Professional Documents
Culture Documents
Laporan Praktikum V Biofar
Laporan Praktikum V Biofar
Oleh
I. TUJUAN
1. Mengetahui prinsip farmakokinetika dan ketersediaan hayati produk obat yang
berbeda.
2. Mengetahui cara simulasi data klinis farmakokinetika dan ketersediaan hayati produk
obat yang berbeda.
3. Mampu memberikan rekomendasi terapi terkait farmakokinetika dan ketersediaan hayati
produk obat yang berbeda.
Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmaseutik
atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan
menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi
maupun keamanan. Bioekivalen ditetapkan jika bioavailabilitas in vivo dari suatu uji produk obat
(genetik) tidak berbeda secara bermakana yaitu secara statistic dan tidak bermakna. Dalam laju
dan jumlah absorpsi obat, seperti perbandingan parameter terukur (konsentrasi bahan obat aktif
dalam darah, laju eksresi lewat urine, efek farmakodinamik) dari obat pembanding ( produk
nama dagang) jika diberikan pada molar dosis bagian aktif yang sama dibawah kondisi
percobaan yang sama, baik dosis tunggal maupun dosis ganda.
Menurut Pedoman Uji Bioekivalen Badan POM RI, dua produk obat disebut bioekivalen jika
keduanya mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan alternatif farmasetik dan pada
pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding
sehingga efeknya akan sama, baik dalam hal efikasi maupun keamanan. Dua produk obat
mempunyai ekivalensi farmasetik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah
dan bentuk sediaan yang sama. Dua produk obat merupakan alternatif farmasetik jika keduanya
mengandung zat aktif yang sama tetapi berbeda dalam bentuk kimia (garam, ester, dsb) atau
bentuk sediaan atau kekuatan.
Bioekuivalensi ditetapkan jika bioavailabilitas in vivo dari suatu uji produk obat
(baiasanya produk obat generik) tidak berbeda secara bermakna (yakni secara statistic tidak
bermakna) dalam laju dan jumlah absorpsi obat, seperti ditentukan melalui perbandingan
parameter terukur (missal, konsentrasi bahan obat aktif dalam darah, laju eksresi lewat urin, atau
efek farmakodinamik), dari obat pembanding biasanya produk nama dagang jika diberikan pada
molar dosis bagian aktif yang smaa dibawah kondisi percobaan yang sama, baik dosis tunggal
atau dosis ganda. Suatu produk obat berbeda dari obat pembanding dalam laju absorpsi tetapi
tidak dalam jumlah absorpsi dapat dianggap bioekuivalen jika perbedaan laju absorpsi disengaja
dan dicerminkan secara tepat dalam label dan laju absopsi tidak merugikan terhadap keamanan
dan kemanjuaran produk obat.
Parameter Farmakokinetika.
b. Cl (Klirens)
Klirens adalah volume plasma yang dibersihkan oleh seluruh tubuh dari obat per satuan
waktu. Klirens merupakan bilangan konstan pada kadar obat apabila ditentukan dengan
menggunakan kinetika orde kesatu. Bersihan total merupakan hasil penjumlahan bersihan
berbagai organ dan jaringan tubuh, terutama ginjal dan hepar. (Shargel dan Yu, 2005).
2. Parameter skunder
a.waktu paruh eliminasi (t1/2)
Waktu paro adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat di dalam tubuh
menjadi seperdua selama eliminasi (atau selama infus yang konstan). Waktu-paruh eliminasi
untuk setiap obat adalah waktu yang diperlukan untuk penurunan konsentrasi obat tersebut dalam
darah atau plasma hingga separuh dari nilai maksimumnya. Pengetahuan tentang waktu-paruh
obat sangat penting dalam penyusunan rencana pemberian obat. Obat-obat diberikan kurang-
lebih dengan waktu-paruh. Bila pemberian obat menyimpang terlalu banyak dari ketentuan ini,
fluktuasi konsentrasinya dalam plasma akan menimbulkan kegagalan terapi dan/atau toksisitas.
(Shargel dan Yu, 2005).
b. Tetapan kecepatan eliminasi ( Kel )
Kecepatan eliminasi adalah fraksi obat yang ada pada suatu waktu yang akan tereliminasi
dalam satu satuan waktu. Tetapan kecepatan eliminasi menunjukkan laju penurunan kadar obat
setelah proses kinetik mencapai keseimbangan. (Shargel dan Yu, 2005).
3. Parameter Turunan
a. Waktu mencapai kadar puncak ( tmak )
Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak.
(Shargel dan Yu, 2005).
b. Kadar puncak (Cp mak)
Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah atau serum atau plasma.
Nilai ini merupakan hasil dari proses absorbsi, distribusi dan eliminasi dengan pengertian bahwa
pada saat kadar mencapai puncak proses-proses tersebut berada dalam keadaan
seimbang.(Shargel dan Yu, 2005).
c. Luas daerah di bawah kurva kadar obat dalam sirkulasi sistemik vs waktu (AUC)
Nilai ini menggambarkan derajad absorbsi, yakni berapa banyak obat diabsorbsi dari
sejumlah dosis yang diberikan. Area dibawah kurva konsentrasi obat-waktu (AUC) berguna
sebagai ukuran dari jumlah total obat yang utuh tidak berubah yang mencapai sirkulasi sistemik
(Shargel dan Yu, 2005)
BAB II
METODE PRAKTIKUM
c. Fase absorbsi
b. Fase Eliminasi
c. Fase Absorbsi
C. Persamaan dan Parameter Farmakokinetika
3.3 FORMULA B
A. Tabel CP Terminal, CP Residual, dan AUC
b. Fase Eliminasi
c. Fase Absorbsi
C. Persamaan dan Parameter Farmakokinetika
3.4 FORMULA C
A. Tabel CP Terminal, CP Residual, dan AUC
b. Fase Eliminasi
c. Fase Absorbsi
1. Cmax
2. AUC 0-t
3. AUC 0-inf
4. Tmax
5. T1/2
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Parameter-parameter Farmakokinetika
Pada praktikum kali ini dilakukan suatu uji bioavaibilitas dan bioekivalen tiga sediaan
natrium diklofenak 50 mg salut enterik dengan pemberian secara oral dengan formula-formula
yang berbeda. Untuk memperoleh suatu data parameter-parameter farmakokinetika, terlebih
dahulu dilakukan pemilihan metode permodelan kompartemen yang paling ideal. Model
farmakokinetika adalah model yang dirancang untuk menggambarkan dinamika obat dalam
tubuh. Permodelan kompartemen bertujuan untuk mensimulasi proses laju obat untuk
menggambarkan dan meramalkan konsentrasi obat di dalam tubuh sebagai fungsi waktu
terutama laju eliminasi.
Dari model farmakokinetika dapat dikembangkan model matematika berupa persamaan
differensial yang dapat mendeskripsikan dinamika obat dalam tubuh. Untuk mendapatkan model
farmakokinetika sampai mendapatkan parameter farmakokinetika yang diiinginkan, maka perlu
dilakukan fitting data dari hasil cuplik darah yang diambil selama penelitian, sehingga dapat
diketahui model kompartemennnya. Suatu hipotesis atau model disusun dengan menggunakan
istilah matematik, yang memberi arti singkat dari pertanyaan hubungan kuantitatif. Berbagai
model matematik dapat dirancang untuk meniru proses laju absorpsi, distribusi dan eliminasi
obat. Model matematik ini memungkinkan pengembangan persamaaan untuk menggambarkan
konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu (Shargel and Yu, 2005). Persamaan
exsponensial yang diperoleh di buat suatu permodelan farmakokinetika yang bertujuan untuk
memperkirakan kadar obat dalam plasma, jaringan dan urin pada berbagai pengaturan dosis;
menghubungkan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik atau toksikologik menilai
perubahan laju atau tingakat avaibilitas antar formulasi (Hakim, 2015).
Model farmakokinetik ini berguna untuk: memprakirakan kadar obat dalam plasma, jaringan
dan urin pada berbagai pengaturan dosis, menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap
penderita secara individual, memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dan metabolit-
metabolit, menghubungkan konsentrasi obat dengan aktifitas farmakokinetik atau toksikologik,
menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antar formulasi (bioekivalensi), menggambarkan
perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorbsi, distribusi, atau eliminasi obat;
menjelaskan interaksi obat (Shargel dkk, 2005).
Sehingga dapat diperoleh bahwa uji bioavaibilitas dan bioekivalen tiga sediaan natrium
diklofenak 50 mg salut enterik dengan pemberian secara oral dengan formula-formula yang
berbeda menikuti model kompartemen satu. Dimana model kompartemen satu ini mengganggap
bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding
dengan kadar obat dalam tipe jaringan tersebut adalah sama pada berbagai waktu.
Parameter farmakokinetik model kompartemen terbuka antara lain, Konstanta laju eliminasi
obat (Ke), Konstanta laju absorbsi obat (Ka), Waktu paruh (t ½), T maksimum (t max), Fraksi
(F), Area Under Curve (AUC), Volume distribusi (Vd) dan Konsentrasi maksimum (C max).
Parameter yang digunakan yaitu kecepatan eliminasi atau konstanta laju eliminasi. Konstanta
laju eliminasi ini merupakan kecepatan obat dapat mengalami eliminasi di dalam tubuh setelah
melalui proses absorpsi. Dalam kompartemen ini tidak terjadi proses distribusi dan absopsi obat
tetapi langsung pada fase eliminasi sehingga obat dapat terabsopsi 100% di dalam tubuh.
Kecepatan laju eliminasi yang di dapat pada pemberian obat formula standar adalah 0,189 jam -1,
formula A 0,217 jam-1, formula B 0,174 jam-1, formula C 0,196 jam-1. Sehingga semakin besar
konstanta eliminasi (Ke) maka semakin mudah obat tereliminasi sehingga lama kerja obat dalam
tubuh menjadi lebih singkat (Hakim, 2015).
Konstanta laju absorpsi (Ka) menggambarkan kecepatan absorpsi, yakni masuknya obat ke
dalam sirkulasi sistemik dari absorpsinya (saluran cerna pada pemberian oral, jaringan otot pada
pemberian intramuskuler, dsb). Satuan dari parameter ini adalah fraksi persatuan waktu (per jam
atau per menit). Nilai Ka di lihat dari cepatya suatu obat terabsosbsi di dalam tubuh semakain
besar nilai Ka berarti semakin cepat obat tersebut terabsobsi, dan ketika suatu obat terabsobsi
dengan cepat maka obat tersebut akan terdistribusikan ke seluruh tubuh menuju ke sirkulasi
sistemik dengan lebih cepat (Shargel, dkk, 2005). Kecepatan laju absorpsi yang di dapat pada
pemberian obat formula standar adalah 1,964 jam-1, formula A 2,086 jam-1, formula B 0,567 jam-
1
, formula C 3,332 jam-1.
Parameter lain yang digunakan adalah waktu konsentrasi plasma mencapai puncak dapat
disamakan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum setelah
pemberian obat. Pada tmaks absorpsi obat adalah terbesar, dan laju absorpsi obat sama dengan laju
eliminasi obat. Absorpsi masih berjalan setelah tmaks tercapai, tetapi pada laju yang lebih lambat.
Harga tmaks menjadi lebih kecil (berarti sedikit waktu yang diperlukan untuk mencapai
konsentrasi plasma puncak) bila laju absorpsi obat menjadi lebih cepat. Tmaks yang di dapat pada
pemberian obat formula standar adalah1,324 jam, formula A 1,212 jam, formula B 3,003 jam,
formula C 0,902 jam (Hakim, 2015).
Volume distribusi (vd) menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar
plasma atau serum. Vd tidak perlu menunjukkan volume penyebaran obat yang sesungguhnya
ataupun volume secara anatomik, tetapi hanya volume imajinasi dimana tubuh dianggap sebagai
1 kompartemen yang terdiri dari plasma atau serum, dan Vd menghubungkan jumlah obat dalam
tubuh dengan kadarnya dalam plasma atau serum. Volume distribusi yang diperoleh pada pada
pemberian obat formula standar adalah 50,959 liter, formula A 43,028 liter, formula B 53,661
liter, formula C 47,638 liter. Besarnya Vd ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, fungsi
kardiovaskular, kemampuan molekul obat memasuki berbagai kompartemen tubuh, dan derajat
ikatan obat dengan protein plasma dan dengan berbagai jaringan. Obat yang tertimbun dalam
jaringan sehingga kadar dalam plasma rendah sekali, sedangkan obat yang terikat dengan kuat
pada protein plasma sehingga kadar dalam plasma cukup tinggi mempunyai vd yang kecil. Obat
yang bersifat polar cenderung memiliki volume Distribusi yang kecil. sebaliknya, obat yang
bersifat non-polar cenderung mempunyai volume distribusi yang besar. Semakin besar volume
distribusi obat, semakin sedikit jumlah obat yang berada di dalam plasma.
Waktu paro eliminasi digunakan untuk memperkirakan kapan suatu obat mencapai kadar
tunak di dalam darah, tidak tergantung kepada dosis, tidak tergantung kepada cara pemberian
obat, spesifik untuk setiap obat, merupakan faktor penentuan dalam perhitungan dosis obat
Waktu paro yang diperoleh pada pada pemberian obat formula standar adalah 3,726 jam, formula
A 3,193 jam, formula B 3,983 jam, formula C 3,356 jam (Hakim, 2015).
Parameter lainnya adalah AUC (Area Under Curve) AUC ini disebut AUC model, sebab
nilainya diturunkan dari model kompartemen. Jika nilai AUC didapat dari metode trapezoid,
maka AUC tersebut dinamai AUC trapezoid, AUC non-model kompartemen, atau AUC non-
model. Perlu dikemukakan bahwa nilai AUC bukan merupakan jumlah obat yang diabsorpsi,
namun sekedar menggambarkan jumlah obat yang diabsorpsi dan masuk kedalam sirkulasi
sistemik (Shargel dkk, 2012). AUC dapat dihitung secara matematis dan merupakan ukuran
untuk bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-
masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan. Selain
itu antara kadar plasma puncak dan bioavailabilitas terdapat hubungan langsung (Shargel dan
Yu, 2005). Nilai AUC tak hingga formula standar 2,945mg.jam/ml, nilai AUC tak hingga
formula A 2,193 mg.jam/ml , nilai AUC tak hingga formula B 2,809 mg.jam/ml, nilai AUC tak
hingga formula C 2,054 mg.jam/ml.
Konsentrasi plasma puncak (Cmax) menunjukkan konsentrasi obat maksimum dalam
plasma setelah pemakaian obat secara oral. Untuk beberpaa obat diperoleh suatu hubungan
antara efek farmakologis suatu obat dan konsentrasi obat dalam plasma. Cmax memberi petunjuk
bahwa obat cukup diabsorbsi secara sistemik untuk memberi suatu respons terapeutik. Selain itu
konsentrasi plasma puncak juga memberi petunjuk dari kemungkinan adanya kadar toksik obat.
Konsentrasi plasma puncak yang diperoleh pada pada pemberian obat formula standar adalah
0,364 mg/ml, formula A 0,267 mg/ml, formula B 0,254 mg/ml, formula C 0,233 mg/ml (Shargel
dan Yu, 2005).
Ketersediaan hayati (F) per oral merupakan fraksi obat yang masuk ke dalam sirkulasi
sistemik setelah diberikan dengan dosis tertentu per oral dibandingkan dengan fraksi yang masuk
ke dalam sirkulasi sitemik setelah diberikan secara intravena dengan dosis yang sama. Nilai F
dapat dihitung persamaan berikut :
F = AUCpo/AUCiv
Bioavailabilitas menunjukkan suatu pengukuran laju dan jumlah bahan aktif atau bagian
aktif yang diabsorpsi dari suatu produk obat dan tersedia2 pada tempat aksi. Untuk produk obat
yang tidak ditunjukkan absorpsi ke dalam aliran darah, bioavailabilitas dapat ditetapkan dengan
pengukuran yang ditunjukkan untuk mencerminkan laju dan jumlah bahan aktif atau bagian zat
aktif yang tersedia di tempat aksi (Shargel dkk, 2012). Selain itu bioavailabilitas adalah
presentase dan kecepatan zat aktif dalam produk obat yang mencapai atau tersedia dalam
sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif, setelah pemberian obat diukur dari kadarnya dalam
darah terhadap waktu atau dari eksresinya dalam urin. Bioavailabiltas dibedakan menjadi 2 yaitu
bioavailabilitas relative dan absolut.
Bioavailabilitas absolut adalah bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik
dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bioavailabilitas zat aktif tersebut dengan pemberian
intravena, sedangkan Bioavailabilitas relative adalah bioavailabilitas zat aktif yang mencapai
sirkulasi sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain
intravena. Perhitungan ini dapat menggunakan perbandingan rata-rata seperti AUC dan Cp maks.
Karena dari ketiga rute pemberian obat hanya AUC yang dimiliki oleh ketiganya sehingga
digunakan AUC (Shargel dkk, 2012).
Bioekivalensi merupakan perbandingan bioavaibilitas dari dua atau lebih produk obat.
Menurut pedoman uji bioekivalensi Badan POM RI, dua produk obat disebut boekivalen jika
keduanya mampu mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan alternatif farmasetik dan
pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavaibilitas yang sebanding
sehingga efeknya akan sama baik dalam hal efikasi maupun keamanan. Dua produk obat yang
mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama dan bentuk sediaan yang sama disebut
ekivalensi farmasetik. Sedangkan bila keduanya mengandung zat aktif yang sama tetapi berbeda
dalam bentuk kimia (garam, ester, dan lainnya) atau bentuk sediaan atau kekuatan, maka disebut
sebagai alternatif farmasetik. Studi bioavaibilatas digunakan untuk menunjukkan efek sifat fisika
kimia komponen obat dan betuk sediaan terhadap farmakokinetika obat. Studi bioekivalensi
digunakan untuk membandingkan bioavaibilitas obat dengan zat aktif yang sama dari berbagai
produk. Apabila produk obat tersebut bioekivalen maka efikasi dan profil keamanan produk obat
tersebut dapat di anggap sama dari dan dapat digantikan satu dengan yang lain (Shargel dkk,
2005).
Studi bioekivalensi (BE) adalah studi bioavailabilitas komparatif yang dirancang untuk
menunjukkan bioekivalensi antara produk uji (suatu produk obat copy) dengan produk obat
inovator / pembandingnya. Studi ini dilakukan dengan membandingkan profil kadar obat dalam
plasma atau urin antara produk-produk obat pada subyek manusia. Bioekuilavensi dapat dilihat
dengan membandingkan bioavailabilitas suatu produk dengan produk baku (standar) dengan
rumus :
𝐴𝑈𝐶 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑥/𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑥
𝑥100%
𝐴𝑈𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟/ 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
Batas kepercayaan 90% untuk rata-rata parameter farmakokinetika produk uji berada dalam
0,8-1,25 (80-125%) rata-rata produk pembanding yang didasarkan atas transformasi log data. Uji
kekuatan untuk AUC diatas 90% menunjukkan presisi data yang baik (Shargel dan Yu, 2005).
Interval kepercayaan 90% ditetapkan pada 80-125%. Batas kepercayaan ini juga disebut interval
bioekuivalensi. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh nilai AUC selanjutnya dihitung
bioavaibilitas dengan membandingkan dengan produk standarnya. Bioavaibilitas dengan
menggunakan AUC, produk formula A adalah 74%, produk formulasi B 95% , dan produk
formula C 69%. Sehingga dapat di simpulkan bahwa produk formula B berada pada rentang
yang ditetapkan yaitu 80%-125% . Dimana formula B memenuhi bioekivalen yang sama dengan
produk standar. Sedangkan formula A dan C tidak bioekuivalen dengan produk standar karena
tidak berada dalam rentang interval bioekuivalensi. Dasar-dasar untuk menetapkan bioekivalen :
a. Bioavailabilitas suatu produk dilakukan jika laju dan jumlah absorpsi produk, sebagaimana
dinyatakan dalam parameter terukur (konsentrasi bhn aktif dalam darah, laju ekskresi urin,
dan efek farmakologis) tidak berbeda secara bermakna dengan pembanding
b. Teknik analisis statistik yang dipakai hendaknya cukup peka untuk menemukan perbedaan
laju dan jumlah absorpsi yang tidak disebabkan eleh adanya perbedaan subjek
c. Suatu produk obat yang berbeda dari bahan pembamding dalam hal laju absorpsi, tetapi
tidak dalam jumlah absorpsi, dapat dianggap berada dalam sistemik, jika perbedaan laju
absorpsi disengaja dan dinyatakan dengan tepat dalam label/atau laju absorpsi tidak
mengganggu keamanan dan efektivitas produk obat.
dengan 90% CI =80-125%. Jadi parameter farmakokinetik seperti Cmax, AUC0-t, dan AUC0-inf
dapat dikatakan bioekivalensi karena masuk kedalam rentang yang telah ditetapkan BPOM yaitu
80-125%. (BPOM, 2005) Hasil pengamatan parameter farmakokinetika obat uji pada praktikuk
kali ini untuk AUC 0-t, AUC 0-inf, dan Cmaks adalah dapat dikatakan signifikan dengan obat
inovatornya karena seluruh nilai batas atas dan batas bawah Confidence Interval Rasionya
terdapat pada rentang 80-125%..
Untuk data parameter farmakokinetika Tmax didapatkan hasil pengamatan praktikum
kali ini adalah T hitung (9) > T tabel (4) sehingga Ho (terdapat perbedaan yang signifikan antara
obat uji (T) dengan obat inovator (R)) ditolak. Begitu pula berlaku sama dengan parameter
farmakokinetika T ½ didapatkan adalah T hitung (33) > T tabel (17) sehingga Ho ditolak. Ho
ditolak dimana terdapat perbedaan yang signifikan antara obat uji (T) dengan obat inovator (R).
Dimana obat uji dan obat inovator memiliki pengaruh peningkatan terhadap t ½ dan Cmax obat
tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pada praktikum kali ini dilakukan suatu uji bioavaibilitas dan bioekivalen tiga sediaan
natrium diklofenak 50 mg salut enterik dengan pemberian secara oral dengan formula-
formula yang berbeda. Dimana hal ini mengikuti model kompartemen satu dengan fase
eliminasi dan absorpsi.
2. Parameter farmakokinetik model kompartemen terbuka antara lain, Konstanta laju eliminasi
obat (Ke) yang di dapat pada pemberian obat formula standar adalah 0,189 jam-1, formula A
0,217 jam-1, formula B 0,174 jam-1, formula C 0,196 jam-1. Konstanta laju absorbsi obat (Ka)
yang di dapat pada pemberian obat formula standar adalah 1,964 jam-1, formula A 2,086 jam-
1
, formula B 0,567 jam-1, formula C 3,332 jam-1. Waktu paruh (t ½) yang diperoleh pada pada
pemberian obat formula standar adalah 3,726 jam, formula A 3,193 jam, formula B 3,983
jam, formula C 3,356 jam. T maksimum (t max) yang di dapat pada pemberian obat formula
standar adalah1,324 jam, formula A 1,212 jam, formula B 3,003 jam, formula C 0,902 jam.
Fraksi (F) standar 0,55. Area Under Curve (AUC), Nilai AUC tak hingga formula standar
2,945mg.jam/ml, nilai AUC tak hingga formula A 2,193 mg.jam/ml , nilai AUC tak hingga
formula B 2,809 mg.jam/ml, nilai AUC tak hingga formula C 2,054 mg.jam/ml. Volume
distribusi (Vd) yang diperoleh pada pada pemberian obat formula standar adalah 50,959 liter,
formula A 43,028 liter, formula B 53,661 liter, formula C 47,638 liter dan Konsentrasi
maksimum (C max) yang diperoleh pada pada pemberian obat formula standar adalah 0,364
mg/ml, formula A 0,267 mg/ml, formula B 0,254 mg/ml, formula C 0,233 mg/ml.
3. Bioavaibilitas dengan menggunakan AUC, produk formula A adalah 74%, produk formulasi
b 95% , dan produk formula C 69%. Sehingga dapat di simpulkan bahwa produk formula B
berada pada rentang yang ditetapkan yaitu 80%-125% . Dimana formula B memenuhi
bioekivalen yang sama dengan produk formula A dan standar. Sedangkan b tidak
bioekuivalen dengan produk standar karena tidak berada dalam rentang interval
bioekuivalensi.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor : HK .00.05.3.1818 Tentang Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta : Pengawasan
Obat dan Makanan Republik Indonesia.
FDA.2015.Draft Guidance for Industry: Dissolution Testing and Specification Criteria for
Immediate-Release Solid Oral Dosage Forms Containing Biopharmaceutics
Classification System Class 1 and 3 Drugs.
Shargel, Leon dan Andrew B.C.Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan.
Surabaya: Airlangga University Press.
Tarigan, E.Y. 2013. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Clinisindo Laboratories Jl.
Ulujami Raya No 12 Jakarta Selatan Periode 1 Maret-30 April 2013. Depok : Universitas
Indonesia.