Professional Documents
Culture Documents
Refarat Defense Mechanisms
Refarat Defense Mechanisms
Refarat Defense Mechanisms
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Disusun Oleh:
Abidatun Amanah
111 2016 2065
Residen Pembimbing:
dr. A. Tenri Padad
Supervisor Pembimbing:
dr. Erlyn Limoa, Sp.KJ
Mengetahui,
TINJAUAN PUSTAKA
Mekanisme pertahanan dapat ditinjau dalam arti luas dan dalam arti sempit.
Dalam arti luas, yaitu semua cara penanggulangan masalah, baik yang rasional
maupun yang irasional yang sadar maupun nirsadar, yang realistic maupun yang
fantastic. Dalam arti sempit, ialah mekanisme yang dipakai ego untuk menyingkirkan
ansietas dan yang mengandung potensi pathogen (potensi untuk membentuk gejala
psikopatologik), yaitu mekanisme yang berlangsung dengan pemindahan (shift) ke
fantasi dan pengolahan fantasi itu dilakukan dengan berbagai cara yang tidak disadari
dan tidak rasional; dalam kepustakaan psikiatri istilah ini lazim dipakai dalam arti
sempit.5
Lalu, apa yang dilakukan oleh individu bila menghadapi masalah ? biasanya
ia akan:5
1. Penyangkalan (denial)
Yaitu menganggap tidak ada sensasi-sensasi nyeri atau antisipasi suatu
peristiwa yang tidak menyenangkan. Mungkin inilah mekanisme yang
paling sederhana. Cara ini lazim digunakan untuk meringankan ansietas.
Contohnya antara lain anak kecil yang “tidak merasa sakit” ketika
disuntik, orang dewasa yang meyakini diri sendiri bahwa perkawinan, atau
perceraian, atau penggantian pekerjaan akan membereskan segala
persoalan.
2. Represi :
Perasaan-perasaan dan impuls yang nyeri tidak dapat diterima
(memalukan, membangkitkan rasa bersalah, membahayakan) didorong
keluar kesadaran, tidak diingat, “dilupakan itu mencari penyaluran dalam
fungsi-fungsi system badaniah tertentu (misalnya dalam sindrom hysteria),
atau terjadi “lowongan” dalam pola ingatan. Hal-hal uang direpresikan
dapat juga bermanifestasi dalam ide-ide atau perasaan-perasaanyang
dipegang teguh dan kaku tanpa alasan yang masuk akal.
3. Proyeksi :
Kegagalan diri sendiri dipersalahkan kepada orang lain atau pada
“situasi”, misalnya kalah dalam pertandingan karena wasitnya curang,
tidak lulus ujian karena dosennya sentiment, usaha merosot karena situasi
umum. Cara ini dapat meringankan kecemasan, rasa bersalah dan rasa
gagal. Proyeksi dapat meningkat sampai taraf ekstrim yang disertai
penyimpangan persepsi lingkungan, yaitu berupa waham kejaran dan
halusinasi.
4. Introyeksi
arti harafiahnya yaitu “memasukkan ke dalam diri”. Individu dapat
menyingkirkan ketakutan terhadap seseorang dan impuls-impuls
permusuhan terhadapnya dengan cara mengambil alih (memasukkan ke
dalam diri) sifat-sifat orang tersebut. Hal ini dapat menjadi gejala
psikopatologik bila ia kemudian merasa “terancam dari dalam” yang
menjelma dalam kecenderungan untuk “menghukum diri” dan perasaan
bersalah irasional yang tidak dapat dikuasai.
5. Pembentukan reaksi (reaction formation)
Mekanisme ini mempunyai hubungan dengan represi sebagai jalan untuk
mengolah atau menyalurkan materi yang direpresi. Terhadap impuls-
impuls dalam dirinya yang dirasakannya sebagai ancaman, individu
menyurun sikap reaktif terhadapnya; dengan demikian ia akan merasa
aman dan percaya bahsa impuls-impuls tersebut tidak ada. Namun, sikap
reaktif ini sering bersifat kaku dan seperti berlebihan, dand apat
membentuk gejala obsesi dan kompulsi. Contohnya, seseorang yang
merasa terancam misalnya oleh impuls agresif atau seksual yang tercela
(dari dalam dirinya), dapat menjadi seorang dengan fanatisme religious
yang kaku dan menentang segala bentuk kesenangan bagi dirinya sendiri.
6. Peniadaan (undoing)
Mekanisme ini biasanya berkaitan dengan reaction formation. Terdiri atas
perbuatan-perbuatan ritualistic yang mempunyai arti simbolik untuk
meniadakan, menghapus, melupakan suatu kejadian, pemikiran atau
impuls. Individu tidak mengetahui (tidak menyadari) hal yang
“ditiadakan” olehnya; ia hanya mengalami suatu dorongan yang kuat
untuk melakukan suatu perbuatan tertentu, yang biasanya berulang kali.
Contoh, seseorang kadang-kadang berkumur untuk “menghapus”
perkataan yang baru dikatakannya namun disesalkan karena terdengar
memalukan.
7. Isoalasi
Mekanisme ini memisahkan ingatan tentang peristiwa traumatic (peristiwa
yang membangkitkan ansietas) dari penghayatan emosinya. Pasien dapat
mengingat dan menceritakan peristiwa asalnya, tanpa menghayati emosi
yang berkaitan dengan peristiwa itu; emosi itu disalurkan pada obyek-
obyek lain yang tampaknya tidak relevan.
8. Penghalangan (blocking)
Digunakan bila sesorang tidak dapat mengatasi emosinya dengan
penyangkalan dan represi; dengan demikian suatu fungsinya dihentikan,
dihadang. Mekanisme ini praktis selalu bersifat patologik, misalnya
rigiditas sebagai mekanisme defense terhadap hal-ihwal seksual, pasivitas
yang ekstrim pada orang yang sebenarnya sangat hostil (bermusuhan) atau
sangat takut. Emosi yang “dihadang” demikian dapat disalurkan terhadap
obyek atau situasi lain yang tampaknya tak bersangkut paut.
9. Regresi
Mundur kembali pada jenis adaptasi yang lebih dini. Digunakan dalam
usaha untuk mengatasi atau menyesuaikan diri dengan situasi yang amat
sukar atau situasi buntu. Tingkat regresi memainkan peran penting dalam
penentuan sifat reaksi, apakah neurotic atau psikotik, yang dipertunjukkan
seseorang bila situasinya tidak dapat dihadapi secara konstruktif.
10. Splitting
Merupakan mekanisme defense yang primitif, yang bermanifestasi secara
klinis dalam bentuk :
a. Ekspresi perasaan dan perilaku yang berubah-ubah secara cepat
b. Kemampuan pengendalian impuls berkurang secara selektif
c. Memisahkan orang-orang dilingkungannya menjadi dua macam, yaitu
yang baik dan yang buruk
d. Representasi self yang berubah-ubah secara bergantian dari hari ke
hari bahkan dari jam ke jam. Banyak dijumpai pada pasien dengan
gangguan kepribadian ambang
11. Identifikasi proyektif
Merupakan sarana masuknya splitting intrapsikik kedalam splitting
interpersonal. Terdiri atas tiga tahap yaitu :
a. Pasien memproyeksikan representasi self dan obyek kepada terapis
b. Terapis secara nirsadar mengidentifikasi hal-hal yang diproyeksikan
itu dan mulai berperilaku sesuai atau seperti yang diproyeksikan
sebagai respons terhadap tekanan interpersonal dari pasien
c. Materi yang diproyeksikan diolah secara psikologik dan dimodifikasi
oleh terapis dan kemudian dikembalkan kepada pasien (re-introyeksi).
Materi yang dikembalikan itu akan mengubah representasi self dan
obyek dalam pola hubungan interpersonal.
Pengetahuan tentang psikodinamik (termasuk pengertian tentang mekanisme
defensi) berguna dalam upaya pemahaman fenomena-fenomena jiwa yang ada dalam
diri seorang pasien (mis. gangguan fungsi tubuh, gejala-gejala klinis pasikiatris),
yang akan berguna dalam menentukan tatalaksana yang tepat dalam praktik sehari-
hari.5