Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

Proposal Usulan Penelitian

ANALISIS EFEKTIFITAS BIAYA PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DEWASA


DI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PTPN VIII SUBANG

Oleh:

Chandy Hermawan
D1A141018

Pembimbing I : Yulia Wardati, S.Si., Apt.,M.M ( )

Pembimbing II : ( )
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik

perhatian. Sementara itu sesuai dengan kebijakan pemerintah, tenaga kesehatan

diharapkan dapat lebih mendekatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat.

Dalam menjawab berbagai tantangan tersebut diperlukan pemikiran-pemikiran

khusus dalam meningkatkan efisiensi atau penggunaan dana secara lebih rasional

(Yusrizal, 2013).

Biaya pelayanan kesehatan khususnya biaya obat telah meningkat tajam

beberapa dekade terakhir, dan kecenderungan ini tampaknya akan terus berlanjut.

Hal ini antara lain disebabkan populasi pasien usia lanjut yang semakin banyak

dengan konsekuensi meningkatnya penggunaan obat, adanya obat-obat baru yang

lebih mahal dan perubahan pola pengobatan. Di sisi lain, sumber daya yang dapat

digunakan terbatas sehingga harus dicari cara agar pelayanan kesehatan menjadi

efisien dan ekonomis. Tidak hanya meneliti penggunaan dan efek obat dalam hal

khasiat dan keamanan saja, tetapi juga menganalisis dari segi ekonominya. Studi

khusus yang mempelajari hal tersebut dikenal dengan nama farmakoekonomi

(Trisna Yulia, 2016).

Farmakoekonomi dapat didefinisikan sebagai perhitungan antara biaya yang

dikeluarkan dengan dampaknya pada penyembuhan penyakit. Penerapan

farmakoekonomi dapat dilakukan untuk mengukur kelebihan suatu obat


dibandingkan dengan obat lain berdasarkan metode analisis farmakoekonomi.

Salah satu metode yang digunakan adalah analisis efektivitas biaya (Putera, 2008).

Analisis Efektivitas Biaya atau Cost Effectiveness Analysis (CEA)

merupakan salah satu cara untuk menilai dan memilih program terbaik bila

terdapat beberapa program berbeda dengan tujuan yang sama untuk dipilih.

Kriteria penilaian program mana yang akan dipilih adalah berdasarkan total biaya

dari masing-masing alternatif program sehingga program yang mempunyai total

biaya terendahlah yang akan dipilih oleh para analis / pengambil keputusan,

seperti pengambilan keputusan penggunaan suatu obat antibiotik (Yusrizal, 2013).

Efektivitas antibiotik dapat dilihat berdasarkan lama hari rawat inap pasien

di rumah sakit dan untuk menjamin efektivitasnya maka pemberian obat harus

rasional, yang berarti perlu dilakukan diagnosis yang akurat, memilih obat yang

tepat dengan dosis, cara pemberian, interval, serta lama pemberian yang tepat.

(Hamu 2015)

Antibiotik memiliki peran penting dalam pengobatan demam tifoid untuk

mencegah terjadinya komplikasi dan mengurangi angka kematian,

chloramphenicol, ampicillin atau amoxicillin, cotrimoxazole, merupakan

antibiotik lini pertama dalam pengobatan demam tifoid, bila pemberian salah satu

antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan antibiotik yang

lain atau dipilih antibiotik lini kedua. Obat yang termasuk ke dalam antibiotik lini

kedua yaitu golongan sefalosporin ceftriaxone, cefixim, dan golongan

fluorokuinolon seperti ciprofloxacin, ofloxacin, pefloxacin (Depkes RI, 2006).


Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan

oleh Salmonella typhi. Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara

berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Data World

Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta

kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian

tiap tahun. Di Indonesia diperkirakan antara 800 – 100 ribu orang terkena

penyakit demam tifoid sepanjang tahun. Diperkirakan angka kejadian ini adalah

300 – 810 kasus per 100.000 penduduk per tahun (Puspitasari, 2011). Berdasarkan

informasi dari Bagian Rekam Medik Rumah Sakit PTPN VIII Subang diperoleh

data bahwa demam tifoid termasuk dalam 10 penyakit terbanyak. Pada tahun 2015

terdapat sebanyak 690 pasien, pada tahun 2016 terdapat sebanyak 485 pasien,

sedangkan pada tahun 2017 mengalami peningkatan lagi sebanyak pasien 690

pasien demam tifoid.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang, “Analisis Efektifitas Biaya Pada Pengobatan Demam Tifoid

Dewasa Di Rawat Inap Rumah Sakit PTPN VIII Subang”

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana perbedaan efektivitas biaya antara pasien yang menggunakan

cefixim dan ciprofloxacin.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui perbedaan efektivitas biaya antara pasien yang menggunakan

cefixim dan ciprofloxacin.


1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

efektivitas pengobatan pada pasien tifoid, dan untuk mengetahui perbandingan

pengobatan pasien tifoid yang lebih cost effective antara pasien yang

menggunakan obat cefixim dan ciprofloxacin.

1.5 Metode Penelitian

1. Kriteria Alternatif

2. Kriteria Populasi dan Sampel

3. Outcome

4. Perspektif

5. Komponen Biaya

6. Analisis Farmakoekonomi dan Statistik

1.6 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit PTPN VIII Subang pada bulan

Mei sampai Juni 2018


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kriteria Alternatif

Obat-obatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tablet cefixim

(2 X 1) 200 mg dan ciprofloxacin (3 X 1) 500 mg.

3.2 Kriteria Populasi dan Sampel

Kriteria Inklusi:

a. Pasien umum demam tifoid yang dirawat inap Rumah Sakit PTPN VIII Subang

selama periode Januari – Desember 2017.

b. Pasien demam tifoid yang diberikan cefixim dan ciprofloxacin.

c. Pasien yang dinyatakan sembuh dari demam tifoid oleh dokter

d. Pasien dengan usia dewasa 26 tahun – 45 tahun (WHO, 2010)

Kriteria Eksklusi

a. Pasien demam tifoid dengan penyakit penyerta.

b. Pasien demam tifoid yang diberikan antibiotik lain selain cefixim

dan ciprofloxacin.

c. Pasien demam tifoid yang pulang paksa.

d. Data status pasien yang tidak lengkap, hilang, tidak jelas terbaca.

3.3 Outcome

Outcome yang digunakan untuk melihat efektivitas antibiotik pada penderita

ini adalah lama perawatan atau Length Of Stay (LOS). Ditinjau dari hari pertama
pasien dirawat sampai diperbolehkan pulang oleh dokter penanggung jawab

pasien.

3.4 Perspektif

Perspektif merupakan kajian penting dalam farmakoekonomi karena

perspektif yang dipilih akan menentukan komponen biaya yang harus disertakan.

Perspektif pada penelitian ini yaitu perspektif pasien.

3.5 Komponen Biaya

Komponen biaya yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah perspektif

pasien, yaitu biaya antibiotik, biaya rawat inap, biaya tindakan medis, biaya

administrasi, biaya laboratorium, biaya obat lain dan alat kesehatan.

3.6 Analisis Farmakoekonomi dan Analisis Statistik

Analisis farmakoekonomi merupakan analisis yang mempertimbangkan

faktor klinis (efektivitas pengobatan) dan faktor ekonomi (biaya) yang dapat

membantu para petugas kesehatan untuk menentukan pemilihan strategi terapi

yang harus diambil sesuai dengan kemampuan pasien. Pada penelitian ini

dilakukan dengan metode Analisis Efektivitas Biaya (AEB) yaitu menghitung

rasio antara total biaya (cost) yang dikeluarkan dengan outcome (hasil terapi)

pengobatan.

Pada AEB, biaya intervensi kesehatan diukur dalam unit moneter (rupiah)

dan hasil dari intervensi tersebut dalam unit alamiah atau indikator kesehatan baik

klinis maupun non klinis (non-moneter). Analisis data dilakukan dengan

melakukan perhitungan Rasio Efektivitas Biaya (REB), analisis statistik, diagram


atau table efektivitas biaya, dan perhitungan Rasio Inkremental Efektivitas Biaya

(RIEB) dengan rumus sebagai berikut :

Biaya Obat A−Biaya Obat B Biaya Biaya Pengobatan


RIEB = REB = Efektivitas =
Outcome A−Outcome B Lama Perawatan
ALUR PENELITIAN

Cefixim
Penentuan Kriteria Obat
Ciprofloxacin

Kriteria Inklusi
Penentuan Kriteria Pasien
Kriteri Eksklusi

Penentuan Outcome Penentuan Perspektif

Lama Perawatan Komponen Biaya


Pasien

Analisis Farmakoekonomi

1. REB
2. Analisis Statistik
3. Tabel Efektivitas Biaya
4. RIEB
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2006, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


364/Menkes/SK/V/2006 Tentang Pedoman Pengendalian Demam
Tifoid., Departemen Kesehatan Republik Indonesia., Hal 17– 19

Hamu Gina R, dkk 2015., Analisis Efektivitas Seftriakson dan Sefotaksim


pada Pasien Rawat Inap Demam Tifoid Anak di RSUD Sultan Syarif
Mohamad Alkadrie Kota Pontianak

Puspitasari Ine., Riyatno., Eman Sutrisna., 2011., Cost-Effectiveness Analysis


Pengobatan Demam Tifoid Anak Menggunakan Sefotaksim Dan
Kloramfenikol di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Putera., F.R., 2008., Kendalikan Biaya Kesehatan Dengan Farmakoekonomi.

Trisna Yulia., 2016., Aplikasi Farmakoekonomi.,


https://www.ikatanapotekerindonesia.net/news/pharma-update/aplikasi-
farmakoekonomi (Diakses tanggal 09 April 2018)

Yusrizal, 2013., Analisis Biaya Kloramfenikol dan Seftriakson Pada


Pengobatan Pasien Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD.
Abdul Meoleok Tahun 2011 Jurnal Analisis Kesehatam., VOL II., NO 1.,
Maret 2013

World Health Organizations. 2010. World Health Statistics 2010. Genewa :


WHO

You might also like