BAB 1 Metliiittt

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 42

TEORI DASAR

1. Penegnalan Tentang Magnetolurik

Survey geofisika terutama dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai

distribusi parameter-parameter fisik bawah permukaan seperti kecepatan gelombang

elastik, rapat massa, kemagnetan, kelistrikan dan lain lain dari hasil pengukuran efeknya

di permukaan bumi atau tempat lain yang dapat dijangkau (lubang bor atau tambang

bawah tanah). Dalam survey geofisika menggunakan metoda elektromagnetik (EM) sifat

fisik yang relevan adalah konduktivitas atau resistivitas (tahanan-jenis) batuan. Beberapa

studi menunjukkan adanya kaitan erat antara tahanan-jenis dengan porositas, kandungan

fluida (air atau gas) dan temperatur formasi batuan. Pengaruh masing-masing faktor

tersebut terhadap tahanan-jenis formasi batuan sangat kompleks karena dapat saling

tumpang-tindih (overlap). Namun secara umum porositas tinggi yang disertai kandungan

gas biasanya dicirikan oleh tahanan-jenis yang relatif lebih tinggi. Sebaliknya jika

fluidanya berupa air dengan temperatur tinggi - seperti dijumpai di daerah prospek

geotermal - maka hal tersebut dapat berasosiasi dengan daerah bertahanan jenis rendah.

Dengan demikian pada taraf tertentu metoda EM dapat digunakan untuk keperluan

eksplorasi sumber daya alam seperti mineral, minyak dan gas bumi, geotermal serta untuk

keperluan studi permasalahan lingkungan. Metoda magnetotellurik (MT) merupakan

salah satu metoda eksplorasi geofisika yang memanfaatkan medan elektromagnetik alam.

Medan EM tersebut ditimbulkan oleh berbagai proses fisik yang cukup kompleks

sehingga spektrum frekuensinya sangat lebar (10-5 Hz – 104 Hz). Pada frekuensi yang

cukup rendah (kurang dari 1 Hz), solar wind yang mengandung partikel-partikel

bermuatan listrik berinteraksi dengan medan magnet permanen bumi sehingga

menyebabkan variasi medan EM. Variasi pada jangkah frekuensi audio (audio frequency

band, di atas 1 Hz) terutama disebabkan oleh aktivitas meteorologis berupa petir. Petir
yang terjadi di suatu tempat menimbulkan gelombang EM yang terperangkap antara

ionosfer dan bumi (wave guide) dan menjalar mengitari bumi.

Kebergantungan fenomena listrik - magnet terhadap sifat kelistrikan terutama

konduktivitas medium (bumi) dapat dimanfaatkan untuk keperluan eksplorasi

menggunakan metoda MT. Hal ini dilakukan dengan mengukur secara simultan variasi

medan listrik (E) dan medan magnet (H) sebagai fungsi waktu. Informasi mengenai

konduktivitas medium yang terkandung dalam data MT dapat diperoleh dari penyelesaian

persamaan Maxwell menggunakan model-model yang relatif sederhana. Pada dekade 50-

an untuk pertama kali hal tersebut dilakukan dan dibahas secara terpisah oleh Tikhonov

(1950), Rikitake (1946), Price (1950), Kato dan Kikuchi (1950), Cagniard (1953) dan

Wait (1954) yang kemudian menjadi dasar metoda MT. Dengan demikian metoda ini

masih relatif baru jika dibandingkan dengan metoda geofisika lainnya.

2. Persamaan Maxwell

Persamaan Maxwell merupakan sintesa hasil-hasil eksperimen (empiris) mengenai

fenomena listrik - magnet yang didapatkan oleh Faraday, Ampere, Gauss, Coulomb

disamping yang dilakukan oleh Maxwell sendiri. Penggunaan persamaan tersebut dalam

metoda MT telah banyak diuraikan dalam buku-buku pengantar geofisika khususnya yang

membahas metoda EM (Keller & Frischknecht, 1966 ; Porstendorfer, 1975 ; Rokityansky,

1982 ; Kauffman & Keller, 1981 ; 1985).

Dalam bentuk diferensial, persamaan Maxwell dalam domain frekuensi dapat

dituliskan sebagai berikut,


dimana E : medan listrik (Volt/m)

B : fluks atau induksi magnetik (Weber/m2 atau Tesla)

H : medan magnet (Ampere/m)

j : rapat arus (Ampere/m2)

D : perpindahan listrik (Coulomb/m2)

q : rapat muatan listrik (Coulomb/m3)

Persamaan (1a) diturunkan dari hukum Faraday yang menyatakan bahwa perubahan

fluks magnetik menyebabkan medan listrik dengan gaya gerak listrik berlawanan dengan

variasi fluks magnetik yang menyebabkannya. Persamaan (1b) merupakan generalisasi

teorema Ampere dengan memperhitungkan hukum kekekalan muatan. Persamaan tersebut

menyatakan bahwa medan magnet timbul akibat fluks total arus listrik yang disebabkan

oleh arus konduksi dan arus perpindahan. Persamaan (1c) menyatakan hukum Gauss yaitu

fluks elektrik pada suatu ruang sebanding dengan muatan total yang ada dalam ruang

tersebut. Sedangkan persamaan (1d) yang identik dengan persamaan (1c) berlaku untuk

medan magnet, namun dalam hal ini tidak ada monopol magnetik.

Hubungan antara intensitas medan dengan fluks yang terjadi pada medium dinyatakan

oleh persamaan berikut,


dimana  : permeabilitas magnetik (Henry/m)

  : permitivitas listrik (Farad/m)

 : konduktivitas (Ohm-1/m atau Siemens/m)

 : tahanan-jenis (Ohm.m)

Untuk menyederhanakan masalah, sifat fisik medium diasumsikan tidak bervariasi

terhadap waktu dan posisi (homogen isotropik). Dengan demikian akumulasi muatan seperti

dinyatakan pada persamaan (1c) tidak terjadi dan persamaan Maxwell dapat dituliskan

kembali sebagai berikut,

Tampak bahwa dalam persamaan Maxwell yang dinyatakan oleh persamaan (3) hanya

terdapat dua variabel yaitu medan listrik E dan medan magnet H. Dengan operasi curl

terhadap persamaan dan (3b) serta mensubstitusikan besaran-besaran yang telah diketahui

pada persamaan (3) akan kita peroleh pemisahan variabel E dan H sehingga,
Dengan memperhatikan identitas vektor Ñ ´ Ñ ´ x = Ñ Ñ × x - Ñ2 x dimana x adalah E

atau H, serta hubungan yang dinyatakan oleh persamaan (3c) dan (3d), maka kita dapatkan

persamaan gelombang (persamaan Helmholtz) untuk medan listrik dan medan magnet

sebagai berikut,

Perlu diingat bahwa pada persamaan tersebut di atas variabel E dan H merupakan

fungsi posisi dan waktu. Jika variasi terhadap waktu dapat direpresentasikan oleh fungsi

periodik sinusoidal maka,

dimana E0 dan H0 masing-masing adalah amplitudo medan listrik dan medan

magnet, dan w adalah frekuensi gelombang EM. Dengan demikian persamaan (5) menjadi,

Pada kondisi yang umum dijumpai dalam eksplorasi geofisika (frekuensi lebih rendah

dari 104 Hz, medium bumi) suku yang mengandung e (perpindahan listrik) dapat diabaikan

terhadap suku yang mengandung s (konduksi listrik) karena harga wms >> w2me untuk m =

m 4p 10-7 H/m 0 = × . Pendekatan tersebut adalah aproksimasi keadaan kuasi-stasioner

dimana waktu tempuh gelombang diabaikan.


Eliminasi kebergantungan medan terhadap waktu seperti dilakukan untuk

memperoleh persamaan (7) selain dimaksudkan untuk menyederhanakan persamaan juga

untuk lebih mengeksplisitkan aproksimasi keadaan kuasi-stasioner tersebut. Dengan

demikian, persamaan gelombang (5a) dan (5b) menjadi persamaan difusi,

dimana adalah bilangan gelombang yang dapat dinyatakan dalam

bentuk,

dengan

3. Impendansi Bumi Homogen

Gelombang EM dapat dianggap sebagai gelombang bidang yang merambat secara

vertikal ke dalam bumi berapapun sudut jatuhnya terhadap permukaan bumi. Hal ini

mengingat besarnya kontras konduktivitas atmosfer dan bumi.

Penyelesaian persamaan gelombang (8a) dan (8b) yang merupakan persamaan

diferensial orde 2 cukup kompleks mengingat semua variabel dapat bervariasi terhadap waktu

dan posisi dalam sistem koordinat kartesian (x, y, z). Oleh karena itu akan kita tinjau

permasalahan yang sederhana terlebih dahulu, yaitu untuk kasus medium homogen.

Model bumi yang paling sederhana adalah suatu half-space homogen isotropik

dimana diskontinyuitas tahanan-jenis hanya terdapat pada batas udara dengan bumi. Dalam
hal ini setiap komponen horisontal medan listrik dan medan magnet hanya bervariasi

terhadap kedalaman sehingga dekomposisi persamaan (8a) menghasilkan persamaan berikut,

dimana, x, y dan z adalah sumbu koordinat kartesian dengan z adalah kedalaman

(positif vertikal ke bawah).

Secara umum eksponensial yang mengandung komponen bilangan imajiner dari k (e

iz ) menyatakan variasi sinusoidal gelombang EM terhadap kedalaman, sedangkan

eksponensial yang mengandung komponen bilangan riil dari k (e z ) menyatakan faktor

atenuasi menurut sumbu z positif atau negatif. Konstanta A dan B ditentukan berdasarkan

syarat batas.

Dekomposisi persamaan (3a), dengan memperhatikan hubungan (6b) dan persamaan

(11a), menghasilkan komponen medan magnet berikut,

Dapat kita buktikan bahwa persamaan (12) adalah juga solusi persamaan difusi untuk

medan magnet (8b).


Untuk bumi homogen, koefisien B pada persamaan (11) dan (12) berharga nol, mengingat

sumber medan EM bersifat ekstern dan amplitudo medan EM harus menjadi nol pada

kedalaman tak hingga. Dengan kata lain suku dengan koefisien A mengandung faktor

atenuasi gelombang EM terhadap kedalaman (z positif ke bawah). Impedansi yang

didefinisikan sebagai perbandingan antara komponen medan listrik dan medan magnet yang

saling tegak lurus dapat diperoleh dari persamaan (11) dan (12),

``````````

Berdasarkan persamaan tersebut di atas, impedansi bumi homogen adalah suatu

bilangan skalar kompleks yang merupakan fungsi tahanan-jenis medium dan frekuensi

gelombang EM. Dalam hal ini impedansi yang diperoleh dari dua pasangan komponen medan

listrik dan medan magnet yang berbeda (Ex Hy dan Ey Hx ) secara numerik berharga sama

mengingat simetri radial medium homogen atau medium 1-dimensi yang akan dibahas

kemudian. Untuk selanjutnya impedansi bumi homogen disebut impedansi intrinsik (ZI = Zxy

= - Zyx). Impedansi kompleks dapat

Impedansi kompleks dapat pula dinyatakan sebagai besaran amplitudo dan fasa.

Dalam praktek besaran tersebut lebih sering dinyatakan dalam bentuk tahanan-jenis dan fasa

sebagai berikut,
Tampak bahwa fasa untuk bumi homogen adalah konstan, yaitu 45° yang merupakan

beda fasa antara medan listrik dan medan magnet. Perbedaan fasa tersebut dapat berupa

bilangan positif atau negatif bergantung pada pemilihan fungsi variasi terhadap waktu pada

persamaan (6) yaitu e +it atau e -it .\

4. Impedansi Bumi Berlapis Horizontal

Dari solusi medan listrik dan medan magnet yang berlaku untuk bumi homogen

tampak bahwa amplitudo gelombang EM mengalami atenuasi secara eksponensial terhadap

kedalaman. Dengan menggunakan solusi tersebut kita dapat pula menghitung besarnya

amplitudo gelombang EM pada suatu kedalaman tertentu.

Skin depth didefinisikan sebagai kedalaman pada suatu medium homogen dimana

amplitudo gelombang EM telah terreduksi menjadi 1/e dari amplitudonya di permukaan bumi

(ln e = 1 atau e = 2.718 ...). Besaran tersebut dirumuskan sebagai berikut,

dimana adalah tahanan-jenis medium homogen atau ekivalensinya, 2f .

Besaran skin depth digunakan untuk memperkirakan kedalaman penetrasi atau kedalaman

investigasi gelombang EM. Untuk keperluan praktis digunakan definisi kedalaman efektif

yang lebih kecil dari skin depth yaitu /2. Gambar 1 memperlihatkan kurva-kurva skin depth

dan kedalaman efektif sebagai fungsi dari tahanan-jenis medium dan frekuensi gelombang
EM. Dari persamaan (15) dan gambar 1 tampak bahwa makin besar tahanan-jenis medium

dan perioda (T = f -1) gelombang EM maka kedalaman investigasinya makin besar.

Telah di bahas di atas bahwa impedansi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara medan

listrik (E) dan medan magnet (H) bergantung pada tahanan-jenis medium atau batuan.

Dengan demikian, impedansi sebagai fungsi dari perioda memberikan informasi mengenai

tahanan-jenis medium sebagai fungsi dari kedalaman. Berdasarkan hal tersebut metoda

sounding MT dilakukan dengan merekam data berupa variasi medan listrik dan medan

magnet pada beberapa perioda tertentu.

Jika tahanan-jenis hanya bervariasi terhadap kedalaman, maka model yang digunakan

untuk merepresentasikan kondisi ini adalah model 1-dimensi (1-D). Pada umumnya

digunakan model yang terdiri dari beberapa lapisan horisontal dengan masing-masing lapisan

bertahanan-jenis konstan atau homogen dan isotropis (model bumi berlapis horisontal).

Dalam hal ini parameter model adalah tahanan-jenis dan ketebalan tiap lapisan dengan

lapisan terakhir berupa medium homogen (Gambar 1).

Gambar 1

Model 1 - dimensi yang terdiri dari n - lapisan horisontal homogen (bumi berlapis
horisontal). Parameter model adalah tahanan-jenis () dan ketebalan (h) tiap lapisan,

lapisan terakhir adalah half-space dengan ketebalan tak berhingga.

Terdapat beberapa alternatif cara perhitungan impedansi di permukaan bumi berlapis

horisontal seperti dikemukakan oleh Postendorfer (1975), Kauffman & Keller (1981),

Pedersen & Hermance (1986) serta Ward & Hohmann (1988). Namun secara umum,

perhitungan impedansi tersebut menggunakan rumus rekursif yang menghubungkan

impedansi di permukaan dua lapisan yang berurutan. Dari impedansi di permukaan lapisan

terakhir yang berupa medium homogen (persamaan (13)) dapat dihitung impedansi di

permukaan lapisan di atasnya, demikian seterusnya secara rekursif hingga diperoleh

impedansi di permukaan bumi (lapisan pertama).

Pada bagian ini akan dibahas perumusan yang dikemukakan oleh Pedersen &

Hermance (1986) dengan pertimbangan bahwa rumur rekursif yang dihasilkan lebih

sederhana dan kompak. Disamping itu implementasi numerik perumusan tersebut lebih

mudah dan lebih stabil mengingat adanya perhitungan eksponensial. Berdasarkan persamaan

(11) dan (12), impedansi pada pada kedalaman z1 dalam lapisan ke - j adalah sebagai berikut,

dimana ZI , j adalah impedansi intrinsik lapisan ke - j seperti telah didefinisikan pada

persamaan (13).

Untuk mengeliminasi koefisien Bj Aj pada persamaan (16), kita definisikan impedansi

pada kedalaman z2 dalam lapisan ke - j dengan cara yang sama seperti pada persamaan (16).
Kemudian kita peroleh harga koefisien Bj Aj sebagai fungsi impedansi pada kedalaman z2

sebagai berikut,

Jika z1 dan z2 masing-masing adalah kedalaman permukaan (top) dan bagian bawah

(bottom) lapisan ke - j maka selisihnya adalah ketebalan lapisan tersebut (hj ). Sebagai

implikasi kontinyuitas komponen tangensial medan listrik dan medan magnet pada batas

lapisan maka impedansi juga kontinyu sehingga diperoleh Z j (z2 ) Z j1(z2 ) . Untuk

selanjutnya impedansi selalu didefinisikan di permukaan lapisan ( Z j1 (z2 ) Z j1 )

sehingga dari persamaan (18) diperoleh persamaan berikut,

Persamaan (19) merupakan rumus rekursif yang menyatakan impedansi di permukaan

lapisan ke - j sebagai fungsi parameter lapisan tersebut (j dan hj) dan impedansi di
permukaan lapisan yang terletak di bawahnya (lapisan ke - j+1). Dengan demikian kita dapat

menghitung impedansi di permukaan bumi (Z1) yang terdiri dari sejumlah n - lapisan jika

parameter model diketahui (resolusi forward problem).

Impedansi bumi berlapis horisontal dapat dianggap sebagai impedansi medium

homogen dengan tahanan-jenis ekuivalen atau tahanan-jenis semu sehingga berdasarkan

analogi dengan persamaan (14) impedansi tersebut dapat dinyatakan sebagai tahanan-jenis

dan fasa,

Dalam praktek, kurva sounding yang menyatakan variasi tahanan-jenis medium

sebagai fungsi kedalaman adalah kurva tahanan-jenis semu dan fasa sebagai fungsi periode.

Untuk medium dengan tahanan-jenis yang bervariasai secara lateral memerlukan resolusi

persamaan Maxwell dengan model 2-D atau 3-D.


PENGAMBILAN DATA

1. Peralatan Metode Magnetolurik

Dalam penggunaan metode Magnetotellurik (MT) sumber yang digunakan

merupakan sumber alam. Sehingga pada metode ini peralatan yang digunakan

hanyalah alat penangkap gelombang elektromagnetik alat tersebut. Peralatan tersebut

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Alat ukur AMT Audio Magnetotelluric) atau Magnetometer

Alat ini untuk merekam komponen orthogonal medan listrik (Ex dan Ey)

dan medan magnetik (Hx dan Hy) pada jangkauan frekuensi tertentu. Ada

beberapa jenis alat ukur AMT yang sering digunakan, diantaranya adalah

Model JCR-103 (4-Channel) dan Model MTU-5A(5-channel system)

produksi Phoenix Geophysics.

2. Koil induksi magnetik

Koil induksi magnetic berfungsi sebagai sensor medan magnetik. Sen-

sor ini dietakkan dipermukaan tanah.

3. Elektroda listrik atau porouspot

Elektroda listrik atau porouspot berfungsi sebagai sensor medan listrik.

Sensor ini ditancapkan dengan kedalaman sekitar 30 cm.

4. GPS

GPS digunakan untuk menentukan koordinat lokasi pengambilan data.

5. Kabel-kabel

Kabel digunakan untuk menyambungkan bagian-bagian alat dengan

sensor.

6. Laptop atau Komputer


Laptop atau Komputer untuk memonitor data yang direkam alat ukur

AMT.

Gambar 2.1. Peralatan MT type MTU 5A buatan Phoenix Geophysics, Ltd Canada

medan magnet (Hx , Hy). Sebagai pelengkap diukur pula komponen vertikal medan

magnet (Hz). Oleh karena itu, alat ukur MT terdiri dari tiga sensor sinyal magnetik

(magnetometer) dan dua pasang sensor sinyal listrik (elektroda) beserta unit penerima yang

berfungsi sebagai pengolah sinyal dan perekam data.

Sebelum melakukan akuisisi, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi sistem

magnetometer dan ketiga koil magnetik. Kalibrasi dilakukan dalam kondisi sensor magnetik

belum ditanam ke dalam tanah. Pada titik pusat pengukuran ditentukan empat titik dan dibuat

garis semu dengan memakai patok pada tiap-tiap titik (Gambar 3.1). Garis semu tersebut

membagi daerah pengukuran

menjadi empat kuadran, dimana sumbu x berimpit dengan arah utara dan selatan; sumbu y

berimpit dengan arah barat dan timur.


Gambar 3.1. Sketsa Instalasi Sensor-sensor Pengukuran MT di Lapangan

Setelah mempersiapkan segala peralatan dan mengkalibrasi peralatan yang diperlukan,

langkah-langkah dalam pengambilan data yaitu sebagai berikut :

1. Pemasangan sensor medan listrik

Pemasangan sensor medan listrik yaitu dengan menanam 4 buah porouspot di titik

utara, selatan, barat dan timur dari titik pengukuran. Jarak antar tiap porouspot dari

timur ke barat dan dari utara ke selatan biasanya adalah 80-100 meter tergantung

kepada kondisi topografi daerah setempat. Penanaman porouspot dilakukan dengan

menggali lubang sedalam kurang lebih 30 cm. Porouspot yang digunakan sebagai

sensor medan listrik ini sebaiknya dari jenis nonpolarizable porouspot Cu - CuSO4

dengan kestabilan yang tinggi terutama terhadap perubahan temperatur karena

pengukuran data MT memerlukan waktu yang relatif lama dibanding dengan

pengukuran potensial pada survey geolistrik tahanan-jenis. Elektroda jenis Pb - PbCl2

atau Cd - CdCl2 jarang digunakan, disamping mahal juga dapat mencemari

lingkungan.
Gambar 3.2. Sensor Medan Listrik (Porouspot)

2. Pemasangan sensor magnetik

Sensor medan magnetik berupa koil induksi magnetik ditanam pada kuadran

yang berbeda. Susunan letak sensor magnetik (Hx, Hy, Hz) pada masing-masing

kuadran ditunjukan oleh gambar 2.5. Koil induksi magnetik ini mempunyai panjang

120-150 cm.

Kuadran I terletak pada sumbu garis semu yang berarah timur dan utara.

Kuadran II terletak diantara arah barat dan selatan. Kuadran III terletak diantara arah

selatan dan timur. Pemasangan koil magnetik harus dilakukan secara hati-hati, karena

koil ini sensitif terhadap cuaca, suhu, tekanan, dan benturan. Penanaman koil Hx

umumnya ditanam pada kuadran II dengan posisi horizontal dan bagian yang

tersambung dengan kabel menghadap ke selatan. Koil ini ditanam sedalam 30-50 cm,

dan posisi koil harus tepat horizontal dengan arah utara-selatan.

Hal yang sama dilakukan pada koil Hy dan Hz tetapi berbeda kuadrannya.

Koil Hy berada pada kuadran IV dengan bagian yang tersambung kabel menghadap

ke barat. Sedangkan untuk koil Hz sedikit berbeda dengan koil yang lainnya, karena

koil ini mngukur komponen vertikal. Koil Hz ditanam dengan posisi vertikal pada

kuadran I dengan posisi bagian yang tersambung kabel berada di permukaan.

3. Pengaturan konfigurasi alat


Setelah instalasi alat selesai, seluruh kabel (sensor magnetik dan sensor medan listrik)

dan GPS disambungkan dengan magnetometer dan laptop. Pengisian parameter data,

konfigurasi sistem dan monitoring data selama akuisisi dilakukan dengan

menggunakan perangkat lunak yang mendukung, misalnya MTU Host Software

produk Phoenix Geophysics.


AKUISI DATA MAGNETOLURIK

Pada dasarnya pengambilan data di daerah survey (data acquisition) MT

dilakukan untuk mengetahui variasi medan EM terhadap waktu, yaitu dengan mengukur

secara simultan komponen horisontal medan listrik (Ex , Ey) dan medan magnet (Hx ,

Hy). Sebagai pelengkap diukur pula komponen vertikal medan magnet (Hz). Oleh karena

itu, alat ukur MT terdiri dari tiga sensor sinyal magnetik (magnetometer) dan dua pasang

sensor sinyal listrik (elektroda) beserta unit penerima yang berfungsi sebagai pengolah

sinyal dan perekam data.

Sebelum melakukan akuisisi, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi sistem

magnetometer dan ketiga koil magnetik. Kalibrasi dilakukan dalam kondisi sensor

magnetik belum ditanam ke dalam tanah. Pada titik pusat pengukuran ditentukan empat

titik dan dibuat garis semu dengan memakai patok pada tiap-tiap titik (Gambar 3.1). Garis

semu tersebut membagi daerah pengukuran menjadi empat kuadran, dimana sumbu x

berimpit dengan arah utara dan selatan; sumbu y berimpit dengan arah barat dan timur.

Gambar

Gambar 3.1. Sketsa Instalasi Sensor-sensor Pengukuran MT di Lapangan


Setelah mempersiapkan segala peralatan dan mengkalibrasi peralatan yang diperlukan,

langkah-langkah dalam pengambilan data yaitu sebagai berikut :

1. Pemasangan Sensor Medan Listrik

Pemasangan sensor medan listrik yaitu dengan menanam 4 buah porouspot di

titik utara, selatan, barat dan timur dari titik pengukuran. Jarak antar tiap porouspot

dari timur ke barat dan dari utara ke selatan biasanya adalah 80-100 meter tergantung

kepada kondisi topografi daerah setempat. Penanaman porouspot dilakukan dengan

menggali lubang sedalam kurang lebih 30 cm. Porouspot yang digunakan sebagai

sensor medan listrik ini sebaiknya dari jenis nonpolarizable porouspot Cu - CuSO4

dengan kestabilan yang tinggi terutama terhadap perubahan temperatur karena

pengukuran data MT memerlukan waktu yang relatif lama dibanding dengan

pengukuran potensial pada survey geolistrik tahanan-jenis. Elektroda jenis Pb - PbCl2

atau Cd - CdCl2 jarang digunakan, disamping mahal juga dapat mencemari

lingkungan.

Gambar 3.2. Sensor Medan Listrik (Porouspot)

2. Pemasangan sensor magnetik

Sensor medan magnetik berupa koil induksi magnetik ditanam pada kuadran

yang berbeda. Susunan letak sensor magnetik (Hx, Hy, Hz) pada masing-masing

kuadran ditunjukan oleh gambar 2.5. Koil induksi magnetik ini mempunyai panjang

120-150 cm.
Kuadran I terletak pada sumbu garis semu yang berarah timur dan utara.

Kuadran II terletak diantara arah barat dan selatan. Kuadran III terletak diantara arah

selatan dan timur. Pemasangan koil magnetik harus dilakukan secara hati-hati, karena

koil ini sensitif terhadap cuaca, suhu, tekanan, dan benturan. Penanaman koil Hx

umumnya ditanam pada kuadran II dengan posisi horizontal dan bagian yang

tersambung dengan kabel menghadap ke selatan. Koil ini ditanam sedalam 30-50 cm,

dan posisi koil harus tepat horizontal dengan arah utara-selatan.

Hal yang sama dilakukan pada koil Hy dan Hz tetapi berbeda kuadrannya.

Koil Hy berada pada kuadran IV dengan bagian yang tersambung kabel menghadap

ke barat. Sedangkan untuk koil Hz sedikit berbeda dengan koil yang lainnya, karena

koil ini mngukur komponen vertikal. Koil Hz ditanam dengan posisi vertikal pada

kuadran I dengan posisi bagian yang tersambung kabel berada di permukaan.

3. Pengaturan Konfigurasi Alat

Setelah instalasi alat selesai, seluruh kabel (sensor magnetik dan sensor medan

listrik) dan GPS disambungkan dengan magnetometer dan laptop. Pengisian

parameter data, konfigurasi sistem dan monitoring data selama akuisisi dilakukan

dengan menggunakan perangkat lunak yang mendukung, misalnya MTU Host

Software produk Phoenix Geophysics.


PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

A. Pengolahan data magnetolurik

Data magnetotellurik yang didapatkan dari akuisisi di lapangan adalah berupa seri

waktu (time series). Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data magnetotellurik

(MT) adalah sebagai berikut :

1. Pra pengolahan data

Pada tahap ini, data mentah yang telah direkam mengalami proses editing dan

demultiplexing untuk menggabungkan data dari setiap kanal yang sama (elektrik atau

magnetik) untuk masing-masing jangkah frekuensi (LF, MF dan HF). Data tersebut

adalah keluaran dari sensor elektrik dan magnetik yang masih berupa harga tegangan

listrik terukur. Proses gain recovery ditujukan untuk mengembalikan faktor

perbesaran atau amplifikasi yang telah digunakan. Disamping itu, pada proses tersebut

harga tegangan listrik terukur dikonversikan kedalam satuan yang biasa digunakan

(mV/km untuk medan listrik dan nano Tesla atau gamma untuk medan magnet).

2. Pengolahan data

Seleksi data dalam domain waktu dapat dilakukan secara manual (seleksi visual)

maupun otomatis dengan menetapkan nilai minimal korelasi data yang dapat diterima.

Korelasi yang dimaksud adalah korelasi silang (cross-correlation) antara medan

listrik dan medan magnet yang saling tegak-lurus. Hasilnya dalam bentuk seri waktu

(time series) disimpan dalam file.

Pada tahap analisa spektral, transformasi seri waktu tiap kanal ke dalam

domain frekuensi menghasilkan spektrum daya dan juga spektrum silang (power- dan

cross-spectra). Seleksi data dalam domain frekuensi didasarkan pada koherensinya.

Dalam domain frekuensi, hubungan antara komponen horisontal medan listrik

dan medan magnet dinyatakan oleh persamaan berikut,


dimana Z adalah tensor impedansi dengan elemen-elemen bilangan kompleks

yang dapat pula dinyakan sebagai tahanan-jenis semu dan fasa. Disamping itu, antara

medan magnet horisontal dan medan magnet vertikal terdapat hubungan sebagai

berikut :

dimana T adalah vektor induksi yang dapat digunakan untuk menghitung

parameter yang dikenal sebagai tipper. Dari besaran impedansi dan tipper inilah dapat

diperkirakan informasi mengenai distribusi konduktivitas bawah permukaan

berdasarkan hasil analisa tensor dan pemodelan.

3. Analisa tensor

Jika medium homogen atau berlapis horizontal (1-D) maka Zxx = Zyy = 0 dan

Zxy = -Zyx = Z, dimana Z adalah impedansi yang diperoleh dari komponen

horisontal medan listrik dan medan magnet yang saling tegak lurus. Dengan kata

lain, hubungan antara komponen horisontal medan listrik dan medan magnet tidak

lagi dinyatakan oleh suatu tensor melainkan suatu bilangan skalar kompleks.

Untuk medium 2-D dengan sumbu x atau sumbu y searah dengan jurus (strike)

maka Zxx = Zyy = 0, namun Zxy ≠ -Zyx. Secara matematis, kita bisa menghitung

tensor impedansi yang seolah-oleh diperoleh dengan sistem koordinat pengukuran

lain melalui rotasi. Hal ini sangat berguna karena arah jurus struktur tidak

diketahui saat pengukuran dilakukan.

Jika sumbu x dalam sistem koordimat pengukuran searah dengan jurus maka

elemen tensor hasil rotasi Zxy dan Zyx merupakan impedansi yang berkaitan
dengan pengukuran medan listrik sejajar jurus atau TE-mode (Transverse

Electric) dan tegak lurus jurus atau TM-mode (Transverse Magnetic).

Cara lain untuk menentukan arah kecenderungan struktur (trend) adalah

dengan menggunakan diagram polar yang menggambarkan elemen tensor

impedansi sebagai fungsi rotasi θ. Berdasarkan asumsi bahwa impedansi medium

1-D merupakan besaran skalar yang tidak bergantung arah sistem koordinat

pengukuran (invariant), maka dari tensor impedansi diturunkan parameter yang

disebut invarian. Impedansi invarian sangat berguna untuk memperkirakan

struktur secara garis besar jika medium tidak terlalu jauh menyimpang dari

kondisi 1-D. Namun demikian, diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam

interpretasi yang didasarkan atas hasil pemodelan 1-D dari impedansi atau

tahanan-jenis semu invarian.

Prinsip estimasi arah kecenderungan struktur dengan rotasi dapat pula

diterapkan pada tipper sehingga kita peroleh apa yang disebut sebagai tipper

strike. Parameter-parameter lain untuk memperkirakan tingkat penyimpangan

medium dari keadaan ideal 1-D atau 2-D adalah skew dan elliptisitas impedansi

serta tipper skew.

B. Pemodelan dan Interpretasi Data Magnetolurik

1. Pemodelan 1-D

Model 1-D merupakan model yang sederhana, dalam hal ini tahanan-jenis

hanya bervariasi terhadap kedalaman. Parameter dalam model 1-D adalah

tahanan-jenis dan ketebalan tiap lapisan. Model 1-D direpresentasikan oleh model

berlapis horisontal, yaitu model yang terdiri dari beberapa lapisan dimana

tahanan-jenis pada setiap lapisannya adalah homogen. Hubungan antara data dan

parameter model secara umum dapat dinyatakan oleh:


d = F (m)

dengan d adalah vektor data, m adalah vektor model dan F(m) adalah fungsi

umum dari forward modeling yang diperoleh dengan metode finite difference

Pemodelan menggunakan model 1-D hanya dapat diterapkan pada data yang

memenuhi kriteria data 1-D. Namun demikian, dengan asumsi tertentu pemodelan

1-D dapat pula diterapkan pada data yang dianggap mewakili kecenderungan lokal

atau struktur secara garis besar, misalnya impedansi invarian dan impedansi dari

TE-mode. Pemodelan 1-D menggunakan kurva sounding TE-mode didasarkan

atas anggapan bahwa pengukuran medan listrik searah jurus tidak terlalu

dipengaruhi oleh diskontinuitas lateral tegak lurus jurus.

Teknik forward modelling dilakukan dengan menghitung respons dari suatu

model untuk dibandingkan dengan data impedansi (tahanan-jenis semu dan fasa)

pengamatan. Dengan cara coba-coba (trial and error) dapat diperoleh suatu model

yang responsnya paling cocok dengan data, sehingga model tersebut dapat

dianggap mewakili kondisi bawah permukaan. Teknik inverse modelling

memungkinkan kita memperoleh parameter model langsung dari data.

2. Pemodelan 2-D

Parameter model 2-D adalah nilai tahanan jenis dari tiap blok yang berdimensi

lateral (x) dan dimensi vertikal (z). Algoritma non-linier conjugate gradient

(NLCG) digunakan untuk memperoleh solusi yang meminimumkan fungsi

objektif ψ, yang didefinisikan oleh:

dimana adalah bilangan positif sebagai bobot relatif antara kedua faktor yang

diminimumkan, dan W adalah faktor smoothness berupa fungsi kontinyu yang


dapat dinyatakan sebagai turunan pertama atau turunan kedua. Metode NLCG

digunakan untuk meminimumkan persamaan ψ sehimgga dihasilkan solusi:

Pemodelan inversi dengan algoritma NLCG yang dijelaskan oleh Rodi dan

Mackie (2001) diaplikasikan pada program WinGlink.

3. Metode Inversi Bostick

Metoda inversi Bostick (Jones, 1983) merupakan cara yang cepat dan mudah

untuk memperkirakan variasi tahanan-jenis terhadap kedalaman secara langsung

dari kurva sounding tahanan-jenis semu. Metode ini diturunkan dari hubungan

analitik antara tahananjenis, frekuensi dan kedalaman investigasi atau skin depth.

Namun perlu diingat bahwa metoda ini bersifat aproksimatif sehingga hanya dapat

dilakukan sebagai usaha pemodelan dan interpretasi pada tahap pendahuluan.

Dalam metoda inversi kuadrat terkecil (least-square), model awal dimodifikasi

secara iteratif hingga diperoleh model yang responsnya cocok dengan data.

Adanya aproksimasi atau linearisasi fungsi non-linier antara data dan

parameter model menyebabkan metode tersebut sangat sensitif terhadap pemilihan

model awal. Oleh karena itu model awal biasanya ditentukan dari hasil pemodelan

tak-langsung atau hasil inversi Bostick.

Kecenderungan terakhir menunjukkan bahwa metode inversi tidak hanya

ditujukan untuk menentukan satu model saja melainkan sejumlah besar model

yang memenuhi kriteria data (misalnya, metode Monte-Carlo). Estimasi statistik

dari model-model yang diperoleh digunakan untuk menentukan solusi metoda

inversi. Kecenderungan baru tersebut terutama ditunjang dengan tersedianya


komputer pribadi (PC) dan workstations yang dilengkapi dengan processor

berkecepatan tinggi.
TUTORIAL PENGOLAHAN DATA METODE MAGNETOLURIK
MENGGUNAKAN SOFTWARE

Dalam pengolahan data metode magnetolurik terdapat sebuah software yang


dirancang untuk mengolah data tersebut. Berikut penjelasannya:

Software yang digunakan: Mappros

Langkah-Langkah :

Gambar 1 Tampilan Awal dan Pembuatan Lembar Kerja Baru


Dibuat lembar kerja baru, kemudian dilakukan edit konfigurasi menu dengan cara sebagai
berikut

Gambar 21 Edit Menu

Buat nama dari survey dan tipenya pada operator serta lokasinya seperti gambar dibawah.
Gambar 3 Edit Nama Survey

Gambar 4 Edit Lokasi


Langkah berikutnya adalah mengatur sensor yang akan digunakan dengan cara
editconfiguration kemudian pilih configuration dan mulai dengan system configuration.
Gambar 5 Edit Sensor
Selanjutnya, untuk membuat file baru, pilih menu file  import, dan tentukan nama file baru
yang diinginkan.
Gambar 62 Import File
Dilakukan penggabungkan sites MT setelah dilakukan pengaturan sensor pada langkah
sebelumnya.

Gambar 73 Pengaturan Sites MT


Sebelum melakukan pengolahan lebih lanjut, dilakukan pembuatan line dengan cara
editcreate line
Gambar 7 Pengaturan Line
Tampilan akhir yang dihasilkan adalah sebagai berikut ini.

Gambar 4 Tampilan Data


APLIKASI METODE MAGNETOTELUTIK

Magnetotellurik adalah salah satu metode geofisika pasif yang memanfaatkan

gelombang elektromagnetik alami sebagai sumbernya. Saat ini metode ini sudah banyak

dilakukan terutama untuk eksplorasi geothermal, hidrologi, dan lain lain. Berikut adalah

beberapa kasus penelitian yang menggunakan metode magnetotellurik (MT).

Berikut adalah contoh aplikasi metode magnetotelurik

PEMODELAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN METODE

MAGNETOTELLURIK (STUDI DAERAH GUNUNGMERAKSA-TASIM,

SUMATERA SELATAN)

Jurnal Fisika Vol. 3 No. 2, Nopember 2013. Oleh: E. W. Sugiyo

Abstrak

Geofisika merupakan ilmu yang mempelajari bumi dengan menggunakan prinsip-

prinsip fisika, salah satu metode dalam geofisika adalah metode magnetotellurik yang

memanfaatkan konsep elektromagnetik. Data magnetotellurik yang diperoleh dari akuisisi di

lapangan tidak lepas dari gangguan noise sehingga perlu dilakukan pengolahan data. Tujuan

penelitian ini adalah melakukan pengolahan data magnetotellurik sehingga diperoleh model

penampang resistivitas secara 2-dimensi di daerah Gunung Meraksa-Tasim, Sumatera

Selatan. Metode magnetotellurik merupakan metode eksplorasi geofisika pasif dimana

dilakukan pengukuran medan listrik dan medan magnet alami yang berubah-ubah dalam

fungsi waktu. Data akuisisi lapangan diolah dengan menggunakan software SSMT 2000 dan

MT-Editor serta diinversi dengan menggunakan software WinGLink. Hasil pengolahan data

berupa grafik apparent resistivity dan phase dalam fungsi frekuensi. Model resisitivitas

terhadap kedalaman diperoleh dari hasil inversi yang menunjukan struktur berupa lipatan,

pendugaan patahan dan struktur berlapis-lapis dari resisitivitas bawah permukaan daerah
penelitian. Struktur berlapis-lapis disebabkan karena proses pembentukan daerah penelitian

yang merupakan daerah cekungan sedimen.

Kata kunci: cekungan sedimen, magnetotellurik, model resistivitas

METODE

Pengambilan data (data acquisition) MT di daerah survei dilakukan dengan mengukur

secara simultan komponen horisontal medan listrik (Ex , Ey) dan medan magnet (Hx, Hy, Hz).

Alat ukur MT terdiri dari tiga sensor sinyal magnetik (magnetometer) dan dua pasang sensor

sinyal listrik (elektroda), PC, dan unit penerima sebagai pengolah sinyal dan perekam data.

Konfigurasi alat dalam pengambilan data di lapangan ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Konfigurasi Alat dalam Akuisisi Magnetotellurik


Data yang digunakan merupakan data hasil survei magnetotellurik pada 10 titik

pengukuran di daerah Gunungmeraksa-Tasim, Sumatera Selatan. Penelitian dilakukan pada

bulan Mei 2012 oleh Tim Peneliti Geoteknologi LIPI di daerah Muara Enim yang termasuk

bagian Cekungan Sumatera Selatan.

Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang

berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara

hingga timur laut terhadap empeng Eurasia yang relatif diam. Daerah Gunungmerakas Tasim

terdiri dari Formasi Kasai dan Muarenim,serta satuan Gunun api muda. Formasi Muara Enim

memiliki ketebalan 500 m sampai 1000 m, terdiri dari batupasir, batulempung, batulanau dan

batubara. Formasi Muara Enim berumur Miosen Akhir –Pliosen Awal. Formasi Kasai
memiliki ketebalan 850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufan dan tefra riolitik di

bagian bawah. Satuan Gunung api muda terdiri dari batuan breksi gunung api, lava, dan tufa

yang bersifat andesit. Desain survei lokasi pengambilan data MT ditunjukkan dalam Gambar

2. Data magnetotellurik yang diperoleh dari akuisisi di lapangan tidak lepas dari gangguan

noise sehingga perlu dilakukan pengolahaan data (Simpson & Bahr, 2005). Pengolahan data

magnetotellurik dilakukan dengan tahapan transformasi Fourier, robust processing, dan

seleksi crosspower. Kemudian dilakukan inversi 2D. Pengolahan data dari pre-processing

yaitu menggunakan software Phoenix Geophysics SSMT 2000 untuk proses transformasi

Fourier, penentuan nilai crosspower, dan robust processing dilanjutkan dengan

menggunakan software MT-Editor untuk pemilihan crosspower, serta software WinGLink

untuk proses inversi pemodelan 2-dimensi.

Hasil Dan Pembahasan

Data pengukuran metode magnetotellurik merupakan data time series dari medan

listrik Ex dan Ey serta medan magnet Hx, Hy, dan Hz yang ditampilkan dalam Gambar 3.

Gambar 2. Lokasi Titik Pengukuran MT

Data time series hasil pegukuran lapangan diubah ke dalam domain frekuensi

menggunakan transformasi Fourier pada software SSMT 2000. Nilai crosspower ditentukan
sebelum proses robust. Robust processing adalah prosedur yang baik untuk menghilangkan

outlier atau titik yang sangat menyimpang dari trendline data, prosedur ini dapat mencegah

pengaruh efek dari titik data yang mengandung banyak noise.

Prinsip robust processing adalah membagi data time series ke dalam segmensegmen

dengan ukuran sama. Setiap segmen diolah sehingga menghasilkan satu data parsial

(crosspower) dari satu titik data respon fungsi transfer. Pembersihan data dari noise

menggunakan prinsip robust processing dapat dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan

seleksi data menggunakan software MT-editor. Hasil proses robust pada software SSMT

2000 ditampilkan dalam software MT-Editor berupa grafik apparent resistivity dan phase,

dimana setiap titik respon fungsi transfer terdiri dari bagian-bagian parsial yang disajikan

dalam grafik crosspower apparent resisitivity dan phase. Perbandingan hasil proses robust

berupa apparent resisitivity disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 3. Data Time Series Metode


Gambar 4. Apparent Resistivity Hasil Robust Processing (a) SSMT-2000, (b) Auto MT-

Editor, (c) Seleksi Manual MT-Editor, dan (d) Sounding WinGLink

Pola apparent resistivity yang teramati pada trendline adalah cenderung turun pada

frekuensi 10000 Hz sampai 0.1 Hz dan kemudian kembali naik sampai batas frekuensi yang

terekam sehingga membentuk pola lembah

Perbandingan hasil proses robust berupa phase disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Phase Titik B21 Hasil Robust Processing (a) SSMT-2000, (b) Auto MT-Editor,

(c) Seleksi Manual Pada MT-Editor, dan (d) Sounding WinGLink


Proses robust processing untuk menyeleksi data dilakukan secara berulangulang

dimaksudkan agar data yang diperoleh terpengaruh noise sedikit mungkin sehingga pola

grafik apparent resisitivity dan phase menjadi smooth. Robudt processing diterapkan mulai

dari software SSMT 2000 sebelum kita bisa menampilkan data dalam domain frekuensi.

Hasil robust processing pada software SSMT 2000 umumnya diperoleh grafik apparent

resisitivity dan phase dalam domain frekuensi dengan pola masih berantakan dan terpencar-

pencar untuk letak data di frekuensi rendah. Sedangkan pada frekuensi tinggi data sudah

cukup rapi dan hanya membutuhkan sedikit proses membuat grafik lebih smooth. Data hasil

pengolahan menggunakan software MT-editor perlu diinversi untuk mendapatkan model

struktur bawah permukaan. Proses pemodelan dilakukan dengan menggunakan software

WinGLink. Model yang diperoleh dapat berupa model Maps dimana disajikan dalam kontur

elevasi dan letak titik pengukuran MT. Model Maps titik pengukuran disajikan dalam

Gambar 6.

Gambar 6. Model Maps

Model Sounding merupakan model yang menggambarkan resisitivitas terhadap

kedalaman dimana dapat menentukan nilai resistivitas dan ketebalan lapisan dengan mengedit
dan membuat model struktur 1D setiap titik pengukuran. Contoh model Sounding disajikan

dalam Gambar 7.

Gambar 7. Model Sounding 1D

Model pseudo section merupakan model yang menghubungkan nilai resisitivity dan

phase setiap titik pengukuran. Model pseudo section ada dua jenis yaitu mode TM dan TE

yang disajikan dalam Gambar 8. Kondisi ideal mode TM dan TE berhimpit, tetapi apabila

tidak berhimpit maka dapat dilakukan koreksi static shift.


Gambar 8. Pseudo Section Mode TM dan TE

Model cross section dari data magnetotellurik merupakan model yang menyerupai

data log bor yang menunjukkan nilai resisitivitas terhadap kedalaman pada setiap titik lokasi

yang dikorelasikan untuk semua titik pengukuran. Model cross section ditunjukkan dalam

Gambar 9.
Gambar 10. Model Inversi 2D

Bentuk model seperti lipatan-lipatan diduga karena pada lokasi pengambilan data

dipengaruhi oleh penunjaman lempeng Hindi- Australia ke lempeng Eurasia dan pergerakan

sesar Sumatera. Struktur berlapis-lapis sesuai dengan pembentukan daerah penelitian yang

merupakan daerah cekungan sedimen. Pendugaan patahan terletak di utara titik B12, diantara

titik B14 dan B15, diantara titik B18 dan B19 diantara titik B20 dan B21, serta pendugaan

intrusi batuan di kedalaman 5000 m.

You might also like