Activity Based Management (Abm) Pada Rumah Sakit

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

JURNAL AKUNTANSI, MANAJEMEN BISNIS ISSN 1829 – 9857

DAN SEKTOR PUBLIK (JAMBSP)

ACTIVITY BASED MANAGEMENT (ABM) PADA RUMAH SAKIT

Titik Mildawati*)

ABSTRACT

Activity based management (ABM) is integrated management and system of activity to


improve customer value and enhanced profit. ABM have two dimensions. The first
dimension is cost dimension that provide information about cost, resources, activities,
products, and customers. The second dimension is process dimension that provide
information of how and why activity is doing. This dimension can improve managements
ability to identify the activities that formed the process.This second dimension can also
classify which activity is value added and which one is non value added as base to
manage the management activities. The purpose of ABM are continuous improvement to
customer value and eliminated waste.Hospital is an organization that can apply business
principle without violate the doctors ethics code and protected poorman. As service
organization, hospital can use economics science to achieve efficiency, although must
have social function.ABM has mainly been applied to manufacturing company, however,
ABM can also be used in service business (including hospital). The purpose of this study
is identifying how ABM applied in hospital settings.

Key words: Activity, Activity Based Management (ABM), hospital, Customer Value.

PENDAHULUAN

Dewasa ini dan di masa yang akan datang, perusahaan menghadapi permasalahan
lingkungan bisnis yang kompleks. Kompleksitas lingkungan bisnis terjadi dengan
semakin meningkatnya proses globalisasi yang melanda hampir seluruh negara di dunia.
Era globalisasi yang diwarnai oleh persaingan yang ketat antara perusahaan bisnis
mengakibatkan perubahan yang cepat dalam teknologi dan cara perusahaan beroperasi.
Persaingan sangat penting bagi keberhasilan atau kegagalan perusahaan, baik dalam
industri manufaktur maupun jasa.

*) Dra.Titik Mildawati, MSi, Ak. adalah dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA)
Surabaya

Activity Based Management (Abm) Pada Rumah Sakit (Titik Mildawati) 191
Seperti halnya perusahaan, pada masa sekarang rumah sakit sedang berada dalam suasana
global dan kompetitif, termasuk bersaing dengan pelayanan kesehatan alternatif seperti
dukun dan tabib. Disamping itu, kebutuhan penduduk akan kesehatan juga semakin
meningkat, penyakit semakin kompleks dan teknologi kedokteran dan perawatan yang
semakin tinggi menuntut tersedianya dana untuk investasi operasional dan pemeliharaan.
Rumah sakit dapat dilihat sebagai suatu lembaga usaha yang membutuhkan sebagai
konsep ekonomi dan manajemen. Meskipun rumah sakit lebih berfungsi sosial, tidak
berarti bahwa persaingan dalam industri jasa rumah sakit tidak ada sama sekali. Rumah
sakit tidak lagi harus dipandang sebagai suatu lembaga yang hanya bersandar pada
norma-norma dan etika profesi kedokteran, tetapi lebih mengarah pada suatu lembaga
yang harus hidup secara bermutu, berkembang, dan mempunyai dasar etika berbagai
profesi dan mempunyai etika bisnis. Rumah sakit merupakan lembaga multi profesional
yang menghasilkan berbagai produk pelayanan kesehatan yang bermutu, harus tetap
memperhatikan aspek sosialnya. Oleh karena itu manajemen atau pimpinan rumah sakit
diharapkan mampu mengorganisasikan sumber daya yang dimilikinya untuk
memenangkan persaingan.

Rumah sakit sebagai organisasi yang menghasilkan jasa pelayanan dan barang-barang
kesehatan tentunya dapat memanfaatkan ilmu ekonomi agar mencapai pelayanan yang
efisian. Artikel ini berusaha untuk mengungkapkan penggunaan Activity Based
Management(ABM) pada manajemen rumah sakit.

KERANGKA TEORITIK

Menurut Mulyadi (1999) manajemen berbasis aktivitas (Activiy Base Management/ ABM)
merupakan sebuah sistem yang luas dengan suatu pendekatan yang terintegrasi yang
memfokuskan perhatian manajemen pada kegiatan-kegiatan dengan tujuan memperbaiki
nilai customer dan laba yang dicapai dengan menyediakan nilai tersebut. Dari definisi di
atas ada dua frasa penting yaitu:
1. Berfokus ke pengelolaan secara terpadu dan bersistem terhadap aktivitas yaitu kegiatan
yang menbentuk suatu proses untuk pembuatan produk dan penyerahan jasa.
2. Bertujuan untuk meningkatkan customer value dan laba dengan improvement secara
berkelanjutan terhadap customer value dan menghilangkan pemborosan. Dengan
hilangnya pemborosan tersebut, biaya dapat berkurang dan laba akan meningkat.
Pengurangan biaya merupakan akibat dari dihilangkannya pemborosan. Pemborosan
diakibatkan oleh adanya aktivitas yang bukan penambah nilai (non-value added
avtivity) dan aktivitas penambah nilai (value added activity) yang dilaksanakan secara
efisien. Dengan demikian, fokus manajemen berbasis aktivitas adalah penyebab
terjadinya biaya itu sendiri untuk menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai dan

192 JAMBSP Vol. 3 No. 2 – Februari 2007: 191 – 202


untuk memperbaiki aktivitas penambah nilai yang mengakibatkan penurunan biaya dan
menaikkan laba.

ABM memiliki dua dimensi yaitu dimensi biaya dan dimensi proses (Hansen dan
Mowen, 1997). Dimensi biaya memberikan informasi tentang sumber, aktivitas, produk,
dan customer, serta obyek-obyek biaya lainnya. Tujuan dimensi biaya ini adalah
meningkatnya ketelitian perhitungan biaya. Dimensi proses menekankan pada perlunya
analisis terhadap aktivitas, mengapa, dan seberapa besar aktivitas itu dilakukan.
Tujuannya untuk mengetahui cara bagaimana suatu aktivitas menciptakan nilai bagi
customer (customer value). Dimensi biaya dan dimensi proses yang ditunjukkan dalam
gambar berikut.

Gambar 1
Dua Dimensi ABM

Cost Dimension

Resources
Process Dimensions

Driver Analysis Performance Analysis


Activities
Why? What How Well?

Products and
Customers

Analisis Proses Nilai

Analisis proses nilai berkaitan dengan analisis pemacu, analisis aktivitas, pengelolaan
aktivitas, dan pengukuran kinerja (Mulyadi, 1997). Analisis pemacu adalah usaha untuk
mencari akar penyebab timbulnya biaya suatu aktivitas. Jika penyebab timbulnya biaya
diketahui, dapat dicari tindakan untuk melakukan improvement terhadap aktivitas.

Analisis aktivitas adalah proses pengindentifikasian, penggambaran dan evaluasi aktivitas


yang dilaksanakan oleh organisasi. Analisis aktivitas dilaksanakan dalam empat langkah
yaitu aktifitas apa yang dikerjakan, berapa orang yang terlibat dalam aktivitas tersebut,

Activity Based Management (Abm) Pada Rumah Sakit (Titik Mildawati) 193
waktu dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas tersebut, dan
penaksiran nilai aktivitas tersebut bagi organisasi, termasuk rekomendasi untuk memilih
dan mempertahankan hanya aktivitas yang menambah nilai.
Setelah melakukan analisis aktivitas adalah pelaksanaan pengelolaan aktivitas. Aktivitas
yang bukan penambah nilai perlu dikurangi atau dihilangkan dan aktivitas penambah
nilai dijadikan efisien dalam pelaksanaannya, serta bagaimana cara mengelolanya.
Aktivitas bernilai tambah adalah aktivitas yang memberi kontribusi terhadap customer
value dan memberikan kepuasan kepada customer atau terhadap organisasi yang
membutuhkannya. Aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas yang tidak memberi
kontribusi terhadap customer value dan memberikan kepuasan kepada customer atau
terhadap organisasi yang membutuhkannya. ABM memfokuskan perhatiannya pada
pengidentifikasian aktivitas yang dapat dieliminasi dan menyakinkan bahwa aktivitas
yang diperlukan sudah dijalankan secara efisien.

Terakhir, pengukuran ini didesain untuk mengungkapkan apakah dilaksanakan


improvement berkelanjutan terhadap aktivitas untuk menghasilkan value bagi customer.
Pengukuran berpusat pada tiga dimensi yaitu efisiensi, kualitas, dan waktu. Efisiensi
memfokuskan hubungan antara masukan aktivitas dengan keluaran aktivitas. Kualitas
berkaitan dengan pelaksanaan dengan benar aktivitas pada kesempatan pertama kali
aktivitas tersebut dilaksanakan. Waktu berarti waktu yang digunakan untuk melaksanakan
aktivitas.

Suatu produk menghasilkan nilai bagi customer setelah melalui proses pemakaian
berbagai atribut yang melekat pada produk tersebut. Jika berbagai atribut yang melekat
pada produk atau jasa dapat memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan customer,
maka produk tersebut menghasilkan nilai bagi customer.

Analisis Biaya

Analisis ini diperlukan untuk menentukan biaya proses. Penentuan biaya proses adalah
penghitungan nilai sumber daya yang dikorbankan untuk menjalankan suatu proses
penciptaan nilai bagi customer. Nilai customer diciptakan oleh perusahaan melalui
penyerahan produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan keinginan, dan harapan
customer. Ini merupakan dimensi biaya. Dimensi ini memberikan informasi dari sumber,
aktivitas, produk dan customer (dan obyek lainnya yang ingin diketahui). Biaya sumber
daya ditelusur ke aktivitas-aktivitas, kemudian biaya aktivitas dibebankan ke produk atau
customer. Penentuan harga pokok berdasar aktivitas biasa disebut activity based costing
(ABC). Dimensi ini berguna untuk penetapan biaya produk, stategi managemen biaya dan
analisis taktis.

194 JAMBSP Vol. 3 No. 2 – Februari 2007: 191 – 202


Keunggulan ABM

Keunggulan utama pendekatan ABM meliputi: (Blocher, 1995) 1) ABM mengukur


efektivitas proses dan aktivitas bisnis kunci dan mengidentifikasi bagaimana proses dan
aktivitas tersebut bisa diperbaiki untuk menurunkan biaya dan meningkatkan nilai (value)
bagi customer. 2) ABM memperbaiki fokus manajemen dengan cara mengalokasikan
sumber daya untuk menambah nilai aktivitas kunci, customer kunci, produk kunci, dan
metode untuk mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan.

PEMBAHASAN

Menurut Katz dan Rosen (1998) setiap kelompok orang mempunyai tiga masalah dasar
utama dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut kelangkaan sumber daya yaitu: Apa
yang harus diproduksi dan dalam jumlah berapa? Bagaimana cara mengelola sumber-
sumber ekonomi (faktor produksi) yang tersedia? Untuk siapa barang barang-barang
tersebut diproduksi dan bagaimana barang dan jasa tersebut dibagikan diantara warga
masyarakat?

Rumah sakit memproduksi kegiatan jasa yang bervariasi. Sifat pelayanan kesehatan jasa
rumah sakit berorientasi kepada konsumen penerima jasa pelayanan. Hasil perawatan
pasien sebagai customer rumah sakit adalah: sembuh sempurna, sembuh dengan
kecacatan, dan mati. Apapun kemungkinan hasilnya, kualitas pelayanan harus diarahkan
untuk kepuasan pasien dan keluarganya (Muninjaya, 1998). Sebuah rumah sakit kelas A
dapat mempunyai 25 instalasi yang berbeda-beda produknya (Laksono Trisnanto, 2005).
Mulai dari rawat inap hingga katering untuk mereka yang ingin sehat. Rumah sakit tidak
lagi hanya memproduksi pelayanan untuk orang sakit, tetapi juga untuk memproduksi
pelayanan bagi mereka yang ingin tetap sehat dan bertambah sehat. Produk rumah sakit
misalnya general check up atau pelayanan tumbuh kembang anak. Disamping itu terdapat
pelayanan yang tidak berhubungan langsung dengan kesakitan, tetapi membutuhkan
teknologi biomedik misalnya klinik kebugaran hingga pengkurusan berat badan.

Dalam memproduksi produk tersebut, tentunya rumah sakit mempunyai berbagai faktor
produksi (sumber ekonomi) misalnya sumber daya manusia (dokter, perawat, dan
karyawan lain), gedung, tanah hingga software untuk sistem manajemen. Sumber-sumber
tersebut perlu dikelola untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Sehubungan dengan itu,
pertanyaan yang sering muncul yang berhubungan dengan rumah sakit adalah: (Laksono
Trisnanto, 2005)
a. Pertanyaan mengenai siapa yang harus dilayani oleh rumah sakit. Hal ini merupakan
kendala yang sulit karena membutuhkan pertimbangan dan keadilan. Jenis pelayanan
klinik apa yang harus disediakan? Apakah harus menyediakan seluruh pelayanan
klinik? Apakah memakai teknologi canggih atau tidak?

Activity Based Management (Abm) Pada Rumah Sakit (Titik Mildawati) 195
b. Dari mana sumber dana pelayanan rumah sakit? Apakah dari kantong pasien sendiri
atau dari pajak atau dari sistem asuransi?
c. Mencari tindakan untuk menjamin apakah subsidi diberikan oleh rumah sakit
pemerintah dapat dinikmati oleh mereka yang membutuhkan?
d. Siapa yang mengatur jasa produksi rumah sakit di suatu wilayah? Siapa yang berhak
memberikan ijin rumah sakit?

Karena rumah sakit menggunakan berbagai macam input, maka konsep produksi dapat
dipakai pada rumah sakit karena para manajer dihadapkan pada kenyataan bahwa untuk
menghasilkan produk pelayanan, rumah sakit dapat dikatakan sebagai sebuah tempat
produksi untuk melakukan proses secara sistematis. Pabrik tersebut sangat kompleks
dengan proses yang rumit dan berada dalam lingkungan yang selalu berubah. Contoh
kasus adalah penanganan kasus sectio caesaria (SC) sebagai garis produksi dalam rumah
sakit dengan nama medik clinical pathways. (Laksono Trisnanto, 2005)

Proses produksi jasa SC dimulai dari masuknya pasien di instalasi gawat darurat (IGD).
Karena tindakan emergency berarti IGD harus mengumpulkan berbagai profesi lain diluar
kebidanan dan kandungan. Diperlukan spesialis anastesi, spesialis anak dan juga tenaga
laboratorium pemeriksaan darah, petugas dari instalasi farmasi–apotik, serta perawat.
Dari IGD pasien yang telah melahirkan akan masuk bangsal perawatan. ibu dan anak
akan dipisah, anak yang lahir akan masuk instalasi perinatal, sedang ibunya berada di
bangsal kebidanan untuk menjalani perawatan. Pada kedua instalasi ini dilakukan proses
produksi jasa SC berikutnya serta mendapat penanganan dari berbagai petugas lain
termasuk ahli gizi dari instalasi gizi. Setelah dianggap cukup kuat dan tidak ada
komplikasi, ibu dan anak diperbolehkan pulang. Akan tetapi saat dirumah masih ada
penanganan berikutnya yaitu kontrol luka operasi dan berbagai kunjungan rawat jalan di
poliklinik kebidanan.

Sebagai lembaga yang memproduksi jasa pelayanan kesehatan, sebuah rumah sakit
tentunya mempunyai berbagai pertanyaan mendasar terkait dengan penyediaan jasa SC
tersebut yaitu bagaimana cara rumah sakit menghasilkan SC? Apakah sudah efisien atau
belum? Berapa biaya atau jumlah pelayanan SC yang harus diproduksi? Berapa harga jual
yang harus dibayar oleh pasien? Apakah pasien membayar penuh ataukah ada subsidi dari
rumah sakit atau pihak lain?

Untuk pembahasan menggunakan contoh kasus penanganan kasus SC. Aktivitas


dilakukan dimulai dari IGD. Aktivitas yang dilakukan dalam aktivitas IGD yaitu
pemeriksaan darah, penyediaan obat-obatan, tindakan operasi sectio caesaria. Untuk
aktivitas tersebut, jumlah orang yang terlibat dilihat dari jumlah berapa dokter, laboran,
perawat yang menangani aktivitas tersebut. Waktu yang diperlukan dihitung dari mulai
pasien masuk sampai pasien melahirkan. Biaya yang diperlukan adalah obat-obatan yang
digunakan, gaji dokter, laboran, perawat yang menangani, dan biaya-biaya lain yang

196 JAMBSP Vol. 3 No. 2 – Februari 2007: 191 – 202


berhubungan. Sumber daya yang diperlukan adalah alat-alat yang digunakan untuk
melakukan sectio caesaria, sumber daya manusia (dokter, perawat, laboran), gedung.
Demikian juga aktivitas yang dilakukan di instalasi prinatal untuk bayi yang baru lahir
dan aktivitas kebidanan yang dilakukan untuk ibu yang melahirkan.

Manajemen aktivitas
Aktivitas yang telah dilakukan tersebut diatas dikelola dengan mengindentifikasikan
aktivitas yang menambah nilai dan aktivitas yang tidak menambah nilai. Untuk
menjawab pertanyaan ini perlu pengidentifikasian apakah aktivitas tersebut perlu atau
tidak perlu dilakukan dalam menghasilkan nilai bagi customer. Contoh pemberian obat
sesuai dengan penyakitnya adalah aktivitas yang menambah nilai yang mana aktivitas ini
diperlukan dalam rangka menghasilkan nilai bagi pasien, sedangkan pemberian obat yang
tidak sesuai dengan penyakit yang diderita para pasien adalah ativitas yang tidak
menambah nilai. Aktivitas ini tidak diperlukan dalam menghasilkan nilai bagi customer
harus dihilangkan. Oleh karena itu seorang dokter harus mempunyai kompetensi dan
perlu diagnosa yang tepat dalam memberikan obat.

Pengukuran Aktivitas
Setelah dilakukan pengelola aktivitas, langkah selanjutnya adalah pengukuran aktivitas.
Langkah ini, untuk mengungkapkan apakah yang telah dilakukan continuous
improvement. Contoh adalah aktivitas pembersihan ruangan perlu diukur efisiensi,
kualitas, dan waktu. Efisiensi diukur dengan membandingkan masukan aktivitas yaitu
biaya-biaya yang diperlukan untuk aktivitas tersebut misalnya gaji pekerja, peralatan, dan
biaya-biaya lain untuk aktivitas tersebut dengan keluaran aktivitas misalnya jumlah
ruangan yang dibersihkan. Demikian juga waktu yang diperlukan untuk aktivitas dan
kualitas pelaksanaan aktivitas ini harus diukur.

Dimensi Biaya
Activity Based Costing (ABC) diterapkan pada perusahaan manufaktur, tetapi dapat juga
digunakan untuk perusahaan jasa. Semua organisasi jasa mempunyai kegiatan dan
keluaran yang menempatkan kebutuhan akan kegiatan-kegiatan ini. Perbedaan dasar
antara organisasi jasa dengan produksi adalah kegiatan produksi cenderung sama dan
dilaksanakan dengan cara yang serupa. Sedang pada organisasi yang menghasilkan jasa
kegiatan tidak serupa. Perbedaan lainnya adalah definisi keluaran. Untuk perusahaan
produksi mudah ditentukan (produk nyata yang diproduksi), tetapi keluaran organisasi
jasa lebih sulit (kurang nyata). Meskipun demikian keluaran harus didefinisikan sehingga
keluaran dapat dihitung harganya (Hansen and Mowen, 2000).

Contoh penggunaan ABC pada perusahaan jasa rumah sakit adalah rumah sakit
Alexandria (Rotch, 1990). Keluaran atau produk dari rumah sakit didefinisikan sebagai
perawatan dan penginapan pasien. Salah satu jenis jasa yang disediakan kepada setiap
pasien adalah perawatan harian. Perawatan harian terdiri atas aktivitas hunian,

Activity Based Management (Abm) Pada Rumah Sakit (Titik Mildawati) 197
penyediaan makanan, dan perawatan. Keluaran didefinisikan hari pasien (menginap
hanya bagian dari keluaran). Secara tradisional, rumah sakit membebankan biaya
perawatan harian dengan menggunakan suatu tarif harian (tarif per hari pasien).
Sebenarnya terdapat berbagai jenis perawatan harian dan tarif perlu dihitung untuk
menciptakan perbedaan ini. Tarif harian yang lebih tinggi dibebankan untuk unit
perawatan intensif dibandingkan unit perawatan bersalin. Dengan pendekatan tradisional,
tarif harian dihitung dengan membagi biaya tahunan untuk hunian, penyediaan makanan,
dan perawatan dari suatu unit dengan kapasitas unit yang dicerminkan dari hari pasien.

Hal ini berbeda jika ketiga aktivitas perawatan dikonsumsi dengan proporsi berbeda oleh
pasien. Ini mengimplikasikan keragaman produk dan kemungkinan kebutuhan untuk
menggunakan lebih dari satu penggerak aktivitas dalam membebankan biaya perawatan
harian secara tepat kepada pasien. Permintaan akan jasa perawat bervariasi dalam unit
bersalin tergantung dari parahnya kasus pasien. Jenis pasien yang lahir secara normal
akan dibebani biaya perawatan harian yang lebih sedikit dari pada perawatan harian
untuk jenis pasien yang melahirkan dengan operasi caesar dan komplikasi. Pasien jenis
perawatan normal memerlukan lebih sedikit permintaan jam jasa perawatan pada jenis
perawatan operasi caesar, dan jenis perawatan komplikasi akan dibebani tarif harian
pasien yang paling besar karena membutuhkan jam jasa perawatan yang paling banyak
dari pada jenis perawatan normal dan caesar.

Dengan menggunakan konsep produksi, maka tujuan penghitungan biaya adalah:


(Laksono Trisnanto, 2005)
1. Memberikan pemahaman mengenai pelayanan dan prosedur klinik yang diberikan
pada tiap garis produksi, misalnya produksi bedah SC. Dengan demikian
penghitungan biaya diharapkan dapat memberikan data untuk direksi rumah sakit
mengenai biaya dan pengeluaran suatu bangsal, bagian, ataupun kegiatan dengan
prinsip untuk memelihara kontrol dalam transaksi keuangan, dan meningkatkan
efisiensi.
2. Memberikan alat untuk memonitor dan mengendalikan biaya. Dalam hal ini dapat
dibedakan pengeluaran rumah sakit untuk pasien, staf atau hal-hal lain. Disamping
itu, dapat dilihat biaya pasien rawat jalan yang dibedakan dengan pasien rawat inap.
Juga bisa mendeteksi pengeluaran-pengeluaran yang boros atau sia-sia. Sebagai
contoh, dengan analisis biaya yang detail, sumber inefisiensi dapat ditentukan apakah
pada rawat inap terlalu boros ataukah pemberian obat-obatan yang tidak perlu dan
berbagai hal lain.
3. Menentukan tempat produksi yang memberi keuntungan atau menimbulkan kerugian.
Setelah dibandingkan dengan tarif yang ada, maka adanya data biaya yang baik
memungkinkan penghitungan keuntungan saat pasien berada di rawat inap atau rawat
jalan. Demikian pula kerugian yang ada dapat dihitung. Pada rumah sakit yang

198 JAMBSP Vol. 3 No. 2 – Februari 2007: 191 – 202


mendapat subsidi, maka besarnya subsidi ini dihitung dari biaya produksi dan
pendapatan yang diterima oleh rumah sakit dari pasien.
4. Dengan tersedianya data biaya produksi tersebut, maka dapat membandingkan biaya
produksi dengan pesaing yang berbasis pada perbedaan mutu pelayanan, biaya cara
pemberian, dan penetapan harga.

Pengukuran Kinerja
Manajemen aktivitas tidak terlepas dari pengkuran kinerja dari aktivias tersebut.
Pengukuran kinerja tidak hanya diukur dalam kinerja keuangan, tetapi juga kinerja yang
lain yang meliputi kinerja non keuangan. Balanced scorecard adalah indikator yang
digunakan untuk menilai keberhasilan sebagai suatu lembaga usaha. Terdapat empat
perspektif sebagai indikator keberhasilan yaitu: Kaplan dan Norton (1995)
1. Perspektif Keuangan yang mengukur kemampuan perusahaan di bidang keuangan
untuk bertahan hidup, berhasil dan sejahtera. Perspektif ini berkaitan dengan
bagaimana pemegang saham memandang perusahaan.
2. Perspektif Customer yaitu kepentingan customer yaitu waktu, kualitas, kinerja dan
layanan, serta biaya. Perspektif ini berkaitan dengan bagaimana customer
memandang perusahaan.
3. Perspektif proses bisnis/intern Berkaitan cycle time, kualitas, ketrampilan karyawan,
produktivitas. Perspektif ini terutama berkaitan dengan apa yang menjadi unggulan
perusahaan.
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang mengukur apakah perusahaan dapat
secara berkelanjutan meningkatkan dan menciptakan value bagi customer. Dalam
persepektif ini personel perusahaan dimotivasi untuk senantiasa melakukan
improvement terhadap proses yang digunakan untuk menghasilkan nilai bagi
customer.

Mulyadi (1995) menjelaskan keempat perspektif indikator yang diterapkan dalam


manajemen rumah sakit tersebut seperti terlihat dalam gambar berikut.

Activity Based Management (Abm) Pada Rumah Sakit (Titik Mildawati) 199
Gambar 2.
Empat Perpektif dalam dalam Manajemen Rumah Sakit

Peningkatan Kesehatan Keuangan

Perspektif Keuangan

Peningkatan sumber keuangan rumah sakit dari penjualan


jasa dan sumbangan donor, serta subsidi yang disertai
dengan efisiensi

Perspektif Pengguna
dan Donor
Peningkatan kepuasan
pengguna yang membeli, Peningkatan kepercayaan
pemberi donor, dan pemberi pengguna yang membeli,
subsidi melalui efisiensi pemberi donor dan subsidi
biaya
Perspektif uangan
Proses Pelayanan

Peningkatan kualitas proses Pengintegrasian proses layanan


layanan klinik dan non klinik dan peningkatan efisiensi
Perpektif
Pembelajaran dan
Pertumbuhan
Sumber Daya Manusia Peningkatan produktivitas dan komitmen
karyawan

Sumber: Mulyadi (1995)

Karyawan medis, paramedis, dan karyawan lain merupakan aset penting rumah sakit
yang harus diberdayakan dengan berbagai program pengembangan sumber daya manusia
serta kompensasi yang baik. Mutu proses pelayanan kesehatan hanya dapat meningkat
apabila karyawan mempunyai komitmen dan terlatih dalam pekerjaannya. Tidak mungkin
akan terjadi proses pelayanan rumah sakit yang bermutu apabila karyawan tidak baik.
Pelayanan kesehatan bermutu yang efisien merupakan hal yang dituju. Dalam hal ini

200 JAMBSP Vol. 3 No. 2 – Februari 2007: 191 – 202


efisiensi tidak hanya dari perbaikan sistem manajemen tetapi juga dalam proses medis
klinis dan keperawatan.

Mutu proses pelayanan rumah sakit yang baik dan cost-efective akan meningkatkan
kepuasan pengguna pelayanan kesehatan. Kepuasan para pengguna akan memicu
kesuksesan dalam keuangan secara kesinambungan. Pengguna rumah sakit tidak hanya
masyarakat yang membeli sendiri, tetapi juga masyarakat yang menyumbang atau
membelikan untuk orang lain (pemberi dana kemanusiaan), serta pihak-pihak yang
memberi subsidi (seperti lembaga pemerintah). Nilai kepuasan mereka harus diperhatikan
dengan baik. Tanpa adanya subsidi dari pemerintah atau donor-donor kemanusiaan,
rumah sakit akan kesulitan untuk mengembangkan diri.

Keberhasilan rumah sakit dalam bidang keuangan akan memungkinkan untuk


mewujudkan berbagai misi termasuk melindungi orang miskin, menjadi tempat kerja
yang baik bagi sumber daya manusia, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Secara sistematik dan berkesinambungan, rumah sakit yang baik secara keuangan akan
mampu terus menerus meningkatkan mutu proses pelayanan dan komitmen sumber daya
manusia.

KESIMPULAN DAN SARAN

Meskipun ABM muncul pada perusahaan manufaktur, tetapi ABM juga


bermanfat untuk perusahaan jasa termasuk rumah sakit. Produk rumah sakit
berupa aktivitas pelayanan jasa yang sangat beragam perlu adanya pengelolaan
aktifitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan
customer. Dengan menggunakan ABM, manajemen rumah sakit diharapkan dapat
mengelola secara efektif dan efisien dan dapat menentukan tarif jasa pelayanan
yang akurat. Sebagai suatu penelitian yang hanya berdasar literatur, penelitian ini
mempunyai banyak sekali keterbatasan. Oleh karena itu diperlukan penelitian
lebih lanjut pada rumah sakit untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya
bagaimana penggunaan ABM dalam manajemen rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Robert N, Vijay Govindarajan, Management Control System, Ed. 8, Boston,


Irvin Mc.Graw-Hill, 1995.

Blocher, Edwards, Kung H. Chen, and Thomas W. Lin, 2000, Cost Management:
Strategic Emphasis,

Activity Based Management (Abm) Pada Rumah Sakit (Titik Mildawati) 201
Hansen, Don R., and Mowen, Maryanne M, 1997, Management Accounting, 4th ed.,
International Thomson Publishing.

----------, 2000, Cost Management; Accounting and Control, 2nd Ed.Thomson Learning
Asia.

Laksono Trisnanto, 2005, Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam Manajemen


Rumah Sakit, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Mulyadi dan Johni Setiawan, 1997, Sistem Pengendalian Manajemen: Perencanaan &
Pengendalian Manajemen: Sistem Pelipatgandaan Kinerja Perusahaan, Aditya
Media, Yogyakarta.

----------, 1995, Paradigma Baru dalam Manajemen Pelayanan Kesehatan, dalam Laksono
Trisnanto, 2005, Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam Manajemen Rumah
Sakit, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Muninjaya, AA.Gde, 1998, Manajemen Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,


Jakarta.

Kaplan, R.S, and Norton, D.P, 1996, Balanced Scorecard, Havard Bussines School Press,
USA.

Rotch, Williams, Activity Based Costing in Service Industries, Journal of Cost


Management (Summer), pp 4-14.

Sweson, Don, 1997, Best Practices in Activity Based Management, Journal of Cost
Management, November/December, pp 6-14.

202 JAMBSP Vol. 3 No. 2 – Februari 2007: 191 – 202

You might also like