Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 16

PROPOSAL PENELITIAN

ISOLASI, IDENTIFIKASI, DAN UJI AKTIVITAS INHIBISI FLAVONOID


DARI BUAH DELIMA ( Punica granatum L. ) SEBAGAI ANTI ASAM URAT

Oleh
Mimma Amalia
NIM 150332601326

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI KIMIA
MEI 2018
ABSTRAK

Asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin yang mengendap di


persendian dan membentuk kristal kecil sehingga menimbulkan peradangan yang
dikenal denga gout. Gout merupakan penyakit metabolik yang terjadi akibat tingginya
kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia). Penyakit asam urat disebabkan oleh
makanan dan minuman yang dikonsumsi mengandung purin seperti kacang, daging,
seafood, caffein, dan alkohol. Salah satu obat yang digunakan untuk mengatasai gout
adalah allopurinol dengan mekanisme menghambat aktivitas xanthin oksidase.
Penggunaan Allopurinol sebagai obat penurun kadar asam urat memiliki mekanisme
kerja sebagai inhibitor xantin oksidase karena memiliki struktur yang mirip xantin
yang merupakan substrat xantin oksidase. Allopurinol memiliki efek samping seperti
mual,diare, hingga kulit kemerahan disertai gatal sehingga perlu dicari senyawa
bioaktif tanaman sebagai inhibitor alami xantin oksidase untuk dijadikan alternatif
pengobatan yang aman untuk dikonsumsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah metabolit sekunder


flavonoid dalam ekstrak buah delima dan daya inhibisi ekstrak buah delima terhadap
aktivitas xantin oksidase yang dapat menurunkan kadar asam urat di dalam tubuh
manusia. Hasil penelitian penelitian menunjukkan bahwa bahwa buah delima
mengandung polifenol komplek dan flavonoid seperti katekin, antosianin, fenolik,
serta mengandung fitokima. Selain itu juga mengandung zat antioksidan yang di
dalamnya terdapat polifenol, tannin, dan antosianin. Metode yang digunakan yaitu
ekstraksi (maserasi) dan partisi. Selanjutya dilakukan uji fitokimia pada flavonoidnya
pada ekstrak delima. Hasil uji positif mengandung flavonoid apabila terjadi
perubahan warna menjadi warna merah, kuning, atau jingga. Ekstrak etanol dan
allopurinol sebagai pembanding diuji dengan spektrofotometri pada panjang
gelombang 290 nm.

Kata Kunci : Buah delima, asam urat, xantin oksidase, allopurinol, inhibisi.
1.1 Latar Belakang
Penyakit asam urat atau gout merupakan salah satu penyakit tertua
yang dikenal manusia. Diperkirakan bahwa penyakit asam urat terjadi pada
840 orang setiap 100.000 orang (Juandy, 2008). Asam urat atau gout ini
merupakan jenis artitis terbanyak ketiga setelah osteoporosis dan kelompok
rematik luar sendi (Nainggolan, 2009).
Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah
satu komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh (Andry,
2009). Gout atau asam urat merupakan penyakit yang ditandai dengan nyeri
yang terjadi berulang-ulang yang disebabkan karena adanya endapan kristal
monosodium urat yang tertumpuk di dalam sendi sebagai akibat tingginya
kadar asam urat di dalam darah. Insiden penyakit gout sebesar 1-2% terjadi
pada usia 30-40 tahun dan 20 kali lebih sering pada pria darupada wanita
(Muttaqin, 2009).
Asam urat disebabkan oleh makan makanan mengandung banyak
purin seperti kacang-kacangan, diet kaya daging, dan konsumsi tinggi alkohol
(Weaver, 2008). Asam urat atau gout ini merupakan jenis artitis terbanyak
ketiga setelah osteoporosis dan kelompok rematik luar sendi (Nainggolan,
2009). Kadar normal asam urat dalam darah antara laki-laki dan perempuan
berbeda. Kadar asam urat normal pada laki-laki adalah 3,0-7,0 mg/dL dan
kadar asam urat normal pada perempuan adalah 2,4-6,0 mg/dL (Sutanto.
2013).
Enzim yang memiliki peranan dalam pembentukan asam urat adalah
enzim xantin oksidase. Xantin oksidase mengkatalisis hipoxantin menjadi
xantin dan kemudian menjadi asam urat. Allopurinol merupakan obat
penghambat xantin oksidase. Allopurinol dapat secara efektif menurunkan
kadar asam urat pada pasien hiperurisemia melalui mekanisme kerja
urikostatik dan secara spesifik diindikasikan pada pasien dengan peningkatan
produksi asam urat. Namun, obat-obatan ini memiliki efek samping seperti
deman, sakit kepala, diare, reaksi hipersensitivitas, dan lain-lain (Aanders,
2004).
Oleh karena itu, perlu dicarikan cara alternatif untuk mengobati gout
atau asam urat. Salah satunya adalah menggunakan obat yang ada pada
lingkungan sekitar yaitu tanaman obat dengan melakukan penelitian tentang
obat tradisional yang mempunyai eferk terhadap penurunan kadar asam urat.
Beberapa senyawa metabolit sekunder pada tanaman dapat menghambat kerja
enzim xantin oksidase seperti flavonoid, saponin dan tanin. Flavonoid
merupakan senyawa bioaktif yang berpotensi besar dalam menurunkan kadar
asam urat dengan cara menghambat kerja enzim xantin oksidase. Flavonoid
memiliki banyak macam, tetapi hanya 2 jenis flavonoid yaitu golongan flavon
dan flavonol yang memiliki daya inhibisi paling tinggi dengan memiliki gugus
hidroksil dimana gugus tersebut mempunyai posisi mudah dalam menangkap
elektron dari sisi aktif enzimnya (Cos et al., 1998).
Buah yang mengandung banyak senyawa bioaktif flavonoid adalah
buah delima. Sari buah delima banyak mengandung flavonoid dengan anti
karsinogenik, yaitu senyawa antioksidan yang mampu mencegah radikal
bebas di dalam tubuh sekaligus memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Di
Indonesia, buah delima digunakan sebagai minuman seperti jus delima.
Namun belom ada penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan metabolit
sekunder flavonoid pada buah delima dalam menghambat kerja enzim xantin
oksidase untuk obat penyakit asam urat sebagai pengganti obat allopurinol.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Gout atau Penyakit Asam Urat

Penyakit gout atau asam urat merupakan substansi akhir dari hasil
metabolisme purin. Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan
gangguan pada tubuh manusia seperti linu-linu di daerah persendian dan
sering disertai rasa nyeri bagi penderitanya (Andry, 2009). Kelainan dari
penyakit gout atau asam urat ini berkaitan dengan penimbunan kristal urat
monohidrat monosodium pada tahap yang lebih lanjut terjjadi degenerasi
tulang rawan sendi (Muttaqin, 2008 ). Xantin oksidase memberikan peranan
penting dalam proses pembentukan asam urat dengan mengkatalisis
hipoxantin menjasi xantin kemudian terbemtuk asam urat.

Faktor risiko yang mempengaruhi tingginya asam urat adalah umur,


genetik, asupan purin yang berlebihan, kegemukan, penyakit jantung dan
konsumsi obat-obatan tertentu dan gangguan fungsi ginjal. Konsumsi purin
yang terdapat dalam daging dan seafood berhubungan terhadap resiko
peningkatan kadar asam urat, sedangkan produk susu dapat menurunkan
resiko gout dan konsumsi purin dari tumbuh-tumbuhan tidak berpengaruh
terhadap resiko gout. Mengkonsumsi karbohidrat kompleks seperti nasi, roti,
ubu jalar dan ketela dapat memacu pembuangan kelebihan asam urat dalam
darah ( Sustrani,2004).

Kadar rata-rata asam urat di dalam darah atau serum tergantung pada
usia dan jenis kelamin. Sebelum pubertas kadarnya sekitar 3,5 mg/dl. Setelah
pubertas, pada laki-laki kadarnya meningkat secara bertahap dan dapat
mencapai 5,2 mg/dl. Pada perempuan kadar asam urat rendah, baru ketika
masa pramenopause kadarnya di dalam darah kadarnya meningkat lagi hingga
mencapai 4,7 mg/dl. Ginjal merupakan organ tubuh yang paling bertanggung
jawab agar kadar asam urat di dalam darah selalu dalam batas normal yaitu
3,6 - 6 mg/dl. Pada keadaan hiperurisemia plasma darah tidak mampu lagi
menampung asam urat sehingga terjadi pengendapan pada berbagai organ
seperti sendi dan ginjal. Hiperurisemia adalah keadaan di mana terjadi
peningkatan kadar asam urat di atas normal (Hidayat, 2009)

Gambar 2.1 struktur asam urat bersumber dari

(https://commons.wikimedia.org)

2.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit


sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman
(Rajalakshmi dan S. Narasimhan, 1985). Senyawa flavonoid termasuk
senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon yang tersusun dalam
konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga
atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid
terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan pada setiap
ekstrak tumbuhan (Markham, 1998).

Sebagian besar flavonoid di alam ditemukan dalam bentuk glikosida


dimana unit flavonoid terikat pada satu gula. Glikosida adalah kombinasi
antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui ikatan
glikosidanya (Lenny, 2006). Adanya gula yang terikat pada flavonoid
cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air dan dengan
demikian campuran dengan air merupakan pelarut yang baik untuk glikodisa
seperti etanol, methanol, butanol, aseton, dimetil sulfoksida,
dimetilformamida, dan air. Sebaliknya aglikon flavonoid yang kurang polar
seperti isoflafon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi
cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform
(Markham, 1998)

Kelas-kelas senyawa flavonoid dalam golongan ini dibedakan


berdasarkan cincin heretosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang
tersebar menurut pola yang berbeda. Flavonoid sering terdapat debagai
glikosida, Golongan terbesar flavonoid mempunyai cincin piran yang
menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah satu dari cincin benzena.
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan
alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk
daun, akar, kayu, kulit , tepung sari , nectar, bunga, buah, dan biji.
Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang terbesar yaitu
angiospermae (Markham, 1998).

Gambar 2.2

Pengelompokan flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-


oksigen tambahan dan gugus hidroksilnya (Rahayu et al., 2009). Perbedaan di
bagian rantai karbon nomor 3 menentukan klasifikasi dari senyawa flavonoid
yaitu: falvon, flavonol, flavanon, isiflavon, auron dan khalkon.
Gambar 2.3 jenis-jenis flavonoid. Sumber
(Mabry et al.,1970,dalam Sjahid,2008)

Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah banyak diteliti,


dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah atau mereduksi
radikal bebas dan juga sebagai anti radikal bebas (Georgio, 2000).
Antioksidan berfungsi mengatasi atau menetralisir radikal bebas sehingga
dapat mencegahn terjadinya kerusakan tubuh dari timbulnya penyakit
degenerative seperti asam urat (Kosasih, dkk., 2006).
2.3 Buah Delima ( Punica granatum L. )

Tumbuhan delima ( Punica granatum L. ) merupakan tanaman semak


atau perdu meranggas yang dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 5-8 meter.
Tanaman ini berasal dari Persia dan daerah Himalaya yang terletak di selatan
India. Tanaman buah delima tersebar mulai dari daerah subtropik hingga
tropik, dari daratan rendah hingga ketinggian di bawah 1000 m dpl. Tanaman
ini sangat cocok untuk ditanam di daerah yang gembur dan tidak terendam
oleh air, serta air tanahnya tidak dalam (Madhawati, 2012). Menurut Desmon
(2000) cit Budhka (2008), delima merah memiliki kulit buah yang tebal dan
warnanya seperti hijau keunguan, putih, coklat kemerahan atau ungu
kehitaman. Buahnya berbentuk bulat memiliki diameter 5-12 cm, beratnya
kurang lebih 100-300 gram yang terdiri dari biji-biji kecil, tersusun tidak
beraturan, berwarna putih sampai kemerahan. Berikut merupakan klasifiksasi
dari buah delima :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan biji tertutup)

Kelas : Magnoliopsida (tumbuhan dikotil)

Subkelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Lythraceae

Genus : Punica

Spesies : Punica granatum


Gambar 2.4 Buah Delima (Budka, 2008)

Buah delima di Indonesia, dikelompokkan sesuai dengan warnanya


yaitu delima merah, putih dan ungu. Diantara ketiganya buah delima merah
yang paling terkenal dan banyak ditemui. Buahnya berbentuk bulat dengan
diameter 5-12 cm. Terdapat bercak-bercak yang agak menonjol dan berwarna
lebih tua pada buah tersebut. Buah ini dikenali dengan adanya calyx atau
mahkota yang menjadi ciri khasnya (Madhawati 2012).

Buah delima memiliki beberapa senyawa aktif yaitu alkaloid,


flavonoid, saponin, tannin, dan triterpenoid (Yuniarti,2008). Kulit buah
delima mengandung alkaloid pelletierene, granatin, betulic acid, ursolic acid,
isoquercitrin, elligatanin, resin, triterpenoid, kalsium oksalat dan pati. Kulit
akar dan kulit kayu mengandung sekitar 20% elligatanin dan 0,5-1% senyawa
alkaloid sedangkan daunnya mengandung alkaloid, tannin, kalsium oksalat,
lemak, dan sulphur peroksidase. Daun mengandung alkaloid, tannin, kalsium
oksalat, lemak, dan sulfur peroksida (Savitri, 2008). Buah delima merah
yang sudah matang di dalamnya terdapat butiran-butiran biji yang berwarna
putih yang dibungkus oleh daging buah. Daging buah delima selain dapat
dikonsumsi secara langsung dapat dijadikan jus, ekstrak, maupun sari buah.
Bagian buah delima merah yang dapat dimakan (kurang lebih 50% dari berat
total buah) terdiri dari 80% jus dan 20% biji. Jus segar dari buah delima
merah mengandung 85% air, 10% gula dan 1,5 % pektin, asam askorbat dan
flavonoid polifenol. (Eibond, 2004).
Sari buah delima banyak mengandung flavonoid dengan anti
karsinogenik, yaitu senyawa antioksidan yang mampu mencegah radikal
bebas di dalam tubuh sekaligus memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak.
Antioksidan yang terkandung di dalamnya membantu mencegah terjadinya
penyumbatan pada pembuluh darah arteri oleh kolesterol dan mengobati asam
urat (Sudijo, 2014).

2.4 Enzim Xantin Oksidase

Xantin oksidase adalah enzim yang mengubah hipoxantin menjadi


xantin kemudian diubah menjadi asam urat. Xantin oksidase merupakan suatu
kompleks enzim yang terdiri dari molibdenum, FAD dan Fe2S2 sebagai pusat
reaksi redoks. Enzim ini terdiri dari dua subunit identik yang saling
berhadapan, memiliki 1332 residu asam amino dengan bobot molekul sekitar
270000 Da (Millar at al, 2002).

Xantin oksidase berperan penting dalam katabolisme purin. Enzim ini


mempunyai 2 bentuk, yaitu xantin oksidase dan xantin dehidrogenase. Enzim
xantin dehydrogenase dapat dikonversi menjadi xantin oksidase pada
mamalia, baik dalam reaksi reversibel maupun ireversibel. Enzim xantin
oksidase merupakan enzim yang tersebar luas dalam beberapa spesies, dari
bakteri hingga manusia. Enzim xantin oksidase di dalam tubuh manusia
terdapat pada hati, jika enzim ini terdapat diluar hati mengindikasikan
kerusakan fungsi hati (Hille, 2006). Berikut merupakan reaksi pembentukan
xantin menjadi asam urat:

Gambar 2.5 pengubahan xantin menjadi asam urat


Sumber (Hille,2006)
Pada saat bereaksi dengan xantin untuk membentuk asam urat atom
oksigen ditransfer dari molibdenum ke xantin. Perombokan pusat
molibdenum yang aktif terjadi dengan penambahan air. Selama proses
oksidasi melalui oksigen bertindak sebagai akseptor elektron menghasilkan
radikal peroksida dan radikal peroksida (Rhamdani, 2004). Pembentukkan
radikal peroksida dapat menyebabkan peradangan (Bodamyali et al. 2002).

2.5 Allopurinol
Allopurinol berguna untuk mengobati gout atau asam urat. Obat ini
bekerja dengan menghambat xantin oksidase, yang mengubah hipoxantin
menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Mekanisme umpan balik
allopurinol menghambat sintesis purin yang merupakan prekusor xantin.
Allopurinol sendiri mengalami biotransformasi oleh enzim xantin oksidase
menjadi aloxantin yang masa paruhnya lebih panjang daripada allopurinol, itu
sebabnya alopurinol yang masa paruhnya pendek cukup diberikan satu kali
sehari (Gunawan & Sulistia 2007). Berikut merupakan mekanisme kerja
allopurinol:

Gambar 2.6 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol


(Katzung, et al., 2002)
Mekanisme kerja allopurinol, awalnya bertindak sebagai substrat dan
kemudian sebagai inhibitor xantin oksidase. Oksidase ini akan
menghidroksilasi allopurinol menjadi aloxantin (oksipurinol). Sintesis urat
dari hipoxantin dan xantin segera menurun setelah pemberian allopurinol.
Oleh karena itu, konsentrasi hipoxantin dan xantin serum meningkat,
sedangkan kadar urat menurun, xantin dan hipoxantin ini lebih mudah larut
(dalam urin) (Stryer, 2000)

2.6 Uji Fitokimia

Uji fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang


belum tampak melalui suatu pemeriksaan yang dengan cepat dapat
memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia tertentu
dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia. Uji fitokimia
merupakan tahap pendahuluan dalam penelitian fitokimia yang bertujuan
untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung di
dalam tanaman yang diteliti. Uji fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi
pengujian warna menggunakan pereaksi warna. Pemilihan pelarut dan metode
ekstraksi merupakan hal penting dalam uji fitokimia. (Kristianti dkk., 2008).

Uji fitokimia dilakukan dengan metode uji tabung menggunakan


pereaksi-pereaksi yang sesuai untuk golongan senyawa yang aka diuji
diantaranya yaitu alkaloid, polifenol, tannin, flavonoid, dan saponin
(Robinson, 1995). Kromatografi lapis tipis merupakan uji untuk menegaskan
hasi uji tabung. Pemeriksaan golongan senyawa dideteksi di bawah sinar UV
dan dipertegas dengan penyemprotan dengan suatu pereaksi pada plat KLT
(Markham, 1998; Robinson, 1995; Wagner, 1996). Pereaksi Dragendroff dan
Meyer digunakan untuk mendeteksi golongan senyawa alkaloid lalu diamati
ada tidaknya endapan. Pereaksi FeCl3 digunakan untuk pemeriksaan polifenol
dengan mengamati warna larutan hasil reaksi. Pereaksi gelatin 1% digunakan
untuk pemeriksaan tannin lalu diamati ada tidaknya endapan. Pereaksi uap
ammonia digunakan untuk pemeriksaan flavonoid. Uji buih dan penambahan
HCl digunakan untuk mendeteksi adanya saponin (Robinson, 1995).
2.7 Isolasi Senyawa Aktif

2.7.1 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan cara memisahkan zat terlarut melalui dua buah


pelarut (biasanya cair) yang dapat melarutkan zat tersebut namun, kedua
pelarut ini tidak dapat saling melarutka ( Surjani, 2016). Ekstraksi merupakan
proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang
sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara
konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman.

Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa


yang akan diisolasi. Sebelum memilih suatu metode, target ekstraksi perlu
ditentukan terlebih dahulu. Ada beberapa target ekstraksi yaitu senyawa
bioaktif yang tidak diketahui, senyawa yang diketahui ada pada suatu
organisme, dan sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang
berhubungan secara struktural (Sarker SD, dkk., 2006).

Proses ekstraksi yang berasal dari bahan tumbuhan adalah sebagai


berikut:

1. Pengelompokan bagian tumbuhan, pengeringan dan penggilingan


bagian tumbuhan.
2. Pemilihan pelarut.
3. Pelarut polar seperti air, etanol, methanol, dan sebagainya.
4. Pelarut semipolar seperti etil asetat, diklorometan, dan sebagainya,
5. Pelarut nonpolar seperti n-heksan, petroleum eter, kloroform, dan
sebagainya.

Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak


digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri
(Agoes, 2007). Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman
dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu
kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara
konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman.
kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan banyak waktu,
pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa
senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstraksi
pada suhu kamar. Namun disisi lain, metode maserasi dapat menghindaro
rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil.

2.7.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis adalah cara memisahkan senyawa murni dari


campuran senyawanya. Kromatografi lapis tipis merupakan jenis lain dari
kromatografi bidang yang sering dipandang lebih berguna daripada
kromatografi kertas. Selulosa dari kertas dalam hal ini digantikan oleh partikel
penyerap yang dilengketkan pada sepotong kaca ataupun plastic maupun pelat
aluminium. Yang paling sering digunakan adalah gel silika, alumina, serbuk
selulosa, atau material lain yang lebih maju seperti resin penukar ion (
Wonorahardjo, S., 2016).

Fasa diam KLT terbuat dari serbuk halus dengan ukuran 5-50 um.
Serbuk halus ini dapat berupa suatu adsorben, penukar ion, suatu pengayak
molekul atau merupakan penyangga yang dilapisi suatu cairan. Untuk
membuat lapisan tipis perlu dibuat bubur berair dari serbuk tadi. Zat pengikat
seperti gips barium sulfat, polivinil alkohol, dan kanji perlu ditambahkan
untuk membantu pelekatan lapisan tipis tadi pada papan penyangga. Bubuk
halus ini kemudian ditebarkan pada papan penyangga (kaca, plastik, atau
alumunium secara merata. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan
silika gel, alumina dan serbuk selulosa (Soebagio, dkk., 2005). Jarak
pemisahan kromatogramnya dinyatakan dengan Rf yang dinyatakan sebagai
berikut:

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑙𝑢𝑠𝑖


𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑠𝑖
2.8 Identifikasi Senyawa

2.8.1 Spektrofotometer Uv-Vis

Spektrofotometer Uv-Vis adalah pengukuran energy cahaya oleh suatu


sistem kimia pada panjang gelombang tertentu. Alat ini bermanfaat untuk
penentuan senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah
ultraviolet (200-400 nm) atau daerah sinar tampak (400-800 nm)
(Sastrohamidjojo, 1991). Analisis dengan metode ini didasarkan pada absorbsi
gelombang elektromagnetik yang menyebabkan terjadinya transisi elektronik
dari keadaan dasar menjadi keadaan yang tereksitasi. Panjang gelombang
maksimum untuk setiap senyawa akan berbeda dengan senyawa lainnya
bergantung pada jenis transisi yang terjadi pada senyawa tersebut. Semakin
banyak ikatan rangkap yang terdapat pada zat tersebut, maka panjang
gelombang maksimum zat tersebut akan lebih besar (Gauglitz & Vo-Dinh,
2003). Pengukuran dengan alat ini memerlukan energy yang cukup besar pada
molekul yang akan dianalisis. Konsentrasi analit di dalam larutan dapat
dilakukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dan
diaplikasikan pada hokum Lambert-Beer (Rohman, 2007).

2.8.2 Spektrofotometer Sinar Inframerah

You might also like