Professional Documents
Culture Documents
Bab Ii
Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
Bahasan pada bab ini, akan diulas mengenai kajian pustaka mengenai
tatanan geologi regional daerah penelitian, dalam hal ini tinjauan didasari dari
hasil pekerjaan yang dilakukan oleh para peneliti-peneliti terdahulu yang meneliti
daerah Cekungan Jawa Barat Utara sebagai acuan dalam interpretasi dan
didapatkan dari berbagai literatur untuk diperlukan mulai dari teori pengerjaan
hingga teori dalam proses memahami fasies batuan karbonat, model fasies pada
Cekungan Jawa Barat Utara terletak di barat laut Jawa dan meluas sampai
lepas pantai utara Jawa. Cekungan Jawa Barat Utara secara umum dibatasi oleh
Cekungan Bogor di sebelah selatannya, di bagian barat laut dibatasi oleh Platform
Seribu, di bagian utara dibatasi oleh Cekungan Arjuna serta bagian timur laut
Utara secara regional merupakan sistem busur belakang (back arc system) yang
7
8
Cekungan Jawa Barat Utara dipengaruhi oleh sistem block faulting yang berarah
Jawa Barat Utara menjadi graben atau beberapa sub-Cekungan dari barat ke
penyebaran batuan sedimen Tersier, baik sebagai batuan induk maupun sebagai
batuan reservoar. Sistem patahan blok terbentuk selama orogenesa Kapur Tengah
Gambar 2.1. Geologi regional Cekungan Jawa Barat Utara (Martodjojo, op.
cit. Nopyansyah, 2007)
Secara tektonik, sejarah cekungan Jawa Barat Utara tidak terlepas dari
tektonik global Indonesia bagian Barat dalam hal ini tatanan tektoniknya berupa
sistem active margin, antara lempeng Hindia dengan lempeng Asia. Sistem ini
dicirikan dengan adanya zona subduksi (penunjaman) dan busur magmatik. Fase-
fase tektonik yang terjadi dalam sejarah geologi Cekungan ini adalah :
Pada zaman Akhir Kapur - Awal Tersier, Cekungan Jawa Barat Utara
Cekungan Jawa Barat Utara sebagai pull apart basin, seperti yang
bongkah (half graben system) dan merupakan fase pertama rifting (Rifting
I : fill phase). Sedimen yang diendapkan pada rifting I ini disebut sebagai
fragmentasi, rotasi dan pergerakan dari Kraton Sunda. Dua trend sesar
60o W - N 40o W dikenal sebagai pola Sesar Sunda. Pada masa ini
Formasi Baturaja.
reaktifasi dari sesar normal yang terbentuk pada periode Paleogen, seperti
periode Miosen Awal yang sekarang ini, terletak di lepas pantai selatan
sepanjang selatan Pulau Jawa. Pola tektonik ini disebut Pola Tektonik
Jawa yang merubah pola tektonik tua yang terjadi sebelumnya, menjadi
berarah barat-timur dan menghasilkan suatu sistem sesar naik, dimulai dari
Selatan Ciletuh bergerak ke Utara. Pola sesar ini sesuai dengan sistem
Fase tektonik akhir yang terjadi adalah pada Pliosen-Pleistosen, dalam hal
Utara. Sesar-sesar naik yang terbentuk adalah sesar naik Pasirjadi dan
sesar naik Subang, sedangkan pada jalur utara Cekungan Jawa Barat Utara
kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah,
yaitu pada Formasi Jatibarang yang terendapkan secara tidak selaras di atas
Batuan Dasar. Urutan stratigrafi regional dari yang paling tua sampai yang muda
Parigi dan Formasi Cisubuh, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.5.
14
1. Batuan Dasar
Batuan dasar adalah batuan beku andesitik dan basaltik yang berumur
Kapur Tengah sampai Kapur Atas dan batuan metamorf yang berumur
1980).
2. Formasi Jatibarang
pada bagian tengah dan timur dari Cekungan Jawa Barat Utara. Pada
ini, tersusun oleh tuf bersisipan lava (aliran), sedangkan bagian atas
Umur Formasi ini adalah dari kala Eosen Akhir sampai Oligosen Awal.
formasi ini diawali oleh perselingan sedimen batupasir dengan serpih non-
batupasir dalam fasies marine. Ketebalan formasi ini sangat bervariasi dari
4. Formasi Baturaja
Litologi penyusun Formasi Baturaja terdiri dari baik yang berupa paparan
Talang Akar di Cekungan Jawa Barat Utara. Pada bagian bawah tersusun
ini adalah pada kondisi laut dangkal, air cukup jernih, sinar matahari
5. Formasi Cibulakan
Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batupasir dan
a. Massive
b. Main
dan juga blangket- blangket pasir dan pada bagian ini dibedakan
dengan anggota Main itu sendiri yang disebut dengan Mid Main
Carbonat.
c. Pre-Parigi
batupasir glaukonitan.
6. Formasi Parigi
lain adalah serpih karbonatan, napal yang dijumpai pada bagian bawah.
Selain itu, kandungan koral dan alga cukup banyak dijumpai selain juga
7. Formasi Cisubuh
gampingan. Umur Formasi ini adalah kala Miosen Akhir sampai Pliosen-
mengalami proses tektonik regangan dengan pola sesar berarah utara-selatan yang
berupa sesar- sesar normal. Pola sesar tersebut dinamakan sebagai pola Sesar
Sunda (Sunda Fault). Pola sesar ini sangat sesuai dengan sistem sesar naik yang
berada di belakang busur volkanik di Sirkum Pasifik yang disebut sebagai Thrust
umur endapan turbidit yang makin muda ke arah utara, sehingga diambil
kesimpulan bahwa Cekungan Jawa Barat yang semula diduga sebagai cekungan
yang berkedudukan tetap, ternyata terus berpindah dari selatan ke arah utara
dan akibatnya terjadi perkembangan pola sesar naik yang sesuai dengan pola
sesar yang sering terjadi pada cekungan belakang busur. Perpindahan Cekungan
20
Jawa Barat ini juga dikombinasikan dengan timbulnya deretan jalur magmatis
baru pada umur Pliosen-Pleistosen yang ditempati oleh jalur gunungapi aktif di
sepanjang Pulau Jawa sampai sekarang. Cekungan Jawa Barat Utara sangat
dipengaruhi dengan adanya sesar bongkah berarah kurang lebih utara-selatan yang
seluruh daerah lereng cekungan di sebelah selatan melalui jalur-jalur yang terletak
bagian- bagian cekungan yang lebih kecil. Denudasi dan gerak penurunan
berlangsung terus. Genang laut Miosen menutupi seluruh Cekungan Sunda dan
regional, pengendapan sedimen klastik yang berbutir lebih kasar dan batugamping
Susut laut ini diakhiri oleh suatu genang laut utama pada bagian akhir kala
Miosen Tengah, yaitu pada saat diendapkannya batulempung asal laut dan
batupasir dari Formasi Cisubuh. Selama genang laut yang kedua ini telah terjadi
hubungan antar daerah Cekungan Sunda dan daerah Cekungan Sumatra Selatan.
sistem sesar yang berarah utara-selatan di daerah Cekungan Sunda dan Jawa
tinggi. Struktur- struktur umumnya berukuran besar dan luas. Gerak yang terbesar
melalui sesar selama jaman Tersier berlangsung di kala Oligosen hingga Miosen
Awal, dalam hal ini telah terjadi pergeseran vertikal dalam skala besar, sekurang-
kurangnya 120 meter sepanjang batas timur dari Cekungan Sunda. Gambar 2.6
berikut ini akan menunjukkan struktur utama pada Cekungan Jawa Barat Utara.
Pada Cekungan Jawa Barat Utara terdapat tiga tipe utama batuan induk,
yaitu lacustrine shale (oil prone), fluvio deltaic coals, fluvio deltaic shales (oil
and gas prone) dan marine claystone (bacterial gas). Studi geokimia dari minyak
mentah yang ditemukan di Pulau Jawa dan lapangan lepas pantai Arjuna
menunjukan bahwa fluvio deltaic dan shale dari Formasi Talang Akar bagian atas
berperan dalam pembentukan batuan induk yang utama. Beberapa peran serta dari
batuan induk di Cekungan Jawa Barat Utara ditentukan oleh analisis batas
kedalaman minyak dan kematangan batuan induk pada puncak Gunung Jatibarang
atau dasar/puncak dari Formasi Talang Akar atau bagian bawah dari Formasi
1. Lacustrine Shale
dalam 2 macam fasies yang kaya material organik. Fasies pertama adalah
fasies yang berkembang selama initial-rift fill. Fasies ini berkembang pada
ekuivalen dengan Formasi Talang Akar. Pada Formasi ini, batuan induk
Batuan induk ini dihasilkan olen ekuivalen Formasi Talang Akar yang
dideposisikan selama post-rift sag. Fasies ini dicirikan oleh coal bearing
sedimen yang terbentuk pada sistem fluvial pada Oligosen Akhir. Batuan
3. Marine Lacustrine
Batuan induk ini dihasilkan oleh Formasi Parigi dan Cisubuh pada
laut.
sifat fisik reservoir yang baik sehingga banyak lapangan mempunyai daerah
batupasir pada Main atau Massive dan Formasi Talang Akar. Selain itu, minyak
telah diproduksi dari rekahan volkanoklastik dari Formasi Jatibarang. Pada daerah
yang agak besar mungkin dapat dihasilkan. Timbunan pasokan sedimen dan laju
sedimentasi yang tinggi pada daerah shelf, diidentifikasi dari clinoforms yang
24
Pertambahan yang cepat dalam sedimen klastik dan laju subsiden pada Miosen
Baturaja. Anggota Main dan Massive menjadi dasar dari sequence transgressive
marin yang sangat lambat, kecuali yang berdekatan dengan akhir dari deposisi
anggota Main. Ketebalan seluruh sedimen bertambah dari 400 ft pada daerah yang
Ardjuna.
sangat mirip. Hal ini disebabkan evolusi tektonik dari semua cekungan
sedimen sepanjang batas selatan dari Kraton Sunda, tipe struktur geologi dan
mekanisme jebakan yang hampir sama. Bentuk utama struktur geologi adalah
dome anticlinal yang lebar dan jebakan dari blok sesar yang miring. Pada
beberapa daerah dengan reservoar reef build up, perangkap stratigrafi juga
dasar pada daerah lepas pantai Cekungan Jawa Barat Utara berkomposisi batuan
regional berakhir selama zaman Kapur Akhir selama deformasi, uplift, erosi dan
dan tersier. Migrasi Primer adalah perpindahan minyak bumi dari batuan induk
menuju trap. Migrasi tersier adalah pergerakan minyak dan gas bumi setelah
mungkin terjadi dari jalur kedua yang lateral atau vertikal dari cekungan awal.
horizontal yang baik, sedangkan migrasi vertikal terjadi ketika migrasi yang
utama dan langsung berupa tegak menuju lateral. Jalur migrasi lateral berciri tetap
dari unit-unit permeabel. Pada Cekungan Jawa Barat Utara, saluran utama untuk
migrasi lateral lebih banyak berupa celah batupasir yang mempunyai arah utara-
selatan dari Formasi Talang Akar dan mirip dengan orientasi sistem batupasir
dalam anggota Main maupun Massive (Formasi Cibulakan Atas). Sesar menjadi
saluran utama untuk migrasi vertikal dengan transportasi yang cepat dari cairan
yang bersamaan waktu dengan periode tektonik aktif dan pergerakan sesar.
yang dapat menghambat atau menutup jalannya hidrokarbon. Lapisan ini juga
26
biasa disetarakan dengan lapisan overbuden. Lapisan yang sangat baik adalah
batulempung. Pada Cekungan Jawa Barat Utara, hampir setiap Formasi memiliki
lapisan penutup yang efektif. Namun, Formasi yang bertindak sebagai lapisan
penutup utama adalah Formasi Cisubuh karena Formasi ini memiliki litologi yang
lebih lanjut.
2.3.1 Definisi
Fasies adalah sebuah tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi litologi,
struktur biologi atau fisika yang membedakan tubuh batuan tersebut dengan
batuan yang ada di atasnya, di bawahnya atau di bagian lain yang lateral (Walker,
1992).
dari 50% yang tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan atau
batuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95%. Sehingga tidak semua
hablur Kristal yang bagus dan jelas. Dijumpai sebagai hasil rekristalisasi
terbentuk sebagai presipitasi langsung air laut namun lebih sering sebagai
penggantian dari kalsit dan dolomit, namun sering terjadi sebagai akibat
berdasarkan ukurannya. Butiran dengan ukuran lebih besar dari 0,02 mm dan
dapat dilihat dengan lup disebut sebagai butiran. Sedangkan untuk partikel yang
berukuran lebih kecil dari 0,02 disebut sebagai lime mud. Jenis butiran dapat
2. Butiran rombakan, merupakan hasil rombakan dari batuan yang telah ada
3. Pellets, merupakan butiran yang masif, berbentuk ellips atau oval dan
Favreina.
memiliki sebuah inti yang dikelilingi oleh beberapa selaput tipis CaCO3
Semen adalah komponen karbonat berupa kristal kalsit yang jelas, dan secara
ruang antar butir dan terbentuk saat diagenesa, dikenal juga sebagai sparit.
lingkungan laut yang hangat, jernih dan dangkal. Kondisi semacam ini terutama
terdapat pada daerah tropis – subtropis. Ada beberapa faktor penting yang
29
Batuan karbonat yang terbentuk saat ini secara umum terbentuk pada
sabuk ekuatorial dan area laut arus hangat. Sedimen karbonat dapat terakumulasi
dengan baik pada daerah neritik (kedalaman 0 – 200 meter di bawah muka air)
yang berada pada garis Lintang Utara 30’ – 30” Lintang Selatan. Sedimen
karbonat umumnya terbentuk hasil sekresi organisme seperti koral, dalam hal ini
koral dapat tumbuh dengan baik pada kedalaman kurang dari 30 meter di bawah
permukaan air. Sedimen karbonat plankton terdiri atas butiran mikro organime
pelagik. Sedimen plankton banyak terdapat pada lingkungan laut dalam pada
daerah dengan posisi antara 40’ lintang Utara sampai 40’ lintang Selatan.
organisme. Sebagai contoh adalah endapan cangkang invertebrata yang tebal dan
skeletal pada laut yang jernih dan hangat akan menghasilkan kejenuhan kalsium
dan karbonat yang baik. Koral dan alga umumnya banyak terdapat pada karbonat
neritik dangkal pada lingkungan laut yang hangat di daerah dengan lintang yang
terdapat pada lingkungan laut yang lebih dingin. Batuan karbonat yang berumur
kimia kalsium karbonat pada laut dalan dan produktivitas plankton pada
30
permukaan laut. Faktor iklim berkaitan dengan sedimen asal darat. Influks
sedimen klastik terigenus berbutir halus seperti lempung dan lanau akan
dengan sedikit akumulasi reef pada Selat Sunda, hal ini disebabkan karena
tingginya suspensi sedimen yang dibawa oleh air sungai yang masuk ke laut.
Influks sedimen asal darat erat kaitannya dengan iklim (curah hujan) dan seting
kejernihan air laut. Jika intensitas penetrasi turun, maka produktivitas sekresi
kedalaman10 meter. Pada kondisi dimana tidak ada arus pekat yang disebabkan
meningkat dan karbonat dapat terbentuk dengan baik sampai dibawah kedalam
50-60 meter.
neritik dangkal biasanya pada kedalaman diatas 10-20 meter dari permukaan air.
Batas terbawah penetrasi matahari adalah 100-150 meter, dalam hal ini daerah
tersebut merupakan batas bawah zona euphotik yaitu zona tempat organisme yang
3. Salinitas
31
Salinitas normal air laut umumnya diantara 30-40 ppt (salinitas air laut normal
berkisar 32-36 ppt), kondisi semacam ini akan menguntungkan bagi pertumbuhan
banyaknya organisme yang tidak dapat menyesuaikan diri dan mati, tapi di sisi
lain dapat menguntungakan satu atau lebih jenis biota yang dapat berada pada
kondisi hipersalin dan hiposalin. Melimpahnya satu atau lebih spesies biota
adalah lumpur, butiran dan organisme. Berdasarkan ketiga faktor tersebut, maka
waktu dari suatu set data yang menunjang parameter yang diukur secara
dalam pengambilan data log, yakni melalui Wireline Log dan LWD (Logging
selesai, dan LWD dilakukan pada saat pemboran. Pengambilan data log ini
berguna untuk mengukur parameter petrofisika pada setiap kedalaman secara tepat
Hal ini dilakukan dengan analisis secara kualitatif dan kuantuitatif terhadap
Resistivity (Deep, Medium, Shallow), Radioactive Log (Log density, Log neutron),
Perm.
Sifat-sifat fisik batuan reservoir dapat dibagi menjadi empat bagian besar
yaitu sifat fisik sifat radioaktif, resonansi magnet dan sifat rambat suara dari
34
permeabilitas, resistivity, volume shale dan sturasi air yang didapat dengan
Lubang bor yang terbentuk dalam setiap kali pemboran biasanya tidak
sesempurna permukaan dinding lubang bornya, baik permukaan yang tidak rata
(rugous), retak-retak, gerowong dan lain sebagainya. Hal ini terjadi akibat adanya
pergerakan logging tools yang tidak stabil. Hal ini akan mempengaruhi lubang
sumur pada saat pemboran, yakni infiltrasi lumpur yang merembes ke dalam
formasi. Terdapat tiga zona yang terbagi akibat rembesan dari lumpur pemboran
Merupakan zona infiltrasi yang terletak paling dekat dengan lubang bor
semula.
Merupakan zona infiltrasi yang terletak paling jauh dari lubang bor.
Seluruh rongga atau pori-pori batuan terisi oleh fluida batuan dan tidak
Proses log sumur merupakan suatu proses perekaman beberapa sifat fisika,
kimia, listrik serta jenis fluida yang terkandung di dalam tiap kedalaman. Data log
lapisan pada situasi dan kondisi sesungguhnya (Harsono A., 1997). Data-data log
tersebut antara lain Log Gamma Ray, Log SP, Log Resistivity, Log RHOB, dan
Log NPHI.
permukaan yang tetap dengan elektroda yang terdapat di dalam lubang bor
yang bergerak naik turun (Harsono, 1997). Prinsip kerja yaitu berdasarkan
Sp secara garis besar didasarkan pada Shale Base Line yaitu batas antara
C. Log Density
36
Prinsip kerja dari log densitas ialah dengan memancarkan sinar gamma ke
sehingga tidak akan kembali ke detektor. Sinar gamma yang tersebar dan
tercatat oleh detektor dan akan menunjukkan massa jenis batuan formasi,
batuan. Karena berfungsi untuk menghitung porositas batuan, alat ini lebih
E. Log Resistivity
Log resistivitas (tahanan jenis) merupakan log yang merekam daya hantar
tersebut dialiri listrik. Semakin besar tahanan jenis batuan, maka daya
energi tingkat tinggi sampai tingkat rendah. Pola-pola log selalu diamati dengan
kurva gamma ray dan log SP, tetapi kesimpulan yang sama juga dapat didukung
oleh log neutron-densitas. Log suatu sumur memiliki beberapa bentuk dasar yang
Gambar 2. 9. Respon Log Gamma Ray dan Interpretasi Fasies (Kendall, 2003)
anggapan bahwa titik – titik tersebut terletak pada bidang perlapisan yang sama,
38
dalam hal ini bidang perlapisan merupakan bidang kesamaan umur/ waktu dan
bidang ini dijadikan dasar penarikan garis korelasi. Korelasi dimaksudkan untuk
Korelasi log biasanya menggunakan data log SP dan GR. Korelasi log
dilakukan untuk mengetahui pola dan arah penyebaran lapisan batuan. Sebelum
memulai korelasi pada suatu area, sebaiknya dibuat suatu perencanaan yang
disebut log correlation plan. Hal ini bermanfaat untuk menentukan dari mana
sebaiknya korelasi dimulai dan log apa yang sebaiknya dipakai. Dengan demikian,
korelasi log akan lebih sistematik dan dapat memberikan tujuan yang ingin
penting artinya karena diperlukan untuk pembuatan penampang dan peta bawah
Korelasi well log harus dilakukan dengan mempertimbangan seluruh data yang
tersedia, sehingga kalibrasi dengan data core sangat diperlukan. Langkah pertama
dalam melakukan korelasi well log adalah mencari suatu unit litologi yang
menunjukkan kenampakan khas seperti batubara (coal) atau lapisan organic shale
(Allen, 1994). Marker ini merupakan hasil identifikasi pada log dan digunakan
untuk memudahkan dalam korelasi dan untuk estimasi sekecil mungkin resiko
kronostratigrafi dalam hal ini suksesi batuan bersifat siklus dan tersusun oleh unit
cerita kronostratigrafi untuk korelasi dan pemetaan fasies sedimen untuk prediksi
stratigrafi.
Parasikuen adalah suksesi yang relatif selaras dari lapisan atau set lapisan
yang berhubungan genetik dibatasi oleh flooding surface laut dan permukaan
korelatifnya. Ilustrasi dari sikuen stratigrafi batuan karbonat bisa dilihat pada
Gambar 2.10 .
Lowstand System Tract pada batuan karbonat sangat berbeda dengan yang
menggantung di pinggiran slope. Pada bagian yang lebih tinggi terjadi subaerial
sebelumnya, akumulasi paket sedimen yang tebal dan subtidal serta pertumbuhan
terumbu. Highstand system tract pada batuan karbonat dan silisiklastik memiliki
kondisi yang cenderung sama. Selama tahap awal, topografi pengendapan pada
punggungan terisi dan terumbu mencapai sea level dan berkembang secara lateral.
Selama tahap akhir, produksi karbonat bersifat intermiten yaitu saat terjadi
pembanjiran. Karena ruang akomodasi pada puncak platform kecil, maka terjadi
pada Gambar 2.11. Pulsa seismik merambat melewati batuan dalam bentuk
tersebut. Kecepatan gelombang dalam batuan, dalam hal ini pergerakan partikel
batuan tersebut.
Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan adalah Impedansi Akustik
(IA) yang merupakan hasil dari perkalian antara densitas () dan kecepatan (V).
V = kecepatan (m/s)
karena itu impedansi akustik dapat pula digunakan sebagai indikator litologi,
Gambar 2.11 Unsur dasar metoda seismik refleksi. (a) Skema wavelet sumber.
(b) Refleksi dan refraksi pada batas IA. (c) Geometri refleksi pada reflektor
horizontal.
daripada densitas. Sebagai contoh, porositas, atau material pengisi pori batuan
Refleksi gelombang seismik akan timbul bila ada perubahan harga IA yang cukup
atenuasi. Oleh karena itu dengan bertambahnya kedalaman, resolusi vertikal dan
horizontal akan berkurang sedangkan efek interferensi akan semakin besar akibat
Gambar 2.12 Efek frekuensi gelombang pada respon seismik (Anstey, 1986)
kecepatan rendah dan begitu pula sebaliknya. Porositas batuan klastik umumnya
meningkatnya sementasi.
44
besar dan luas merupakan kelebihan data seismik yang tidak dimiliki oleh data log
dan core. Secara sepintas, hubungan antara kondisi geologi dan rekaman seismic
terkait terlihat seperti sederhana dan tidak komplek. Meskipun begitu, patut
diingat bahwa terdapat perbedaan mendasar antara fakta yang terekam oleh
tersebut.
adalah ketinggian puncak (peak) atau palung (trough) refleksi yang besarnya
refleksi. Refleksi yang diskontinu adalah bila terdapat kelurusan yang menerus,
tapi bagian yang menerus tersebut terpotong oleh suatu gap yang lebarnya bisa
mencapai dua-tiga tras. Refleksi yang kontinu mempunyai karakter yang menerus
kondisi perubahan lateral impedansi akustik dan oleh karenanya juga litologi.
untuk menduga perubahan fasies. Apabila reflektor terpisah lebih dari 100 ms,
maka mungkin dihitung kecepatan interval terkait sehingga dapat juga dilakukan
pendugaan jenis litologi. Penting untuk diingat bahwa besar kecepatan satu
litologi dan litologi lainnya sering overlap sehingga dapat menimbulkan kesalahan
dalam interpretasi.
Kecuali refleksi akibat kontak fluida, hampir semua refleksi primer berasal
dari batas impedansi akustik akibat perubahan litologi. Akibatnya, arti perubahan
litologi merupakan kunci untuk memahami hubungan antara rekaman seismik dan
1. Refleksi seismik cenderung untuk dihasilkan dari batas atas dan bawah
unit lapisan dan cenderung mengikuti suatu kombinasi dari garis dan
(missal klinoform skala besar), refleksi dari bidang atas maupun dasar
2. Refleksi mengikuti batas litologi dan bukan batas fasies. Perubahan lateral
refleksi.
4. Pada sikuen argilit, refleksi dihasilkan terutama dari interferensi dan akan
Secara keseluruhan kondisi geologi pada data seismik dapat dilihat pada
Gambar 2.13 .
47