5 Proses Pembuatan Brittle


Menurut Nikmawati (2008) cara pengetesan gula perlu diketahui agar hasil
yang diperoleh dalam pembuatan candy memuaskan serta tidak mengalami
kegagalan. Pengetesan gula sebaiknya menggunakan termometer candy dengan
cara yang benar yaitu ujung termometer tidak boleh menyentuh dasar panci atau
alat yang digunakan untuk memanaskan gula atau bahan lainnya dalam pembuatan
candy. Cara yang sederhana atau dengan menggunakan tangan dilakukan bagi yang
sudah berpengalaman dalam pembuatan candy.
Pemasakan bahan-bahan dalam pembuatan candy dapat dipengaruhi oleh
baerbagai faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu suhu pemasakan.
Berikut tabel 2. mengenai tahap-tahap perubahan bentuk gula (sukrosa) selama
pemasakan:
Tabel 2. Tahap- Suhu (oC) Produk Deskripsi
tahap perubahan
bentuk gula
(sukrosa) selama
pemasakan Tahap
Thread 110-113 Syrup Campuran akan
membentuk
benang sepanjang
2 inci apabila ia
diteteskan dengan
garpu/sendok
Soft Ball 113-116 Fondant, Fudge, Campuran ini
penuche akan membentuk
bila lunak bila
diteteskan pada
air
teta pi akan kehilang bentuk bila diangkat (air dingin)
Firm Ball 119-121 Caramels Campuran ini
akan membentuk
bola yang teguh
didalam air
dingin dan
bentuknya tetap
bila diangkat
Hard Ball 121-129 Divinity, Campuran ini
Marsmellows, akan membentuk
Popcorn Ball bola yang keras
dalam air dingin
Soft Crack 132-143 Butterscoutch, Campuran akan
Taffy pecah menjadi
benangbenang/ser
pihan-serpihan
gula bila diciprati
air dan akan
patah/retak
apabila dipegang
dengan jari
Hard Crack 149-154 Brittles, Glace Campuran sangat
rapuh bila
dijatuhkan dalam
air dingin tetapi
bila dimakan
tidak akan
menempel pada
gigi
Caramel 160-177 Karamel Campuran telah
melewati titik
hard crack dan
warnanya mulai
coklat dengan
cara
pemasakan/dapat
pula diperoleh
dengan cara
pemasakan gula
dalam wajan
sampai
membentuk gold
brown syrup, gula
mulai mencair
pada temperatur
160°C – 320°F,
kemudian akan
membentuk
barley sugar.
Setelah itu segera
menjadi brown
dan pada
temperatur 177°C
/ 348°F
karakteristik
caramel terjadi

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Candy


2.4.1 Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, daya tahan bahan serta cita rasa makanan.
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan
terhadap serangan organisme yang dinyatakan dengan aw. aw yaitu jumlah air
bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya dan
medium bagi berlangsungnya reaksi-reaksi kimia (Winarno, 2002).
Penggunaan air yang tidak sesuai dalam proses pembuatan permen jelly
akan menghasilkan produk yang tidak sesuai. Menurut Hidayat dan Ikarisztiana
(2004), dalam proses pembuatan permen jelly buah yang banyak mengandung air
langsung diperas dan diambil sari buahnya, sedangkan buah yang kandungan airnya
sedang perlu ditambahkan air dengan perbandingan yang sama dengan berat buah
kemudian dihancurkan dan diambil sarinya. Bila buahnya mengandung sedikit air
maka perlu ditambahkan air sebanyak dua kali berat buah kemudian diblender dan
disaring untuk diambil sarinya (Winarno, 2002; Suprianto, 2006).

2.4.2 Suhu
Suhu berhubungan dengan daya larut gula dalam pembuatan permen. Daya
larut tinggi dari sukrosa merupakan sifat yang penting. Menurut Buckle dkk.,
(1987), sari buah harus dikentalkan dengan cepat sampai pada titik kritis bagi
pembentukan gel dan sistem pektin-gula-asam. Pendidihan yang terlalu lama tidak
hanya menyebabkan hidrolisis pektin dan penguapan dari asam, tetapi juga
menyebabkan kehilangan cita rasa dan warna.
2.4.3 Mikroorganisme
Menurut Fardiaz (1992), kapang dan khamir merupakan kelompok
mikrobia yang tergolong dalam fungi dan sering menyerang bahan pangan yang
berkarbohidrat tinggi. Yeast atau khamir umumnya menyukai lingkungan pH
rendah, suhu sedang dan lingkungan aerobik. Yeast merupakan mikroorganisme
bersel tunggal yang memiliki ukuran lebih besar dari bakteri. Stabilitas
mikroorganisme dapat dikendalikan dengan kadar gula yang tinggi dalam kisaran
padatan terlarut antara 65-73%, aw dalam kisaran 0,75-0,83 dengan suhu 105-
106°C selama pendidihan atau pemasakan dan tekanan oksigen rendah selama
penyimpanan (Buckle dkk., 1987).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Neraca Analitik
2. Panci steanless steel
3. Kompor
4. Solet
5. Sendok
6. Termometer
7. Cetakan
8. Spatula
9. Kuas
3.1.2 Bahan
1. 400 gram gula kristal putih
2. 100 gram sirup gula
3. 200 mL air
4. 50 gram mentega
5. 100 gram kacang tanah sangrai
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

(P1) (P2) (P3)


GKP GKP 400 GKP 400 gr
400gr,sirup gr,sirup glukosa dan air 200 ml
glukosa 100 gr 100 gr dan air
dan air 200 ml 200 ml

Pencampuran 1

Pengadukan dengan pemanasan


hingga larut

Pemanasan (P1) Pemanasan (P2) Pemanasan (P3)


T : 150°C T : 120°C T : 150°C
T : 150

Penambahan butter
50gr,kacang sangrai 100
gr dan soda kue 1 sdm

Pencampuran 2

Penuangan pada loyang

Pendinginan

Uji sensoris
Tahap pertama yang dilakukan pada pembuatan brittle adalah menimbang
bahan yang digunakan. Selanjutnya, dilakukan pemasukkan bahan ke dalam panci
berupa 400 gram gula kristal putih, 100 gram sirup gula dan 200 ml air. Pada
praktikum kali ini dilakukan dengan 3 perlakuan pemberian suhu pemasakan yang
berbeda. Pada perlakuan pertama, semua bahan yang disebut diatas ditambahkan
dengan pemanasan suhu 150oC. Perlakuan kedua dengan suhu 120oC. Dan
selanjutnya pada perlakuan 3, tanpa penambahan sirup glukosa dengan
menggunakan suhu 150oC. Tujuan dari perbedaan suhu dan penambahan bahan
tersebut dilakukan untuk mengetahui perbedaan warna dan tekstur yang dihasilkan
pada brittle. Penambahan gula kristal putih merupakan bahan baku utama
pembuatan candy. Sedangkan penambahan sirup gula sebagai bahan pengganggu
yang dapat menghambat proses kristalisasi.
Kemudian, dilakukan penambahan air untuk mempermudah pencampuran
bahan. Proses ini dilakukan dengan pemanasan yang disertai dengan pengadukan
agar adonan tercampur sempurna. Kemudian apabila suhu sudah mendekati yang
diinginkan, lalu memasukkan 50 gram mentega bersamaan dengan 100 gram
kacang tanah sangrai. Mentaga ditambahkan untuk memberi rasa gurih pada
produk. Selain itu, lemak pada mentega dapat digunakan sebagai bahan
pengganggu kemis yang dapat menurunkan jumlah solute yang digunakan untuk
pembentukan kristal. Penambahan kacang tanah digunakan sebagai penambah
flavor brittle. Setelah itu, aduk hingga semua bahan tercampur rata. Lalu, angkat
bahan dari kompor dan dilakukan penuangan adonan ke loyang yang telah diolesi
mentega. Penuangan ini harus dilakukan secara cepat, karena bahan mudah
mengeras. Pengolesan mentega dilakukan bertujuan agar produk tidak lengket di
cetakan. Kemudian, ratakan adonan pada loyang dan dinginkan. Setelah britlle
dingin, keluarkan dari loyang dan dilakukan pengujian tekstur dan warnanya.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan

Panelis: 22 orang
Sampel
Parameter
Tanpa glukosa, 150°C
Pengamatan 150°C (391) 120°C (473)
(592)
Aroma gula
Kacang dan Butter, kacang dan gula
Aroma hingga tidak
mentega kuat tapi tidak terlalu kuat
beraroma
Kuning tidak
Warna Kuning cerah Putih pucat, buram
rata
Dominan Butter dan gula
Rasa Sangat manis
butter seimbang

Daya Patah/ Tidak retak


Mudah patah Rapuh
Retak (lembek)

4.2 Pembahasan
Pada praktikum pembuatan brittle candy dengan perlakuan suhu pemanasan yang
berbeda akan menghasilkan karakteristik produk yang berbeda pula baik dari segi
tekstur, warna, rasa dan aromanya. Dari ketiga perlakuan yang dilakukan diberikan
kode masing – masing, yaitu perlakuan suhu 150o diberi kode 391, suhu 150o tanpa
glukosa diberi kode 592, dan suhu 120o diberi kode 473.
4.2.1 Daya Patah / Retak Brittle
Parameter mutu yang penting dalam permen adalah tekstur yang merupakan
jumlah beberapa sifat fisik termasuk densitas, kekerasan, plastisitas atau elest isitas
dan konsistensi. Sifat-sifat tersebut bervariasi dalam jenis permen yang berbeda.
Berdasarkan data pengamatan brittle yang diperoleh, dari ketiga perlakuan yang
diberikan yaitu pada suhu150o memiliki tekstur yang mudah patah, sedangkan pada
perlakuan suhu 150o tanpa glukosa memiliki tekstur yang rapuh dan pada perlakuan
suhu 120o memiliki tekstur yang lembek. Dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan
pertama memiliki tekstur yang paling baik. Perbedaan tekstur yang dihasilkan pada
ketiga perlakuan tersebut dikarenakan semakin tinggi suhu yang digunakan untuk
melakukan pemanasan maka kadar air yang menguap dari bahan semakin banyak.
Hal tersebut menyebabkan air yang tersisa dalam adonan semakin sedikit sehingga
konsentrasi gula semakin tinggi (Putri, 2012).
Penambahan sirup glukosa juga berpengaruh dalam pembentukan tekstur ini.
Dalam pembentukan gel, fruktosa bersama sukrosa berfungsi membentuk tekstur
yang liat, dan menurunkan kekerasan permen yang terbentuk (Koswara, 2009).
Pada perlakuan tanpa penambahan sirup glukosa tekstur brittle melewati kondisi
hard crack sehingga tidak bisa dipatahkan karena terlalu rapuh.

4.2.2 Warna
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan data organoleptik warna brittle
dengan perbedaan suhu yang diberikan. Dapat diketahui bahwa warna brittle pada
perlakuan pertama dengan pemanasan suhu 150oC memiliki warna kuning cerah
dibandingkan dengan brittle yang melalui pemanasan 120oC dan tanpa penambahan
sirup glukosa dan juga dengan dibandingkan dengan perlakuan pemanasan suhu
150oC. Pada perlakuan dua dan tiga memiliki warna yang kurang menarik. Yaitu
pada pemanasan suhu 150oC namun tanpa penambahan sirup glukosa memiliki
warna putih pucat serta buram, sedangkan perlakuan tiga, dengan suhu 120oC
mempunyai warna kuning tidak rata.
Perbedaan suhu pemanasan menunjukkan pengaruh terhadap warna brittle
candy yang dihasilkan. Peningkatan suhu pemanasan menyebabkan warna brittle
yang dihasilkan semakin gelap (coklat). Suhu yang digunakan akan mempengaruhi
kelarutan gula. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka kepekatan dari larutan
tersebut akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa tingkat
kepekatan pada pembuatan permen brittle berbanding lurus dengan suhu. Titik
didih pada suhu 120o akan melarutkkan gula sebanyak 90 % sedangkan pada suhu
150o akan melarutkan gula sebanyak 97 % . Dengan tingginya kelarutan pada gula
maka tingkat karamelisasi pada gula semakin tinggi sehingga menghasilkan warna
yang coklat. (Sutrisno,2009).
4.2.3 Rasa
Dari data hasil praktikum yang diperoleh, dinyatakan bahwa perlakuan suhu
150o memiliki rasa dominan butter, sedangkan pada perlakuan suhu 150 o tanpa
glukosa memiliki rasa sangat manis, dan pada perlakuan suhu 120o memiliki rasa
yang seimbang antara butter dan gula.
Perbedaan variasi rasa ini disebabkan karena adanya pemanasan (suhu
tinggi) yang menyebabkan timbulya reaksi karamelisasi oleh sukrosa. Sukrosa yang
digunakan mempunyai sifat fisik yakni daya pembentukan karamel jika dipanaskan
dan pembentukan kristalnya. Proses karamelisasi memberikan warna kecoklatan
atau bahkan kehitaman serta menghasilkan aroma dan rasa yang khas. Selain itu,
pemanasan menyebabkan terjadinya perubahan dari sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa yang meningkatkan rasa manis (Buckle,dkk., 2009).
Selain itu penambahan butter juga akan memberikan rasa tambahan bukan
hanya manis pada produk brittle. Sehingga brittle yang bagus adalah yang rasanya
bervariasi antara manis dari gula dan khas dari butter. Selain dari butter, sirup
glukosa juga berpengaruh pada parameter rasa brittle. Sirup glukosa dalam
pengolahan permen berfungsi sebagai penguat cita rasa, media pemindah cita rasa,
bernilai gizi tinggi, mencegah pembentukan kristal gula (koswara, 2009).
4.2.4 Aroma
Berdasarkan data hasil praktikum yang diperoleh data bahwa perlakuan
suhu 150o memiliki aroma kacang dan mentega yang kuat, kemudian pada
perlakuan kedua dengan pemanasan suhu 150o tanpa penambahan sirup glukosa
memiliki aroma butter, kacang dan gula tapi tidak terlalu kuat, sedangkan pada
perlakuan ketiga dengan menggunakan suhu 120o memiliki aroma gula hingga tidak
beraroma. Perbedaan aroma ini disebabkan karena terjadinya proses karamelisasi
pada adonan. Karamelisasi sukrosa memberikan kontribusi pada aroma dan warna
coklat (gelap) yang menghasilkan senyawa maltol dan isomaltol yang memiliki
aroma karame kuat dan rasa yang manis (Tjahjaningsih, 1996 dalam Harun dkk.,
2013). Sedangkan, brittle yang dibuat dengan suhu pemanasan
120o C kurang disukai oleh panelis sebab suhu pemanasan yang digunakan kurang
sehingga mengakibatkan terbentuknya off flavor pada produk.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Brittle merupakan jenis permen yang tergolong hard candy dan tergolong
candy amorf dengan suhu pemananasan berkisar antara 149 – 154 oC (hard
crack), biasanya menggunakan kacang sebagai bahan tambahan.
2. Suhu pemanasan terbaik pembuatan brittle yaitu 150oC karena tekstur yang
dihasilkan hard crack dan warnanya coklat sempurna.
3. Penggunaan suhu yang tidak mencapai 150oC mengakibatkan brittle tidak
mencapai kondisi hard crack.
4. Semakin tinggi suhu pemanasan maka brittle yang dihasilkan memiliki
tekstur yang keras dan mudah rapuh karena tercapainya tahap hard crack.
5. Penambahan sirup glukosa mempengaruhi tekstur pada pembuatan brittle.

5.2 Saran
Pada proses pembuatan brittle dibutuhkan ketelitian yang tinggi, selain itu
praktikan melakukan proses juga harus sesuai dengan step pembuatan yang telah
ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Alikonis, J. J. 1979. Candy Technology. Connecticut: The Avi Publishing

Company Inc. Wesport

Anni. 2008. Patiseri. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2008. SNI 3547.2:2008.


http://sisni.bsn.go.id [11 November 2013].

Buckle, K.A., dkk, 1987. Ilmu Pangan, Universitas Indonesia (UI. Press), Jakarta.

Edi, S. Dan Nany. 2007. Pengaruh komposisi pemanis


(sukrosa/sorbitol/glukosa/madu) Terhadap Viskositas, Kekerasan dan
Aktivitas Air dalam Permen Jelly.http://www.lppm.wima.ac.id/felycia
edi 3.pdf. [Diakses pada tanggal 24 April 2015].

Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Honig, 1963__ Honig, P. 1963. Principles of Sugar Technology Vol III. New York:
Elsevier Publishing Company.

Jackson, E. B. 1995. Sugar Confectionery Manufacture. Berlin: Springer. p. 13

Koswara. 2009. Teknologi Pembuatan Yogurt. eBook Pangan.com


Lukas, et al,.. 2011. Soft Candy Dari Bahan Aktif Oleoresin Temulawak (Curcuma
Xanthorhiza Roxb.). Bogor: Pusat Audit Teknologi, Pusat Teknologi
Agroindustri, Alumus Institut Pertanian Bogor

Nikmawati. E (2008). Handout Patiseri Candy. Bandung : Tidak diterbitkan.

Paula,2011).___ Paula Figoni. 2011. How Baking Works: Exploring the


Fundamental of Baking Sciences. 3rd Edition. John Wiley & Sons:
New Jersey.

Pratiwi, Hestiawan, M.S., Hestiana., Bachtiar,A., dan Kusumaningrum. 2008.


Pengembangan Produk Permen Lolipop dari Ekstrak Daun Sirih (Piper
brittle) sebagai Functional Confectionary. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Putri, AR. 2012. Pengaruh Kadar Air terhadap Tekstur dan Warna Keripik
Pisang Kepok (Musa Parasidiacaformatypica). Skripsi. Program Pasca
Sarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Ramadhan. 2012. Pembuatan Permen Hard Candy Yang Mengandung Propolis


Sebagai Permen Kesehatan Gigi. Depok: Fakultas Teknik Universitas
Indonesia

Sih. 2015. Modul Teknologi Pengolahan Komoditas Perkebunan Hilir (Tebu).

Jember: FTP

Sri. 2009. Laporan Magang. Surakarta: Universitas Sebelas Maret


Sutrisno,2009. Modul Patiseri Iv (Candy). Jurusan Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga Fakultas Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan. Jakarta.
Universitas Pendidikan Indonesia

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN DOKUMENTASI

You might also like