Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 12

1.

DEFINISI KISTA OVARIUM

Cystoma ovarii adalah pertumbuhan yang berlebihan pada ovarium


oleh karena suatu sebab jadi membesar dan berisi cairan kadang berlendir,
sehingga tumor tersebut membentuk suatu kantong yang besar dinamakan
kista (Syaifudin, 2000).
Kista ovarium adalah suatu benjolan yang berada di ovarium yang dapat
mengakibatkan pembesaran pada abdomen bagian bawah, dimana pada
kehamilan yang disertai kista ovarium seolah-olah terjadi perlekatan ruang bila
kehamilan mulai membesar (Prawirohardjo, 2009).
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang besar, kistik
atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium. Dalam kehamilan, tumor
ovarium yang dijumpai paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista
lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin
dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala ke dalam panggul
(Wiknjosastro et al, 2009).

2. ETIOLOGI KISTA OVARIUM

Beberapa literatur menyebutkan bahwa penyebab terbentuknya kista pada


ovarium adalah gagalnya sel telur (folikel) untuk berovulasi. Fungsi ovarium yang
normal tergantung kepada sejumlah hormon dan kegagalan pembentukan salah
satu hormon tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan
berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormon hipofisa
dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan
folikel yang berbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut
gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, karena itu
terbentuk kista di dalam ovarium.
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab Inilah yang nantinya
akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium, tipe
folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan. Kista jenis ini
terbentuk oleh karena pembentukan folikel ovarium yang tidak terkontrol.
Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal terdapat dalam ovarium. Pada
keadaan normal, folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi
untuk melepaskan sel telur. Namun, pada beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka
sehingga menimbulkan bendungan cairan yang nantinya akan menjadi kista.
Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar akibat
perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada beberapa kasus,
kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi. Kista
jenis ini disebut dengan kista dermoid.

3. FAKTOR RISIKO KISTA OVARIUM

Faktor risiko kista ovarium antara lain:


a. Faktor genetik/mempunyai riwayat keluarga dengan kanker ovarium dan
payudara.
b. Faktor lingkungan (polutan zat radio aktif).
c. Gaya hidup yang tidak sehat.
d. Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, misalnya akibat
penggunaan obat-obatan yang merangsang ovulasi dan obat pelangsing
tubuh yang bersifat diuretik.
e. Kebiasaan menggunakan bedak tabur di daerah vagina (Wiknjosastro, 2005).

Ada beberapa faktor risiko yang diduga berperan dalam pembentukan kista
ovarium (Anurogo, 2009):
a. Pengobatan infertilitas. Pasien yang sedang diobati untuk infertilitas dengan
induksi ovulasi dengan gonadotropin atau bahan lainnya, seperti clomiphene
citrate atau letrozole, dapat membentuk kista ovari sebagai bagian dari
ovarianhyperstimulation syndrome.
b. Tamoxifen. Tamoxifen dapat mengakibatkan kista ovari benigna fungsional
yang biasanya timbul setelah penghentian terapi.
c. Kehamilan. Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk pada trimester
kedua saat kadar hCG tertinggi.
d. Hypothyroidism. Karena kemiripan antara subunit alpha thyroid-stimulating
hormon (TSH) dan hCG, hipotirodisme dapat menstimulasi pertumbuhan kista
ovarii.
e. Gonadotropin maternal. Efek transplasental dari gonadotropin maternal dapat
menyebabkan pembentukan dari kista ovarii neonatal dan fetal.
f. Merokok. Risiko kista ovarii fungsional meningkat dengan merokok.
g. Ligasi tuba. Kista fungsional telah dihubungkan dengan sterilisasi ligasi tuba.
4. KLASIFIKASI KISTA OVARIUM

Klasifikasi berdasarkan tingkat keganasannya:

a. Kista ovarium neoplastik jinak diantaranya (Mansjoer, 2000):


 Kistoma ovarii simpleks
Kistoma ovarii simpleks merupakan kista yang permukaannya rata dan
halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi
besar. Dinding kista tipis berisi cairan jernih yang serosa dan berwarna
kuning. Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista dengan reseksi
ovarium.
 Kistadenoma ovarii musinosum
Bentuk kista multilokular dan biasanya unilateral, dapat tumbuh
menjadi sangat besar. Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam
kista dan perubahan degeneratif sehingga timbul perlekatan kista
dengan omentum, usus-usus, dan peritoneum parietale. Selain itu,
bisa terjadi ileus karena perlekatan dan produksi musin yang terus
bertambah akibat pseudomiksoma peritonei. Penatalaksanaan
dengan pengangkatan kista in tito tanpa pungsi terlebih dulu dengan
atau tanpa salpingo-ooforektomi tergantung besarnya kista.
 Kistadenoma ovarii serosum
Kista ini berasal dari epitel germinativum. Bentuk kista umumnya
unilokular, tapi jika multilokular perlu dicurigai adanya keganasan.
Kista ini dapat membesar, tetapi tidak sebesar kista musinosum.
Selain teraba massa intra abdominal juga dapat timbul asites.
Penatalaksanaan umumnya sama dengan kistadenoma ovarii
musinosum.
 Kista dermoid
Kista dermoid adalah teratoma kistik jinak dengan struktur ektodermal
berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol dari pada mesoderm dan
entoderm. Bentuk cairan kista ini seperti mentega. Kandungannya
tidak hanya berupa cairan tapi juga ada partikel lain seperti rambut,
gigi, tulang, atau sisa-sisa kulit. Dinding kista keabu-abuan dan agak
tipis, konsistensi sebagian kistik kenyal dan sebagian lagi padat. Dapat
menjadi ganas, seperti karsinoma epidermoid. Kista ini diduga berasal
dari sel telur melalui proses parthenogenesis. Gambaran klinis adalah
nyeri mendadak di perut bagian bawah karena torsi tangkai kista
dermoid. Dinding kista dapat ruptur sehingga isi kista keluar di rongga
peritoneum. Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista dermoid
bersama seluruh ovarium.
b. Kista nonneoplastik terdiri dari (Prawirohardjo, 2002):
Disebabkan karena terjadinya ketidakseimbangan hormon progesteron
dan estrogen.
 Kista folikel
Kista ini berasal dari folikel de graaf yang tidak sampai berovulasi,
namun tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa folikel
primer yang setelah tumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak
mengalami proses atresia yang lazim, melainkan membesar menjadi
kista. Bisa didapati satu kista atau lebih, dan besarnya biasanya
dengan diameter 1-1,5 cm. Bagian dalam dinding kista yang tipis yang
terdiri atas beberapa lapisan sel granulosa, akan tetapi karena tekanan
di dalam kista, maka terjadilah atrofi pada lapisan ini. Cairan dalam
kista berwarna jernih dan sering kali mengandung estrogen. Oleh
sebab itu, kista kadang-kadang dapat menyebabkan gangguan haid.
Kista folikel lambat laun dapat mengecil dan menghilang spontan, atau
bisa terjadi ruptur dan kista pun menghilang. Umumnya, jika diameter
kista tidak lebih dari 5 cm, maka dapat ditunggu dahulu karena kista
folikel biasanya dalam waktu 2 bulan akan menghilang sendiri.
 Kista korpus luteum
Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan
menjadi korpus albikans. Kadang-kadang korpus luteum
mempertahankan diri, perdarahan yang sering terjadi di dalamnya
menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan yang berwarna merah
coklat karena darah tua. Frekuensi kista korpus luteum lebih jarang
dari pada kista folikel. Dinding kista terdiri atas lapisan berwarna
kuning, terdiri atas sel-sel luteum yang berasal dari sel-sel teka. Kista
korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa amenorea
diikuti oleh perdarahan tidak teratur. Adanya kista dapat pula
menyebabkan rasa berat di perut bagian bawah dan perdarahan yang
berulang dalam kista dapat menyebabkan ruptur. Rasa nyeri di dalam
perut yang mendadak dengan adanya amenorea sering menimbulkan
kesulitan dalam diagnosis diferensial dengan kehamilan ektopik yang
terganggu. Jika dilakukan operasi, gambaran yang khas kista korpus
luteum memudahkan pembuatan diagnosis. Penanganan kista korpus
luteum ialah menunggu sampai kista hilang sendiri. Dalam hal
dilakukan operasi atas dugaan kehamilan ektopik terganggu, kista
korpus luteum diangkat tanpa mengorbankan ovarium.
 Kista lutein
Pada mola hidatidosa, koriokarsinoma, dan kadang-kadang tanpa
adanya kelainan tersebut, ovarium dapat membesar dan menjadi
kistik. Kista biasanya bilateral dan bisa menjadi besar. Pada
pemeriksaan mikroskopik terlihat luteinisasi sel-sel teka. Sel-sel
granulosa dapat pula menunjukkan luteinisasi, akan tetapi seringkali
sel-sel menghilang karena atresia. Tumbuhnya kista ini ialah akibat
pengaruh hormon koriogonadotropin yang berlebihan, dan dengan
hilangnya mola atau koriokarsinoma, ovarium mengecil spontan.
 Kista inklusi germinal
Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian kecil dari
epitel germinativum pada permukaan ovarium. Kista ini lebih banyak
terdapat pada wanita yang lanjut umurnya, dan besarnya jarang
melebihi diameter 1 cm. Kista ini biasanya secara kebetulan ditemukan
pada pemeriksaan histologik ovarium yang diangkat waktu operasi.
Kista terletak di bawah permukaan ovarium, dindingnya terdiri atas
satu lapisan epitel kubik atau torak rendah, dan isinya cairan jernih dan
serus.
 Kista endometriosis
Kista yang terbentuk dari jaringan endometriosis (jaringan mirip
dengan selaput dinding rahim yang tumbuh di luar rahim) menempel di
ovarium dan berkembang menjadi kista. Kista ini sering disebut juga
sebagai kista coklat endometriosis karena berisi darah coklat-
kemerahan. Kista ini berhubungan dengan penyakit endometriosis
yang menimbulkan nyeri haid dan nyeri senggama. Kista ini berasal
dari peritoneum. Penyebabnya bisa karena infeksi kandungan
menahun, misalnya keputihan yang tidak ditangani sehingga kuman-
kumannya masuk kedalam selaput perut melalui saluran indung telur.
Infeksi tersebut melemahkan daya tahan selaput perut, sehingga
mudah terserang penyakit. Gejala kista ini sangat khas karena
berkaitan dengan haid. Seperti diketahui, saat haid tidak semua darah
akan tumpah dari rongga rahim ke liang vagina, tapi ada yang
memercik ke rongga perut dan menyebabkan endometriosis. Karena
sifat penyusupannya yang perlahan, endometriosis sering disebut
kanker jinak.
 Kista stein-leventhal
Ovarium tampak pucat, membesar 2 sampai 3 kali, polikistik, dan
permukaannya licin. Kapsul ovarium menebal. Kelainan ini disebabkan
oleh gangguan keseimbangan hormonal. Umumnya pada penderita
terhadap gangguan ovulasi, oleh karena endometrium hanya
dipengaruhi oleh estrogen, hiperplasia endometri sering ditemukan

Menurut Nugroho (2010) klasifikasi kista terdiri dari:

a. Tipe Kista Normal


Tipe kista yang termasuk dalam kista normal adalah kista fungsional dan
merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak ditemukan. Kista ini berasal
dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan dengan siklus menstruasi yang
normal. Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada masa
subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi oleh sperma.
Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler dan akan hilang saat
menstruasi.
Kista fungsional terdiri dari kista folikel dan kista luteum. Keduanya tidak
mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang dengan sendiri
dalam waktu 6-8 minggu.
b. Tipe Kista Abnormal
Jenis kista yang termasuk pada kista abnormal adalah kistadenoma, kista
coklat (endometrioma), kista dermoid, kista endometriosis, kista hemorrhage, dan
kista lutein.
Kista hemorrhage merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan
sehingga menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
Kista lutein merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Beberapa tipe
kista lutein antara lain kista granulosa lutein, kista theca lutein, dan kista polikistik
ovarium. Kista granulosa lutein merupakan kista yang terjadi di dalam korpus
luteum ovarium yang fungsional. Kista yang timbul pada permulaan kehamilan ini
dapat membesar akibat dari penimbunan darah yang berlebihan saat menstruasi
dan bukan akibat dari tumor. Diameternya yang mencapai 5-6 cm menyebabkan
rasa tidak enak di daerah panggul. Jika pecah, akan terjadi perdarahan di rongga
perut. Pada wanita yang tidak hamil, kista ini menyebabkan menstruasi terlambat,
diikuti perdarahan yang tidak teratur. Kista theca lutein merupakan kista yang
berisi cairan bening dan berwarna seperti jerami. Timbulnya kista ini berkaitan
dengan tumor ovarium dan terapi hormonal. Dan kista polikistik ovarium
merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan melepaskan sel
telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium akan membesar
karena bertumpuknya kista ini. Untuk kista polikistik ovarium yang menetap
(persisten), operasi harus dilakukan untuk mengangkat kista tersebut agar tidak
menimbulkan gangguan dan rasa sakit.

5. MANIFESTASI KLINIS KISTA OVARIUM

Kebanyakan manifestasinya bersifat asimptomatik, terutama pada kista


ovarium yang kecil. Sebagian tanda dan gejala dapat dirasakan akibat dari
pertumbuhan, aktivitas endokrin atau komplikasi yang ditimbulkan dari kista
tersebut (Prawiroharjo, 2002). Pada kista yang berukurkan kecil akan dirasakan
gejala ketidaknyamanan ketika tumbuh membesar, sedangkan kista yang ganas
kadang kala memberikan keluhan sebagai infiltrasi atau metastatis ke jaringan
sekitarnya (Sarjadi, 1995).
Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau perubahan
di tubuh untuk mengetahui gejala mana yang serius. Gejala-gejalanya antara lain:
perut terasa penuh, berat dan kembung, tekanan pada dubur dan kandung kemih
(sulit buang air kecil), siklus menstruasi tidak teratur dan sering nyeri, nyeri panggul
yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke punggung bawah dan
paha, nyeri senggama, mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip
seperti pada saat hamil, luas permukaan dinding endometrium menebal, dan
pembengkakan tungkai bawah yang tidak disertai rasa sakit. Kadang-kadang kista
dapat memutar pada pangkalnya, mengalami infark dan robek, sehingga
menyebabkan nyeri tekan perut bagian bawah yang akut sehingga memerlukan
penanganan kesehatan segera (Moore, 2001).
6. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pada prinsipnya, tumor ovarium memerlukan pembedahan, tetapi ada


beberapa kista benigna yang pada umumnya tidak memerlukan pembedahan
seperti kista folikel de graf, kista korpus luteum dan kista endometrium.
Pengangkatan biasanya dilakukan untuk mencegah kista tumbuh lebih besar.
Penatalaksanaan pada tumor berbeda-beda tergantung jenis tumor neoplastik
ganas atau tidak.

a. Tumor ovarium nonneoplastik


Tumor ovarium yang tidak memberikan gejala/keluhan pada penderita dan
yang diameter kurang dari 5 cm (kemungkinan kista folikel atau kista korpus
luteum), kadang ditemukan adanya pengecilan ukuran tumor secara spontan
dan menghilang. Maka tindakan yang dilakukan ialah:
 Menunggu selama 2 sampai 3 bulan.
 Mengadakan pemeriksaan ginekologik berulang.
 Mengamati peningkatan pertumbuhan tumor.
 Mempertimbangkan tindakan operatif, apabila kesimpulan dari hasil
observasi tumor tersebut bersifat neoplastik.
b. Tumor ovarium neoplastik tidak ganas
 Pengangkatan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung
tumor.
 Apabila ukuran tumor besar dan disertai komplikasi, maka
dilakukan pengangkatan ovarium dan tuba (salpingo-ooforektomi).
 Operasi kedua dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah
tumor terjadi di satu atau kedua ovarium.
 Pada saat operasi pengangkatan tumor ovarium harus dibuka guna
mengetahui keganasannya. Apabila keadaan meragukan, dapat
dilakukan pemeriksaan sediaan yang dibekukan saat operasi
berlangsung untuk mendapatkan kepastian.
c. Histerektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral
Dilakukan pada penderita tumor ovarium yang bersifat ganas. Apabila
penderita masih berusia muda yang masih ingin memiliki keturunan dan tingkat
keganasannya rendah (misalnya tumor sel granulosa), lebih baik melakukan
operasi yang tidak bersifat radikal (Sjamjuhidayat, 2004; Wiknjosastro, 2005).
Terapi bergantung pada ukuran dan konsistensi kista dan penampakannya
pada pemeriksaan USG. Mungkin dapat diamati kista ovarium berdiameter
kurang dari 80 mm, dan skening diulang untuk melihat apakah kista membesar.
Jika diputuskan untuk dilakukan terapi, dapat dilakukan aspirasi kista atau
kistektomi ovarium.
Kista yang terdapat pada wanita hamil, yang berukuran >80 mm dengan
dinding tebal atau semisolid memerlukan pembedahan, setelah kehamilan
minggu ke 12. Kista yang dideteksi setelah kehamilan minggu ke 30 mungkin
sulit dikeluarkan lewat pembedahan dan dapat terjadi persalinan prematur.
Keputusan untuk melakukan operasi hanya dapat dibuat setelah mendapatkan
pertimbangan yang cermat dengan melibatkan pasien dan pasangannya. Jika
kista menimbulkan obstruksi jalan lahir dan tidak dapat digerakkan secara
digital, harus dilakukan seksio sesaria dan kistektomi ovarium (Moore, 2001).
Ciri kista yang perlu dilakukan operasi diantaranya dengan indikasi:
a. Kista berdiameter lebih dari 5 cm dan telah diobservasi 6-8 minggu tanpa
terjadinya pengecilan
b. Ada bagian padat dari dinding tumor
c. Dinding tumor bagian dalam berjonjot
d. Kista lebih besar dari 10 cm dan asites
e. Dugaan terpelintir atau pecah (Smeltzer & Suzzane, 2001).

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK KISTA OVARIUM

a. Pap smear. Pap Smear untuk mengetahui displosia seluler menunjukan


kemungkinan adaya kanker/kista.
b. Ultrasound/scan CT. Memungkinkan visualisasi kista yang diameternya
dapat berkisar dari 1-6 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu
mengindentifikasi ukuran/lokasi massa dan batas-batanya.
c. Laparoskopi. Laparoskopi dilakukan untuk melihat adanya tumor,
perdarahan, perubahan endometrial. Laparoskopi juga berguna untuk
menentukan apakah kista berasal dari ovari atau tidak dan juga untuk
menentukan jenisnya.
d. Hitung darah lengkap. Penurunan Hb dapat menununjukan anemia kronis
sementara penurunan Ht menduga kehilangan darah aktif, peningkatan
SDP dapat mengindikasikan proses inflamasi/infeksi (Doenges, 2000).
e. Foto Rontgen. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat
gigi dalam tumor.

8. KOMPLIKASI KISTA OVARIUM

Menurut Manuaba (2008) komplikasi dari kista ovarium yaitu:

a. Torsio Kista Ovarium.


Komplikasi kista ovarium bisa berat. Komplikasi paling sering dan paling
berbahaya adalah torsio dari kista ovarium yang merupakan kegawatdaruratan
medis yang menyebabkan tuba falopi berotasi, situasi ini bisa menyebabkan
nekrosis. Kondisi ini sering menyebabkan infertilitas. Manifestasi dari torsio kista
ovarium adalah nyeri perut unilateral yang biasanya menyebar turun ke kaki. Pada
kondisi ini pasien harus segera di bawa ke rumah sakit. Jika pembedahan selesai
pada 6 jam pertama setelah onset krisis, intervensi pada kista torsio bisa
dilakukan. Jika torsio lebih dari 6 jam dan tuba falopi sudah nekrosis, pasien akan
kehilangan tuba falopinya.
b. Perdarahan dan ruptur kista.
Komplikasi lain adalah perdarahan atau rupturnya kista yang ditandai dengan
ascites dan sering sulit untuk dibedakan dari kehamilan ektopik. Situasi ini juga
perlu pembedahan darurat. Gejala dominan dari komplikasi ini adalah nyeri kuat
yang berlokasi di salah satu sisi dari abdomen (pada ovarium yang mengandung
kista). Ruptur kista ovarium juga mengakibatkan anemia. Ruptur kista ovarium sulit
dikenali karena pada beberapa kasus tidak ditemukan gejala. Tanda pertama yang
bisa terjadi adalah terasa nyeri di abdomen bagian bawah, mual, muntah dan
demam.
c. Infeksi.
Infeksi bisa mengikuti komplikasi dari kista ovarium. Kista ovarium yang tidak
terdeteksi dan susah untuk didiagnosis bisa mengakibatkan kematian akibat
septikemia. Gejala infeksi pertama adalah demam, malaise, menggigil dan nyeri
pelvis.

9. PENCEGAHAN KISTA OVARIUM

Tidak ada upaya pencegahan khusus yang dapat dilakukan agar terhindar dari
penyakit kista ovarium. Upaya yang bisa dilakukan adalah untuk mengetahui
secara dini penyakit ini sehingga pengobatan yang dilakukan memberikan hasil
yang baik dengan komplikasi yang minimal. Upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan pemeriksaan secara berkala yang meliputi:
a. Pemeriksaan klinis genekologik untuk mendeteksi adanya kista atau
pembesaran ovarium lainnya
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) bila perlu dengan alat Doppler untuk
mendeteksi aliran darah
c. Pemeriksaan petanda tumor (tumor marker)
d. Pemeriksaan CT-Scan/MRI bila dianggap perlu

10. PATOFISIOLOGI KISTA OVARIUM

(terlampir)
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Kista Ovarium, (online),


(http://www.blogdokter.net/2008/06/kistaovarium.html, diakses pada tanggal
24 April 2017)

Doenges, M.E. 2000. Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC.

Manuaba. 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana.


Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius.

Moore, J.G., 2001. Essensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.

Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta, PT Bina Pustaka.

Sarjadi. 1995. Patologi Ginekologi. Cetakan 2. Jakarta: Hipokrates.

Sarwono Albar E, Winkjosastro H, Saifuddin AB, 2000. Ilmu Kandungan, Edisi


Kedua, Cetakan. Keempat, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono.

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Agung Waluyo. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro H, 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta, Yayaan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; hal 523 - 529.

You might also like