Skenario 1 Kgwtdaruratan

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 7

KECELAKAAN LALU LINTAS

Dr. Rudi, bekerja di Puskesmas, menerma pasien wanita usia 25 tahun yang diantar masyarakat dan
keluarganya. Dari informasi yang diterima, pasien mengendarai motor tanpa mengenakan helm dan
menabrak pembatas jalan, setelah kecelakaan pasien tidak sadar dan tampak keluar cairan berwarna
merah dari hidung dah telinga. Pada pemeriksaan didapatkan airway : patent, nafas 28x/menit, nadi
120x/menit, TD 90/70 mmHg, GCS 13. Pada pemeriksaan ditemukan tanda Racoon eye, otorhea dan
rhinorea.

Pada pemeriksaan regio thorax : pada inspeksi Nampak jejas thorax dextra, vocal fremitus
kanan>kiri, nyeri tekan (+), hipersonor pada region thorax kanan, dan suara vesikuler kiri > kanan. Hasil
pemeriksaan radiologi menunjukkan fraktur inkomplit pada costa 5 dan 6 dextra, ruang pleura dextra
translusen dengan tampaknya gambaran pembuluh darah paru, sinus costophrenicus kanan kiri lancip,
parenkim paru dextra tampak mengecil/kolaps.

Dr. Rudi segera melakukan stabilisasi leher, memasang infus RL dengan tetesan cepat dan
memasang kateter urine. Karena kondisi pasien kritis dan gelisah, makan dr. Rudi berinisiatif untuk
mendampingi pasien ke rumah sakit. Dalam perjalanan di atas ambulan, ditemukan hematuria. Dr Rudi
berpikir adanya kemungkinan trauma saat pemasangan kateter atau ada diagnosis lain. Bagaimana anda
menjelaskan apa yang terjadi pada pasien tersebut dan apakah ada kemungkinan adverse effect?

A. TERMINOLOGI ASING

1. Otorhea : Keluarnya cairan dalam kepala melalui telinga.

2. Rhinorhea : keluarnya cairan melalui hidung.

3, Racoon eye : ekimosis bilateral di daerah periorbital yang merupakan indicator fraktur basis cranii.

4. Vocal fremitus : pemeriksaan yang dilakukan untuk membandingkan getaran paru-paru kanan dan kiri.

5. hematuria : munculnya darah pada urine.

6. Fraktur Inkomplit : patah tulang dengan garis patah tidak menyebrang sehingga tidak mengenai
korteks.

7. Adverse Effect : efek nyang tidak diharapkan dari suatu obat.


B. RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa tampak keluar cairan merah dari hidung dan telinga setelah kecelakaan ?

2. Bagaimana Interpretasi P(x) TTV ?

3. Mengapa muncul Racoon Eye, otorhea dan rhinorrhea?

4. Bagaimana interpretas p(x) region thorax?

5. Bagaimana interpretasi p(x) radiologi thorax?

6. Mengapa pasien dipasang stabilisasi leher, memasang infus RL dan kateter urine?

7. Mengapa ditemukan hematuria?

C. HIPOTESIS

1. Cairan merah kemungkinanadalah darah akibat adanya trauma dan fraktur pada kepala.

2. Airway patent : jalan napas tidak ada sumbatan

Nafas 28x/menit : takipneu

Nadi 20x/menit : takikardi

TD 90/70 : hipotensi

GCS 13 : apatis

3. Racoon Eyes : karna adanya robekan pada duramater sehingga cairan menumpuk di periorbital.

4. Jejas thorax dextra : akibat trauma

Vocal fremitus kanan > kiri : adanya penyempitan ruang paru kiri.

5. Fraktur inkomplit costa 5 dan 6

6. Stabilisasi leher : untuk menghentikan perdarahan dan menjaga jalan napas.

Infus RL : untuk mengatasi syok.

Kateter urin : observasi syok

7. kemungkinan adanya cedera abdomen pada traktus urinarius atau cedera pada pemasanagn kateter.
D. SKEMA
E. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Jenis – Jenis Trauma Kepala

2. Gejala Klinis Trauma Kepala

2. Penegakan diagnosis cedera kepala

3. Penatalaksanaan Pasien Trauma kepala dengan prinsip ABCD

4. Komplikasi dan prognosis trauma kepala

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang manifestasi trauma costae.

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang penatalaksanaan trauma costae.

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang prognosis trauma costae.


1.1 Trauma Kepala

Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

A. JENIS JENIS TRAUMA KEPALA

a) Fraktur

Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu :

- Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit.


- Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi dan
‘splintering’.
- Depressed : retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.
- Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat juga
hematoma subdural

b) Luka memar (kontosio)

Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler)
pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan
berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya
terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat terlihat
di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada kontusio dapat terlihat
suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar
dapat mengubah tingkat kesadaran

c) Laserasi (luka robek atau koyak)

Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing. Dengan kata
lain, pada luka yang disebabkan olehVbenda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan
teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka
ini biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya
pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut.

d) Abrasi

Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai
sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat
nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak.

e) Avulsi

Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas, tetapi sebagian masih
berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah
kecederaan
B. GEJALA KLINIS TRAUMA KEPALA

Ada beberapa tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:


a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)
b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)
c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

Gejala-gejala yang ditimbulkan juga tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama
setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit neurologik, perubahan
TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit
kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya
penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka, fraktur
tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.

C. PENATALAKSANAAN TRAUMA KEPALA

Penatalaksanaan cedera kepala bertujuan mempertahankan fisiologi umum tubuh, penanganan


segera akibat cedera primer, pencegahan atau meminimalkan cedera kapala sekunder dengan
penanganan peningkatan tekanan intrakranial, mempertahankan tekanan perfusi serebral yang adekuat.
Prinsip dasar penatalaksanaan trauma kepala antara lain :

o Monitor tekanan intrakranial beserta penurunannya.


o Elevasi kepala 30 derajat
o Terapi medika mentosa untuk penurunan udem otak
Penurunan aktivitas otak, menurunkan hantaran oxygen dengan induksi koma.
o Pembedahan dekompresi
o Terapi Profilaksi terhadap kejang.

Penanganan berdasarkan derajat keparahan:

A. Penanganan cedera kepala ringan:


Pasien dengan CT Scan normal dapat keluar dari UGD dengan peringatan apabila
: mengantuk atau sulit bangun (bangunkan setiap 2 jam), mual dan muntah, kejang,
perdarahan/keluar cairan dari hidung atau telinga, nyeri kepala hebat,
kelemahan/gangguan sensibilitas pada ekstrimitas, bingung dan tingkah laku aneh, pupil
anisokor, penglihatan dobel/gangguan visus, nadi yang terlalu cepat/terlalu pelan, pola
nafas yang abnormal.

B. Penanganan cedera kepala sedang (GCS 9-13)


o Beberapa ahli melakukan scoring Cedera kepala sedang dengan Glasgow Coma
Scale Extended (GCSE ) dengan menambahkan skala Amnesia postrauma
(PTA) dengan sub skala 0-7 dimana skore 0 apabila mengalami amnesia lebih
dari 3 bulan,dan skore 7 tidak ada amnesia.
o Berdasarkan CT scan dan gejalanya, Batchelor (2003 ) membagi cedera kepala
sedang menjadi :
1. Risiko ringan : tidak ada gejala nyeri kepala, muntah dan dizziness
2. Risiko sedang : ada riwayat penurunan kesadaran dan amnesia post
trauma
3. Risiko tinggi : nyeri kepala hebat, mual yang menetap dan muntah lebih dari
sekali
o Penanganan cedera kepala sedang sering kali terlambat mendapat penanganan
Karena gejala yang timbul sering tidak dikenali .
o Gejala terbanyak antara lain : mudah lupa, mengantuk, nyeri kepala, gangguan
konsentrasi dan dizziness.
o Penetalaksanaan utamanya ditujukan pada penatalaksanaan gejala, strategi
kompensasi dan modifikasi lingkungan ( terapi wicara dan okupasi ) untuk
disfungsi kognitif , dan psiko edukasi.

C. Cedera kepala berat (GCS 3-8)


o Diagnosis dan penanganan yang cepat meliputi: primari survei: stabilisasi cardio
pulmoner, secondary survei : penanganan cedera sistemik, pemeriksaan mini
neurologi dan ditentukan perlu penanganan pembedahan atau perawatan di ICU.

D. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS CEDERA KEPALA

- Komplikasi :  Kejang Pasca trauma

 Demam dan Menggigil

 Hidrocephalus

- Prognosis :  Pasien dengan peningkatan tekanan Intrakranial > 20 mmHg selama


perawatan mencapai 47%, sedangkan TIK di bawah 20 mmhg kematiannya 39%.
 Tujuh belas persen pasien sakit cedera kepala berat mengalami
gangguan kejang-kejang dalam dua tahun pertama post trauma.

You might also like